• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Pendidikan dan Pelatihan a.Pendidikan

2. Off The Job Training

Program off the job training memuat enam kategori pelatihan. kursus formal dan simulasi merupakan metode yang digunakan baik untuk pelatihan karyawan non manajerial maupun manajerial, sedangkan empat yang terakhir dalam tabel tersebut utamanya diperuntukkan bagi karyawan manajerial.16

Adapun metode formal off the job training adalah metode formal courses yang difasilitasi dengan programmed instruction, computer and reading, maupun dengan bentuk pelatihan lainnya seperti dalam kelas-kelas formal dan kuliah. Sekalipun banyak program pelatihan yang menggunakan metode kuliah (karena secara efisien dapat menyampaikan materi yang banyak kepada

16

seluruh besar kelompok pembelajar pada saat bersamaan). Program ini memiliki kelemahan.

 Melanggengkan struktur kewenangan organisasi tradisional dan mengahalangi kinerja karena pross pembelajaran berjalan tanpa kendali.

 Persyaratan simbolis dan verbal dari metode kuliah kemungkinan dapat mengganggu pembelajaran yang memiliki keterbatasan pengalaman simbolis dan verbal  Metode kuliah tidak memungkinkan pelatihan individual

berdasarkan perbedaan-perbedaan dalam hal kemampuan, interes dan kepribadian.

Metode kedua adalah simulasi. Teknik pelatihan ini menyajikan kepada pesertanya dengan situasi yang nyaris sama dengan kondisi actual jobs yang digunakan baik untuk manajer ataupun non manajerial.

Sekalipun demikian penggunaan metode simulasi lingkungan ini didukung oleh argumen penguat yaitu: dapat mengurangi kemungkinan ketidakpuasan pelanggan yang disebabkan oleh pelatihan on the job, dapat mengurangi frustasi pada pelatih, dapat menghemat penggunaan dana karena kecelakaan dalam pelatihan berkurang.

Metode lainnya yang merupakan bagian dari program pelatihan adalah case discution. Metode ini menekankan pada analisis individu atau kelompok dari suatu yang menguraikan kasus sebuah organisasi. Berdasarka informasi dalam kasus tersebut, peserta secara individual maupun kelompok menyampaikan solusi atas masalah yang dihadapi organisasi. Sementara metode simulasi dan diskusi kasus mungkin dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan konseptual dan problem solving.

Terdapat tiga macam pelatihan human relations atau pelatihan yang berorientasi pada proses yang digunakan organisasi

untuk mengembangkan interpersonal insights dari para manajer yang didalamnya untuk mengubah sikap dan untuk mempraktekkan human relations skills seperti kepemimpinan dan lain-lain. Ketiga jenis metode tersebut adalah: role playing, sensitivity training, dan wilderness training.

Role playing sangat berbeda dengan metode simulasi, metode ini memusatkan perhatiannya pada masalah emosi. Esensi dari role playing adalah untuk menciptakan situasi nyata, dan kemudian peserta mengandalkan dirinya sebagai bagian dari pribadi tertentu dalam situasi tertentu.kegunaan metode ini tergantung kepada sejauh mana peserta benar-benar meras terlibat sebagai bagian dari permainan yang dilakukan. Hasil dari keterlibatan ini adalah kepekaan (sensitivity) yang lebih besar tentang peran yang dijalankannya.

Metode terakhir adalah wilderness training program yang digunakan berbagai macam organisasi untuk pengembangan. Salah satu contoh metode ini adalah outward bound dimana peserta belajar kapabilitas dan keterbatasan mereka sendiri untuk jauh menjadi lebih baik saat mereka menghadapi tantangan tugas yang mensyaratkan pengambilan keputusan secara kooperatif.

Berbagai macam metode yang telah diuraikan tidak menyiratkan mana yang terbaik bagi organisasi karena masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

c. Faktor Pendukung Pendidikan dan Pelatihan

Program pengembangan sumber daya guru ataupun sumber belajar memang membutuhkan biaya yang tak sedikit, karena itu amat sedikit sekolah yang meningkatkna mutu pendidikannya melalui pelatihan, seminar, ataupun sumber belajar. Mayoritas sekolah masih memiliki masalah bagaimana caranya membayar guru dengan layak, dan program pelatihan dan seumber belajarpun kerap terabaikan. Namun untuk

memiliki program pelatihan dan sumber belajar atau fasilitas yang memadai, dana saja belum cukup. Jika dana pun tersedia, pelatihan dan sumber belajar tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak ada komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan dari pimpinan sekolah. Katakanlah, dana dan komitmen telah ada, maka faktor sumber daya manusia ahli yang mampu merancang program pelatihan dan operator sumber belajar harus dimiliki sekolah. Maka pengembangan sumber daya guru melalui pelatihan dan sumber belajar akan terlaksana (belum tentu berhasil) jika ada tiga faktor pendukung yaitu:17

a. Komitmen Pimpinan

Kepala sekolah harus meyakini pentingnya pengembangan sumber daya guru, karena guru membutuhkan informasi dan keterampilan baru terklait dengan perkembangan dunia pendidikan. Dengan kewenangan dan peran yang dimilikinya, kepala sekolah dapat mewujudkan kebutuhan guru tersebut, diantaranya melalui program pelatihan dan sumber belajar.

Pemahaman kepala sekolah terhadap dunia pendidikan akan sangat membantu munculnya komitmen terhadap perbaikan mutu pendidikan. Maka proses pemilihan kepala sekolah harus berjalan sesuai aturan yang berlaku, dan juga dalam proses pemilihan kepala sekolah seharusnya dapat dinilai seberapa besar komitmen seorang calon terhadap pengembangan mutu pendidikan umumnya. Bahwa kepala sekolah adalah orang yang memiliki kompetensi dan kredibilitas yang tinggi, sehingga ia mampu memimpin dan mengelola pendidik dan tenaga kependidikan demi tercapainya tujuan dan mutu pendidikan yang diharapkan.

b. Tenaga Ahli

Suatu program pelatihan hanya akan berjalan dengan baik jika direncanakan dan dirancang dengan baik oleh orang-orang yang

17

Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru: Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011), cet. Ke-1, h. 12-15

memahami perkembangan dunia pendidikan, utamanya kebutuhan guru sebagai pendidik. Tenaga ahli inilah yang mendesign pelatihan dari mulai perencanaan, alokasi waktu, anggaran dana, jumlah dan kategori peserta, dan tempat pelatihan, merupakan beberapa aspek yang harus direncanakan dengan baik dan profesional.

c. Biaya

Biaya sering menjadi kendala utama pelaksana pelatihan, seminar, ataupun sumber belajar untuk pengembangan sumber daya guru di setiap sekolah. Penyebabnya adalah distribusi keuangan sekolah hanya mencukupi untuk operasional dan gaji guru, serta kegiatan rutin sekolah. Beberapa sekolah bahkan belum mampu menggaji guru sesuai standar Upah Minimum Regional (UMR). Maka, sekolah harus menyusun strategi pendanaan pelatihan, seminar, ataupun sumber belajar, agar program tersebut dapat dilaksanakan disekolah.

Diantara strategi tersebut adalah sekolah membangun relasi yang baik dengan dinas pendidikan provinsi/kota, perusahaan, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), kedua sekolah membuat konsep /proposal pelatihan dan penyediaan fasilitas pendidikan atau sumber belajar yang baik dan rasional. Tujuannya adalah menjalin kerja sama dengan pihak-pihak tersebut yang peduli terhadap pendidikan, baik berupa materi ataupun non materi.

Oleh karena itu, tiga faktor tersebut merupakan faktor pendukung pengembangan sumber daya guru, yang nantinya akan berimplikasi terhadap mutu guru. Dalam hal ini, motivasi moril saja dari kepala sekolah dan manajemen sekolah tidaklah cukup, namun perlu langkah dan kebijakan konkrit menyangkut program pelatihan dan sumber belajar yang terkait dengan pengembangan sumber daya guru, profesionalisme, dan kebutuhan guru, sebagaimana tuntutan

pemerintah terhadap mutu pendidikan dewasa ini, khusunya mutu guru.

Memang telah banyak diselenggarakan pelatihan untuk pengembangan sumber daya guru, baik itu pelatihan, seminar, ataupun melalui pendidikan, namun hal ini harus disesuaikan dengan kebutuhan guru sebagai pengajar, bukan hanya sebatas pengembangan teoritis saja, dengan demikian alih-alih meningkatkan pengembangan sumber daya guru, pelatihan malah merupakan pemborosan waktu, tenaga, dan biaya. Karena itu sekolah atau pelaksana pelatihan harus memahami dengan baik konsep pelatihan yang efektif bagi guru. Selain mengajarkan aspek teoritis, tetapi juga program harus melatih guru dengan keterampilan pengajaran dan pendidikan.

Tidak hanya sekolah negeri saja tetapi sekolah swasta yang merupakan Sekolah dasar bertaraf internasional harus memiliki sumber daya manusia yang profesional dan tangguh, baik guru, kepala sekolah ataupun yang lainnnya. Pengembangan Profesionalisme guru ini ditunjukkan oleh penguasaan bahasa asing bahasa inggris khususnya, penguasaan ICT mutakhir dan canggih bagi pekerjaannya, dan berwawasan global yang ditunjukkan oleh penguasaan ilmu pengetahuan mutakhir dan canggih, standar internasional, dan etika global.

Pengembangan guru-guru RSDBI dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, melalui:

a. Peningkatan kemampuan salah satu bahasa asing, utamanya bahasa inggris

b. Pelatihan kurikulum, silabus, dan RPP berwawasan internasional

d. Pelatihan metodologi pembelajaran yang kontekstual dan berpusat pada anak.18

Upaya lain untuk perbaikan pengembangan sumber daya guru yaitu meningkatkan kompetensi guru dengan mendatangkan narasumber dari lembaga lain yang terkait, serta mengembangkan profesi melalui kursus, workshop, dan seminar. Selain itu juga, berusaha meningkatkan jumlah guru yang berpendidikan S2 sehingga mencapai minimal 30 persen.19

Tetapi sebaliknya, dari usaha sekolah tersebut diatas, belum semua pendidik memperoleh kesempatan yang sama untuk mengembangkan kompetensinya. Hal ini membawa implikasi bagi sekolah untuk melakukan pembinaan teknis profesi dan kompetensi guru secara berkala serta memberikan dukungan kepada setiap pendidik agar memperkaya kompetensinya.

Oleh karena itu, pengembangan sumber daya guru harus mendapat perhatian. Komitmen kerja guru dan tenaga pendukung akan meningkat jika yang bersangkutan merasa dipercaya, mendapat penghargaan dari hasil kerjanya, merasa mendapatkan keadilan di tempat kerja dan mendapatkan tantangan untuk menunjukkan kemampuannya. Oleh karenanya, SDBI perlu berupaya menciptakan situasi kerja yang memberikan perasaan tersebut pada setiap guru dan tenaga pendukung lainnya.

18

Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, DEPDIKNAS, Panduan Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Dasar Bertaraf Internasional (RSDBI). (Jakarta; 2008) hal. 30

19

Teguh Triwiyanto & Ahmad Yusuf Sobri, Panduan Mengelola Sekolah Bertaraf Internasional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010) cet. 108

C. Guru

Dokumen terkait