• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Pendidikan dan Pelatihan a.Pendidikan

2) Perencanaan Pelatihan a. Penentuan kebutuhan

Merupakan kenyataan bahwa anggaran yang harus disediakan untuk membiayai kegiatan pelatihan dan pengembangan merupakan beban bagi setiap instansi. Oleh karena itu agar penyediaan anggaran tersebut sungguh-sungguh dapat dibenarkan, perlu adanya jaminan terlebih dahulu bahwa kegiatan pelatihan

6

Moekijat, latihan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Bandung: Mandar Maju, 1991), cet. Ke-IV, hal. 60

7

Robert L. Mathis-John H. Jackson, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Salemba Empat, 2006), cet. Ke-10, h. 301

8

Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru: Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011), cet. Ke-1, h. 261

tersebut benar-benar nyata diperlukan. Artinya, pelatihan tertentu hanya diselenggarakan apabila kebutuhan untuk itu memang ada. Penentuan kebutuhan itu mutlak perlu didasarkan pada analisis yang tepat. Analisi kebutuhan itu harus mampu mendiagnosa paling sedikit dua hal, yakni: “masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan berbagai tantangan baru yang diperkirakan akan timbul di masa depan.”9

Besarnya pemborosan karena banyaknya kesalahan yang diperbuat dalam melaksanakan tugas, rendahnya produktifitas kerja, kurangnya gairah dalam bekerja, dan masalah-masalah sejenis adalah berupa contoh dari situasi yang sudah mengharuskan adanya pelatihan.

b. Penentuan sasaran

Berdasarkan analisis kebutuhan akan pelatihan, berbagai sasaran ditetapkan. Sasaran yang ingin dicapai itu dapat bersifat teknikal akan tetapi dapat pula menyangkut keprilakuan. Atau mungkin juga kedua-duanya. Berbagai sasaran tersebut harus dinyatakan sejelas dan sekongkret mungkin, baik bagi para pelatih maupun bagi peserta.

Bagi penyelenggara pelatihan gunanya mengetahui sasaran tersebut ialah, pertama sebagai tolok ukur kelak untuk menentukkan berhasil tidaknya program pelatihan. Kedua sebagai bahan dalam usaha menentukan langkah selanjutnya seperti isi program dan metode pelatihan yang akan digunakan.

Kejelasan sasaran juga akan sangat berguna dalam hal program pelatihan ternyata dianggap kurang berhasil terutama sebagai umpan balik bagi bagian yang mengelola sumber daya manusia, baik mengenai programnya maupun mengenai pesertanya.

9

Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), cet. Ke-19, h. 186

Artinya, apabila pelatihan sejenis akan diselenggarakan dimasa depan, pihak penyelenggara tidak mengulangi kesalahan yang sama.

c. Penetapan isi program

Dalam program pelatihan harus jelas diketahui apa yang ingin dicapai. Salah satu sasaran yang ingin dicapai adalah mengajarkan keterampilan tertentu yang pada umumnya berupa keterampilan baru yang belum dimiliki oleh para pendidik karena diperlukan dalam pelaksaan tugas dengan baik. Mungkin pula pelaksanaan pelatihan dimaksudkan untuk mengajarkan pengetahuan yang baru. Bahkan sangat mungkin yang diperlukan adalah perubahan sikap dan perilaku dalam pelakasaan tugas terutama sebagai pendidik, yang sangat mungkin perilaku dan sikapnya selalu di contoh oleh setiap muridnya.

d. Prinsip-prinsip Belajar

Dikalangan para pakar pelatihan telah diterima pendapat yang mengatakan bahwa pada dasarnya prinsip belajar yang layak dipertimbangkan untuk diterapkan berkisar pada lima hal, yaitu partisipasi, repetisi, relevansi, pengalihan, dan umpan balik. Mengenai Partisipasi sebagai salah satu prinsip belajar dapat dikatakan bahwa pada umumnya proses elajar berlangsung dengan lebih cepat dan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh diingat lebih lama. Misalnya, sekali seorang belajar dan menguasai teknik berenang, sepanjang hidupnya dia akan tetap bisa berenang karena partisipasinya waktu belajar (pelatihan). Prinsip lainnya adalah Repetisi. Para ahli pendidikan berkata bahwa sebenarnya semua informasi yang pernah diterima oleh seseorang tersimpan diotaknya. Hanya saja agar dapat digunakan, informasi tersebut perlu “diangkat kepermukaan”. Caranya ialah dengan repetisi

(pengulangan). Pengulangan itulah yang terjadi apabila seseorang mempersiapkan diri untuk menempuh ujian misalnya. Prinsip ketiga adalah Relevansi. Menurut teori proses belajar mengajar, kegiatan belajar berlangsung dengan lebih efektif apabila bahan yang dipelajari mempunyai relevansi tertentu dan mempunyai makna konkret apabila yang dipelajari itu relevan dengan kebutuhan sseorang. Misalnya suatu program pelatihan akan diikuti dengan lebih tekun oleh para peserta apabila penjelasan yang diberikan oleh p[elatih menimbulkan keyakinan dalam diri para peserta bahwa pengetahuan atau keterampilan yang akan diperoleh relevan dengan tugas mereka, baik untuk masa sekarang ataupun masa depan. Prinsip yang ke empat adalah Pengalihan pengetahuan dan keterampilan. Pengalihan bisa terjadi karena penerapan teori dalam situasi nyata atau karena “praktek” yang bersifat simulasi. Artinya, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam simulasi dengan mudah dialihkan pada sitausi nyata. Prinsip belajar yang terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah Umpan balik. Melalui suatu sistem umpan balik, peserta latihan mengetahui apakah tujuan pelatihan tersebut tercapai, baik dalam bentuk pengetahuan baru maupun keterampilan yang belum dimiliki sebelumnya. Bahkan juga dalam bentuk terjadi tidaknya perubahan prilaku seseorang. Dengan umpan balik, peserta pelatihan dengan motivasi tinggi akan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan agar proses belajar berlangsung dengan lebih efektif lagi. Sebaliknya, umpan balik peserta latihan dapat menjadi tidak bergairah apabila dia tidak mengetahui apakah dia mencapai kemajuan atau tidak. Juga todak mengetahui perbaikan dalam cara belajar yang bagaimana perlu dilakukannya. Untuk kepentingan umpan balik itulah diselenggarakan tes, ujian dan cara pengukuran lainnya yang sejenis.

e. Pelaksanaan Program

Perlu diketahui bahwa sesungguhnya penyelenggaraan program pelatihan sangat situasional sifatnya. Artinya, dengan penekanan pada perhitungan kepentingan organisasi dan kebutuhan para peserta, penerapan prinsip-prinsip belajar yang telah dikemukakan diatas dapat berbeda dalam aksentuasi dan intensitasnya yang pada gilirannya tercermin pada penggunaan teknik-teknik tertentu dalam proses belajar mengajar.

Tepat tidaknya suatu teknis mengajar digunakan sangat tergantung pada berbagai pertimbangan yang ingin ditonjolkan, seperti kehematan dalam pembiayaan, materi program, tersedianya fasilitas tertentu, preferensi dan kemampuan peserta, dan kemampuan pealatih juga prinsip belajar yang hendak diterapkan.

Dari pemikiran diatas, berikut ini adalah berbagai teknik melatih yang sudah umum dikenal dan digunakan.10

Pelatihan dalam jabatan. Ini pada dasarnya berarti menggunakan teknik pelatihan dimana para peserta langsung ditempatnya bekerja. Sasarannya adalah meningkatkan kemampuan peserta latihan mengerjakan tugasnya yang sekarang. Yang bertindak seorang pelatih bisa seorang pelatih formal, atasan langsung atau rekan sekerja yang lebih senior dan lebih berpengalaman.

Para ahli pelatihan sering menggunakan teknin ini karena semua prinsip belajar yang telah dibahas di muka, yaitu partisipasi, repetisi, relevansi. Pengalihan, dan umpan balik diterapkan secara intensif. Hasilnya pun pada umunya memuaskan dalam arti terjadinya peningkatan kemampuan kerja peserta latihan. Dalam pralteknya, pelatihan dalam jabatan berlangsung

10

Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), cet. Ke-19, h. 192

melalui empat tahap, yaitu: pertama, peserta pelatihan memperoleh informasi tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dan hasil yang diharapkan, kesemuanya dikaitkan dengan relevansi pelatihan dengan peningkatan kemampuan peserta pelatihan yang bersangkutan. Kedua, pelatih mendemonstrasikan cara yang baik melaksanakan pekerjaan tertentu untuk dicontoh oleh pegawai yang sedang dilatih. Ketiga, peserta pelatihan disuruh mempraktekkan cara yang baru saja didemonstrasikan oleh pelatih. Keempat, pegawai yang menunjukkan kemampuan bekerja menurut cara yang telah dipelajarinya dipersilahkan melakukan pekerjaannya tanpa supervisi meskipun pelatih masih menyediakan diri untuk memberikan penjelasan tambahan atau untuk menjawab pertanyaan apabila diperlukan.

Sistem Magang. Pengalaman menunjukkan bahwa sistem

magang dalam program pelatihan dapat mengambil berbagai bentuk. Yang dalam penerapannya situasional. Pertama, ialah seorang pegawai belajar dari pegawai lain yang dianggap lebih berpengalaman dan lebih mahir melakasanakan tugas tertentu. Agar lebih efektif, magang sering dilengkapi dengan kegiatan belajar formal dalam ruang kelas. Kedua, ialah “coaching” melalui mana seorang pimpinan “mengajarkan” cara-cara kerja yang benar kepada bawahannya ditempat pekerjaan dan cara-cara yang ditunjukkan oleh atasan tersebut “ditiru” oleh pesera yang mengikuti pelatihan. Bentuk ketiga adalah dengan menjadikan seorang pegawai baru sebagai asisten pejabat yang lebih tinggi. Tugasnya selaku asisten adalah memahami tugas-tugas orang yang dibantunya. Seorang profesor di universitas yang mempunyai asisten adalah contoh yang aktual. Bentuk keempat adalah penugasan pegawai tertentu untuk duduk dalam berbagai panitia.

Prinsip-prinsip yang menonjol dalam sistem magang ini adalah partisipasi, relevansi, dan umpan balik.

Sistem Ceramah. Penyelenggaraan suatu program latihan dengan menerapkan sistem ceramah dapak dikatakan sebagai salah satu sistem yang paling tua dan juga paling “populer”.11

Pengamatan menunjukkan bahwa terdapat dua alasan mengapa halnya demikian. Pertama, penyelenggaraan relatif murah karena ceramah dapat diikuti oleh para peserta dalam jumlah yang relatif besar. Kedua, materi pelajaran dapat dipersiapkan dengan baik oleh penceramah sebelum ceramah berlangsung dan materi tersebut dapat digunakan berulang kali, meskipun setiap kali dilakukan juga penyesuaian-penyesuaian tertentu.

Ceramah dapat diberikan dengan berbagai variasi, misalnya tanya-jawab, tanpa tanya-jawab, tanpa atau dengan alat peraga seperti film, slide, overhead projector, dan video.

Meskipun ceramah sangat lumrah digunakan dalam berbagai program pelatihan, sesungguhnya telah terbukti bahwa cara ini paling tidak efektif, penyebab utamanya adalah bahwa berbagai prinsip belajar yang telah dibahas diatas, nyaris tidak diterapkan.

Role Playing. Teknik dalam metode ini beberapa orang peserta ditunjuk untuk memainkan sesuatu peranan dalam sebuah organisasi tiruan, ini merupakan semacam sandiwara. Misalnya: 1). Tentang hubungan atasan dengan bawahan dalam situasi tertentu. 2). Cara-cara memberikan perintah. 3). Cara-cara memberikan hukuman dan sebagainya.12metode ini sering digunakan apabila sasaran pelatihan bukan terutama peningkatan keterampilan, melainkan yang menyangkut keprilakuan.

11

Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), cet. Ke-19, h. 194

12

Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia: Dasar dan Kunci Keberhasilan, (Jakarta: CV HAJI MASAGUNG, 1994), cet. Ke-6, h. 88

Studi kasus. Penggunaan studi kasus dewasa ini sering digunakan sebagai metode pelatihan, sasaran dari studi kasus ini adalah mengambil keputusan dan memecahkan masalah. Penggunaan studi kasus sebagai instrumen pelatihan dapat mempunyai dua makna. Pertama, peserta pelatihan mempelajari situasi problematik tertentu dan cara orang lain mengatasi situasi tersebut. Kedua, peserta pelatihan menganalisis sendiri situasi problematik itu dan mengambil keputusan tentang cara-cara yang terbaik untuk mengatasinya. Peningkatan kemampuan menginterpretasikan data dan daya nalar yang digunakan merupakan manfaat besar pula dari penggunaan teknik ini.

Pelatihan Laboratorium. Apabila manajemen merasa

bahwa tukar menukar pengalaman, pemahaman perasaan, perilaku, persepsi dan reaksi orang lain dalam berinteraksi dalam pekerjaan, teknik pelatihan yang dipandang tepat untuk digunakan adalah salah satu bentuk pelatihan laboratorium seperti pelatihan kepekaan (sensitivity training) dan teknik-teknik lain yang sejenis. Belajar Sendiri. Dalam penggunaan teknik ini, instansi mempersiapkan bahan pelajaran yang bentuknya bisa berupa aneka ragam bahan, seperti buku pedoman, buku petunjuk, video, atau disket yang kesemuanya mengandung bahan-bahan pelajaran yang dianggap penting dikuasai oleh para peserta. Teknik ini tepat digunakan apabila jumlah yang mengikuti pelatihan besar, para pegawai tersebar pada berbagai lokasi yang berbeda-beda, dan tidak mungkin atau sulit mengumpulkan para pegawai sekaligus untuk secara bersama mengikuti program pelatihan tertentu.

Penting untuk memperhatikan bahwa dalam usaha belajar sendiri pun, kepala sekolah tentunya tidak melepas begitu saja para peserta yang mengikuti pelatihan ini melainkan memberikan dorongan, bimbingan, dan melakukan pemantauan. Dengan

demikian prinsip-prinsip belajar seperti yang telah dimukakan diatas dapat diterapkan secara efektif.

Seminar. Metode seminar ini bertujuan untuk

mengembangkan keahlian dan kecakapan peserta untuk menilai dan memberikan saran-saran yang konstruktif mengenai pendapat oranglain (pembawa makalah). Peserta dilatih agar dapat mempersepsi dan mengevaluasi serta memberikan saran-saran, menerima atau menolak pendapat atau usul-usul orang lain.

f. Penilaian/Evaluasi Tindak Lanjut

Pelaksanaan suatu program pelatihan dapat dikatakan berhasil apabila dalam diri peserta pelatihan tersebut dapat terjadi suatu proses transformasi. Proses transformasi tersebut dapat dinyatakan berlangsung dengan baik apabila terjadi paling sedikit dua hal, yaitu:

a. Peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas, b. Perubahan perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin,

dan etos kerja.

Untuk mengethui terjadi tidaknya perubahan tersebut dilakukan penilaian yang dinilai tidak hanya segi teknis saja, akan tetapi segi keperilakuan. Dengan demikian jelas bahwa penilaian harus diselenggarakan secara sistematik yang berarti mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

1. Penentuan kriteria evaluasi ditetapkan bahkan sebelum suatu program pelatihan diselenggarakan dengan tolok ukur yang jelas berkaitan dengan peningkatan kemampuan dan produktivitas kerja dalam posisi atau jabatan sekarang maupun dalam rangka mempersiapkan para pekerja (pendidik) menerima tugas pkerjaan baru dimasa depan.

2. Penyelenggaraan suatu tes untuk mengetahui tingkat pengetahuan, keterampilan dan kemampuan para pekerja

sekarang guna memperoleh informasi tentang program pelatihan apa yang tepat diselenggarakan.

3. Pelaksanaan ujian pasca pelatihan untuk melihat apakah memang terjadi transformasi yang diharapkan atau tidak dan apakah transformasi tersebut tercermin dalam pelaksanaan pekerjaan masing-masing.

4. Tindak lanjut yang berkesinambungan. Salah satu tolok ukur penting dalam menilai berhasil tidaknya suatu program pelatihan ialah apabila transformasi yang diharapkan memang terjadi untuk kurun waktu yang cukup panjang dimasa depan, tidak hanya segera setelah program tersebut selesai diselenggarakan. Hal ini sangat penting mendapat perhatian karena memang benar bahwa hasil suatu program pelatihan tidak selalu terlihat dengan segera.

Evaluasi dan tindak lanjut merupakan hal penting yang tidak boleh dilewatkan oleh pelaksana pelatihan. Karena evaluasi berguna untuk mengetahui seberapa besar tujuan pelatihan tercapai, dan untuk mengetahui kekurangannya untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Oleh karena itu pengertian evaluasi sendiri adalah proses untuk menilai sesuatu, baik itu sebuah kegiatan atau pencapaian aspek kognitif, keterampilan, dan afektif seseorang atau kelompok, yang bertujuan untuk meningkatkan mutu kegiatan atau keterampilan orang dimasa yang akan datang,13 dan tujuan paling penting dari evaluasi program ini adalah bukan untuk membuktikan tetapi untuk meningkatkan.

13

Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru: Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011), cet. Ke-1, h. 91

Dokumen terkait