• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jual beli tanah memiliki corak khusus, sehingga berbeda dengan jual beli pada umumnya yang diatur dalam KUHPerdata. Sebelum berlakunya UUPA terdapat dualisme hukum agraria dan oleh karenanya terdapat dua pengaturan mengenai jual beli tanah, yaitu jual beli tanah menurut hukum barat dalam hal ini KUHPerdata dan menurut hukum adat. Namun sejak berlakunya UUPA maka terjadilah inifikasi hukum agraria sehingga pengaturan jual beli tanah tunduk kepada UUPA.

Jual beli dengan objek hak atas tanah, juga dilakukan dengan perjanjian untuk lebih memberikan kepatian hukum, karena hak atas tanah termasuk objek perjanjian yang secara khusus diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dalam hal ini UUPA, dimana setiap perbuatan hukum yang menyangkut tentang hak atas tanah terikat atau harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam UUPA. Namun perlu dipahami bahwa walaupun perbuatan jual beli terkait dengan hak atas tanah tanah tunduk kepada UUPA namum dalam hal jual beli tanah sebagai suatu perbuatan hukum yaitu perjanjian, maka sebagai suatu perjanjian haruslah memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam KUHPerdata sebagai hukum yang mengatur tentang perjanjian.

Dalam UUPA tidak ada dijelaskan apa yang dimaksudkan dengan jual beli tanah itu, namun walaupun demikian mengingat hukum agraria kita sekarang ini berdasar atas hukum adat, maka pengertian jual beli tanah sekarang ini harus pula diartikan menurut konsep pengertian hukum adat yaitu sebagai perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak milik (penyerahan tanah untuk selama-lamanya) oleh penjual kepada pembeli, yang pada saat itu juga menyerahkan harganya kepada penjual.60

Dalam UUPA istilah jual beli hanya diatur dalam satu pasal yaitu Pasal 26 dan dalam pasal lainnya disebutkan sebagai dialihkan. Pasal 26 UUPA menyebutkan; “Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan peraturan pemerintah”. Oleh karenanya jual beli sebagai perbuatan untuk memindahkan hak milik atas tanah diawasi dan diatur dalam Peraturan Pemerintah, artinya Pemerintah turut campur dalam hal perbuatan-perbuatan hukum yang bermaksud untuk memindahkan hak milik atas tanah, dalam hal ini khususnya perbuatan jual beli tanah.

Istilah lain dari jual beli tanah dalam UUPA yaitu sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan suatu perbuatan hukum yang disengaja untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, tukar menukar dan hibah wasiat. Namun dalam pasal 5 UUPA disebutkan bahwa hukum tanah nasional kita adalah hukum adat maka jual beli tanah dalam UUPA adalah sesuai dengan hukum adat.

Menurut hukum adat jual beli tanah adalah suatu perbuatan pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang berarti perbuatan pemindahan hak atas tanah tersebut dilakukan dihadapan Kepala Adat yang berperan sebagai pejabat yang menanggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut, sehingga perbuatan pemindahan hak atas tanah tersebut diketahui oleh umum. Tunai makudnya bahwa perbuatan pemindahan hak dan pembayaran harganya dilakukan serentak. Oleh karena dibayar kontan atau baru dibayar sebagian (dianggap tunai) dan kekurangan pembayaran dianggap sebagai hukum utang piutang.61

Menurut Efendi Parangin mengemukakan sifat jual beli tanah adat adalah :62 1) Contantatau Tunai.

Contant atau Tunai, artinya harga tanah yang dibayar itu bisa seluruhnya, tetapi bisa juga sebagaian. Tetapi biarpun dibayar sebagain, menurut hukum dianggap telah dibayar penuh. Pembayaran harga dan penyerahan haknya dilakukan pada saat bersamaan. Pada saat itu jual beli menurut hukum telah selesai. Sisa harga yang belum dibayar dianggap sebagai hutang piutang kepada bekas pemilik tanah (penjual).

2) Terang.

Terang artinya jual beli tanah tersebut dilakukan dihadapan Kepala Desa (Kepala Adat) yang tidak hanya bertindak sebagai saksi tetapi dalam kedudukannya sebagai pihak yang menanggung bahwa jual beli tersebut tidak melanggar hukum yang berlaku.

Jual beli tanah menurut hukum adat merupakan suatu perbutan hukum permindahan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli pada saat dibayarnya harga tanah secara tunai (contant) oleh pembeli kepada penjual. Jual beli tanah menurut hukum adat bukan merupakan suatu perjanjian keperdataan sesuai dengan KUHPerdata.

61Sorjono Soekanto,Hukum Adat Indoneia(Jakarta: Rajawali, 1983), hal. 211. 62Efendi Perangin,Op.cit, hal. 16.

Sebagaimana dikemukakan Urip Santoso63bahwa jual beli menurut hukum adat bukanlah merupakan perjanjian jual beli sebagaimana ditegakan dalam pasal 1457 BW, melainkan suatu perbuatan hukum yang dimakudkan untuk memindahkan hak atas tanah dari pemegang hak (penjual) kepada pihak lain (pembeli) dengan pembayaran sejumlah uang secara tunai (contant) dan dilakukan di hadapan Kepala Desa/Kepala Adat setempat (bersifat terang).

Pemerintah telah mengeluarkan peraturan pelakana atas UUPA yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sebagaimana telah dirobah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Terkait dengan apa yang diamanatkan dalan Pasal 26 UUPA tersebut diatas yang menyatakan bahwa setiap perbuatan yang bermaksud untuk mengalihkan hak milik atas tanah (dalam hal ini jual beli) termasuk pegawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah, maka ketentuan peraturan pemerintah dimaksud adalah antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sebagaimana telah dirobah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan: Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemidahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dari ketentuan tersebut diatas menunjukkan bahwa pengalihan hak atas tanah berdasar jual beli terdiri dari tahapan perbuatan hukum sebagai berikut :

a). tahap perjanjian jual belinya yaitu tahap obligatoir yang melahirkan hak dan kewajiban, hal ini terlihat dari rumusan yang menyebut :---,,melalui jual beli, tukar menukar---”.

b). tahap perbuatan hukum pemindahan hak yaitu tahap zakelijk yang harus dibuat dengan akta PPAT, hal ini terlihat dari rumusan yang menyebut : ---,,peralihan hak atas tanah---” .

c). tahap pendaftaran, dimana pendaftaran ini hanya bisa dilakukan apabila perbuatan hukum pemindahan itu dibuat dengan PPAT. Hal ini terlihat dari rumusan :---,,hanya dapat didaftar---“.

Ketentuan pasal tersebut menimbulkan pertanyaan yaitu apakah perjanjian jual beli atas tanah tersebut juga harus dibuat dengan akta PPAT? Atau apakah hanya akta pengalihannya yang dibuat dengan akta PPAT?

Pasal 37 tersebut dapat diinterpretasikan bahwa jual beli harus dilakukan dihadapan PPAT yang kemudian dibuktikan dengan Akta Jual Beli yang dibuat PPAT. Akta jual beli yang dibuat PPAT tersebut digunakan sebagai bukti bahwa telah dilakukan perbuatan hukum berupa perbuatan jual beli atas sebidang tanah antara penjual dan pembeli dan kemudian akta tersebut digunakan sebagai syarat untuk melakukan pendaftaran dan perpindahan hak atas tanah tersebut.

Dengan dilakukannya jual beli dihadapan PPAT, dipenuhi syarat terang bukan dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Akta jual beli ditandatangani oleh para pihak membuktikan telah terjadi pemindahan hak dari pihak penjual kepada pihak pembeli dengan disertai pembayaran harganya telah memenuhi syarat tunai(contant) dan hal ini menunjukkan secara nyata dan riil perbuatan hukum yang bersangkutan telah dilaksanakan. Akta tersebut membuktikan bahwa benar telah dilakukan perbuatan pemindahan hak untuk selama-lamanya dan pembayaran harganya. Karena perbuatan

hukum yang dilakukan merupakan perbuatan pemindahan hak, maka akta tersebut menunjukkan bahwa pembeli sebagai penerima hak yang baru.64

Jual beli tanah yang tidak dilakukan dihadapan PPAT bukanlah jual beli yang mengakibatkan pemindahan hak atas tanah kepada pembeli, tegasnya perbuatan tersebut bukanlah melahirkan jual beli tanah, namun hal itu baru pada tahap pengikatan yang melahirkan hak dan kewajiban yang nantinya harus dilakukan jual beli yang sebenarnya yaitu perjanjian jual beli yang harus dilakukan dihadapan PPAT, jika memang dikehendaki bahwa haknya akan beralih kepada pihak yang telah membayar harga tanahnya, karena setiap peralihan hak atas tanah harus dilakukan dihadapan PPAT guna memperoleh akta jual beli tanah sebagai bukti untuk mengalihkan dan mendaftarkan peralihan hak atas tanah di kantor pertanahan dimana tanah itu berada.

Dokumen terkait