• Tidak ada hasil yang ditemukan

I.8 DEFENISI OPERASIONAL

IV.1. Analisis Data Berita Surat Kabar Kompas

8. Judul : Gas Rp.120.000 Per Tabung Antrean Minyak Tanah Masih Terjadi di Tegal.

Edisi : 25 Januari 2008

Narasumbernya yakni salah satu warga Kelurahan Kalinyamat Wetan, Tegal Selatan yang kesulitan untuk mendapatkan minyak tanah. Berita ini berisikan tentang antrean yang masih terjadi di Kota Tegal Jawa Tengah. Selain itu pembelian minyak tanah juga sudah menggunakan kartu kendali, sehingga hanya warga yang mempunyai kartu kendali yang berhak mendapatkan minyak tanah. Dalam berita ini tidak terlalu terlihat adanya proses strategi wacana eksklusi maupun inklusi karena terbatasnya berita yang disampaikan. Selain itu berita tersebut juga digabungkan dengan berita mengenai kelangkaan gas, dimana peneliti tidak meneliti permasalahan tersebut. Berita ini juga tidak menampilkan narasumber dari pihak Pertamina maupun Hiswana Migas dari Kota Tegal, sehingga tidak diketahui secara jelas penyebab kelangkaan minyak tanah tersebut. Menurut para rechecker, hasilnya sesuai dengan analisis rechecker.

IV.2. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan berdasarkan paradigma kritis dengan menggunakan metode analisis wacana kritis melalui model penelitian Theo Van Leeuwen. Paradigma kritis memandang bahwa media adalah sarana dimana kelompok dominan dapat mengontrol kelompok yang tidak dominan bahkan memarjinalkan mereka dengan menguasai dan mengontrol media. Media yang mempunyai modal yang kuat dan pengaruh yang luas di masyarakat cenderung dapat melakukan dominasi dengan cara memberikan penafsiran tunggal terhadap suatu fenomena, isu-isu ataupun aktor-aktor tertentu lewat pemberitaan yang terus menerus disebarkan, media secara tidak langsung membentuk pemahaman dan kesadaran kepada khalayak mengenai sesuatu.

Analisis wacana kritis melalui pendekatan Theo Van Leeuwen lebih menekankan bagaimana seseorang/ kelompok (aktor) ditampilkan dalam pemberitaan, apakah sebagai pihak dominan/ marjinal. Model ini berdasarkan pada dua konsep utama dalam pembedahan teks berita yaitu eksklusi dan inklusi. Dengan konsep ini dapat dilihat bagaimana suatu pihak ditampilkan dalam suatu pemberitaan. Dengan memakai kata, kalimat, informasi atau suatu susunan bentuk kalimat tertentu, cara bercerita tertentu, masing-masing kelompok dipresentasikan dalam teks.

Melihat pada 2-3 penelitian terdahulu seperti pada “Analisis Wacana Pemberitaan GAM Pasca Mou Helsinki di Harian KOMPAS ataupun “Analisis Wacana Tentang Pemberitaan Kasus Sengketa Tanah Pasuruan di KOMPAS”, yang memakai sampel dari surat kabar KOMPAS, ditemukan bahwa penentuan

narasumber berita sangat berperan dalam pemarjinalan seseorang maupun kelompok. Adanya kecenderungan menyudutkan pihak lain ketika wartawan mengambil narasumber dari pihak yang berseberangan. Dari pemberitaan yang ada, terdapat dugaan kecenderungan KOMPAS yang kurang mengedepankan prinsip cover both side, dimana warga yang menjadi salah satu elemen utama kurang mendapat pemberitaan yang sepadan meskipun pada 5 pemberitaan, warga yang kesulitan mendapatkan minyak tanah ditampilkan juga.

KOMPAS sebagai salah satu surat kabar nasional terbesar di Indonesia memiliki beragam-ragam berita yang hampir mencakup segala aspek. Pada berita pertama yang berjudul “Kelangkaan Masih Terjadi. Polisi Selidiki Kemungkinan Kebocoran Distribusi” terdapat strategi wacana eksklusi yakni pasivasi dan nominalisasi. Dalam hal ini pemerintah ataupun Pertamina sebagai aktor sosial dikeluarkan dari pemberitaan. Terdapat strategi wacana inklusi yakni objektivasi-abstraksi dan asosiasi-disosiasi. Dalam berita kelangkaan minyak tanah ini, ditampilkan masyarakat yang harus kesulitan mendapatkan minyak tanah dan pengaburan pihak yang seharusnya bertanggung jawab.

Pada berita kedua yang berjudul ”Kelangkaan Minyak Tanah Turut Dipicu Rembesan”, hanya terdapat strategi wacana inklusi yakni objektivasi-abstraksi dan asosiasi-disosiasi. Masyarakat tidak ditampilkan secara sempurna karena sering adanya pengaburan informasi dan juga sering dikaitkan dengan aktor maupun peristiwa lainnya.

Pada berita selanjutnya yang berjudul “Minyak Tanah Langka. Harga Eceran Rp.6.000 per liter” terdapat strategi eksklusi yakni nominalisasi. Dimana

dalam berita ini Pertamina/ pemerintah dikeluarkan dalam pemberitaan. Begitu juga dengan pihak agen minyak tanah. Terdapat juga strategi inklusi yakni objektivasi-abstraksi dan asosiasi-disosiasi. Dalam hal ini masyarakat diberitakan secara tidak menyeluruh apalagi yang menyangkut dengan jumlah atau kuantitas.

Pada berita berikutnya yang berjudul “Minyak Tanah Sulit Didapat di Banten” hanya terdapat strategi wacana eksklusi yakni pasivasi dan nominalisasi. Dalam berita tersebut, agen/ pengecer selaku aktor terkait dikeluarkan dari pemberitaan. Wartawan seakan melindungi pihak tersebut.

Pada berita kelima yang berjudul “Minyak Tanah Langka, Nelayan Stress” hanya terdapat strategi wacana inklusi yakni asosiasi-disosiasi, dan objektivasi- abstraksi. Dalam berita ini masyarakat tidak ditampilkan secara keseluruhan dari segi jumlah dan peristiwa yang mereka alami mempunyai asosiasi atau hubungan dengan masalah atau peristiwa yang lain.

Pada berita keenam yang berjudul “ Transisi Minyak Tanah Ke LPG Picu Antrean Minyak Tanah” terdapat strategi wacana eksklusi yakni nominalisasi dimana pemerintah dikeluarkan dari pemberitaan. Terdapat juga strategi inklusi yakni objektivasi-abstraksi dan diferensiasi-indiferensiasi. Dalam berita ini agen/ pengecer tidak dijelaskan secara utuh serta tidak diberitahukan informasi dengan jelas sehingga terjadi keabstrakkan. Terjadi penambahan alasan/ penyebab kelangkaan minyak tanah sehingga masyarakat berpikir bahwa sebenarnya penyebab minyak tanah langka bukan hanya dari satu unsur melainkan dari penyebab yang lain.

Pada berita berikutnya yang berjudul “Pedagang Borong Minyak Tanah. Memanfaatkan Operasi Pasar di Berbagai Lokasi” terdapat strategi inklusi yakni objektivasi-abstraksi, diferensiasi-indiferensiasi dan determinasi- indeterminasi. Dalam hal ini tidak adanya informasi yang jelas dalam menampilkan masyarakat sebagai aktor sosial. Dalam teks juga terdapat kalimat yang memarjinalkan masyarakat serta pernyataan dari Hiswana Migas yang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Terdapat juga pengaburan identitas masyarakat dalam pemberitaan.

Pada berita terakhir yang berjudul “Gas Rp 120.00 Per Tabung. Antrean Minyak tanah Masih Terjadi di Tegal” tidak terdapat pemakaian strategi wacana apapun karena didalam berita tersebut hanya menjelaskan tentang antrean warga dan pembelian di pangkalan yang telah memakai kartu kendali serta minimnya narasumber yang berkaitan dengan permasalahan yang ada.

V.1. KESIMPULAN

Setelah melakukan penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Peneliti mendapatkan isi teks berita kelangkaan minyak tanah pada surat Kabar KOMPAS menunjukkan bervariasinya berita tersebut mulai dari tersebarnya daerah atau tempat yang mengalami kelangkaan minyak tanah, penyebab kelangkaan minyak tanah yang dijelaskan secara berbeda-beda, dan juga pernyataan-pernyataan dari warga-warga yang kesulitan mendapatkan minyak tanah di daerah mereka masing-masing. Meskipun terjadi kesamaan dalam topik beritanya namun terdapat juga berita-berita yang dikemas sedemikian rupa untuk menampilkan berita kelangkaan minyak tanah dalam angle/ sudut yang berbeda.

2. Pemberitaan pada Surat Kabar KOMPAS terkesan berhati-hati sehingga tidak terlalu ekstrim namun tidak begitu netral. Hal tersebut sering diutarakan dengan kurang adanya cover both side. Hal ini dapat disebutkan, melihat adanya ketidakseimbangan narasumber dalam 2-3 berita. Dapat terjadi minimnya narasumber dalam suatu berita kelangkaan minyak tanah atau dengan kata lain tidak jarang narasumber hanya dari satu pihak, namun pada berita lain, terdapat pernyataan dari pihak-pihak yang berkepentingan seperti Pertamina, Hiswana Migas, masyarakat ataupun Kepolisian. Surat kabar KOMPAS juga mengangkat kesulitan-

kesulitan warga dalam mendapatkan minyak tanah. Tidak jarang juga disebutkan juga secara sedikit mendetail bagaimana perjuangan, keluh kesah warga dalam mengantre minyak tanah sehingga ada kalanya berpihak pada masyarakat dan ada kalanya berpihak pada pihak lain seperti Pemerintah atau Hiswana Migas.

3. Dalam setiap pemberitaan yang ada, strategi eksklusi tidak terlalu sering digunakan meskipun dalam 2-3 berita terdapat pengeksklusian Pemerintah dan Pertamina selaku “operator” pemerintah. Terjadi pula pengeksklusian agen/ pengecer yang sebenarnya melakukan tindakan yang “nakal” seperti menaikkan harga sehingga minyak tanah langka di pasaran, namun dikeluarkan dari pemberitaan. Minimnya pernyataan dari pemerintah/ Pertamina untuk menanggapi kelangkaan minyak tanah yang terjadi di daerah-daerah di pulau Jawa. Padahal hal ini sangat erat kaitannya dengan program pemerintah untuk melakukan konversi minyak tanah ke gas sehingga sebenarnya kelangkaan minyak tanah ini memang harus terjadi mengingat adanya program konversi yang dilaksanakan oleh pemerintah guna untuk mengurangi subsidi. Terlebih lagi Pertamina mencanangkan semua masyarakat pulau Jawa pada akhir tahun 2008 sudah beralih ke pemakaian gas elpiji. Meskipun pada kenyataannya semuanya itu harus dilakukan secara bertahap namun kelangkaan minyak tanah telah melanda daerah yang belum terkena program konversi.

4. Pemberitaan pada KOMPAS juga sering melakukan strategi inklusi dimana masyarakat juga ditampilkan secara abstrak sehingga terdapat

sosial tersebut. Dalam hal ini warga sebenarnya mendapatkan wacana yang positif karena “dibantu” dengan adanya abstraksi jumlah maupun dengan strategi inklusi yang berbeda namun tidak jarang juga mendapatkan penyudutan sehingga termarjinalkan. Dalam setiap pemberitaan hampir selalu ada proses inklusi kecuali pada 2 berita yang tidak menggunakan strategi tersebut.

5. Dalam penelitian ini peneliti mendapatkan bahwa pemilihan narasumber juga menentukan permarjinalan suatu kelompok/ pihak tertentu. Dari berita-berita yang diteliti misalnya saja ketika transisi minyak tanah ke LPG, masyarakat diberitakan tidak mau/ tidak siap untuk beralih ke LPG ataupun ketika minyak tanah langka akibat pedagang yang memborong, masyarakat juga ikut dimarjinalkan karena adanya permintaan yang meningkat dari warga namun ketika warga menjadi narasumber, mereka lebih sering untuk menyampaikan keluhannya daripada “menyudutkan” pihak lain seperti Pertamina.

V.2. SARAN

Analisis wacana merupakan metode penelitian komunikasi yang sedang berkembang, akan tetapi masih minim dalam hal literatur terutama dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu peneliti yakin bahwa penelitian ini akan sangat bermanfaat untuk dijadikan referensi bagi penelitian dengan metode yang sama selanjutnya. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini memiliki kekurangan dan kesubjektivitasan meskipun terdapat hasil lain dari para rechecker, peneliti belum

bisa secara 100 % dikeluarkan dari proses penelitian. Akan tetapi peneliti yakin bahwa peneliti-peneliti selanjutnya bisa mengembangkan dan mengoreksinya.

Suatu penelitian dilakukan demi penyempurnaan penelitian sebelumnya. Dari penelitian yang telah peneliti lakukan, ada beberapa poin yang penting yang menjadi perhatian. Dalam hal akademis, penelitian ini dapat berlaku pada masyarakat yang memiliki intelektualitas menegah ke atas karena masyarakat tersebut yang menjadi penikmat surat kabar harian KOMPAS. Hal ini disebabkan karena rata-rata mereka memiliki tingkat kekritisan yang dikatakan lebih tinggi daripada masyarakat yang tidak membaca KOMPAS. Masyarakat tersebut pastinya mengharapkan informasi yang lebih jelas lagi menyangkut suatu peristiwa sehingga hasil ini bermanfaat bagi masyarakat yang benar-benar kritis dalam mengamati suatu berita yang ditampilkan media. Dalam hal praktis ada beberapa saran yakni Pertama, bagi kaum akademisi yang bertugas mengadakan kegiatan belajar-mengajar hendaknya selalu meng-up date teori-teori komunikasi yang ada. Dengan semangat kritis diharapkan agar dosen pengajar mampu berkomunikasi secara santai namun tetap serius sehingga terjalin atmosfer perkuliahan yang dinamis serta tidak kaku. Serta tidak terlalu berkutat dengan teori saja melainkan lebih menekankan kepada contoh kasus yang relevan dan memperbanyak praktek komunikasi sehingga ilmu komunikasi benar-benar dapat diaplikasikan di dalam kehidupan ataupun dunia kerja.

Kedua, peneliti melihat dalam diri peneliti sendiri sebagai seorang mahasiswa hendaknya mahasiswa tidak berpuas diri dengan apa yang diperoleh pada waktu perkuliahan karena realita yang terjadi di masyarakat belum tentu

dan budaya berdiskusi harus sudah tertanam dalam diri seorang mahasiswa yang akan menjadi penerus bangsa yang terus meng-up date pengetahuannya. Hal itu perlu dilestarikan mengingat semakin menipisnya mental kritis mahasiswa yang kini cenderung konsumptif. Pada akhirnya intelektualitas yang didapatkan akan menjadi pertahanan mahasiswa ketika menikmati media dan pada saat bekerja di media.

Ketiga ditujukan untuk para pekerja media. Hendaknya selalu berusaha untuk menciptakan berita yang akurat, tepat serta jelas sehingga tidak menimbulkan kesimpangsiuran dari suatu peristiwa yang dapat membingungkan khalayak pembaca. Oleh karena itu kualitas dari suatu tulisan harus tetap terjaga sehingga memberikan manfaat terbaik bagi pembaca.

Keempat, bagi pemerintah. Pemerintah merupakan suatu elemen yang tugas hakikatnya adalah menangani masyarakat serta membuat kebijakan yang dapat dinikmati oleh setiap pihak. Oleh karena itu dalam pengambilan kebijakan seperti melakukan program konversi minyak tanah ke gas elpiji, harus benar-benar dilakukan untuk menguntungkan masyarakat dan bukan untuk sebagian masyarakat. Oleh sebab itu pemerintah dalam membuat dan mengambil keputusan harus secara transparan, jelas dan dipikirkan secara mendetail dampak dari setiap kebijakan.

Dan yang terakhir yakni bagi masyarakat. Sudah merupakan rahasia umum kalau masyarakatlah yang selalu merasakan dampak buruk dari suatu kebijakan yang diambil. Oleh karena itu masyarakat saat ini dituntut untuk lebih kritis dan berperan aktif dalam menilai setiap kebijakan yang diambil pemerintah ataupun

pihak lain. Apakah kebijakan tersebut menguntungkan atau malah merugikan sehingga masyarakat Indonesia dapat lebih kritis dan memiliki intelektualitas yang tinggi dalam mengambil sikap dan tindakan.

Chart IV.1 Hasil dari Strategi Eksklusi dari Pemberitaan Kasus Kelangkaan