• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Jumlah Penduduk

4. Besarnya pengaruh total adalah pengaruh langsung dijumlahkan dengan variabel tidak langsung.

Pengaruh Total = DE + IE

5. Besarnya pengaruh simultan variabel eksogen terhadap variabel endogen adalah:

2 [

𝑟 𝑟 𝑟

]

Keterangan:

1. 2 adalah koefisien determinasi total terhadap atau besarnya pengaruh variabel eksogen secara bersama-sama (gabungan) terhadap variabel endogen.

2. adalah koefisien jalur.

3. 𝑟 𝑟 𝑟 adalah koefisien variabel eksogen dengan variabel endogen.

2.2 Jumlah Penduduk

Penduduk memiliki peran penting karena menyediakan tenaga kerja, tenaga ahli, pimpinan perusahaan dan tenaga usahawan yang diperlukan untuk menciptakan kegiatan ekonomi. Selain itu, pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan bertambah dan makin kompleks kebutuhannya. Menurut Sukirno (1985) penduduk merupakan unsur penting dalam usaha meningkatkan produksi dan mengembangkan kegiatan perekonomian.

Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah dan kekuatan-kekuatan yang mengurangi jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk di daerah yang mempunyai pengaruh oleh fertilitas, moralitas dan migrasi. Apabila angka fertilitas lebih besar dari pada angka mortalitas, maka pertumbuhan penduduk menjadi positif.

17

Menurut Saharuddin (2016), Pertumbuhan penduduk yang cepat membuat semakin sulit melakukan perubahan yang dibutuhkan untuk meningkatkan perubahan ekonomi dan sosial. Tingginya tingkat kelahiran merupakan penyumbang utama pertumbuhan kota yang cepat. Hal ini membawa masalah-masalah baru dalam menata maupun mempertahankan tingkat kesejahteraan warga kota.

2.3 Pendapatan

Dalam bisnis, pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh perusahaan atau organisasi dari kegiatan aktivitasnya seperti penjualan produk dan/atau jasa kepada pelanggan. Bagi pemerintah seperti pendapatan melalui penerimaan atau pungutan pajak. Bagi investor, pendapatan kurang penting dibanding keuntungan, yang merupakan jumlah uang yang diterima setelah dikurangi pengeluaran. Namun, pendapatan yang dimaksud ialah pendapatan nasional.

Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya (Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara.

Setelah dilakukannya penelitian, ternyata sebanyak 24 persen penduduk Indonesia hidup di antara garis kemiskinan dan 1,5 kali garis kemiskinan masih sangat rentan untuk kembali jatuh miskin jika mereka mengalami guncangan,

seperti terkena penyakit, bencana alam, atau gangguan lainnya terhadap pendapatan dan mata pencaharian sehari-hari mereka (World Bank, 2017).

Program Sasaran Program Sembako adalah keluarga dengan kondisi sosial ekonomi terendah di daerah pelaksanaan (kabupaten/kota) sesuai alokasi yang disediakan Pemerintah, dan namanya termasuk di dalam Daftar Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial. Daftar KPM Program Sembako bersumber dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang telah diverifikasi dan divalidasi oleh Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu, antara pendapatan dengan penerima bantuan sosial saling memiliki hubungan.

2.4 Kemiskinan

Badan Pusat Statistik sebagai instansi yang dipercaya pemerintah untuk menghitung angka kemiskinan menggunakan pendekatan pengeluaran untuk menghitung angka kemiskinan ini. Menurut BPS, penduduk dianggap miskin jika ia tidak mampu dari segi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan.

Berdasarkan data yang dirilis BPS Provinsi Sumatera Utara, angka kemiskinan Sumatera Utara mengalami penurunan sebesar 0,11 persen yaitu dari 8,94 persen pada September 2018 menjadi 8,83 persen pada Maret 2019. Artinya terdapat sekitar 1,2 juta penduduk Sumatera Utara yang masuk dalam kategori miskin. Jika dilihat berdasarkan lokasi tempat tinggal, ternyata persentase penduduk miskin di perkotaan sebesar 8,8 persen sedangkan di perdesaan sebesar 9,05 persen atau dengan kata lain jumlah penduduk miskin di pedesaan lebih banyak dibandingkan di perkotaan.

Kemiskinan yang terjadi dalam suatu wilayah selalu menjadi masalah yang serius. Mengapa serius? Karena seseorang yang miskin akan melahirkan generasi penerus yang kekurangan gizi dan mengenyam pendidikan yang relatif menengah kebawah sehingga ketika masuk ke pasar tenaga kerja sulit berjuang dengan tenaga kerja yang memiliki pendidikan tinggi dan kualitas SDM yang tinggi.

Maka muncul masalah baru, yaitu pengangguran.

19

2.5 Pengangguran

Menurut BPS, pengangguran didefinisikan sebagai penduduk usia 15 tahun keatas yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi tidak termasuk penduduk yang sedang bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pengangguran biasanya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak dapat diserap oleh lapangan pekerjaan yang ada. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerjayang tidak terserap oleh pasar kerja. TPT Sumatera Utara pada Agustus 2019 sebesar 5,41 persen. Artinya, terdapat sekitar 303 ribu penduduk usia kerja (15 tahun keatas) di Sumatera Utara berstatus sebagai pengangguran.

Pengangguran ini sendiri disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan. Pertama, tingginya laju pertumbuhan penduduk. Berdasarkan hasil SP2010 laju pertumbuhan penduduk di Sumatera Utara sebesar 1,33 persen pertahun. Hal ini berarti bahwa setiap tahun angkatan kerja juga semakin bertambah. Kenaikan jumlah penduduk ini tidak sebanding dengan angka kesempatan kerja yang ada.

Kedua, kurang memadainya kualitas pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan kompetensi yang dimiliki juga akan semakin meningkat.

Penduduk berpendidikan rendah cenderung tidak memilih-milih pekerjaan berbeda dengan penduduk berpendidikan tinggi yang lebih selektif dalam memilih lapangan pekerjaan. Selain itu penduduk dengan pendidikan rendah, sebagian besar berasal dari kalangan penduduk miskin sehingga harus segera bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Ketiga, kualitas SDM yang rendah. Rendahnya kualitas SDM ini merupakan dampak dari tingkat pendidikan yang rendah sehingga pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pasar tenaga kerja.

Keterkaitan antara pengangguran dengan kemiskinan ini sangat erat sekali.

Seseorang yang menganggur tentunya tidak mendapatkan penghasilan. Tingkat kemiskinan ini akan bergerak mengikuti tingkat pengangguran. Semakin turun angka pengangguran maka kemiskinan juga akan turun begitu juga sebaliknya.

Dokumen terkait