• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah Produksi Perikanan Budidaya dan Nilai Produksi Perikanan Budidaya

AKUNTABILITAS KINERJA DAN KEUANGAN

A. Jumlah Produksi Perikanan Budidaya dan Nilai Produksi Perikanan Budidaya

Capaian sementara Jumlah Produksi Perikanan Budidaya tahun 2014 yaitu 14.521.349 Ton atau (107,97%) dari target sebesar 13.449.206 ton, dengan capaian nilai produksi sebesar Rp. 109.784 Milyar atau capaian (90,17%) dari target sebesar Rp. 121.757 Milyar, belum tercapainya target nilai produksi perikanan budidaya banyak disebabkan karena angka produksi udang yang belum mencapai target, mengingat nilai produksi udang memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap total nilai produksi perikanan budidaya. Angka produksi tersebut terbagi dalam produksi budidaya air tawar, air payau dan laut dengan rincian sebagaimana pada tabel dibawah.

Tabel11. Capaian Produksi Perikanan Budidaya Menurut Jenis Budidaya, 2010 - 2014

Tabel 9. Capaian Nilai Produksi Perikanan Budidaya Menurut Jenis Budidaya, 2010 – 2014

Tabel 12.Capaian Nilai produksi Perikanan Menurut Jenis Budidaya Tahun 2010-2014

Satuan : Milyar Rupiah

Target Capaian Target Capaian Target Capaian Target Capaian Target Capaian %

** 63,415 ** 66,549 ** 75,921 94,637 111,757 121,757 109,784 90.17 16.12

Target Capaian Target Capaian Target Capaian Target Capaian Target Capaian %

5,376,200 6,277,923 6,847,500 7,928,963 9,415,700 9,675,532 11,632,122 13,300,905 13,449,206 14,521,349 107.97 23.74 - Produksi Budidaya Air

23 L a p o r a n K i n e r j a ( L K j ) D i r e k t o r a t P r o d u k s i T a h u n 2 0 1 4

D i r e k t o r a t J e n d e r a l P e r i k a n a n B u d i d a y a

Selama kurun waktu tahun 2010 - 2014, produksi perikanan budidaya memperlihatkan trend yang positif yaitu mengalami peningkatan dengan kenaikan rata-rata per tahun mencapai 23,74% (tabel 8). Dari angka tersebut, realisasi pencapaian produksi terbesar yaitu pada jenis budidaya air payau dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 37,09%, disusul oleh budidaya air laut dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 22,87% dan budidaya air tawar dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 20,28%. Angka ini juga diikuti oleh kinerja positif peningkatan nilai produksi perikanan budidaya dalam kurun waktu yang sama dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 16,12%. Prosentase nilai produksi tertinggi adalah budidaya air payau dengan rata-rata kenaikan sebesar 22,88% disusul oleh budidaya air tawar dengan rata-rata kenaikan pertahun sebesar 14,77% dan budidaya budidaya air laut dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 9,18%.

Target produksi untuk ikan air tawar pada tahun 2014 mengalami penurunan karena melihat pada trend perkembangan produksi ikan air tawar pada tahun-tahun sebelumnya yang tidak pernah tercapai sehingga, sehingga bisa disimpulkan bahwa target produksi untuk air tawar terlalu besar sehingga target produksinya didistribusikan untuk target produksi budidaya air payau dan air laut.

Tabel 13. Capaian Volume Produksi Perikanan Budidaya Per Komoditas Tahun 2010 - 2014

Target

24

Tabel 14. Capaian Nilai Produksi Perikanan Budidaya per Komoditas Tahun 2010 - 2014

Jika dikaitkan dengan perbandingan total produksi perikanan budidaya Indonesia terhadap total produksi perikanan budidaya dunia, menunjukkan bahwa pada tahun 2012 Indonesia menempati urutan ke-2 (dua) terbesar sebagai penghasil produk perikanan budidaya dengan memberikan share sekitar 10,6% terhadap total produksi perikanan budidaya dunia di bawah dominasi China yang menguasai share produksi hingga 59,6% (sumber : Fishstat FAO, Maret 2014). Total produksi perikanan dunia mencapai 90.432.105 ton, dengan produksi perikanan budidaya China sebesar 53.942.924 ton.

Gambar 6. Target dan Realisasi Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Budidaya, Tahun 2010 – 2014

25 L a p o r a n K i n e r j a ( L K j ) D i r e k t o r a t P r o d u k s i T a h u n 2 0 1 4

D i r e k t o r a t J e n d e r a l P e r i k a n a n B u d i d a y a

Capaian volume dan nilai produksi untuk setiap komoditas unggulan perikanan budidaya dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Udang

Perkembangan produksi udang nasional tahun 2010 - 2014 mengalami kenaikan rata-rata sebesar 14,03%. Trend volume produksi tersebut diikuti oleh peningkatan terhadap nilai produksi udang nasional, dengan kenaikan rata-rata per tahun sebesar 28,59%.

Kenaikan rata-rata nilai produksi yang lebih besar menunjukkan bahwa udang memiliki nilai tambah yang cukup besar dan merupakan produk yang semakin prestisious digemari oleh masyarakat. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya selama kurun waktu empat tahun terakhir nilai produksi pada tahun 2014 menunjukan peningkatan yang signifikan, hal ini tidak terlepas dari meningkatnya harga udang di pasaran yang mencapai titik tertinggi pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp. 100.000 - Rp. 120.000/kg untuk size 50 untuk udang vaname yang sebelumnya rata-rata Rp. 60.000 - Rp. 65.000 untuk ukuran yang sama.

Berdasarkan trend capaian terhadap target tahunan selama kurun waktu tahun 2010 -2012, capaian produksi udang nasional masih dibawah target tahunan dengan rata-rata pencapaian sebesar 89,6%. Sedangkan pada tahun 2013 capaian produksi udang mampu melampaui target tahunan sebesar 101,9%, yang diikuti oleh capaian nilai produksi sebesar 187,39% dari target pada tahun yang sama, tetapi pada tahun 2014 angka sementara pencapaian produksi udang memperlihatkan bahwa produksi udang belum tercapai, pencapaiannya hanya sekitar 83,06 %, hal ini disebabkan karena masih adanya data-data dari sentra yang belum masuk seluruhnya dan pada beberapa sentra terjadi alih fungsi lahan tambak.

Tidak tercapainya target produksi udang pada kurun waktu tahun 2010 - 2012 tersebut disebabkan oleh masih mewabahnya serangan penyakit yaitu WSSV, TSV, IMNV dan IHHNV disamping terjadinya degradasi lahan (penurunan daya dukung lahan) pada beberapa kawasan, hal ini secara langsung berdampak pada kekhawatiran pembudidaya untuk kembali berbudidaya udang. Kedua masalah tersebut menyebabkan munculnya tambak-tambak idle (tidak operasional) di beberapa daerah.

Program industrialisasi udang melalui revitalisasi tambak baru dimulai pada akhir 2012 sehingga dampaknya belum bisa dirasakan pada Tahun tersebut.

Jika dikaitkan total produksi udang nasional terhadap total produksi udang dunia, menunjukkan bahwa pada tahun 2012 Indonesia menempati urutan ke-4 (empat) terbesar sebagai penghasil produk udang dengan memberikan kontribusi sekitar 7,7%

terhadap total produksi udang dunia yang sebesar 4.843.195 ton. Posisi Indonesia tersebut masih jauh di bawah China yang memberikan kontribusi sebesar 42,9%, disusul Thailand sebesar 12,8% dan Vietnam sebesar 10,3% (sumber : Fishstat FAO, Maret 2014).

26 L a p o r a n K i n e r j a ( L K j ) D i r e k t o r a t P r o d u k s i T a h u n 2 0 1 4

D i r e k t o r a t J e n d e r a l P e r i k a n a n B u d i d a y a

Langkah nyata yang dilakukan dalam upaya peningkatan volume dan nilai produksi udang adalah (i) Pengembangan percontohan usaha budidaya (Demfarm) sebagai upaya dalam memperkenalkan model pengelolaan budidaya yang baik serta mengembalikan kepercayaan diri pembudidaya untuk kembali berbudidaya udang; (ii) Rehabilitasi saluran dan infrastruktur tambak untuk mengembalikan performance tambak sesuai standar kelayakan teknis; (iii) Bantuan sarana budidaya udang yang merupakan stimulus bagi pembudidaya untuk meningkatkan usaha budidaya udang; (iv) Melakukan berbagai kerjasama lintas sektoral dan stakeholders lain untuk mempermudah akses baik infrastruktur, sarana dan prasarana budidaya, serta akses pasar dan permodalan; (v) Pengembangan pola budidaya berbasis manajemen kawasan/klaster; (vi) Penguatan kelembagaan dan pengembangan kemitraan usaha; (vii) Peningkatan input teknologi budidaya yang aplikatif, efektif dan efisien berbasis wawasan lingkungan; (viii) Pendampingan teknologi secara intensif dan massive terhadap pelaku usaha budidaya udang.

b. Kerapu

Trend produksi ikan kerapu dari tahun 2010 - 2014 menunjukkan kinerja yang cukup baik ditandai dengan kenaikan produksi rata-rata per tahun sebesar 9,61%. Begitu juga dengan angka nilai produksi selama kurun waktu yang sama menunjukan trend yang positif 2014 baru mencapai 62,15% dari target sebesar 20.000 ton hal ini disebabkan karena adanya moratorium ijin kapal penangkapan yang berdampak juga pada penghentian ijin kapal untuk kapal pengangkut hasul budidaya ikan sehingga banyak pembudidaya kerapu yang kesulitan memasarkan kerapu hasil budidayanya dan m emilih untuk menahan kerapunya di KJA daripada memanennya sambil menunggu ijin kapal dibuka kembali mengingat harga kerapu pada pasar domestik tidak setinggi harga ekspor.

Gambar 7. Trend Target dan Capaian Produksi dan Nilai Produksi Udang Tahun 2010 - 2014

27 L a p o r a n K i n e r j a ( L K j ) D i r e k t o r a t P r o d u k s i T a h u n 2 0 1 4

D i r e k t o r a t J e n d e r a l P e r i k a n a n B u d i d a y a

Meskipun demikian sudah banyak yang dilakukan DJPB dalam rangka mencapai volume dan nilai produksi yang ditargetkan antara lain (i) Penyediaan benih ikan kerapu yang bermutu di UPT dan unit pembenihan skala rumah tangga (HSRT); dan (ii) Adanya kebijakan program demfarm budidaya ikan kerapu di beberapa daerah potensial yang memicu perkembangan kawasan budidaya kerapu di beberapa daerah potensial.

Perbandingan total produksi ikan kerapu nasional terhadap total produksi ikan kerapu dunia, menunjukkan bahwa pada tahun 2012 Indonesia menempati urutan ke-3 (tiga) terbesar sebagai penghasil produk ikan kerapu dengan memberikan kontribusi sekitar 10,84% terhadap total produksi ikan kerapu dunia yang sebesar 110.251 ton. Posisi Indonesia tersebut masih di bawah China yang memberikan konstribusi sebesar (66%), disusul Taiwan sebesar (20,34%) (sumber : Fishstat FAO, Maret 2014).

Dalam upaya pencapaian target dalam rencana pembangunan lima tahun ke depan , maka perlu adanya upaya-upaya untuk pemasaran dan inovasi-inovasi dalam teknologi pembudidayaan maupun teknologi pemuliaan benih unggul, antara lain dengan mendorong pengembangan jenis ikan kerapu lainnya selain ikan kerapu bebek khususnya pengembangan ikan ikan kerapu macan, penyediaan induk dan benih berkualitas, serta kemungkinan dalam melakukan ekpansi pasar tujuan ekspor selain China dan Hongkong. Program pengembangan kawasan budidaya laut melalui optimalisasi pemanfaatan lahan offshore berbasis pada teknologi budidaya yang berkelanjutan, menjadi alternatif dalam mendorong pencapian target produksi tersebut.

c. Kakap

Capaian produksi ikan kakap dari tahun 2010 - 2014 menunjukkan penurunan produksi sebesar 3,95%. Begitu juga dengan angka nilai produksi selama kurun waktu yang sama menunjukan trend yang menurun sebesar 0,48%. Dilihat dari perbandingan antara capaian dengan target tahunan menunjukkan kinerja yang fluktuatif seperti tersaji pada

Gambar 8. Trend Target dan Capaian Produksi dan Nilai Produksi Kerapu Tahun 2010 - 2014

28 L a p o r a n K i n e r j a ( L K j ) D i r e k t o r a t P r o d u k s i T a h u n 2 0 1 4

D i r e k t o r a t J e n d e r a l P e r i k a n a n B u d i d a y a

gambar di bawah, yaitu masing-masing pada ; tahun 2011 tercapai (95,2% dari target), tahun 2012 tercapai (95,36% dari target); tahun 2013 mampu mencapai (96,2%) dari target dan tahun 2014 tercapai sebesar (52,84%) pencapaian yang rendah pada tahun 2014 ini disamping budidaya ikan kakap masih banyak yang mengandalkan ikan sampingan dari tambak udang tradisional juga skala usahanya yang belum memasyarakat mengingat biaya produksinya yang cukup tiinggi selain itu belum masuknya data dari beberapa sentra tambak turut mempengaruhi capaian produksi tahun 2014.

Perbandingan total produksi ikan kakap nasional terhadap total produksi ikan kakap dunia, menunjukkan bahwa pada tahun 2012 Indonesia menempati urutan ke-4 (empat) terbesar sebagai penghasil produk ikan kakap dengan memberikan share sekitar (8,2% terhadap total produksi ikan kakap dunia yang sebesar 75.406 ton). Posisi Indonesia tersebut masih di bawah Taiwan yang memberikan share sebesar (34,6%), disusul Malaysia sebesar (26,6%), dan Thailand (22,7%) (sumber : Fishstat FAO, Maret 2014).

Prospek pasar ikan kakap baik ekspor maupun dalam negeri yang semakin menjanjikan, diharapkan akan mendorong tumbuhnya usaha budidaya ikan kakap di beberapa daerah. Disisi lain, Kebijakan dalam mendorong transformasi teknologi untuk pengembangan komoditas budidaya laut potensial seperti ikan kakap akan terus dilakukan yaitu melalui pengembangan marikultur pada perairan offshore.

Mempertimbangkan hal tersebut di atas, maka target capaian volume dan nilai produksi ikan kakap pada tahun 2014 optimis akan mampu tercapai.

Gambar 9. Trend Target dan Capaian Produksi dan Nilai Produksi Kakap Tahun 2010 - 2014

29 L a p o r a n K i n e r j a ( L K j ) D i r e k t o r a t P r o d u k s i T a h u n 2 0 1 4

D i r e k t o r a t J e n d e r a l P e r i k a n a n B u d i d a y a

d. Bandeng

Rata-rata kenaikan produksi bandeng dari tahun 2010 - 2014 sebesar 10,45%. Begitu juga dengan angka nilai produksi selama kurun waktu yang sama menunjukan trend yang positif dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 18,29%. Dilihat dari trend capaian produksi terhadap target tahunan menunjukkan bahwa selama kurun waktu tahun 2010 - 2014 produksi bandeng hanya tercapai pada tahun 2011 dan 2012 tetapi pada tahun 2013 target produksi bandeng tidak tercapai begitu juga pada tahun 2014 (angka sementara) mengindikasikan bahwa target produksi bandeng kembali tidak tercapai. Ketidak tercapaian ini disebabkan oleh terbatasnya sentra produksi benih bandeng walaupun berbagai teknologi diversifikasi olahan bandeng yang menyebabkan minat masyarakat akan produk bandeng tetap tinggi.

Tidak tercapainnya target volume dan nilai produksi bandeng pada tahun 2014 dikarenakan secara umum pelaku usaha masih menghadapi beberapa tantangan dan permasalahan khususnya terkait pengembangan bandeng di hulu, antara lain : 1) Ketersediaan benih bandeng berkualitas yang masih minim, sehingga mempengaruhi produktivitas; 2) Keterbatasan penggunaan bandeng kualitas baik ditingkat pembudidaya disebabkan karena terbatasnya pusat broodstock dan benih bandeng khususnya di sentral-sentral produksi, saat ini konsentrasi penyediaan benih masih di datangkan dari Bali. Disamping ada kenyataan bahwa kualitas bandeng yang baik justru masih banyak yang diekspor ke Malaysia dan negara lainnya, 3) Masalah efesiensi produksi, khususnya pada budidaya intensif, hal ini terkait masih tingginya biaya produksi seiring terus meningkatnya harga pakan.

Dalam upaya mendorong industrialisasi bandeng di atas, maka beberapa langkah kebijakan strategis yang akan dilakukan antara lain : a) Membentuk model penerapan industrialisasi bandeng sebagai upaya dalam rangka menumbuh kembangkan usaha budidaya bandeng pada kawasan-kawasan potensial; b) Pengembangan broodstock

Gambar 10. Trend Target dan Capaian Produksi dan Nilai Produksi Bandeng Tahun 2010 - 2014

30 L a p o r a n K i n e r j a ( L K j ) D i r e k t o r a t P r o d u k s i T a h u n 2 0 1 4

D i r e k t o r a t J e n d e r a l P e r i k a n a n B u d i d a y a

bandeng dalam upaya pemenuhan kebutuhan benih berkualitas di sentral-sentral produksi; c) Pengembangan input teknologi yang aplikatif, efektif dan efisien berbasis wawasan lingkungan; d) Menggandeng Asosiasi Pelaku Usaha Bandeng Indonesia (ASPUBI), yang dalam hal ini diposisikan sebagai partner Pemerintah khususnya dalam mendorong implementasi kebijakan industrialisasi bandeng. Langkah-langkah di atas akan terus di dorong sehingga capaian volume dan nilai produksi periode 2015-2019 akan mampu tercapai. Posisi Indonesia terhadap produk bandeng dunia, pada tahun 2012 Indonesia mampu menjadi produsen bandeng terbesar dunia dengan kontribusi sebesar 51,2% disusul Philipina dengan share sebesar 40,9% (sumber : Fishstat FAO, Maret 2014). Produksi bandeng di dunia tahun 2012 sebesar 943.259 ton.

e. Patin

Produksi ikan patin dari tahun 2010-2014 mengalami kenaikan rata-rata 30,73%, begitu juga dengan angka nilai produksi selama kurun waktu yang sama menunjukan trend yang positif dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 10,53%. Namun demikian produksi pada kurun waktu tahun 2011 s/d 2013 ini masih jauh dari target tahunan yang telah ditetapkan dalam renstra dengan capaian rata-rata 77,1% sebagaimana pada grafik dibawah. Belum tercapainya produksi ikan patin di tahun 2011-2013 antara lain disebabkan terjadinya over produksi di beberapa sentra produksi seperti di Provinsi Sumatera Selatan, Riau dan Jambi yang secara langsung mempengaruhi terhadap penurunan harga ikan patin di pasar secara signifikan. Disisi lain permasalahan tingginya biaya produksi sebagai akibat dari tingginya harga pakan pabrikan tidak sebanding dengan harga yang berlaku di pasaran, sehingga secara ekonomis tingkat efisiensi masih cukup rendah.

Sedangkan pada tahun 2014 dari angka sementara dapat di lihat bahwa produksi ikan patin kembali tidak mencapai target yang ditetapkan untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk mendorong pengembangan budidaya ikan patin melalui kerjasama sinergi, baik lintas sektoral, swasta maupun stakeholders lain, untuk menjamin ketercapaian produksi ikan patin dalam jangka waktu lima tahun kedepan. Kerjasama tersebut diarahkan dalam rangka : (i) Penciptaan peluang pasar yang lebih luas; (ii) Pengembangan input teknologi yang aplikatif, efektif dan efisien; (iii) Pengembangan kawasan budidaya ikan patin secara terintegrasi, serta (iv) Peningkatan nilai tambah produk menjadi hal mutlak dan terus dilakukan yaitu melalui pengembangan diversifikasi produk olahan berbahan baku ikan patin dan pengembangan unit pengolahan ikan patin. Melalui upaya diatas, maka secara langsung akan mampu memberikan jaminan terhadap jalannya siklus bisnis yang positif dan berkesinambungan.

31 L a p o r a n K i n e r j a ( L K j ) D i r e k t o r a t P r o d u k s i T a h u n 2 0 1 4

D i r e k t o r a t J e n d e r a l P e r i k a n a n B u d i d a y a

Perbandingan total produksi ikan patin nasional terhadap total produksi ikan patin dunia, menunjukkan bahwa pada tahun 2012 Indonesia menempati urutan ke-2 (dua) terbesar sebagai penghasil produk patin dengan memberikan share sekitar (21,03%) terhadap total produksi ikan patin dunia yang sebesar 1.649.547 ton). Posisi Indonesia tersebut masih di bawah Vietnam yang memberikan share sebesar (75,2%) (sumber : Fishstat FAO, Maret 2014).

f. Nila

Produksi ikan nila dari tahun 2010 - 2014 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan rata-rata kenaikan 19,03%, begitu juga dengan angka nilai produksi selama kurun waktu yang sama menunjukan trend yang positif dengan rata-rata kenaikan pertahun sebesar 11,47% sebagaimana tersaji dalam gambar 11.

Dilihat dari trend capaian produksi terhadap target tahunan menunjukkan bahwa angka produksi nila sementara pada tahun 2014 belum dapat dicapai yaitu dengan capaian masih 82,96%. Begitu juga dengan nilai produksi pada tahun 2014 baru mencapai 82,96% dari target yang ditetapkan pada tahun yang sama. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab tidak tercapainnya target volume produksi pada kurun waktu tersebut, antara lain dikarenakan secara umum kapasitas usaha yang dijalankan pembudidaya masih dalam skala kecil, disisi lain permasalahan tingginya biaya produksi sebagai akibat dari tingginya harga pakan pabrikan tidak sebanding dengan harga yang berlaku di pasaran, sehingga secara ekonomis tingkat efesiensi masih cukup rendah.

Rencana aksi dalam upaya pencapaian kinerja antara lain melalui (i) Pengembangan gerakan minapadi, (ii) Pengembangan budidaya ikan nila melalui intensifikasi dengan Bioflok dan Running Water; (iii) Mendorong pemanfaatan bahan baku lokal untuk pembuatan pakan ikan secara mandiri yang berkualitas; (iv) Ekstensifikasi pada kawasan potensial; (v) Memberikan stimulan penguatan modal melalui

Gambar 11. Trend Target dan Capaian Produksi Patin dan Nilai Produksi Tahun 2010 - 2014

32 L a p o r a n K i n e r j a ( L K j ) D i r e k t o r a t P r o d u k s i T a h u n 2 0 1 4

D i r e k t o r a t J e n d e r a l P e r i k a n a n B u d i d a y a

Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Perikanan Budidaya (PUMP-PB); serta (vi) Penciptaan peluang pasar yang lebih luas. Jika upaya ini mampu terimplementasikan, maka prediksi terhadap pencapaian target produksi ikan patin tahun 2014 akan bisa tercapai.

Perbandingan total produksi ikan nila nasional terhadap total produksi ikan nila dunia, menunjukkan bahwa pada tahun 2012 Indonesia menempati urutan ke-3 (tiga) terbesar sebagai penghasil produk ikan nila dengan memberikan share sekitar (21,7% terhadap total produksi ikan nila dunia yang sebesar 3.197.330). Posisi Indonesia tersebut masih di bawah China yang memberikan share sebesar 36,4%, disusul Mesir sebesar 24%

(sumber : Fishstat FAO, Maret 2014).

g. Ikan Mas

Perkembangan produksi ikan mas menunjukkan kinerja yang cukup baik dengan peningkatan produksi rata-rata dari tahun 2010 - 2014 sebesar 14,44% begitu juga dengan angka nilai produksi selama kurun waktu yang sama menunjukan trend yang cukup baik dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 18,67% sebagaimana tersaji dalam gambar dibawah. Pencapaian yang cukup tinggi ini didorong oleh kegiatan budidaya ikan mas melalui minapadi, penerapan running water system, serta paket bantuan PUMP-PB.

Dilihat dari capaian kinerja terhadap target tahunan menunjukkan bahwa capaian produksi ikan mas telah mampu melampaui target tahunan yang ditetapkan dengan rata-rata capaian sebesar 104,3%, untuk tahun 2014 angka produksi sementara menunjukkan bahwa produksi ikan mas telah melampaui target (121,03% dari target) begitu juga dengan angka nilai produksi dengan persentase pencapaian yang sama.

Tercapainya produksi ikan mas tersebut, antara lain dikarenakan secara umum kapasitas ikan mas merupakan ikan yang cukup disukai oleh masyarakat selain itu dengan adanya POSIKANDU menyebabkan penyakit ikan tidak sempat mewabah dan

Gambar 12. Trend Target dan Capaian Produksi dan Nilai Produksi Ikan Nila Tahun 2010 – 2014

33 L a p o r a n K i n e r j a ( L K j ) D i r e k t o r a t P r o d u k s i T a h u n 2 0 1 4

D i r e k t o r a t J e n d e r a l P e r i k a n a n B u d i d a y a

cepat tertanggulangi, hal ini menyebabkan hambatan-hambatan dalam produksi ikan mas semakin berkurang yang memberikan efek langsung kepada peningkatan produksi ikan mas dan pencapaian target produksi ikan mas pada tahun 2014.

Dalam upaya pencapaian target volume dan nilai produksi pada periode 2015-2019 , maka perlu dilakukan upaya-upaya yang secara langsung mendorong peningkatan efesiensi produksi, diantaranya : (i) Intensifikasi melalui pengembangan teknologi baik budidaya maupun aspek nutrisi (pakan) yang berkualitas berbasis bahan baku lokal; (ii) Pengembangan kapasitas usaha dengan dukungan penguatan modal bagi usaha skala kecil melalui penguatan kemitraan usaha; (iii) Perluasan akses pasar dan peningkatan nilai tambah. Jika upaya di atas mampu dilakukan, maka target produksi pada tahun 2014 diprediksi akan mampu di capai.

Perbandingan total produksi ikan mas nasional terhadap total produksi ikan mas dunia, menunjukkan bahwa pada tahun 2012 Indonesia menempati urutan ke-2 (dua) terbesar sebagai penghasil produk ikan mas dengan memberikan share sekitar (9,8% terhadap total produksi ikan mas dunia yang sebesar 3.791.913 ton). Namun demikian posisi Indonesia tersebut masih jauh di bawah China yang memberikan share sebesar 76,4%

(sumber : Fishstat FAO, Maret 2014).

h. Lele

Selama kurun waktu tahun 2010 - 2014 produksi ikan lele menunjukkan kinerja yang cukup baik dengan peningkatan produksi rata-rata sebesar 26,43%, begitu juga dengan angka nilai produksi selama kurun waktu yang sama menunjukan trend yang positif persentase kenaikan yang sama. Namun demikian produksi ikan lele tahun 2010 - 2014 masih dibawah dari target tahunan dimana prosentase pencapaiannya cenderung menurun setiap tahunnya sebagaimana grafik dibawah ini. Tidak tercapainnya target

Gambar 13. Trend Target dan Capaian Produksi dan Nilai Produksi Ikan Mas Tahun 2010 - 2014

34 L a p o r a n K i n e r j a ( L K j ) D i r e k t o r a t P r o d u k s i T a h u n 2 0 1 4

D i r e k t o r a t J e n d e r a l P e r i k a n a n B u d i d a y a

pada kurun waktu tersebut dikarenakan secara umum kapasitas usaha yang dijalankan masih dalam skala kecil, sehingga secara ekonomis tidak efisien. Disisi lain tingginya cost produksi sebagai akibat dari tingginya harga pakan pabrikan secara langsung berpengaruh terhadap margin keuntungan yang didapatkan.

Tahun 2014 capaian sementara produksi ikan lele belum mampu melampaui target yang telah ditetapkan, yaitu dengan capaian (95,92%) begitu juga dengan nilainya yang juga belum mencapai target. Untuk itu perlu dilakukan Upaya-upaya untuk mencapai produksi yang ditargetkan pada tahun 2015-2019 antara lain melalui (i) Pengembangan teknologi budidaya secara intensifikasi dengan bioflok untuk efisiensi pakan; (ii) Penggunaan teknologi budidaya ikan lele dengan terpal sebagai upaya efesiensi pemanfaatan lahan; dan (iii) Extensifikasi melalui program Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) Perikanan Budidaya.

Walaupun target yang ditentukan tidak tercapai tetapi dalam peringkat produksi ikan lele dunia Indonesia masih menempati peringkat satu dengan share produksi terhadap produksi ikan lele dunia sudah mencapai 79,54%. (sumber : Fishstat FAO, Maret 2014) i. Gurame

Produksi gurame tahun 2010 - 2014 menunjukkan kinerja yang positif, dengan kenaikan rata-rata per tahun sebesar 17,70%, begitu juga dengan angka nilai produksi selama kurun Angka capaian produksi sementara tahun 2014 menunjukkan bahwa produksi gurame belum mampu mencapai angka yang ditergetkan dan hanya tercapai 90,15%

begitu juga dengan nilai produksinya yang juga belum mampu mencapai target yang ditetapkan. Tidak tercapainya target pada tahun 2014 disebabkan karena adanya perlambatan pengembangan kawasan pada daerah-daerah potensial lainnya. Produksi gurame masih didominasi pada beberapa sentra-sentra produksi yang sudah ada, sedangkan disisi lain kapasitas usaha yang dijalankan tidak menujukkan peningkatan yang signifikan, hal ini disebabkan karena proses produksi budidaya yang

Gambar 14. Trend Target dan Capaian Produksi dan Nilai Produksi Lele Tahun 2010 - 2014

35 L a p o r a n K i n e r j a ( L K j ) D i r e k t o r a t P r o d u k s i T a h u n 2 0 1 4

D i r e k t o r a t J e n d e r a l P e r i k a n a n B u d i d a y a

cukup lama dan semakin sedikitnya ketersediaan pakan alami untuk gurame yang disebabkan karena banyaknya alih fungsi lahan, karena gurame merupakan salah satu ikan yang mengkonsumsi mpakan alternatif seperti daun talas ataupun pakan alternatif

cukup lama dan semakin sedikitnya ketersediaan pakan alami untuk gurame yang disebabkan karena banyaknya alih fungsi lahan, karena gurame merupakan salah satu ikan yang mengkonsumsi mpakan alternatif seperti daun talas ataupun pakan alternatif

Dokumen terkait