• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3. Analisis Rumahtangga Tani Tanaman Pangan dan Hortikultura

5.3.4.2. Jumlah Tanggungan Keluarga

Sesuai dengan hasil analisis pada Tabel 14 tersebut diatas menunjukan bahwa, variabel bebas yang juga berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan rumahtangga tani adalah jumlah tanggungan keluarga. Dimana nilai p

dalam variabel ini menunjukan sebesar 0,000 lebih kecil dari alfa (α=0,05) dan

odd ratio untuk variabel jumlah tanggungan keluarga adalah sebesar 3,03. Dalam penelitian ini mengasumsikan bahwa apabila petani yang memiliki jumlah tanggungan keluarga bertambah 1 (satu) orang, maka peluang untuk hidup dibawah garis kemiskinan sebesar 3,03 kali dibandingkan dengan petani yang memiliki jumlah tanggungan keluarga berkurang satu orang. Atau dengan perkataan lain bahwa apabila petani yang memiliki jumlah tanggungan keluarga berkurang 1 orang maka peluang petani untuk hidup dibawah garis kemiskinan

sebesar 1/3,03 = 0,33 kali. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5 berikut :

Gambar 5. Pendapatan Tani Vs Jumlah Tanggungan Keluarga

Terkait dengan hasil analisis sebelumnya (Tabel 13) menggambarkan bahwa jumlah tanggungan keluarga sangat berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pendapatan rumahtangga petani, karena semakin besar tanggungan yang dibebankan oleh kepala rumahtangga tani tanaman pangan dan hortikultura dalam mencukupi kebutuhan hidup semua anggota keluarga, maka cenderung mengurangi pendapatan sehingga berdampak pada kemiskinan.

5.3.4.3. Variabel Akses Pasar

Mengacu pada hasil analisis regresi logistik binari pada Tabel 15, dimana variabel akses pasar berpengaruh nyata terhadap tingkat kemiskinan rumahtaangga tani tanaman pangan dan hortikultura. Pembuktian ini dapat dilihat pada nilai p dalam analisis ini sebesar 0,002 lebih kecil dari nilai alfa (5%) dan nilai odds ratio untuk variabel akses pasar adalah 0,04. Dalam penelitian ini dapat menggambarkan bahwa petani yang mudah mengakses pasar, maka peluang untuk hidup dibawah garis kemiskinan sebesar 0,04 kali dibandingkan dengan yang sulit untuk mengakses pasar. Atau dengan pandangan lain, bahwa petani yang sulit untuk mengakses pasar maka peluang untuk hidup dibawah garis kemiskinan sebesar 1/0,04 = 25 kali. Akses pasar oleh petani diberi nilai 1 dan 0 untuk petani yang sulit untuk mengakses pasar, yang berarti bahwa petani yang mudah mengakses pasar mempunyai peluang lebih besar untuk hidup diatas garis kemiskinan dibandingkan dengan petani yang kesulitan untuk mengakses pasar. Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa kemiskinan muncul karena adanya perbedaan akses baik itu pasar, informasi, harga maupun modal (Kuncoro, 2003). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6 berikut :

Gambar 6. Pendapatan RT tani Vs akses terhadap pasar

Berdasarkan uraian di atas, variabel yang berpengaruh terhadap kemiskinan rumahtangga tani berasal dari aspek ekonomi dan aspek sosial, dimana aspek ekonomi diwakili oleh akses pasar, sedangkan aspek sosial adalah variabel umur petani dan jumlah tanggungan keluarga. Hal ini mencerminkan bahwa aspek ekonomi dan aspek sosial memegang peranan penting bagi rumahtangga tani tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat dalam upaya meningkatkan pendapatan untuk keluar dari perangkap kemiskinan.

5.4. Strategi Pengembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam Penanggulangan Kemiskinan

Penentuan strategi yang akan dilakukan dalam rangka pengembangan tanaman pangan dan hortikultura dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Halmahera Barat, dilakukan pendekatan kualitatif menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat). Strategi pengembangan diturunkan dengan mempertimbangkan baik kondisi internal maupun eksternal dari seluruh pemangku kepentingan (Stakeholders) yang terkait dengan pengembangan komoditas tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat dalam kerangka pengembangan ekonomi lokal. Faktor-faktor penentu kondisi internal menggambarkan kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) dari para pelaku, kondisi alam, ekonomi, kelembagaan, dan sosial- budaya yang ada di Kabupaten Halmahera Barat. Faktor-faktor penentu kondisi eksternal menggambarkan peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang dihadapi oleh para stakeholders dalam pelaksanaan pengembangan tanaman pangan dan hortikultura sehingga permasalahan kemiskinan rumahtangga petani di Kabupaten Halmahera Barat dapat teratasi.

5.4.1. Analisis Lingkungan Internal 5.4.1.1. Kekuatan (Strength)

1. Potensi Sumberdaya Alam

Kabupaten Halmahera Barat dengan total luas lahan 233.467 hektar memiliki curah hujan rata-rata antara 1500 – 2000 mm. Sebagian besar (66,27%) wilayah merupakan daerah berbukit dengan ketinggian kurang dari 750 m dpl dari luas wilayah keseluruhan. Wilayah dengan ketinggian diatas 750 m dpl sebagian besar terdapat pada Kecamatan Ibu Utara yaitu seluas 126.562 atau 29,85% dari luas wilayah dengan ketinggian 750-2000 m dpl. Jenis tanah di Kabupaten Halmahera Barat terdiri dari jenis tanah aluvial, latosol, regosol dan podsolik merah kuning. Dilihat dari aspek klimatologi sangat dipengaruhi oleh iklim laut tropis dengan curah hujan antara 1500-3500 mm/tahun.

Dari sembilan kecamatan yang menjadi wilayah kesatuan Kabupaten Halmahera Barat memiliki potensi pertanian, dengan luasan areal sebesar 202.200 Ha lahan pertanian yang terdiri dari sawah, lahan kering, lahan tidur serta lahan tadah hujan. Lahan irigasi yang ditanami padi sawah seluas 1812 Ha dan menghasilkan 2.549 ton. Dari 423 Ha luas lahan padi ladang dipanen 1.223 ton. Sementara tanaman pangan (palawija) seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kedelai sekitar 5.310 Ha serta tanaman hortikultura berupa buah-buahan seluas 597 Ha dan sayur-sayuran dengan luas 448 Ha, (Bappeda Kabupaten Halmahera Barat, 2008).

Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB tahun 2007 mencapai 38,19% dan nilai LQ (location quotient) sesuai dengan hasil analisis penelitian bahwa sektor pertanian mempunyai nilai lebih besar dari satu (1,064), menggambarkan bahwa sektor pertanian merupakan perekonomian basis Kabupaten Halmahera Barat. Mengingat luas areal pertanian masih dapat ditingkatkan pada tahun-tahun mendatang, maka kontribusi sektor pertanian juga diperkirakan akan terus meningkat.

Keunggulan sektor pertanian ini disumbangkan oleh masing-masing sub- sektor dengan besaran LQ yang dianalisis secara berurutan, yaitu : tanaman pangan dan hortikultura sebesar 13,43% (LQ = 0.564), perkebunan sebesar 64,14% (LQ = 1.35), peternakan dan hasil-hasilnya 9,71% (LQ = 2.669),

sementara sub-sektor perikanan sebesar 9,38% (LQ = 0.534) yang kemudian diikuti oleh sub-sektor kehutanan yaitu sebesar 3,32% (LQ = 0.738). Dimana sub- sektor tanaman pangan dan hortikultura (tanaman bahan makanan) berada pada posisi kedua terbesar setelah tanaman perkebunan namun sesuai hasil analisis secara kuantitatif sub-sektor ini tidak termasuk dalam sub-sektor basis karena nilainya lebih kecil dari satu (sub-sektor servis).

Besarnya kontribusi sektor pertanian khususnya sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura tersebut tidak terlepas dari dukungan alam dan letak geografis Kabupaten Halmahera Barat yang sangat strategis sehingga dapat menunjang pengembangan tanaman pangan dan hortikultura, karena berdekatan dengan ibukota propinsi dan beberapa Kabupaten/kota sehingga membuka ruang untuk memasarkan hasil-hasil pertanian. Hal ini menunjukan bahwa Kabupaten Halmahera Barat sangat berpotensi dan memenuhi syarat dalam pengembangan tanaman pangan dan hortikultura.

2. Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam Pemantapan Ketahanan Bahan Makanan

Peningkatan ketahanan pangan baik pada tingkat nasional maupun tingkat rumah tangga pedesaan diarahkan untuk menopang kekuatan ekonomi domestik agar mampu menyediakan pangan yang cukup secara berkelanjutan bagi seluruh penduduk dengan mengutamakan produksi dan penyediaan bahan makanan dalam negeri. Jumlah dan keragaman pangan yang tersedia harus cukup, aman, dan pada tingkat harga yang terjangkau dari waktu ke waktu.

Strategi dan kebijakan yang dibutuhkan dalam pengembangan tanaman pangan dan hortikultura diimplementasikan melalui: (1) peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam; (2) peningkatan efisiensi produksi dan kualitas produk; (3) penguatan kelembagaan petani, pengembangan unit usaha bersama, dan memperkuat permodalan; (4) peningkatan nilai tambah dan akses pasar; (5) perwilayahan komoditas atas dasar ketersediaan, nilai tambah, dan pendapatan; dan (6) pengembangan infrastruktur dan pengaturan tataniaga dan insentif usaha (Rusastra Wayan, at all, 2007).

Dokumen terkait