• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

B. Karakteristik Sosial Ekonomi

4. Regresi Model Pengeluaran Konsumsi Bukan Bahan Makanan

4.4 Jumlah Tanggungan Keluarga

yang disurvey. Tanggungan keluarga yang mencapai 8 orang ini disebabkan karena kakek dan nenek di keluarga tersebut masih hidup dan tinggal dalam satu rumah, selain itu juga ada responden yang dalam satu rumah tinggal juga dengan saudara sepupu. Mayoritas tanggungan keluarga responden yang diobservasi memiliki 4 orang tanggungan dalam keluarganya, biasanya keluarga ini terdiri dari kepala keluarga, isteri dan dua anak. Banyak dari responden yang memiliki jumlah tanggungan keluarga lebih dari 4 orang mayoritas anggota keluarga

Jumlah Anak Usia Sekolah

Jumlah Anak 1 (34) Tidak Punya Anak Usia Sekolah (28) Jumlah Anak 4 (2) Jumlah Anak 3 (5) Jumlah Anak 2 (27)

Tidak Punya Anak Usia Sekolah Jum lah Anak 1 Jum lah Anak 2 Jum lah Anak 3 Jum lah Anak 4

commit to user

banyak yang sudah bekerja, sehingga akan sangat membantu dalam membiayai pengeluaran keluarga yang banyak karena tanggungan keluarga yang juga cukup banyak.

Sumber: Data primer, Diolah.

6. Kondisi Rumah Tempat Tinggal

Belum lengkap rasanya bila melihat kondisi sosial masyarakat miskin tanpa melihat kondisi rumah tempat tinggal. Sebagian besar rumah masyarakat miskin yang dijumpai masuk dalam kondisi yang boleh dibilang memprihatinkan. Untuk menilai kondisi rumah tempat tinggal masyarakat miskin dalam penelitian ini, diajukan tujuh aspek pertanyaan. namun pada table 4.5 hanya ditampilkan enam aspek saja.

7 6

17

31

23

5 5

2

0

5

10

15

20

25

30

35

1 Tanggungan Keluarga 1 orang Tanggungan Keluarga 2 orang Tanggungan Keluarga 3 orang Tanggungan Keluarga 4 orang Tanggungan Keluarga 5 orang Tanggungan Keluarga 6 orang Tanggungan Keluarga 7 orang Tanggungan Keluarga 8 orang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Sumber: Data primer, Diolah.

Aspek pertama yang dinilai adalah kepemilikan tanah tempat tinggal masyarakat miskin. Dari aspek kepemilikan tanah, kebanyakan para keluarga miskin yang diobservasi tidak memiliki sertifikat kepemilikan resmi terhadap

No KARAKTERISTIK FREKUENSI PERSENTASI

1. Kepemilikan Tanah a. Bersertifikat b.Tidak Bersertifikat c. Magersari d. Menyewa Sub Total 32 42 5 17 96 33,3 43,8 5,2 17,7 100 2. Lantai Rumah a. Semen b. Tegel c. Tanah Sub Total 74 17 5 96 77,1 17,7 5,2 100 3. Dinding Rumah a. Bambu b. Papan c. Tembok Sebagian d. Tembok Semua Sub Total 8 21 38 29 96 8,3 21,9 39,6 30,2 100 4. MCK a. Sendiri b. Umum Sub Total 33 63 96 34,3 65,6 100 5. Sarana Air Bersih

a. PDAM b. Sumur Gali c. Sumur Pompa Sub Total 12 60 24 96 12,5 62,5 25 100 6. Bahan Bakar Rumah Tangga

a. Gas b. Minyak Tanah c. Arang d. Kayu Bakar Sub Total 54 9 11 22 96 56,3 9,4 11,4 22,9 100 Tabel 4.5 Kondisi Rumah Tempat Tinggal Keluarga

commit to user

bangunan rumah mereka, khususnya bagi keluarga miskin yang tinggal didaerah hijau pinggiran sungai dan juga pinggir rel kereta api. Diperingkat kedua dengan frekuensi sebesar 32 responden adalah keluarga miskin yang memiliki sertifkat resmi atas bangunan rumah mereka. Mayoritas kepemilikan tanah mereka dapat dari usaha mereka sendiri dan juga merupakan harta warisan dari orang tua.

Aspek berikutnya adalah karakter jenis lantai dari rumah keluarga miskin. Lantai rumah dengan jenis semen menjadi yang paling banyak dijumpai dalam observasi keluarga miskin dengan frekuensi sebesar 74 responden, lantai semen yang banyak ditemui adalah lantai semen dengan karakter sebagian halus dan sebagian besar kasar. Masih ditemukan juga lantai rumah keluarga miskin yang berlantaikan tanah. Dinding rumah yang banyak dijumpai adalah dinding rumah dengan jenis tembok sebagian, rumah yang hanya memiliki tembok dibagian tertentu dan bagian rumah yang lain tidak bertembok (menggunakan papan, bambu, ataupun seng).

Sarana Mandi Cuci Kakus (MCK) sebagian besar keluarga miskin menggunakan MCK secara bersama-bersama dengan anggota masyarakat lain atau memakai MCK umum. Presentase perbandingan antara keluarga miskin menggunakan MCK umum dengan pribadi mencapai 65,6 persen dibanding dengan 35,4 persen.

Sumber air bersih untuk keperluan mandi dan juga minum keluarga, sebagian besar rumah tangga yang diobservasi mengambil air bersih bersumber dari sumur gali, yakni sebesar 60 rumah tangga, sebagian lagi memakai sumur pompa. Rumah tangga yang menggunakan PDAM sebagai sarana untuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

mendapatkan air bersih hanya sebesar 12 rumah tangga. Dalam observasi tidak ditemukan rumah tangga yang menggunakan sumber air bersih dari sungai/kali.

Bahan bakar rumah tangga yang paling banyak dipakai oleh rumah tangga miskin adalah gas dengan persentase sebesar 56,3 persen atau separuh lebih dari total 96 rumah tangga yang diobservasi. Hal ini didukung oleh program pemerintah konversi minyak tanah ke gas yang memberikan kepada rumah tangga kompor gas dan juga tabung gas secara gratis.

C. Analisis Data

Konsumsi merupakan hal yang mutlak diperlukan oleh setiap orang untuk bertahan hidup. Dalam ilmu ekonomi semua pengeluaran selain yang digunakan untuk tabungan dinamakan konsumsi. Bagi masyarakat miskin pengeluaran konsumsi lebih banyak dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam bentuk pangan, pada saat bersamaan sangat sedikit pengeluaran konsumsi untuk jenis non pangan. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya jenis konsumsi keluarga miskin dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu; konsumsi bahan makanan, dan konsumsi bukan bahan makanan.

1. Pengeluaran Konsumsi Bahan Makanan

Dalam kelompok konsumsi bahan makanan ini dirinci menjadi 10 jenis pengeluaran konsumsi sebagaimana disajikan dalam tabel 4.6 berikut ini.

commit to user

Tabel 4.6 diatas memperlihatkan rata-rata konsumsi beras keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari sebesar Rp 198.469,00 per keluarga per bulan, merupakan pengeluaran terbesr untuk konsumsi bahan makanan. Konsumsi bahan makanan jenis lain yang termasuk besar adalah pengeluaran konsumsi untuk sayuran, yaitu dengan rata-rata sebesar Rp 80.572,9 per keluarga per bulan.

Jenis konsumsi makanan yang relatif kecil adalah pada sub kelompok pengeluaran untuk teh ataupun kopi yaitu dengan rata-rata sebesar Rp 11.346,9 per keluarga per bulan. Buah-buahan menempati posisi kedua terkecil setelah teh dan kopi untuk pengeluaran konsumsi bahan makanan dengan rata-rata sebesar Rp 15.027,1.

Jenis Konsumsi N Mean Std. Deviation

BERAS 96 198.469 78186.007 MINYAK GORENG 96 27.120,8 23657.921 GULA 96 29.055,2 21937.749 TEH/KOPI 96 11.346,9 9533.928 IKAN 96 22.494,8 27605.539 DAGING 96 25.526 22781.614 TELUR 96 23.036,5 19967.374 SAYURAN 96 80.572,9 51733.883 BUAH 96 15.027,1 16963.673

TAHU & TEMPE 96 63.901 27872.135

Valid N (listwise) 96

Sumber: Data Primer, Diolah dengan SPSS 17.0

Tabel 4.6 Rata-rata Konsumsi Bahan Makanan Keluarga Miskin di Kecamatan Banjarsari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

2. Pengeluaran Konsumsi Bukan Bahan Makanan

Dalam pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan dirinci berdasarkan 7 jenis pengeluaran konsumsi. Adapun rata-rata pengeluaran berbagai jenis konsumsi bukan bahan makanan disajikan dalam table 4.7

Berdasarkan tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan untuk konsumsi jajan anak menempati posisi tertinggi dengan rata-rata sebesar Rp 117.146,00 per keluarga per bulan. Walaupun ada sebagian keluarga yang disurvei tidak memiliki anak usia sekolah tapi hampir setiap keluarga yang memiliki anak usia sekolah mereka harus menghabiskan rata-rata Rp 5.000,00 per hari per anak anak untuk kebutuhan jajan anak. Konsumsi akan tembakau menempati posisi kedua terbesar dalam konsumsi keluarga miskin, dari hasil survey ditemukan bahwa keluarga yang memiliki anggota keluarga yang merokok rata-rata menghabiskan 1 bungkus rokok selama 2 hari dengan rata-rata harga 1 bungkus rokok berkisar Rp 6.000 per bungkus.

Jenis Konsumsi N Mean Std. Deviation

BAHAN BAKAR 96 51.947,9 47742.152

BENSIN 96 37.447,9 46508.827

SABUN, SHAMPO ,ODOL 96 27.899 13674.336

TAGIHAN LISTRIK 96 52.875 28521.921

SPP ANAK 96 43.072,9 68061.001

ROKOK TEMBAKAU 96 84.827,1 78707.579

JAJAN ANAK 96 117.146 117046.727

Valid N (listwise) 96

Tabel 4.7 Rata-rata Konsumsi Bukan Bahan Makanan Keluarga Miskin di Kecamatan Banjarsari

commit to user

Kebutuhan akan sabun, shampoo dan odol menempati posisi terbawah untuk pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan dengan rata-rata sebesar Rp 27.899,00 per bulan per keluarga.

3. Model Pengeluaran Konsumsi Bahan Makanan

Hasil dari estimasi model OLS akan menunjukkan apakah ada atau tidaknya pengaruh dan jika ada pengaruh maka dapat diketahui seberapa besar masing-masing variabel-variabel bebas (pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, dan jumlah waktu kerja) terhadap variabel tidak bebas ( konsumsi bahan makanan dan konsumsi bukan bahan makanan). Berikut hasil estimasi model OLS untuk variabel dependent konsumsi bahan makanan dengan batuan program olah data SPSS 17.0

a. Dependent Variable: KBM

Sumber: Data Primer, Diolah dengan SPSS 17.0

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. 95,0% Confidence Interval for B

B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound 1 (Constant) 41964.000 26395.162 1.590 .115 -10459.071 94387.070 PDPT .175 .033 .506 5.264 .000 .109 .241 ART 52541.366 6308.827 .452 8.328 .000 40011.490 65071.241 JK 83.626 128.923 .057 .649 .518 -172.427 339.679

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Hasil estimasi dapat disubtitusikan pada model konsumsi bahan makanan sebagai berikut:

Signifikan pada

α = 0,05

Keterangan:

KBM = Pengeluaran konsumsi bahan makanan PDPT = Pendapatan rumah tangga

ART = Jumlah anggota rumah tangga JK = Jumlah waktu kerja

4. Model Pengeluaran Konsumsi Bukan Bahan Makanan

Sebagaimana rumusan model OLS dengan variabel dependen konsumsi bukan bahan makanan. Hasil estimasi terhadap model, dijumpai:

Coefficientsa

a. Dependent Variable: KBBM

Sumber: Data Primer, Diolah dengan SPSS 17.0

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. 95.0% Confidence Interval for B

B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound 1 (Constant) 62633.769 56790.578 1.103 .273 -50157.221 175424.759 PDPT .296 .071 .707 4.148 .000 .154 .438 ART 46599.529 13573.774 .331 3.433 .001 19640.842 73558.215 JK 515.831 277.386 .290 1.860 .066 -1066.742 35.081

Tabel 4.9 Hasil Estimasi Model Konsumsi Bukan Bahan Makanan KBM = 41964,000 + 0,175(PDPT) + 52541,366 (ART) + 83,626 (JK)

commit to user

Hasil estimasi diatas dapat disubtitusikan pada model konsumsi bahan makanan sebagai berikut:

Signifikan pada

α

= 0,05 Keterangan:

KBBM = Pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan PDPT = Pendapatan rumah tangga

ART = Jumlah anggota rumah tangga JK = Jumlah waktu kerja

5. Uji Statistik

Estimasi untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan dengan model eanalisis regresi linier berganda.Sedangkan untuk membuktikan bahwa pengaruhnya signifikan perlu dilakukan uji hipotesis. Untuk menguji hipotesis yang diajukan pada penelitian ini digunakan uji serempak dengan uji F dan uji parsial dengan uji t. Dimana dengan pengujian yang dilakukan dapat mengetahui pengaruh antara pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, dan jam kerja terhadap pengeluaran konsumsi bahan makanan dan konsumsi bukan bahan makanan.

a. Uji Koefisien Determinasi

Sebelum melakukan pengujian hipotesis sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, terlebih dahulu akan dilakukan uji kesesuaian model (goodness of fit) atau uji R2 . Sebagaimana hasil estimasi yang telah dilakukan dijumpai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

koefisien korelasi (R) dan koefisin determinasi (R2) sebagaimana ditampilkan pada tabel berikut ini.

a. Predictors: (Constant), JK, ART, PDPT

Sumber: Data Primer, Diolah dengan SPSS 17.0

Berdasarkan hasil estimasi yang ditunjukkan pada tabel 4.12, terlihat bahwa nilai R-Square model konsumsi bahan makanan sebagai variabel dependen sebesar 0,851 yang berarti variasi kemampuan variabel independen (pendapatan, jumlah anggota keluarga, dan jam kerja) dalam menjelaskan besarnya konsumsi keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari sebesar 85,1 persen, sisanya sebesar 14,9 dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model.

Model yang kedua untuk konsumsi bukan bahan makanan nilai R-Square sebesar 0,531 yang berarti variasi kemampuan variabel independen (pendapatan, jumlah anggota keluarga, dan jam kerja) dalam menjelaskan besarnya konsumsi keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari hanya sebesar 53,1 persen. Sisanya sebesar 46,9 persen dijelaskan oleh variabel lain.

Model Konsumsi Bahan Makanan

Model Konsumsi Bukan Bahan Makanan R R2 R2 Adj 0,922a 0,851 0,846 0,728a 0,531 0,515

Tabel 4.10 Uji Goodness of Fit Model Konsumsi Bahan

commit to user

Berdasarkan hasil uji Goodness of Fit tersebut memperlihatkan bahwa model pengeluaran konsumsi bahan makanan lebih baik dibandingkan dengan model pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan.

b. Uji Parsial

Sebagaimana yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya, bahwa pengujian secara parsial (individu) dilakukan dengan membandingkan t-hitung dengan nilai t-tabel. Selain itu juga dilihat berdasarkan nilai signifikansi (sig) pada hasil estimasi.

Jumlah sampel (n) = 96, variabel bebas (k) = 3. Menurut Koutsoyiannis, (1981) menjelaskan bahwa besarnya k adalah variabel bebas termasuk konstanta. Dengan demikian k = 4, dijumpai degree of freedom (DF) = 96 – 4 = 92. Pada

DF = 92 dijumpai t-tabel pada pengujian dua ekor ;

α =0.01 sebesar 2,63 , pada

α

= 0,05 sebesar 1,66

Uji Parsial untuk Konsumsi Bahan Makanan

1). Sebagaimana hasil estimasi yang ditampilkan dalam tabel 4.6 bahwa variabel pendapatan (PDPT) dijumpai t-hitung sebesar 5,264 > 1,66 berarti variabel pendapatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi masyarakat miskin Kecamatan Banjarsari. Hal ini diperkuat dengan nilai sig. = 0,000 yang berada dibawah toleransi 0,05.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

2). Variabel jumlah anggota keluarga (ART) dijumpai t-hitung sebesar 8,323 > 1,66 berarti variabel jumlah anggota keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi masyarakat miskin Kecamatan Banjarsari. Hal ini juga diperkuat dengan nilai sig. = 0,000 yang berada dibawah toleransi 0,05.

3). Variabel jumlah waktu kerja dijumpai t-hitung sebesar 0,649 < 1,66 berarti variabel jumlah anggota keluarga berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap konsumsi masyarakat miskin Kecamatan Banjarsari. Hal ini juga diperkuat dengan nilai sig. = 0,518 yang berada dibawah toleransi 0,05.

Uji Parsial untuk Konsumsi Bukan Bahan Makanan

1). Hasil estimasi yang ditampilkan dalam tabel 4.7 menunjukkan bahwa variabel pendapatan (PDPT) dijumpai t-hitung sebesar 4,418 > 1,66 berarti variabel pendapatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi masyarakat miskin Kecamatan Banjarsari. Hal ini diperkuat dengan nilai sig. = 0,000 yang berada dibawah toleransi 0,05.

2). Variabel jumlah anggota keluarga (ART) dijumpai t-hitung sebesar 3,433 > 1,66 berarti variabel jumlah anggota keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi masyarakat miskin Kecamatan Banjarsari. Hal ini juga diperkuat dengan nilai sig. = 0,001 yang berada dibawah toleransi 0,05.

commit to user

3). Variabel jumlah waktu kerja dijumpai t-hitung sebesar 1,560 < 1,66 berarti variabel jumlah anggota keluarga berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap konsumsi masyarakat miskin Kecamatan Banjarsari. Hal ini juga diperkuat dengan nilai sig. = 0,066 yang berada diatas toleransi 0,05

c. Uji Simultan

Uji simultan (serempak) dilakukan untuk menguji signifikansi secara bersama-sama variabel bebas dalam dalam mempengaruhi variabel terikat. Sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya pengujian simultan dilakukan dengan menguji F (Fisher Test). Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai F-tabel dengan F-hitung. Untuk Degree of Freedom pada pengujian F adalah v1 = (k-1) = (4 -1) = 3, dan v2 = (n-k) = (96 – 4)= 92, dijumpai pada F table; pada

α =

0,05 sebesar 2,72

Berdasarkan hasil estimasi pada model konsumsi bahan makanan dijumpai F-hitung sebesar 175,036 > 2,72 yang berarti bahwa variabel pendapatan (PDPT), jumlah anggota keluarga (ART), dan jumlah waktu kerja (JK) secara simultan sangat signifikan berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi bahan makanan keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari. Hal ini diperkuat dengan nilai sig. sebesar 0,000 yang berada dibawah toleransi kesalahan 0,05.

Demikian halnya dengan pengujian pada model dua (pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan sebagai variabel terikat) ditemukan nilai F-

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

hitung sebesar 34,674 > 2,72 yang berarti bahwa variabel pendapatan (PDPT), jumlah anggota keluarga (ART), dan jumlah waktu kerja (JK) secara simultan signifikan berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari. Hal ini juga diperkuat dengan nilai sig. sebesar 0,000 yang berada dibawah toleransi kesalahan 0,05.

6. Uji Asumsi Klasik

Mempertimbangkan bahwa dalam model regresi yang ingin dicapai adalah Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) dan adakalanya sering dijumpai dalam model regresi (terutama regresi linier berganda) berbagai masalah terutama pelanggaran terhadap asumsi klasik. Penggunaan model regresi berganda didasarkan kepada asumsi klasik dimana dengan terpenuhinya asumsi- asumsi tersebut penaksiran kuandrat terkecil dari koefisien regresi dapat menjadi penaksir terbaik yang terhindar dari bias. Menurut Gujarati (1999) pengujian asumsi klasik yang penting adalah uji multikolinearitas, uji heterokedostisitas, uji autokorelasi, dan uji normalitas data. Pada penelitian ini penulis hanya menggunakan dua pengujian yaitu multikolinearitas dan autokorelasi.

a. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat adanya hubungan di antara variabel-variabel independen dalam model regresi (Gujarati dan Porter, 2009). Tidak adanya multikolonearitas dapat diketahui dengan nilai Variance Inflation

commit to user

Vactor (VIF) di bawah 10 (Hair et al,1995). Hasil perhitungan VIF dari persamaan 1 untuk konsumsi bahan makanan dapat dilihat dalam tabel 4.8 .

Variabel VIF

Pendapatan (X1)

Anggota Rumah Tangga (X2) JamKerja (X3)

5,698 1,817 4,760

Sumber: Data Primer, Diolah dengan SPSS 17.0

Hasil perhitungan VIF menunjukkan faktor-faktor dalam variabel bebas memiliki nilai kurang dari 10. Hal ini berarti dalam model regresi tidak terdapat masalah multikolinieritas antar faktor-faktor variabel bebas.

b. Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2005) salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedatisitas dapat dilihat dari grafik plot antara nilai prediksi variabek terikat yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedatisitas dapat dilihat ada tidaknya pola tertentu dari grafik scatterplot. Bila ada pola tertentu ( bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan terjadi heteroskedatisitas, sebaliknya bila terjadi pola yang tidak jelas, serta titik menyebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedatisitas. Hasil pengujian secara grafik sebagai berikut:

Tabel 4.11 Hasil Uji Multikolinieritas Model Konsumsi Bahan Makanan dan Model Konsumsi Bukan Bahan makanan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

Gambar 4.1 memperlihatkan bahwa titik-titik yang berada pada grafik scatterplot tidak membentuk pola yang jelas dan cenderung menyebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y, sehingga dapat dikatakan tidak terjadi heteroskedatisitas pada model konsumsi bahan makanan.

Sebagaimana metode yang digunakan pada model konsumsi bahan makanan, uji heteroskedatisitas juga dilakukan untuk model konsumsi bukan bahan makanan dengan menggunakan metode grafik plot. Hasil pengujian secara grafik sebagai berikut:

Gambar 4.1 Grafik Scatterplot model Pengeluaran Konsumsi Bahan Makanan

commit to user

Sebagaimana tampilan pada gambar 4.2 memperlihatkan bahwa titik-titik yang berada pada grafik scatterplot tidak membentuk suatu pola yang jelas dan cenderung menyebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y, sehingga dapat dikatakan tidak terjadi heteroskedatisitas pada model konsumsi bukan bahan makana

c. Uji Autokorelasi

Kita dapat menyatakan data bebas dari autokorelasi apabila nilai Durbin-Watson antara batas tabel nilai batas atas (du) dan (4-du) pada tingkat keyakinan 1%. Sedang menurut Singgih (2000) bila nilai Durbin-Watson (DW test) lebih kecil dari 5 berarti bebas dari auto korelasi. Berdasarkan perhitungan Gambar 4.2 Grafik Scatterplot model Pengeluaran Konsumsi Bukan Bahan Makanan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

pada persamaan untuk konsumsi bahan makanan (kbm) diperoleh nilai Durbin- Watson sebesar 2,074 (tabel 4.9) lebih kecil dari 5, maka regresi dinyatakan bebas dari autokorelasi. Begitu pula dengan persamaan konsumsi bukan bahan makanan (kbbm) juga menunjukkan tidak adanya autokorelasi karena besarnya Durbin-Watson adalah 2,216 (tabel 4.9) lebih kecil dari 5.

Variabel Dependen Durbin-Watson

Konsumsi Bahan Makanan (KBM)

Konsumsi Bukan Bahan Makanan (KBBM)

2,074 2,216

Sumber: Data Primer, Diolah dengan SPSS 17.0

D. Interpretasi Ekonomi

1. Pengaruh Pendapatan terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Miskin

Model konsumsi bahan makanan menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel pendapatan (PDPT) sebesar 0,175 dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% (tabel 4.6) yang berarti bahwa kenaikan pendapatan Rp 1.000,00 akan meningkatkan pengeluaran konsumsi untuk jenis bahan makanan sebesar Rp 175,00. Untuk model konsumsi bukan bahan makanan koefisien regresi variabel pendapatan (PDPT) sebesar 0,296 hal ini mengandung pengertian bahwa kenaikan pendapatan Rp 1.000,00 akan meningkatkan pengeluaran konsumsi

commit to user

untuk jenis pengeluaran bukan bahan makanan sebesar Rp 296,00. Hubungan yang positif ini sesuai dengan hipotesis diawal penelitian yang menyatakan bahwa variabel pendapatan mempunyai hubungan positif terhadap pengeluaran konsumsi keluarga miskin.

Hal ini berarti bahwa kenaikan pendapatan dalam rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari akan menaikkan juga jumlah pengeluaran konsumsi keluarga tersebut. Kondisi ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Ni Luh Sili Antari (2006) yang meneliti tentang pengaruh pendapatan, pendidikan, dan remitan terhadap pengeluaran konsumsi pekerja migran nonpermanen di Kabupaten Badung Propinsi Bali, yang menunjukkan bahwa variabel pendapatan merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi pengeluaran konsumsi pekerja migran nonpermanen. Teori yang dikemukakan oleh John Maynard Keynes juga mengungkapkan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat tergantung pada (berbanding lurus) dengan tingkat pendapatannya.

2. Pengaruh Jumlah Anggota Rumah Tangga terhadap Pengeluaran

Konsumsi Rumah Tangga Miskin

Didalam model konsumsi bahan makanan koefisien jumlah anggota keluarga (ART) dijumpai koefisien regresi sebesar 52541,366 dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% (tabel 4.6) hal ini berarti apabila variabel independen lain konstan, maka setiap perubahan yang terjadi pada variabel jumlah anggota keluarga dengan bertambahnyajumlah anggota keluarga 1 orang, akan menambah pengeluaran konsumsi makanan sebesar Rp 52.541,36 yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

menyebabkan bertambahnya juga beban pengeluaran keluarga. Untuk model konsumsi bukan bahan makanan koefisien regresi variabel jumlah anggota rumah tangga (ART) sebesar 46599,831 dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% (tabel 4.7) yang berarti bahwa bertambahnya jumlah anggota keluarga sebanyak 1 orang akan mempertambah pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan sebesar Rp 46.599,83.

Hasil penelitian konsisten dengan hasil penelitian dari Khairil Anwar (2007) yang menjelaskan bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin. Secara teori seperti yang dikemukakan oleh Spencer (1977) faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi antara lain; pendapatan disposable, banyaknya anggota keluarga,usia anggota keluarga, pendapatan yang terdahulu dan pengharapan akan pendapatan di masa yang akan datang. Jadi banyaknya jumlah anggota keluarga memang sangat berpengaruh terhadap besarnya jumlah pengeluaran konsumsi sauatu rumah tangga.

3. Pengaruh Jumlah Waktu Kerja terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah

Tangga Miskin

Model konsumsi bahan makanan koefisien regresi variabel jam kerja (JK) sebesar 83,626 tetapi tidak signifikan pada tingkat signifikansi 5%(tabel 4.6) hal ini berarti bahwa variabel jumlah waktu kerja tidak mempengaruhi besarnya pengeluaran konsumsi bahan makanan keluarga miskin. Demikian halnya dengan koefisien regresi untuk variabel jumlah jam kerja (JK) sebesar 515,831

commit to user

pada model konsumsi bukan bahan makanan yang juga tidak signifikan pada

Dokumen terkait