• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI KOTA SURAKARTA (STUDI KASUS KECAMATAN BANJARSARI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI KOTA SURAKARTA (STUDI KASUS KECAMATAN BANJARSARI)"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI PADA RUMAH TANGGA

MISKIN DI KOTA SURAKARTA

(STUDI KASUS KECAMATAN BANJARSARI)

SKRIPSI

Dimaksudkan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas

Maret Surakarta

oleh :

PHILIPHUS ADHI ATMA

F 0107074

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ABSTRAK

ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI KOTA SURAKARTA

(STUDI KASUS KECAMATAN BANJARSARI)

Philiphus Adhi Atma F 0107074

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh pendapatan, jumlah anggota dan juga jumlah waktu kerja terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner. Adapun data-data tersebut diperoleh dengan melakukan observasi terhadap 96 rumah tangga penerima PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta) yang menjadi sampel dalam penelitian ini.. Untuk membuktikan hipotesis penelitian digunakan model regresi linier berganda.

Hasil estimasi menemukan bahwa variabel bebas pendapatan dan jumlah anggota keluarga berpengaruh signifikan dan positif untuk kedua model (model pengeluaran konsumsi bahan makanan dan pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan), hal ini ditunjukan dengan hasil dari estimasi model regresi yang meperlihatkan tingkat siginifikansi sebesar 0,000 dibawah toleransi 0,05 untuk kedua variabel tersebut. Untuk variabel jumlah waktu kerja menunjukkan hasil positif tetapi tidak signifikan. Variasi kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan pengeluaran konsumsi bahan makanan sebesar 85,1 persen dan pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan sebesar 53,1 persen. Spesifikasi model sudah sangat baik dengan terbebasnya mdel dari pelanggaran asumsi klasik autokorelasi, multikolinieritas dan heteroskedastisitas.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diajukan beberapa saran antara lain: (1) Pemerintah kota melakukan identifikasi terhadap kemiskinan yang ada dan memberikan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan spesifikasi pendidikan dan kemampuan dari keluarga miskin, meningkatkan budaya berwirausaha dengan pemberian modal kerja bagi sektor-sektor produktif. (2) Memeratakan program bantuan bagi masyarakat miskin utnuk menekan pengeluaran konsumsi. (3) Pelaksanaan program pengentasan kemiskinan melibatkan kelembagaan lokal agar lebih tepat sasaran

(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(4)
(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia...”

(Roma 8 : 28)

’’Saya tidak berusaha mencari papan lompat setinggi 7 kaki. Tapi saya mencari papan lompat setinggi 1 kaki yang bisa saya lompati’’

(Warren Buffet) ’’Pengetahuan membuat orang bicara, kebijaksanaan membuat orang mendengarkan’’

(Jimmi Hendrix)

“CERDIK SEPERTI ULAR TULUS SEPERTI MERPATI “

(6)

commit to user

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan kepada:

© Bapak dan Ibuku

© Mas Aji

© Adekku Alvira

© Arinda Weddinia

(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera,

Segala puji bagi Yesus Kristus, yang dengan kasih-Nya, hal-hal yang baik dapat terlaksana, yang memberikan penyertaan kepada kita semua. Puji Tuhan dengan ijin dan pertolongan-Nya skripsi dengan judul “Analisis Pengeluaran Konsumsi pada Rumah Tangga Miskin di Kota Surakarta (Studi Kasus Kecamatan Banjarsari)” dapat penulis selesaikan.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persiapan, perencanaan, dan pelaksanaan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peran dan bantuan berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu dengan kerendahan hati dan ketulusan yang mendalam penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Wahyu Agung Setyo, M.Si , selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan memberikan masukan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Wisnu Untoro, MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi UNS.

3. Drs. Supriyono, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan.

(8)

commit to user

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta seluruh staff dan karyawan yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan pelayanan kepada penulis.

6. Keluarga yang senantiasa selalu mendoakan, memberi dorongan dan bimbingan kepada penulis.

7. Arinda Weddinia yang sudah mendukung, mendoakan dan juga membantu dalam proses pengerjaan skripsi ini. Mas Bandoro yang sudah membantu dalam proses olah data.

8. Teman-teman di Ekonomi Pembangunan (Andreas Tattuk Bramantya, Rurit Prasetianto, Fitriana, Benedictus Satrio, Fuadi Muslim, Rizky Saputra,).

9. Teman-teman PRPA yang telah mendukung dalam doa dan juga teman-teman Komisi Pemuda GKJ Margoyudan Surakarta atas doa, dukungan dan juga pengertiannya.

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik secara langsung maupun tidak atas bantuannya kepada penulis hingga terselesaikannya penelitian ini.

Demikian skripsi ini penulis susun dan tentunya masih banyak kekurangan yang perlu dibenahi. Semoga karya ini dapat bermafaat bagi seluruh pihak yang membaca dan terkait dengan skripsi ini.

Surakarta, November 2011

(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….………iii

HALAMAN PENGESAHAN……….………...iv

HALAMAN MOTTO……….………...…...v

HALAMAN PERSEMBAHAN………...………vi

KATA PENGANTAR………...………...vii

DAFTAR ISI...ix

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR GAMBAR...xiv

DAFTAR GRAFIK...xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah...1

B. Perumusan Masalah...8

C. Tujuan Penelitian...9

D. Manfaat Penelitian……….…...………..9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori………...11

1. Teori Konsumsi………...………...…….…….…...11

2. Fungsi Konsumsi………..…...16

(10)

commit to user

B. Jenis dan Sumber Data...…...……....…..…...…..40

C. Metode Penetapan Sampel………..………..…....……...41

D. Definisi Operasional Variabel...42

E. Teknik Analisa Data...………...…...….….…….43

1. Analisis Regresi Linier Berganda...43

2. Uji Statistik...45

a. Koefisien Determinasi (R2).………….…………..………..…..…….…45

b. Uji F………. ………..…..………..46

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian…..………....…...………52

B. Karakteristik Sosial Ekonomi………...…...………56

1. Umur Responden...56

2. Pendidikan...………....….……...……….57

3. Pekerjaan...…..….59

4. Pendapatan...61

(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

6. Kondisi Rumah Tempat Tinggal………..…………..……..64

C. Analisis Data………...…………...….…….67

1. Pengeluaran Konsumsi Bahan Makanan...67

2. Pengeluaran Konsumsi Bukan Bahan Makanan...69

3. Regresi Model Pengeluaran Konsumsi Bahan Makanan...70

4. Regresi Model Pengeluaran Konsumsi Bukan Bahan Makanan...71

5. Uji Statistik………..……...…...72

a. Koefisien Determinasi (R2)………...…...…....….72

b. Uji t……….…...…...……74

a. Pengaruh Pendapatan terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Miskin…...………...….81

b. Pengaruh Jumlah Anggota Rumah Tangga terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Miskin...82

(12)

commit to user

DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

1.1 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas

Dasar Harga Konstan Kota Surakarta tahun 2010 (Jutaan Rupiah)...5

1.2 Jumlah Keluarga Miskin per Kecamatan...….7

2.1 Kriteria Rumah Tangga Miskin menurut BPS...29

4.1 Jumlah Rumah Tangga dan Luas Wilyah di tiap Kelurahan di Kecamatan Banjarsari...53

4.2 Aktivitas Ekonomi Penduduk di Kecamatan Banjarsari ...54

4.3 Jumlah Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I di Kecamatan Banjarsari...55

4.4 Pendapatan Rumah Tangga (Rupiah Per Bulan)...61

4.5 Kondisi Rumah Tempat Tinggal Keluarga...65

4.6 Rata-rata Konsumsi Bahan Makanan Keluarga Miskin...68

4.7 Rata-rata Konsumsi Bukan Bahan Makanan Keluarga Miskin...69

4.8 Hasil Estimasi Model Konsumsi Bahan Makanan...70

4.9 Hasil Estimasi Model Konsumsi Bukan Bahan Makanan...71

(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

Makanan dan Model Konsumsi Bukan Bahan makanan...78

(14)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

2.1 Fungsi Konsumsi Masyarakat Duesenberry...15

2.2 Fungsi Konsumsi Keynes………...…………..18

2.3 Kurva Indeferens……….………...…...…...21

2.4 Kerangka Penelitian...38

3.1 Daerah Kritis Uji F ………...……...47

3.2 Daerah Kritis Uji t...48

4.1 Grafik Scatterplot model Pengeluaran Konsumsi Bahan Makanan...79

(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR GRAFIK

GRAFIK Halaman

4.1 Tingkat Pendidikan Responden...58

4.2 Profil Pekerjaan Utama Keluarga Miskin Kecamatan Banjarsari...60

4.3 Jumlah Anak Usia Sekolah...63

(16)

commit to user ABSTRAKSI

ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI KOTA SURAKARTA

(STUDI KASUS KECAMATAN BANJARSARI)

Philiphus Adhi Atma F 0107074

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh pendapatan, jumlah anggota dan juga jumlah waktu kerja terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner. Adapun data-data tersebut diperoleh dengan melakukan observasi terhadap 96 rumah tangga penerima PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta) yang menjadi sampel dalam penelitian ini.. Untuk membuktikan hipotesis penelitian digunakan model regresi linier berganda.

Hasil estimasi menemukan bahwa variabel bebas pendapatan dan jumlah anggota keluarga berpengaruh signifikan dan positif untuk kedua model (model pengeluaran konsumsi bahan makanan dan pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan), hal ini ditunjukan dengan hasil dari estimasi model regresi yang meperlihatkan tingkat siginifikansi sebesar 0,000 dibawah toleransi 0,05 untuk kedua variabel tersebut. Untuk variabel jumlah waktu kerja menunjukkan hasil positif tetapi tidak signifikan. Variasi kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan pengeluaran konsumsi bahan makanan sebesar 85,1 persen dan pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan sebesar 53,1persen. Spesifikasi model sudah sangat baik dengan terbebasnya mdel dari pelanggaran asumsi klasik autokorelasi, multikolinieritas dan heteroskedastisitas.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diajukan beberapa saran antara lain: (1) Pemerintah kota melakukan identifikasi terhadap kemiskinan yang ada dan memberikan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan spesifikasi pendidikan dan kemampuan dari keluarga miskin, meningkatkan budaya berwirausaha dengan pemberian modal kerja bagi sektor-sektor produktif. (2) Memeratakan program bantuan bagi masyarakat miskin utnuk menekan pengeluaran konsumsi. (3) Pelaksanaan program pengentasan kemiskinan melibatkan kelembagaan lokal agar lebih tepat sasaran

(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan bukan saja milik masyarakat pedesaan. Masyarakat yang tinggal

di wilayah perkotaan pun tidak luput dari masalah kemiskinan. Pertumbuhan yang cepat

di daerah-daerah perkotaan dihadapkan pada sebuah tantangan baru, yaitu penyebaran

dan peningkatan kemiskinan didaerah perkotaan (urban). Kota merupakan simbol

kemajuan peradaban, ekonomi, dan ilmu pengetahuan. Pusat kota telah menjadi sebuah

”magnet” yang menarik orang untuk menggabungkan beragam kreativitas, menciptakan

bentuk-bentuk baru dalam interaksi sosial maupun perkumpulan kolektif (Beall, 2000).

Kota telah menjadi begitu menarik, bukan hanya penduduk asli yang bertambah

populasinya namun juga karena adanya arus urbanisasi yang semakin tinggi.

Pertumbuhan hidup yang pesat dan persaingan utnuk bertahan hidup yang lebih besar

menyebabkan kesenjangan sosial di masyarakat perkotaan semakin terlihat jelas

dibandingkan dengan apa yang terjadi pada masyarakat pedesaan (Maxwell et al. 2000).

Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat

kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di

suatu wilayah lazim digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan di wilayah

(18)

commit to user

Keberhasilan dan kegagalan pembangunan acapkali diukur berdasarkan perubahan pada

tingkat kemiskinan (Suryahadi dan Sumarto, 2001).

Konsumsi keluarga merupakan salah satu kegiatan ekonomi keluarga untuk

memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa. Dari komoditi yang dikonsumsi itulah

keluarga memiliki kepuasan tersendiri. Oleh karena itu, konsumsi seringkali dijadikan

salah satu indikator kesejahteraan keluarga. Makin besar pengeluaran untuk konsumsi

barang dan jasa, maka makin tinggi tingkat kesejahteraan keluarga tersebut (Rahma,

2008).

Kebutuhan hidup manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman,

tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup saja, akan tetapi juga menyangkut

kebutuhan yang lainnya seperti kebutuhan pakaian, tempat tinggal, pendidikan,

kesehatan dan lain sebagainya sejalan dengan peningkatan pendapatan. Disatu pihak

keluarga dengan pendapatan yang lebih dari cukup cenderung mengkonsumsi secara

berlebihan, sedangkan dipihak yang lain masih banyak keluarga dengan pendapatan

yang rendah tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (Sumarwan,1993)

Sementara itu, tingkat dan struktur konsumsi rumah tangga juga mengalami

perubahan dari waktu atau antar daerah satu dengan daerah lainnya, selera, pendapatan,

dan lingkungan. Dan harus tersedia setiap saat dan bagaiman cara mendistribusikannya,

agar tidak terguncang untuk memenuhi kebutuhan dibawah tingkat kesejahteraan. Pada

dasarnya akses kebutuhan individu terhadap bahan pangan yang dibutuhkan tergantung

dari daya beli, tingkat pendapatan, harga pangan, dan kelembagaan tingkat lokal

(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Secara umum kebutuhan konsumsi/pengeluaran rumah tangga berupa kebutuhan

pangan dan kebutuhan non pangan, dimana keduanya berbeda. Pada kondisi pendapatan

yang terbatas, lebih dahulu mementingkan kebutuhan konsumsi pangan. Sehingga dapat

dilihat pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, sebagian pendapatan

digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Namun demikian seiring dengan

pergeseran dan peningkatan pendapatan, proporsi pola pengeluaran untuk makanan akan

menurun dan meningkatnya proporsi untuk kebutuhan non makanan.

Kita juga mengetahui bahwa pengeluaran konsumsi rumah tangga selalu

menduduki tingkat utama dalam pengeluaran Produk Domestik Bruto (PDB) yaitu

sekitar 60 % dari PDB tiap tahunnya dan kita menganggap konsumsi merupakan fungsi

dari pendapatan siap pakai (dissposible income) namun sebetulnya konsumsi merupakan

fungsi dari beberapa variabel yang lain (Suparmoko, 1991).

Konsep konsumsi yang merupakan konsep diIndonesiakan dari bahasa Inggris

Consumption, berarti pembelanjaan yang dilakukan untuk rumah tangga keatas

barang-barang akhir dan jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang

melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian

dan barang-barang kebutuhan mereka yang lainnya digolongkan atas pembelanjaan atau

pengeluaran konsumsi. Barang-barang yang diproduksi khusus digunakan oleh

masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Sukirno,

2000).

Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh barang dan jasa dalam

(20)

commit to user

komponen utama dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), karena itu perhatian

utama perlu dipusatkan pada analisis faktor yang menentukan pengeluaran konsumsi.

Khusus untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga ada beberapa faktor yang

menentukan, diantara faktor-faktor tersebut yang paling penting adalah tingkat

pendapatan. Semakin tinggi pendapatan suatu rumah tangga atau masyarakat

keseluruhan maka semakin tinggi pula tingkat konsumsinya. Hubungan antara konsumsi

dengan pendapatan ini disebut hasrat konsumsi atau Propensity to Consume.Sedangkan

seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli semua

kebutuhannya berupa barang, baik barang habis pakai maupun barang tahan lama dan

jasa disebut pengeluaran konsumsi (Sayuti, 1989).

(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERTANIAN 2,866.18 2,900.41 2.908,82

PENGGALIAN 1,905.23 1,862.50 1.832,36

INDUSTRI PENGOLAHAN 1,200,606.83 1,235,952.77 1.277.210,09

LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 103,020.58 111,391.58 119.194,83

BANGUNAN 583,069.88 625,624.26 671.926,83

PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 1,211,208.49 1,288,066.95 1.367.808,36

PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 449,973.94 484,827.89 514.407,73

KEUANGAN, PERSEWAAN & JS PERUSAHAAN 449,992.44 481,987.12 518.980,77

JASA-JASA / SERVICES 546,699.38 585,264.16 629.616,47

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 4,549,342.95 4,817,877.63 5.103.886,24

Sumber : Surakarta dalam Angka 2010

Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Sejalan dengan kondisi ekonomi nasional,

kinerja ekonomi Kota Surakarta padatahun 2009 mengalami peningkatan yaitu sebesar

5.90 persen, lebih tinggi dibanding tahun 2008 sebesar 5.69 persen. Pertumbuhan

ekonomi Surakarta pada tahun 2009 secara agregat cukup dinamis. Sejak terjadinya

krisis pada tahun 1997 dan tahun 1998, pertumbuhan ekonomi saat itu menurun drastis

sekitar minus 13.93 persen. Namun demikian pada periode 2001 sampai 2009,

perekonomian Surakarta menunjukan adanya perbaikan yaitu tumbuh berkisar 4 - 6

persen. Berdasarkan PDRB Kota Surakarta pada tahun 2009 atas dasar harga berlaku

sebesar 8.880.691,24 juta rupiah dan atas dasar harga konstan sebesar 4.817.877,63 juta

(22)

commit to user

menjadi 2,97 kali dari tahun 2000 dan PDRB atas dasar harga konstan meningkat

menjadi 1,61 kali.

Pendapatan perkapita dapat dijadikan salah satu indikator guna melihat

keberhasilan pembangunan perekonomian disuatu wilayah. Perkembangan pendapatan

perkapita di Kota Surakarta atas dasar harga berlaku,menunjukan adanya peningkatan

dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 pendapatan perkapita masih mencapai angka

sebesar 5.336.870,05 rupiah, tahun 2009 sudah menjadi 14.665.886,47 rupiah atau

naik sebesar 10,93 persen dari tahun 2008. Dengan adanya peningkatan dalam

pendapatan per kapita masyarakat tentunya pasti akan berdampak pada sektor riel dan

mempengaruhi juga perubahan dalam pola konsumsi masyarakat lokal daerah tersebut.

Selain tingkat pendapatan atau gaji/upah rata-rata yang diterima rumah tangga

ada variabel lain yang juga berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi, salah satu

variabel tersebut adalah jumlah anggota rumah tangga dalam satu rumah.. Semakin

besar jumlah anggota rumah tangga tanpa diikuti dengan peningkatan pendapatan

menyebabkan konsumsi per kapita akan semakin kecil sehingga peluang miskin menjadi

semakin besar. Jumlah anggota rumah tangga yang besar pada rumah tangga miskin

disebabkan oleh tingkat kelahiran yang tinggi. Angka kematian bayi di kalangan rumah

tangga miskin membuat mereka cenderung untuk lebih banyak melahirkan untuk

menggantikan bayi-bayi yang telah meninggal tersebut, hal ini akan meningkatkan

(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam tabel diatas dapat dilihat bahwa dari lima kecamatan yang ada di Kota

Surakarta yang paling banyak mempunyai jumlah keluarga miskin adalah di

Kecamatan Banjarasari. Jumlah keluarga miskin suatu daerah dapat dilihat dari data

jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I, seperti tampak pada tabel 1.2

jumlah keluarga miskin di kecamatan ini sebanyak 11.073 (3.477 Pra-KS + 7626

KS1).

Suatu hal yang sulit dalam menentukan kriteria miskin pada masyarakat

Indonesia pada umumnya sebagaimana juga terjadi di Kota Surakarta. Dalam

hal-hal tertentu masyarakat akan terusik jika bila dimasukkan dalam kategori miskin,

sementara disaat yang lain justru banyak masyarakat yang masuk dalam kategori

(24)

commit to user

pendekatan yang komprehensif untuk menentukan masyarakat masuk dalam

kategori miskin atau tidak melalui pendekatan pengeluaran konsumsi rumah tangga

di Kota Surakarta, agar kebijakan-kebijakan pemerintah dalam penanggulangan

kemiskinan dapat tepat sasaran.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk menganalisa pengaruh

pendapatan, jumlah anggota rumah tangga dan juga jumlah waktu kerja terhadap

pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin, Dalam penelitian ini, penulis

menggunakan Kota Surakarta sebagai tempat penelitian dan Kecamatan Banjarsari

sebagai studi kasus dalam penelitian dengan dasar bahwa daerah tersebut paling

banyak terdapat jumlah keluarga miskin, oleh karena itu penulis mengambil judul:

ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI PADA RUMAH TANGGA

MISKIN DI KOTA SURAKARTA (STUDI KASUS KECAMATAN

BANJARSARI)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis membuat

perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi rumah

tangga miskin di Kecamatan Banjarsari?

2. Bagaimana pengaruh jumlah anggota keluarga terhadap pengeluaran

(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

3. Bagaimana pengaruh Jumlah waktu kerja terhadap pengeluaran konsumsi

rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk menganalisis

tingkat kemiskinan pada rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi

rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari.

2. Untuk mengetahui pengaruh jumlah anggota keluarga terhadap

pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari.

3. Untuk mengetahui pengaruh jumlah waktu kerja terhadap pengeluaran

konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan

bagi pihak-pihak yang terkait khususnya pemerintah dalam menentukan

langkah-langkah dan merumuskan kebijakan-kebijakan yang terkait

dengan pengambilan keputusan dalam penanggulangan kemiskinan di

(26)

commit to user

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana yang baik untuk

menambah informasi dan wawasan bagi para pembaca yang tertarik

dengan permasalahan kemiskinan.

3. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan referensi

(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Konsumsi

Samuelson (1991) menyebutkan salah satu tujuan ekonomi adalah

untuk menjelaskan dasar-dasar perilaku konsumen. Pendalaman tentang

hukum permintaan dan kecenderungan orang untuk membeli banyak barang

saat harga barang tersebut rendah dan begitu juga sebaliknya. Dasar

pemikirannya tentang perilaku konsumen bahwa orang cenderung untuk

memilih barang dan jasa yang nilai kegunaannya paling tinggi.

Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa

yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi

kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan

masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka

yang lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang

diproduksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi

kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 2004).

Nurhadi (2002:22) konsumsi adalah kegiatan manusia menggunakan

atau memakai barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan. Mutu dan

jumlah barang atau jasa dapat mencerminkan tingkat kemakmuran

(28)

commit to user

barang atau jasa yang dikonsumsi, berarti semakin tinggi pula tingkat

kemakmuran konsumen yang bersangkutan sebaliknya semakin rendah

mutu kualitas dan semakin sedikit jumlah barang atau jasa yang

dikonsumsi, berarti semakin rendah pula tingkat kemakmuran konsumen

yang bersangkutan. Masih menurut Nurhadi (2002:23) tujuan konsumsi

adalah untuk mencapai kepuasan maksimum dari kombinasi barang dan jasa

yang digunakan.

Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga

membuat dugaan-dugaan tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan

observasi kasual. Pertama dan terpenting Keynes menduga bahwa,

kecenderungan mengkonsumsi marginal atau MPC (marginal propensity to

consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan

adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal

merupakan rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan

pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan fiskal, untuk

mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan

fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi. Kedua,

Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang

disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata atau APC (average

propensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Keynes percaya

bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia barharap orang kaya

menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan merupakan

(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga

terhadap konsumsi hanya sebatas teori.

Pengeluaran konsumsi masyarakat/rumah tangga merupakan salah

satu variabel makro ekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah

bagian dari pendapatan yang dibelanjakan. Apabila

pengeluaran-pengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu negara dijumlahkan, maka

hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara yang

bersangkutan. Menurut Rahardja (2001), pengeluaran konsumsi terdiri atas

konsumsi pemerintah (government consumption) dan konsumsi masyarakat

atau rumah tangga (household consumption).

James Duesenberry dalam bukunya Income, Saving and The Theory

of Consumer Behavior mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu

masyarakat ditentukan oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah

dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak

mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat

konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya saving. Apabila

pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan bertambah, tetapi

bertambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan saving akan bertambah besar

dengan pesatnya. Kenyataan ini terus kita jumpai sampai tingkat pendapatan

tertinggi yang pernah dicapai, tercapai kembali. Sesudah puncak dari

pendapatan sebelumnya telah dilalui, maka tambahan pendapatan akan

banyak menyebabkan bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi,

(30)

commit to user

(Reksoprayitno, 2000). Dalam teorinya, Duesenberry menggunakan dua

asumsi yaitu:

a). Selera sebuah rumah tangga atas barang konsumsi adalah

interdependen. Artinya pengeluaran konsumsi rumah tangga

dipengaruhi oleh pengeluaran yang dilakukan oleh orang sekitarnya.

b). Pengeluaran konsumsi adalah irreversible. Artinya pola pengeluaran

seseorang pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola

pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan (Guritno,

1998).

Bentuk fungsi konsumsi masyarakat menurut Duesenberry adalah

sebagai berikut:

C / Yt = f [ Y / Y* ] ………...(2.1)

Di mana:

Yt = pendapatan pada tahun t

Y* = pendapatan tertinggi yang pernah dicapai pada masa lalu

Bentuk fungsi konsumsi masyarakat menurut Duesenberry tersebut

(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

CL menunjukkan besarnya pengeluaran konsumsi jangka panjang.

Apabila pendapatan sebesar OYo, maka besarnya pengeluaran konsumsi

yang terjadi adalah BYo, apabila pendapatan mengalami penurunan dari

OY0 menjadi OY1, maka pengeluaran konsumsi tidak langsung turun ke

titik E pada kurva pengeluaran jangka panjang (C) namun ke titik A pada

kurva pengeluaran konsumsi jangka pendek C1. Dalam hal ini pada saat

terjadinya penurunan pendapatan, pengeluaran konsumsi rumah tangga

tidak turun drastis melainkan bergerak turun secara perlahan.

Dari pengamatan yang dilakukan Duesenberry mengenai pendapatan

relatif secara memungkinkan terjadi suatu kondisi yang demikian, apabila

seseorang pendapatannya mengalami kenaikan maka dalam jangka pendek

tidak akan langsung menaikkan pengeluaran konsumsi secara proporsional

dengan kenaikan pendapatan, akan tetapi kenaikan pengeluaran

konsumsinya lambat karena seseorang lebih memilih untuk menambah

jumlah tabungan (saving), dan sebaliknya bila pendapatan turun seseorang Gambar 2.1

(32)

commit to user

tidak mudah terjebak dengan kondisi konsumsi dengan biaya tinggi (high

consumption).

Rumah tangga menerima pendapatan dari tenaga kerja dan modal

yang mereka miliki membayar pajak kepada pemerintah dan kemudian

memutuskan berapa banyak dari pendapatan setelah pajak digunakan untuk

konsumsi dan berapa banyak yang ditabung (Mankiw, 2003:51).

2. Fungsi Konsumsi

Dornbusch dan Fisher (1994:235) mengungkapkan bahwa terdapat

hubungan yang erat dalam praktek antara pengeluaran konsumsi dengan

pendapatan disposibel. Lebih lanjut Dornbusch melihat bahwa individu

merencanakan konsumsi dan tabungan mereka untuk jangka panjang dengan

tujuan untuk mengalokasikan konsumsi mereka dengan cara terbaik yang

mungkin selama hidup mereka. Lebih lanjut Dumairy (1996) menyebutkan

jika konsumsi berbanding lurus dengan pendapatan.

Dalam teori makro ekonomi dikenal berbagai variasi model

konsumsi. Fungsi ekonomi yang paling dikenal dan sangat lazim ditemukan

adalah fungsi ekonomi Keynesian :

C = ƒ (Y)...(2.2)

atau

(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Persamaan ini menyatakan bahwa konsumsi adalah fungsi dari

disposable income. Hubungan antara konsumsi dan disposable income

disebut consumption function (Mankiw, 2003:52). Secara lebih sepesifik

Keynes memasukkan komponen marginal propensity to consume (MPC)

kedalam persamaan konsumsinya sehingga menjadi:

C = c0 + c1Y , c0 > 0 , 0 < c < 1...(2.4)

John Maynard Keynes menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi

masyarakat tergantung pada (berbanding lurus) dengan tingkat

pendapatannya. Secara lebih spesifik, Keynes memasukkan komponen MPC

ke dalam persamaan konsumsinya yang secara matematis ditulis sebagai

berikut (Mankiw, 2003):

C = a + bY, a > 0, 0 < b < 1 ...(2.5)

Keterangan:

C = Pengeluaran untuk konsumsi

a = Besarnya konsumsi pada tingkat pendapatan nol

b = Besarnya tambahan konsumsi karena tambahan pendapatan atau MPC

(34)

commit to user

Secara grafis, fungsi konsumsi Keynes digambarkan sebagai berikut:

Pada Gambar fungsi konsumsi Keynes tidak melalui titik 0 tetapi

melalui titik C0. Konsekuensinya adalah apabila pendapatan nasional

meningkat akan memberikan dampak penurunan terhadap APC. Jika hal ini

terjadi maka dalam fungsi konsumsi Keynes akan terlihat pertama,

peningkatan pendapatan masih diikuti oleh peningkatan konsumsi, kedua,

pada saat garis konsumsi C memotong garis 0Y maka peningkatan

pendapatan akan diiringi penurunan APC.

Milton Friedman dengan teori pendapatan permanennya

mengemukakan bahwa orang menyesuaikan perilaku konsumsi mereka

dengan kesempatan konsumsi permanen atau jangka panjang, dan bukan

dengan tingkat pendapatan mereka yang sekarang (Dornbusch and Fisher,

2004). Dalam bentuk yang paling sederhana, hipotesis pendapatan Gambar 2.2

(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

permanen dari perilaku konsumsi berpendapat bahwa konsumsi itu adalah

proporsional terhadap pendapatan permanen, yaitu:

C = cYP ...(2.6)

di mana YP merupakan pendapatan permanen. Dari persamaan (2.6),

konsumsi bervariasi menurut proporsi yang sama dengan pendapatan

permanen. Kenaikan 5% dalam pendapatan permanen akan menaikkan

konsumsi sebesar 5%. Lebih jauh hipotesis Friedman menjelaskan bahwa

konsumsi pada saat ini tidak tergantung pada pendapatan saat ini tetapi pada

expected normal income (rata-rata pendapatan normal). Bentuk lain fungsi

konsumsinya adalah:

C = f (YP,i)...(2.7)

di mana YP adalah permanent income dan i adalah real interest rate.

Konsumsi adakalanya tidak sesuai dengan yang diharapkan, hal ini

terjadi karena keterbatasan anggaran. Fisher mencoba membuat persamaan

yang menganalisis tentang batas anggaran untuk konsumsi pada dua

periode, yaitu: pada periode pertama, tabungan sama dengan pendapatan

dikurangi konsumsi:

S = Y1 – C1 ... (2.8)

dalam periode kedua, konsumsi sama dengan akumulasi tabungan (termasuk

(36)

commit to user

C2 = (1 + r)S + Y2 ...(2.9)

di mana r adalah tingkat bunga riil, variabel S menunjukkan tabungan atau

pinjaman dan persamaan ini berlaku dalam kedua kasus. Jika konsumsi pada

periode pertama kurang dari pendapatan periode pertama, berarti konsumen

menabung dan S lebih besar dari nol. Jika konsumsi periode pertama

melebihi pendapatan periode pertama, konsumen meminjam dan S kurang

dari nol. Untuk menderivasi batas anggaran konsumen, maka kombinasi

persamaan (2.8) dan persamaan (2.9) menghasilkan persamaan:

C2 = (1 + r) (Y1 – C1) + Y2 ...(2.10)

persamaan ini menghubungkan konsumsi selama dua periode dengan

pendapatan dalam dua periode. Prefensi konsumen yang terkait dengan

konsumsi dalam dua periode dapat ditampilkan dalam kurva indiferens.

Kurva ini menunjukan kombinasi dari konsumsi periode pertama dan kedua

(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Gambar tersebut menunjukkan dua dari banyak kurva indeferen.

Kurva indeferen yang lebih tinggi seperti IC2 lebih disukai daripada kurva

indeferen yang lebih rendah IC1. Konsumen tetap senang mengkonsumsi

pada titik Y, X, dan W tetapi lebih menyukai titik Z (Mankiw 2003:431).

Berbagai teori modern tentang konsumsi lebih jauh

mengkombinasikan pembentukan ekspektasi melalui pendekatan

pendapatan permanen dan pendekatan daur hidup yang menggunakan

variabel kekayaan dan demografis (Dornbusch and Fisher, 2004). Suatu

(38)

commit to user

C= aWR + bθYD + b(1 – θ) YD-1 ...(2.11)

di mana WR adalah kekayaan riil, YD adalah pendapatan disposable tahun

ini, YD-1 adalah pendapatan disposable tahun lalu. Persamaan (2.9)

memperlihatkan peranan kekayaan yang mempunyai pengaruh penting

terhadap pengeluaran konsumsi.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi

Begitu pentingnya bahasan tentang konsumsi sehingga banyak ahli

lainnya yang turut membahas tentang determinan konsumsi. Misalnya,

Spencer (1977), menurutnya, faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi

diantaranya adalah pendapatan disposable yang merupakan faktor utama,

banyaknya anggota keluarga, usia anggota keluarga, pendapatan yang

terdahulu dan pengharapan akan pendapatan di masa yang akan datang.

Menurut Samuelson (1999) bahwa faktor-faktor pokok yang

mempengaruhi dan menentukan jumlah pengeluaran untuk konsumsi adalah

pendapatan disposable sebagai faktor utama, pendapatan permanen dan

pendapatan menurut daur hidup, kekayaan dan faktor permanen lainnya

seperti faktor sosial dan harapan tentang kondisi ekonomi di masa yang

akan datang.

Parkin (1993) sependapat dengan teori ahli-ahli lainnya bahwa

pengeluaran konsumsi rumah tangga ditentukan oleh banyak faktor. Namun

menurut Parkin yang paling penting dari faktor-faktor yang menentukan

(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

pengharapan terhadap pendapatan di masa yang akan datang (expected

future income).

Nicholson (1991) menyatakan bahwa persentase pendapatan yang

dibelanjakan untuk pangan cenderung turun jika pendapatan meningkat.

Kondisi ini menunjukkan adanya hubungan yang terbalik antara persentase

kenaikan pendapatan dengan persentase pengeluaran untuk pangan.

Keadaan ini lebih dikenal dengan Hukum Engel (Engel’s Law).

Dalam hukum Engel dikemukakan tentang kaitan antara tingkat

pendapatan dengan pola konsumsi. Hukum ini menerangkan bahwa

pendapatan disposable yang berubah-ubah pada berbagai tingkat

pendapatan, dengan naiknya tingkat pendapatan maka persentase yang

digunakan untuk sandang dan pelaksanaan rumah tangga adalah cenderung

konstan. Sementara persentase yang digunakan untuk pendidikan, kesehatan

dan rekreasi semakin bertambah.

Kadariah (1996:21) menambahkan bahwa pada umunya golongan yang

berpendapatan rendah mengeluarkan sebagian besar dari pendapatannya

untuk keperluan hidup yang mutlak seperti; pangan, perumahan, dan

sandang. Makin tinggi pendapatan seseorang, makin kecil pengeluaran yang

(40)

commit to user 4. Kemiskinan

a. Konsep dan Pengertian

Memahami masalah kemiskinan seringkali memang menuntut

adanya upaya untuk melakukan pendefinisian dan pengukuran. Sehubungan

dengan hal ini, perlu disadari bahwa masalah kemiskinan telah dipelajari

oleh berbagai ilmuwan sosial yang berasal dari latar belakang disiplin yang

berbeda. Oleh sebab itu, wajar pula apabila kemudian dijumpai berbagai

konsep dan cara pengukuran tentang masalah kemiskinan. Dalam konsep

ekonomi misalnya, studi masalah kemiskinan akan segera terkait dengan

konsep standart hidup, pendapatan dan distribusi pendapatan. Sementara itu,

ilmuwan sosial yang lain tidak ingin berhenti pada konsep-konsep tersebut,

melainkan mengkaitkan dengan konsep kelas, stratifikasi sosial, struktur

sosial dan bentuk-bentuk diferensiasi sosial yang lain (Soetomo:1995:117).

Bank dunia mendefinisikan kemiskinan sebagai Poverty is concern

with absolute standart of living of part of society the poor in equality refers

to relative living standarts across the whole society. Dari definisi tersebut

dapat diketahui bahwa kemiskinan adalah terkait dengan batas absolut

standart hidup sebagian masyarakat miskin. Dengan demikian

pengertiannya, maka apabila berbicara tentang kemiskinan akan

menyangkut standart hidup relatif dari masyarakat. Jika demikian halnya,

(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

dengan nilai kebutuhan hidup minimum seseorang pada kurun waktu

tertentu (Sumodiningrat, 1999).

Menurut Sajogyo dalam Prayitno (1998) kemiskinan didefinisikan

sebagai suatu tingkatan kehidupan yang berada di bawah standar kebutuhan

hidup minimal yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan pokok pangan yang

membuat orang cukup bekerja dan hidup sehat berdasar atas kebutuhan

beras dan kebutuhan gizi. Sementara itu, menurut Emil Salim dalam

Cahyono (1993) kemiskinan merupakan keadaan penduduk yang meliputi

hal-hal yang tidak memiliki mutu tenaga kerja tinggi, jumlah modal yang

memadai, luas tanah dan sumber alam yang cukup, keaslian dan ketrampilan

yang tinggi, kondisi fisik dan rohaniah yang baik, dan rangkuman hidup

yang memungkinkan perubahan dan kemajuan.

Kemiskinan mempunyai pengertian yang luas dan tidak mudah

untuk mengukurnya. Secara umum ada dua macam ukuran kemiskinan yang

biasa digunakan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif (Arsyad,

1997):

1). Kemiskinan Absolut. Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan

dengan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan dibatasi

pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang

memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Bila pendapatan

tidak mencapai kebutuhan minimum, maka orang tersebut dapat

(42)

commit to user

membandingkan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan hidup. Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas

antara keadaan miskin dan tidak miskin atau sering disebut sebagai garis

batas kemiskinan.

2). Kemiskinan Relatif. Seseorang yang sudah mempunyai tingkat

pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu

berarti miskin. Hal ini terjadi karena kemiskinan lebih banyak ditentukan

oleh keadaan sekitarnya, walaupun pendapatannya sudah mencapai

tingkat kebutuhan dasar minimum tetapi masih jauh lebih rendah

dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya, maka orang tersebut masih

berada dalam keadaan miskin. Berdasarkan konsep kemiskinan relatif

ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat hidup

masyarakat berubah. Dengan menggunakan ukuran pendapatan, keadaan

ini dikenal sebagai ketimpangan distribusi pendapatan. Semakin besar

ketimpangan antara golongan atas dan golongan bawah, maka akan

semakin besar pula jumlah penduduk yang dikategorikan miskin. Konsep

kemiskinan ini relatif bersifat dinamis, sehingga kemiskinan akan selalu

ada.

Dalam beberapa literatur lain, beberapa ahli menjelaskan beberapa

penyebab kemiskinan. Menurut Kartasasmita (1999) kemiskinan disebabkan

(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

1). Rendahnya taraf pendidikan. Taraf pendidikan yang rendah

mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan

menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki.

2). Rendahnya derajat kesehatan. Taraf kesehatan dan gizi yang rendah

menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir, dan prakarsa.

3). Terbatasnya lapangan kerja. Keadaan kemiskinan karena kondisi

pendidikan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada

lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk

memutuskan lingkaran kemiskinan tersebut.

4). Kondisi keterisolasian. Banyak penduduk miskin, secara ekonomi tidak

berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga

sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan,

dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.

Selain definisi dan penyebab kemiskinan, menurut Sumodiningrat

(1999) terdapat beberapa pola kemiskinan antara lain yaitu:

1). Presistent Poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau

turun-temurun. Daerah yang mengalami kemiskinan ini pada umumnya

merupakan daerah kritis sumber daya alam atau terisolasi.

2). Cyclical Poverty, yaitu pola kemiskinan yang mengikuti pola siklus

(44)

commit to user

3). Seasonal Poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti yang sering

dijumpai pada kasus-kasus nelayan dan petani tanaman pangan.

4). Accidental Poverty, yaitu kemiskinan karena terjadi bencana alam atau

dampak dari suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan menurunnya

tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.

5. Rumah Tangga Miskin

a. Pengertian

Kemiskinan merupakan refleksi dari ketidakmampuan seseorang

untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan standar yang berlaku. Saat ini

sudah cukup banyak ukuran dan standar yang dikeluarkan oleh para pakar

dan lembaga mengenai batas garis kemiskinan.

Standar kemiskinan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal

Agraria dalam Nawawi (1997), adalah berdasarkan konsumsi sembilan

bahan pokok yang dihitung berdasarkan harga setempat. Standar kebutuhan

minimum perorang per bulan : 100 kg beras, 60 liter minyak tanah, 15 kg

ikan asin, 6 kg gula pasir, 4 meter tekstil kasar, 6 kg minyak goreng, 2 meter

(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Sumber : Badan Pusat Statistik 2010

BKKBN mengambil keluarga batih sebagai unit pengertian,

namun tidak menggunakan konsep kemiskinan, melainkan konsep

kesejahteraan. Konsep kesejahteraan di sini jelas terkait dengan taraf hidup

No. Variabel Kriteria Rumah Tangga Miskin

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal Kurang dari 8 m² per orang

2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal Tanah/bambu/kayu murahan

3. Jenis dinding tempat tinggal Bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester 4. Fasilitas tempat buang air besar Tidak punya/bersama-sama dengan

rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah Bukan listrik

6. Sumber air minum Sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari Kayu bakar/arang/minyak tanah

8. Konsumsi daging / susu/ ayam per minggu

Tidak pernah mengkonsumsi/hanya satu kali perminggu

9. Pembelian pakaian baru untuk setiap ART dalam setahun

Tidak pernah membeli/hanya membeli satu stel dalam setahun

10. Makanan dalam sehari untuk tiap ART Hanya satu kali makan/dua kali makan dalam sehari

11. Kemampuan membayar untuk berobat ke Puskesmas/Poliklinik

Tidak mampu membayar untuk berobat

12. Lapangan Pekerjaan utama kepala rumah tangga

Petani dengan luas lahan 0,5 ha/buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan Rp 600,000 per bulan

13. Pendidikan tertinggi kepala keluarga Tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya tamat SD

14. Pemilikan asset/tabungan Tidak punya tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp 500,000 seperti sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

(46)

commit to user

dan garis kemiskinan. Dengan sejumlah indikator yang dibuat oleh

BKKBN, klasifikasi keluarga terdiri dari :

1). Keluarga Pra Sejahtera (Sangat Miskin). Belum dapat memenuhi salah

satu atau lebih indikator yang meliputi:

a). Indikator Ekonomi; Makan dua kali atau lebih sehari, memiliki

pakaian yang berbeda untuk aktivitas (misalnya di rumah, bekerja/

sekolah dan bepergian), bagian terluas lantai rumah bukan dari

tanah.

b). Indikator Non-Ekonomi; Melaksanakan ibadah, bila anak sakit

dibawa ke sarana kesehatan.

2). Keluarga Sejahtera I (Miskin) Adalah keluarga yang karena alasan

ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator meliputi:

a). Indikator Ekonomi; Paling kurang sekali seminggu keluarga makan

daging atau ikan atau telor, setahun terakhir seluruh anggota

keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru, luas

lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni.

b). Indikator Non-Ekonomi; Ibadah teratur, sehat tiga bulan terakhir,

punya penghasilan tetap, usia 10-60 tahun dapat baca tulis huruf

(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

3). Keluarga Sejahtera II. Keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat

memenuhi salah satu atau lebih indikator meliputi; Memiliki tabungan

keluarga, makan bersama sambil berkomunikasi, mengikuti kegiatan

masyarakat, rekreasi bersama (6 bulan sekali), meningkatkan

pengetahuan agama, memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan

majalah.

4). Keluarga Sejahtera III

a). Sudah dapat memenuhi beberapa indikator, meliputi; Memiliki

tabungan keluarga, makan bersama sambil berkomunikasi, mengikuti

kegiatan masyarakat, rekreasi bersama (6 bulan sekali),

meningkatkan pengetahuan agama, memperoleh berita dari surat

kabar, radio, TV, dan majalah, menggunakan sarana transportasi.

b). Belum dapat memenuhi beberapa indikator, meliputi; Aktif

memberikan sumbangan material secara teratur, aktif sebagai

pengurus organisasi kemasyarakatan.

5). Keluarga Sejahtera III Plus. Sudah dapat memenuhi beberapa indikator

meliputi; Aktif memberikan sumbangan material secara teratur, aktif

sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan.

Rumah tangga dirumuskan sebagai unit masyarakat kecil yang terdiri

dari ayah, ibu, dan anak. Pengertian rumah tangga dapat dilihat dari arti

sempit dan arti luas. Rumah tangga dalam arti sempit didefenisikan dengan

(48)

commit to user

dewasa/belum kawin. Sedangkan rumah tangga dalam arti yang lebih luas

adalah satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan suatu

lingkungan keluarga yang luas daripada hanya ayah, ibu dan anak-anaknya.

Jadi yang dimaksud dengan rumah tangga miskin adalah suatu unit

masyarakat yang terkecil yang mempunyai hubungan biologis yang hidup

dan tinggal dalam satu rumah yang standart ekonominya lemah atau tingkat

pendapatannya relatif kurang untuk memenuhi kebutuhan dasar pokok

seperti sandang, pangan dan papan.

B. Penelitian Terdahulu

Susanti (2000) mengemukakan bahwa perkembangan rata-rata

pengeluaran konsumsi rumah tangga di Aceh periode 1986-1998 sebesar 5,2

persen per tahun. Pertumbuhan PDRB membawa pengaruh yang positif

terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga di Aceh. Hal tersebut

ditunjukan dengan hasil regresi yang didapat C = 409,160 + 0,61897 PDRB.

Sehingga membuktikan bahwa setiap perubahan dari pendapatan memberi

efek pada konsumsi.

Darma (2003) Hasil estimasi pada masing-masing kelompok pengeluaran

yang mengikut sertakan variabel sosial dan ekonomi keluarga, jenis mata

pencaharian kepala keluarga, tingkat pendidikan kepala keluarga, dan tempat

tinggal keluarga terhadap nilai garis kemiskinan. Nilai kemiskinan

berdasarkan aktivitas ekonomi rendah (J1) Rp 70986,635 dan aktivitas

(49)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

jenis mata pencaharian petani (M1) Rp 138309,885 jenis mata pencaharian

buruh tani (M2) Rp 167377,727, jenis mata pencaharian pedagang kaki lima

(M3) Rp 211600,798. Nilai garis kemiskinan berdasar pendidikan tinggi (S3)

Rp 89164,591. Nilai garis kemiskinan berdasar jumlah anggota keluarga 3

(A3) Rp 255304, berdasar jumlah anggota keluarga 4 (A4) Rp 451203,108,

berdasar jumlah anggota keluarga 5 (A5) Rp 384799,381.

Marsidin (2002) “Determinan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Berstatus Buruh/Karyawan di Indonesia (Analisis Data Susenas 2000)”.

Penelitian ini memberikan gambaran apa saja faktor-faktor yang menjadi

determinan pengeluaran konsumsi rumah tangga dengan status pekerjaan

utama adalah buruh/karyawan di Indonesia pada tahun 2000. Faktor-faktor

yang berpengaruh dalam pengeluaran konsumsi itu dikelompokan menjadi

dua bagian yaitu variabel ekonomi (gaji/upah) dan variabel non ekonomi

(karakteristik demografi, pendidikan, dan kesehatan). Data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data Survei Ekonomi Sosial Nasional (Susenas)

KOR Tahun 2000, sedang metode analisis yang digunakan adalah deskriptif

dan inferensial dengan metode regresi double log. Berdasarkan analisis

deskriptif ditemukan bahwa sekitar 53,5 persen dari 54.051 kepala rumah

tangga buruh/karyawan di Indonesia berpendidikan dibawah SLTA,

selanjutnya sebesar 4,8 persen dari jumlah kepala keluarga tersebut masih

menerima gaji/upah kurang dari Rp 200.000 ,- atau dibawah standar UMP

(50)

commit to user

pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi tergantung dari pendidikan, usia,

dan daerah tempat tinggal kepala rumah tangga.

Siti Rochaeni, Erna Lokollo (2005) “Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Keputusan Ekonomi Rumah Tangga Petani di Kelurahan

Situgede Kota Bogor”. Penelitian yang membahas strategi rumah tangga

untuk hidup sejahtera ditunjukkan oleh alokasi waktu kerja anggota rumah

tangga untuk kegiatan mencari nafkah, pekerjaan rumah tangga dan kegiatan

lainnya. Tujuan dalam penelitian adalah menganalisis (1) alokasi waktu kerja

anggota rumah tangga pada usaha tani dan non usahatani, (2) Kontribusi

pendapatan anggota rumah tangga petani yang berasal dari usaha tani padi

dan non usahatani, (3) pola pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi dan

investasi, dan (4) faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan ekonomi

keluarga petani. Untuk menjawab tujuan tersebut digunakan analisis tabulasi

dan model persamaan simultan yang diduga dengan metode two Stage Least

Squares (2SLS). Hasil penelitian menunjukakan bahwa waktu kerja anggota

rumah tangga para petani di Kelurahan Setugede Bogor lebih banyak

ditujukkan pada usaha nontani daripada usaha pertanian, karena pendapatan

dari non usahatani lebih besar. Curahan waktu kerja suami pada non

usahatani padi berpengaruh negatif dan memberikan respon inelastis

terhadap curahan waktu kerja suami pada usahatani padi, tetapi berpengaruh

positif terhadap dan memberikan respon elastis terhadap pendapatan suami

dari usaha nontani. Kontribusi pendapatan rumah tangga petani dari

(51)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Pengeluaran total rumah tangga petani sebesar 73,29 persen dari pendpatan

yang terdiri dari konsumsi sebesar 50,52 persen dan investasi sebesar 22,77

persen.

Ni Luh Sili Antari (2006) “Pengaruh Pendapatan, Pendidikan, dan

Remitan terhadap Pengeluaran Konsumsi Pekerja Migran Nonpermanen Di

Kabupaten Badung (Studi Kasus pada Dua Kecamatan di Kabupaten

Badung)”. Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah tujuan migran

di Propinsi Bali karena merupakan daerah pusat pemerintahan, ekonomi dan

perdagangan, pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pusat daerah wisatawan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan konsumsi antara

pekerja migran nonpermanen yang berasal dari Bali dan berasal dari luar

Bali. Data yang digunakan adalah data primer yang didapat dari 160

responden yang berada di dua desa yang ada di Kabupaten Bandung, yaitu;

Jimbaran dan Dalung. Analisis data yang digunakan adalah regresi linier

berganda, pengujian asumsi klasik, F-tes, t-test, dan analisis variabel

dominan. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap data yang

dikumpulkan Hasrat konsumsi marginal pekerja migran nonpermanen

asal Bali (koefisien pendapatan = 0,248) lebih besar dari pada hasrat

konsumsi marginal pekerja migran nonpermanen asal luar Bali (koefisien

pendapatan = 0,133). Variabel pendapatan, pendidikan dan remitan

berpengaruh signifikan secara simultan terhadap pengeluaran konsumsi

pekerja migran nonpermanen di Kabupaten Badung pada toleransi kesalahan

(52)

commit to user

dan signifikan terhadap pengeluaran konsumsi pekerja migran nonpermanen

di Kabupaten Badung. Variabel remitan berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap pengeluaran konsumsi pekerja migran nonpermanen di Kabupaten

Badung pada toleransi kesalahan 1 persen. Variabel yang berpengaruh

dominan terhadap pengeluaran konsumsi pekerja migran nonpermanen di

Kabupaten Badung menggunakan analisis variabel yang dominan diperoleh

hasil variabel pendapatan memiliki nilai beta tertinggi yaitu sebesar 0,412

Khairil Anwar (2007) “Analisis Determinan Pengeluaran Konsumsi

Rumah Tangga Masyarakat Miskin di Kabupaten Aceh Utara”. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui determinasi variabel pendapatan, aktivitas

ekonomi, dan anggota rumah tangga, juga perbedaan lokasi tempat tinggal

terhadap konsumsi masyarakat miskin di Kabupaten Aceh Utara. Metode

yang digunakan adalah model regresi linier berganda, dengan mensifikasi

dalam metode Least Square Dummy Variabel (LSDV). Data yang digunakan

merupakan data cross-section yang dikumpulkan melalui kuisioner.

Obsrevasi dilakukan kepada 180 kepala keluarga yang dibagi secara merata

pada tiga kluster, yaitu; pesisir, pedalaman, dan perkotaan. Hasil estimasi

menunjukan bahwa semua variabel bebas bertanda positif dan signifikan

mempengaruhi besarnya konsumsi makanan, sebaliknya bertanda negatif dan

signifikan terhadap pengeluaran konsumsi bukan makanan. Variasi

kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan besarnya konsumsi makanan

(53)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Spesifikasi model sudah sangat baik dengan terbebasnya model dari

pelanggaran asumsi klasik multikolinieritas dan heteroskedastisitas.

Handi Prasetyo (2009) yang berjudul “Analisis Tingkat Kemiskinan

pada Rumah Tangga Miskin di Kota Batu”. Penelitian ini merupakan

penelitian survei, yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik rumah

tangga miskin yang ada di Kota Batu dan pengaruh pendidikan serta jumlah

tanggungan keluarga terhadap pendapatan rumah tangga miskin di Kota

Batu. Dimana teknik analisis dilakukan dengan menggunakan regresi linier

berganda. Berdasarkan penelitianan pengujian yang dilakukan diperoleh

hasil bahwa karakteristik rumah tangga miskin di Kota Batu adalah

mayoritas kepala rumah tangga miskin bermata pencaharian sebagai petani,

dengan tingkat pendidikan mayoritas hanya tamatan SD dan tingkat

pendapatan berkisar antara Rp 150.000-Rp 340.000. Berdasarkan analisis

regresi linier berganda diperoleh hasil nilai korelasi ganda (R) sebesar 0,368

dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,135. Sehingga dapat diartikan

bahwa tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan keluarga memiliki

kontribusi pengaruh atas jumlah pendapatan yang dihasilkan rumah tangga

miskin di Kota Batu sebesar 13,5%, sedangkan sisanya sebesar 86,5%

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diuji dalam penelitian ini.

Pengujian secara \keseluruhan diperoleh nilai Fhitung sebesar 29,124 dan

Ftabel sebesar 3,019 karena Fhitung > Ftabel, artinya tingkat pendidikan dan

jumlah tanggungan dalam keluarga secara keseluruhan dinyatakan

(54)

commit to user

Kota Batu. Sedangkan pengujian secara parsial diperoleh hasil nilai thitung

yang dihasilkan oleh tingkat pendidikan adalah sebesar 7,538 dengan nilai t

tabel 1,96. Karena nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel, maka dapat

disimpulkan bahwa tingkat pendidikan secara parsial berpengaruh signifikan

terhadap jumlah pendapatan rumah tangga miskin di Kota Batu. Sedangkan

nilai thitung yang dihasilkan oleh jumlah tanggungan keluarga adalah

sebesar 0,664 dan nilai ttabel 1,96. Artinya nilai t hitung lebih kecil dari nilai

t tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah tanggungan keluarga tidak

berpengaruh terhadap jumlah pendapatan rumah tangga miskin di Kota Batu.

C . Kerangka Penelitian

Gambar 2.4. Kerangka Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Miskin Pendapatan

Jumlah Anggota Keluarga

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Miskin

Jumlah Waktu Kerja

1. Pengeluaran makanan

2. Pengeluaran bukan

(55)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Dalam melakukan analisis menganalisis pengeluaran konsumsi pada

keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta diperlukan sebuah

kerangka pemikiran seperti yang diatas. Kerangka pemikiran ini digunakan

dengan tujuan untuk mempermudah dalam melakukan penelitian . Penelitian

ini mencoba untuk mengetahui hubungan antara jumlah anggota keluarga,

pendapatan, aktivitas ekonomi terhadap pengeluaran konsumsi keluarga

miskin. Pengeluaran untuk konsumsi dibedakan menjadi dua yaitu konsumsi

untuk makanan dan konsumsi bukan makanan.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan atas uraian teori yang dikemukakan diatas dan studi

yang pernah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sementara untuk

dijadikan hipotesis , yaitu:

1. Pendapatan berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi rumah

tangga miskin di Kecamatan Banjarsari (ceteris paribus).

2. Jumlah anggota keluarga berpengaruh positif terhadap pengeluaran

konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari (ceteris

paribus).

3. Jumlah waktu kerja berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi

(56)

commit to user

40 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang bertujuan untuk mengukur variable-variabel

yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi rumah tangga masyarakat miskin dengan

menggunakan konsep mikro ekonomi. Variabel-variabel ekonomi yang akan diteliti

adalah pendapatan rumah tangga dan pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi

kebutuhan dasar (basic need) dengan karakterisrik ekonomi dan juga sosial rumah

tangga sebagai faktor pembeda. Penelitian ini dilakukan di Kota Surakarta dengan

mengambil studi kasus di Kecamatan Banjarsari.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan hasil wawancara dengan

responden (keluarga miskin) dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang

telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder juga digunakan dalam penelitian ini

untuk memperdalam pembahasan lebih lanjut. Sedangkan data sekunder yang

diperlukan didapat dengan menelaah berbagai laporan/publikasi yang ada pada lembaga

(57)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

C. Metode Penetapan Sampel

Populasi adalah merupakan keseluruhan elemen, atau unit elementer, atau unit

penelitian, atau unit analisis yang memiliki karakteristik tertentu yang dijadikan suatu

obyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga miskin penerima

bantuan PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta) di Kecamatan

Banjarsari dengan jumlah keseluruhan sebanyak 2.271 keluarga miskin.

Sampel adalah bagian terkecil dari anggota populasi yang diambil menurut

prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya, tehnik pengambilan sampel

dalam penelitian ini menggunakan tehnik simple random sampling (Nazir, 1998) yaitu

pengambilan sampel acak dimana setiap elemen dari populasi mempunyai peluang yang

sama besar untuk terpilih kedalam sampel.

Penetapan jumlah sample penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan

rumus Slovin (Nazir, 1998), yaitu:

Dimana : n = Jumlah sampel

N = Jumlah Keluarga miskin penerima PKMS

e = Presisi 10%

n

=

N

Gambar

TABEL
GAMBAR
GRAFIK                                                                                                           Halaman
Tabel 1.1  Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas                       Dasar Harga Konstan Kota Surakarta tahun 2010 (Jutaan Rupiah)
+7

Referensi

Dokumen terkait

TIA VERA TANJUNG SARI 7.. GINA YULI ANDINI

Saya tidak mudah murung ketika mengalami kesulitan beradaptasi dengan orang Jawa.. Pikiran saya tetap fokus meskipun mendengar bahasa Jawa yang tidak saya

Sementara secara tradisional terdapat beberapa jenis alat tangkap yang digunakan menangkap tuna antara lain huhate ( pole and line ), pancing ulur ( hand line ) dan pancing tonda

Dalam menggambarkan kesetaraan karakteristik pada kelompok kontrol dan perlakuan pada awal penelitian, ditunjukkan dengan hasil uji statistik, yaitu tidak ada perbedaan

Dari data LSD yang didapat, perlakuan betadine salep (kontrol positif) dibandingkan dengan SEDN 5%, SEDN 10% dan SEDN 15% terdapat perbedaan tidak bermakna

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan citra manusia dalam novel sejarah peijuangan rakj'at Kalimantan Barat karya M.'Yanis dalam hubungan manusia dengan Tuhan, manusia

sebagai Reviewer untuk jenjang jabatan fungsional dosen ke Guru Besar Fakultas llmu Komunikasi Universitas Tarumanagara dengan tugas sebagai berikut :.. Menilai

Responden juga memiliki persepsi yang tidak baik (kurang etis) terhadap keengganan berbagi pengetahuan dan penimbunan (menyimpan) pengetahuan untuk dirinya sendiri..