perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI PADA RUMAH TANGGA
MISKIN DI KOTA SURAKARTA
(STUDI KASUS KECAMATAN BANJARSARI)
SKRIPSI
Dimaksudkan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas
Maret Surakarta
oleh :
PHILIPHUS ADHI ATMA
F 0107074
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ABSTRAK
ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI KOTA SURAKARTA
(STUDI KASUS KECAMATAN BANJARSARI)
Philiphus Adhi Atma F 0107074
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh pendapatan, jumlah anggota dan juga jumlah waktu kerja terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner. Adapun data-data tersebut diperoleh dengan melakukan observasi terhadap 96 rumah tangga penerima PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta) yang menjadi sampel dalam penelitian ini.. Untuk membuktikan hipotesis penelitian digunakan model regresi linier berganda.
Hasil estimasi menemukan bahwa variabel bebas pendapatan dan jumlah anggota keluarga berpengaruh signifikan dan positif untuk kedua model (model pengeluaran konsumsi bahan makanan dan pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan), hal ini ditunjukan dengan hasil dari estimasi model regresi yang meperlihatkan tingkat siginifikansi sebesar 0,000 dibawah toleransi 0,05 untuk kedua variabel tersebut. Untuk variabel jumlah waktu kerja menunjukkan hasil positif tetapi tidak signifikan. Variasi kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan pengeluaran konsumsi bahan makanan sebesar 85,1 persen dan pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan sebesar 53,1 persen. Spesifikasi model sudah sangat baik dengan terbebasnya mdel dari pelanggaran asumsi klasik autokorelasi, multikolinieritas dan heteroskedastisitas.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diajukan beberapa saran antara lain: (1) Pemerintah kota melakukan identifikasi terhadap kemiskinan yang ada dan memberikan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan spesifikasi pendidikan dan kemampuan dari keluarga miskin, meningkatkan budaya berwirausaha dengan pemberian modal kerja bagi sektor-sektor produktif. (2) Memeratakan program bantuan bagi masyarakat miskin utnuk menekan pengeluaran konsumsi. (3) Pelaksanaan program pengentasan kemiskinan melibatkan kelembagaan lokal agar lebih tepat sasaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
“
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia...”(Roma 8 : 28)
’’Saya tidak berusaha mencari papan lompat setinggi 7 kaki. Tapi saya mencari papan lompat setinggi 1 kaki yang bisa saya lompati’’
(Warren Buffet) ’’Pengetahuan membuat orang bicara, kebijaksanaan membuat orang mendengarkan’’
(Jimmi Hendrix)
“CERDIK SEPERTI ULAR TULUS SEPERTI MERPATI “
commit to user
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan kepada:
© Bapak dan Ibuku
© Mas Aji
© Adekku Alvira
© Arinda Weddinia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Salam Sejahtera,
Segala puji bagi Yesus Kristus, yang dengan kasih-Nya, hal-hal yang baik dapat terlaksana, yang memberikan penyertaan kepada kita semua. Puji Tuhan dengan ijin dan pertolongan-Nya skripsi dengan judul “Analisis Pengeluaran Konsumsi pada Rumah Tangga Miskin di Kota Surakarta (Studi Kasus Kecamatan Banjarsari)” dapat penulis selesaikan.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persiapan, perencanaan, dan pelaksanaan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peran dan bantuan berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu dengan kerendahan hati dan ketulusan yang mendalam penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Wahyu Agung Setyo, M.Si , selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan memberikan masukan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Wisnu Untoro, MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi UNS.
3. Drs. Supriyono, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan.
commit to user
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta seluruh staff dan karyawan yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan pelayanan kepada penulis.
6. Keluarga yang senantiasa selalu mendoakan, memberi dorongan dan bimbingan kepada penulis.
7. Arinda Weddinia yang sudah mendukung, mendoakan dan juga membantu dalam proses pengerjaan skripsi ini. Mas Bandoro yang sudah membantu dalam proses olah data.
8. Teman-teman di Ekonomi Pembangunan (Andreas Tattuk Bramantya, Rurit Prasetianto, Fitriana, Benedictus Satrio, Fuadi Muslim, Rizky Saputra,).
9. Teman-teman PRPA yang telah mendukung dalam doa dan juga teman-teman Komisi Pemuda GKJ Margoyudan Surakarta atas doa, dukungan dan juga pengertiannya.
10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik secara langsung maupun tidak atas bantuannya kepada penulis hingga terselesaikannya penelitian ini.
Demikian skripsi ini penulis susun dan tentunya masih banyak kekurangan yang perlu dibenahi. Semoga karya ini dapat bermafaat bagi seluruh pihak yang membaca dan terkait dengan skripsi ini.
Surakarta, November 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….………iii
HALAMAN PENGESAHAN……….………...iv
HALAMAN MOTTO……….………...…...v
HALAMAN PERSEMBAHAN………...………vi
KATA PENGANTAR………...………...vii
DAFTAR ISI...ix
DAFTAR TABEL...xii
DAFTAR GAMBAR...xiv
DAFTAR GRAFIK...xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah...1
B. Perumusan Masalah...8
C. Tujuan Penelitian...9
D. Manfaat Penelitian……….…...………..9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori………...11
1. Teori Konsumsi………...………...…….…….…...11
2. Fungsi Konsumsi………..…...16
commit to user
B. Jenis dan Sumber Data...…...……....…..…...…..40
C. Metode Penetapan Sampel………..………..…....……...41
D. Definisi Operasional Variabel...42
E. Teknik Analisa Data...………...…...….….…….43
1. Analisis Regresi Linier Berganda...43
2. Uji Statistik...45
a. Koefisien Determinasi (R2).………….…………..………..…..…….…45
b. Uji F………. ………..…..………..46
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian…..………....…...………52
B. Karakteristik Sosial Ekonomi………...…...………56
1. Umur Responden...56
2. Pendidikan...………....….……...……….57
3. Pekerjaan...…..….59
4. Pendapatan...61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
6. Kondisi Rumah Tempat Tinggal………..…………..……..64
C. Analisis Data………...…………...….…….67
1. Pengeluaran Konsumsi Bahan Makanan...67
2. Pengeluaran Konsumsi Bukan Bahan Makanan...69
3. Regresi Model Pengeluaran Konsumsi Bahan Makanan...70
4. Regresi Model Pengeluaran Konsumsi Bukan Bahan Makanan...71
5. Uji Statistik………..……...…...72
a. Koefisien Determinasi (R2)………...…...…....….72
b. Uji t……….…...…...……74
a. Pengaruh Pendapatan terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Miskin…...………...….81
b. Pengaruh Jumlah Anggota Rumah Tangga terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Miskin...82
commit to user
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
1.1 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas
Dasar Harga Konstan Kota Surakarta tahun 2010 (Jutaan Rupiah)...5
1.2 Jumlah Keluarga Miskin per Kecamatan...….7
2.1 Kriteria Rumah Tangga Miskin menurut BPS...29
4.1 Jumlah Rumah Tangga dan Luas Wilyah di tiap Kelurahan di Kecamatan Banjarsari...53
4.2 Aktivitas Ekonomi Penduduk di Kecamatan Banjarsari ...54
4.3 Jumlah Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I di Kecamatan Banjarsari...55
4.4 Pendapatan Rumah Tangga (Rupiah Per Bulan)...61
4.5 Kondisi Rumah Tempat Tinggal Keluarga...65
4.6 Rata-rata Konsumsi Bahan Makanan Keluarga Miskin...68
4.7 Rata-rata Konsumsi Bukan Bahan Makanan Keluarga Miskin...69
4.8 Hasil Estimasi Model Konsumsi Bahan Makanan...70
4.9 Hasil Estimasi Model Konsumsi Bukan Bahan Makanan...71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
Makanan dan Model Konsumsi Bukan Bahan makanan...78
commit to user
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Halaman
2.1 Fungsi Konsumsi Masyarakat Duesenberry...15
2.2 Fungsi Konsumsi Keynes………...…………..18
2.3 Kurva Indeferens……….………...…...…...21
2.4 Kerangka Penelitian...38
3.1 Daerah Kritis Uji F ………...……...47
3.2 Daerah Kritis Uji t...48
4.1 Grafik Scatterplot model Pengeluaran Konsumsi Bahan Makanan...79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GRAFIK
GRAFIK Halaman
4.1 Tingkat Pendidikan Responden...58
4.2 Profil Pekerjaan Utama Keluarga Miskin Kecamatan Banjarsari...60
4.3 Jumlah Anak Usia Sekolah...63
commit to user ABSTRAKSI
ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI KOTA SURAKARTA
(STUDI KASUS KECAMATAN BANJARSARI)
Philiphus Adhi Atma F 0107074
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh pendapatan, jumlah anggota dan juga jumlah waktu kerja terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner. Adapun data-data tersebut diperoleh dengan melakukan observasi terhadap 96 rumah tangga penerima PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta) yang menjadi sampel dalam penelitian ini.. Untuk membuktikan hipotesis penelitian digunakan model regresi linier berganda.
Hasil estimasi menemukan bahwa variabel bebas pendapatan dan jumlah anggota keluarga berpengaruh signifikan dan positif untuk kedua model (model pengeluaran konsumsi bahan makanan dan pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan), hal ini ditunjukan dengan hasil dari estimasi model regresi yang meperlihatkan tingkat siginifikansi sebesar 0,000 dibawah toleransi 0,05 untuk kedua variabel tersebut. Untuk variabel jumlah waktu kerja menunjukkan hasil positif tetapi tidak signifikan. Variasi kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan pengeluaran konsumsi bahan makanan sebesar 85,1 persen dan pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan sebesar 53,1persen. Spesifikasi model sudah sangat baik dengan terbebasnya mdel dari pelanggaran asumsi klasik autokorelasi, multikolinieritas dan heteroskedastisitas.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diajukan beberapa saran antara lain: (1) Pemerintah kota melakukan identifikasi terhadap kemiskinan yang ada dan memberikan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan spesifikasi pendidikan dan kemampuan dari keluarga miskin, meningkatkan budaya berwirausaha dengan pemberian modal kerja bagi sektor-sektor produktif. (2) Memeratakan program bantuan bagi masyarakat miskin utnuk menekan pengeluaran konsumsi. (3) Pelaksanaan program pengentasan kemiskinan melibatkan kelembagaan lokal agar lebih tepat sasaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan bukan saja milik masyarakat pedesaan. Masyarakat yang tinggal
di wilayah perkotaan pun tidak luput dari masalah kemiskinan. Pertumbuhan yang cepat
di daerah-daerah perkotaan dihadapkan pada sebuah tantangan baru, yaitu penyebaran
dan peningkatan kemiskinan didaerah perkotaan (urban). Kota merupakan simbol
kemajuan peradaban, ekonomi, dan ilmu pengetahuan. Pusat kota telah menjadi sebuah
”magnet” yang menarik orang untuk menggabungkan beragam kreativitas, menciptakan
bentuk-bentuk baru dalam interaksi sosial maupun perkumpulan kolektif (Beall, 2000).
Kota telah menjadi begitu menarik, bukan hanya penduduk asli yang bertambah
populasinya namun juga karena adanya arus urbanisasi yang semakin tinggi.
Pertumbuhan hidup yang pesat dan persaingan utnuk bertahan hidup yang lebih besar
menyebabkan kesenjangan sosial di masyarakat perkotaan semakin terlihat jelas
dibandingkan dengan apa yang terjadi pada masyarakat pedesaan (Maxwell et al. 2000).
Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat
kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di
suatu wilayah lazim digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan di wilayah
commit to user
Keberhasilan dan kegagalan pembangunan acapkali diukur berdasarkan perubahan pada
tingkat kemiskinan (Suryahadi dan Sumarto, 2001).
Konsumsi keluarga merupakan salah satu kegiatan ekonomi keluarga untuk
memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa. Dari komoditi yang dikonsumsi itulah
keluarga memiliki kepuasan tersendiri. Oleh karena itu, konsumsi seringkali dijadikan
salah satu indikator kesejahteraan keluarga. Makin besar pengeluaran untuk konsumsi
barang dan jasa, maka makin tinggi tingkat kesejahteraan keluarga tersebut (Rahma,
2008).
Kebutuhan hidup manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman,
tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup saja, akan tetapi juga menyangkut
kebutuhan yang lainnya seperti kebutuhan pakaian, tempat tinggal, pendidikan,
kesehatan dan lain sebagainya sejalan dengan peningkatan pendapatan. Disatu pihak
keluarga dengan pendapatan yang lebih dari cukup cenderung mengkonsumsi secara
berlebihan, sedangkan dipihak yang lain masih banyak keluarga dengan pendapatan
yang rendah tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (Sumarwan,1993)
Sementara itu, tingkat dan struktur konsumsi rumah tangga juga mengalami
perubahan dari waktu atau antar daerah satu dengan daerah lainnya, selera, pendapatan,
dan lingkungan. Dan harus tersedia setiap saat dan bagaiman cara mendistribusikannya,
agar tidak terguncang untuk memenuhi kebutuhan dibawah tingkat kesejahteraan. Pada
dasarnya akses kebutuhan individu terhadap bahan pangan yang dibutuhkan tergantung
dari daya beli, tingkat pendapatan, harga pangan, dan kelembagaan tingkat lokal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Secara umum kebutuhan konsumsi/pengeluaran rumah tangga berupa kebutuhan
pangan dan kebutuhan non pangan, dimana keduanya berbeda. Pada kondisi pendapatan
yang terbatas, lebih dahulu mementingkan kebutuhan konsumsi pangan. Sehingga dapat
dilihat pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, sebagian pendapatan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Namun demikian seiring dengan
pergeseran dan peningkatan pendapatan, proporsi pola pengeluaran untuk makanan akan
menurun dan meningkatnya proporsi untuk kebutuhan non makanan.
Kita juga mengetahui bahwa pengeluaran konsumsi rumah tangga selalu
menduduki tingkat utama dalam pengeluaran Produk Domestik Bruto (PDB) yaitu
sekitar 60 % dari PDB tiap tahunnya dan kita menganggap konsumsi merupakan fungsi
dari pendapatan siap pakai (dissposible income) namun sebetulnya konsumsi merupakan
fungsi dari beberapa variabel yang lain (Suparmoko, 1991).
Konsep konsumsi yang merupakan konsep diIndonesiakan dari bahasa Inggris
Consumption, berarti pembelanjaan yang dilakukan untuk rumah tangga keatas
barang-barang akhir dan jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang
melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian
dan barang-barang kebutuhan mereka yang lainnya digolongkan atas pembelanjaan atau
pengeluaran konsumsi. Barang-barang yang diproduksi khusus digunakan oleh
masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Sukirno,
2000).
Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh barang dan jasa dalam
commit to user
komponen utama dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), karena itu perhatian
utama perlu dipusatkan pada analisis faktor yang menentukan pengeluaran konsumsi.
Khusus untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga ada beberapa faktor yang
menentukan, diantara faktor-faktor tersebut yang paling penting adalah tingkat
pendapatan. Semakin tinggi pendapatan suatu rumah tangga atau masyarakat
keseluruhan maka semakin tinggi pula tingkat konsumsinya. Hubungan antara konsumsi
dengan pendapatan ini disebut hasrat konsumsi atau Propensity to Consume.Sedangkan
seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli semua
kebutuhannya berupa barang, baik barang habis pakai maupun barang tahan lama dan
jasa disebut pengeluaran konsumsi (Sayuti, 1989).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PERTANIAN 2,866.18 2,900.41 2.908,82
PENGGALIAN 1,905.23 1,862.50 1.832,36
INDUSTRI PENGOLAHAN 1,200,606.83 1,235,952.77 1.277.210,09
LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 103,020.58 111,391.58 119.194,83
BANGUNAN 583,069.88 625,624.26 671.926,83
PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 1,211,208.49 1,288,066.95 1.367.808,36
PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 449,973.94 484,827.89 514.407,73
KEUANGAN, PERSEWAAN & JS PERUSAHAAN 449,992.44 481,987.12 518.980,77
JASA-JASA / SERVICES 546,699.38 585,264.16 629.616,47
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 4,549,342.95 4,817,877.63 5.103.886,24
Sumber : Surakarta dalam Angka 2010
Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Sejalan dengan kondisi ekonomi nasional,
kinerja ekonomi Kota Surakarta padatahun 2009 mengalami peningkatan yaitu sebesar
5.90 persen, lebih tinggi dibanding tahun 2008 sebesar 5.69 persen. Pertumbuhan
ekonomi Surakarta pada tahun 2009 secara agregat cukup dinamis. Sejak terjadinya
krisis pada tahun 1997 dan tahun 1998, pertumbuhan ekonomi saat itu menurun drastis
sekitar minus 13.93 persen. Namun demikian pada periode 2001 sampai 2009,
perekonomian Surakarta menunjukan adanya perbaikan yaitu tumbuh berkisar 4 - 6
persen. Berdasarkan PDRB Kota Surakarta pada tahun 2009 atas dasar harga berlaku
sebesar 8.880.691,24 juta rupiah dan atas dasar harga konstan sebesar 4.817.877,63 juta
commit to user
menjadi 2,97 kali dari tahun 2000 dan PDRB atas dasar harga konstan meningkat
menjadi 1,61 kali.
Pendapatan perkapita dapat dijadikan salah satu indikator guna melihat
keberhasilan pembangunan perekonomian disuatu wilayah. Perkembangan pendapatan
perkapita di Kota Surakarta atas dasar harga berlaku,menunjukan adanya peningkatan
dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 pendapatan perkapita masih mencapai angka
sebesar 5.336.870,05 rupiah, tahun 2009 sudah menjadi 14.665.886,47 rupiah atau
naik sebesar 10,93 persen dari tahun 2008. Dengan adanya peningkatan dalam
pendapatan per kapita masyarakat tentunya pasti akan berdampak pada sektor riel dan
mempengaruhi juga perubahan dalam pola konsumsi masyarakat lokal daerah tersebut.
Selain tingkat pendapatan atau gaji/upah rata-rata yang diterima rumah tangga
ada variabel lain yang juga berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi, salah satu
variabel tersebut adalah jumlah anggota rumah tangga dalam satu rumah.. Semakin
besar jumlah anggota rumah tangga tanpa diikuti dengan peningkatan pendapatan
menyebabkan konsumsi per kapita akan semakin kecil sehingga peluang miskin menjadi
semakin besar. Jumlah anggota rumah tangga yang besar pada rumah tangga miskin
disebabkan oleh tingkat kelahiran yang tinggi. Angka kematian bayi di kalangan rumah
tangga miskin membuat mereka cenderung untuk lebih banyak melahirkan untuk
menggantikan bayi-bayi yang telah meninggal tersebut, hal ini akan meningkatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dalam tabel diatas dapat dilihat bahwa dari lima kecamatan yang ada di Kota
Surakarta yang paling banyak mempunyai jumlah keluarga miskin adalah di
Kecamatan Banjarasari. Jumlah keluarga miskin suatu daerah dapat dilihat dari data
jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I, seperti tampak pada tabel 1.2
jumlah keluarga miskin di kecamatan ini sebanyak 11.073 (3.477 Pra-KS + 7626
KS1).
Suatu hal yang sulit dalam menentukan kriteria miskin pada masyarakat
Indonesia pada umumnya sebagaimana juga terjadi di Kota Surakarta. Dalam
hal-hal tertentu masyarakat akan terusik jika bila dimasukkan dalam kategori miskin,
sementara disaat yang lain justru banyak masyarakat yang masuk dalam kategori
commit to user
pendekatan yang komprehensif untuk menentukan masyarakat masuk dalam
kategori miskin atau tidak melalui pendekatan pengeluaran konsumsi rumah tangga
di Kota Surakarta, agar kebijakan-kebijakan pemerintah dalam penanggulangan
kemiskinan dapat tepat sasaran.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk menganalisa pengaruh
pendapatan, jumlah anggota rumah tangga dan juga jumlah waktu kerja terhadap
pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin, Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan Kota Surakarta sebagai tempat penelitian dan Kecamatan Banjarsari
sebagai studi kasus dalam penelitian dengan dasar bahwa daerah tersebut paling
banyak terdapat jumlah keluarga miskin, oleh karena itu penulis mengambil judul:
“ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI PADA RUMAH TANGGA
MISKIN DI KOTA SURAKARTA (STUDI KASUS KECAMATAN
BANJARSARI)”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis membuat
perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi rumah
tangga miskin di Kecamatan Banjarsari?
2. Bagaimana pengaruh jumlah anggota keluarga terhadap pengeluaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
3. Bagaimana pengaruh Jumlah waktu kerja terhadap pengeluaran konsumsi
rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
tingkat kemiskinan pada rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi
rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari.
2. Untuk mengetahui pengaruh jumlah anggota keluarga terhadap
pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari.
3. Untuk mengetahui pengaruh jumlah waktu kerja terhadap pengeluaran
konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan
bagi pihak-pihak yang terkait khususnya pemerintah dalam menentukan
langkah-langkah dan merumuskan kebijakan-kebijakan yang terkait
dengan pengambilan keputusan dalam penanggulangan kemiskinan di
commit to user
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana yang baik untuk
menambah informasi dan wawasan bagi para pembaca yang tertarik
dengan permasalahan kemiskinan.
3. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan referensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Konsumsi
Samuelson (1991) menyebutkan salah satu tujuan ekonomi adalah
untuk menjelaskan dasar-dasar perilaku konsumen. Pendalaman tentang
hukum permintaan dan kecenderungan orang untuk membeli banyak barang
saat harga barang tersebut rendah dan begitu juga sebaliknya. Dasar
pemikirannya tentang perilaku konsumen bahwa orang cenderung untuk
memilih barang dan jasa yang nilai kegunaannya paling tinggi.
Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa
yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan
masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka
yang lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang
diproduksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 2004).
Nurhadi (2002:22) konsumsi adalah kegiatan manusia menggunakan
atau memakai barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan. Mutu dan
jumlah barang atau jasa dapat mencerminkan tingkat kemakmuran
commit to user
barang atau jasa yang dikonsumsi, berarti semakin tinggi pula tingkat
kemakmuran konsumen yang bersangkutan sebaliknya semakin rendah
mutu kualitas dan semakin sedikit jumlah barang atau jasa yang
dikonsumsi, berarti semakin rendah pula tingkat kemakmuran konsumen
yang bersangkutan. Masih menurut Nurhadi (2002:23) tujuan konsumsi
adalah untuk mencapai kepuasan maksimum dari kombinasi barang dan jasa
yang digunakan.
Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga
membuat dugaan-dugaan tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan
observasi kasual. Pertama dan terpenting Keynes menduga bahwa,
kecenderungan mengkonsumsi marginal atau MPC (marginal propensity to
consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan
adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal
merupakan rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan
pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan fiskal, untuk
mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan
fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi. Kedua,
Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang
disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata atau APC (average
propensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Keynes percaya
bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia barharap orang kaya
menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga
terhadap konsumsi hanya sebatas teori.
Pengeluaran konsumsi masyarakat/rumah tangga merupakan salah
satu variabel makro ekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah
bagian dari pendapatan yang dibelanjakan. Apabila
pengeluaran-pengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu negara dijumlahkan, maka
hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara yang
bersangkutan. Menurut Rahardja (2001), pengeluaran konsumsi terdiri atas
konsumsi pemerintah (government consumption) dan konsumsi masyarakat
atau rumah tangga (household consumption).
James Duesenberry dalam bukunya Income, Saving and The Theory
of Consumer Behavior mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu
masyarakat ditentukan oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah
dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak
mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat
konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya saving. Apabila
pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan bertambah, tetapi
bertambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan saving akan bertambah besar
dengan pesatnya. Kenyataan ini terus kita jumpai sampai tingkat pendapatan
tertinggi yang pernah dicapai, tercapai kembali. Sesudah puncak dari
pendapatan sebelumnya telah dilalui, maka tambahan pendapatan akan
banyak menyebabkan bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi,
commit to user
(Reksoprayitno, 2000). Dalam teorinya, Duesenberry menggunakan dua
asumsi yaitu:
a). Selera sebuah rumah tangga atas barang konsumsi adalah
interdependen. Artinya pengeluaran konsumsi rumah tangga
dipengaruhi oleh pengeluaran yang dilakukan oleh orang sekitarnya.
b). Pengeluaran konsumsi adalah irreversible. Artinya pola pengeluaran
seseorang pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola
pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan (Guritno,
1998).
Bentuk fungsi konsumsi masyarakat menurut Duesenberry adalah
sebagai berikut:
C / Yt = f [ Y / Y* ] ………...(2.1)
Di mana:
Yt = pendapatan pada tahun t
Y* = pendapatan tertinggi yang pernah dicapai pada masa lalu
Bentuk fungsi konsumsi masyarakat menurut Duesenberry tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
CL menunjukkan besarnya pengeluaran konsumsi jangka panjang.
Apabila pendapatan sebesar OYo, maka besarnya pengeluaran konsumsi
yang terjadi adalah BYo, apabila pendapatan mengalami penurunan dari
OY0 menjadi OY1, maka pengeluaran konsumsi tidak langsung turun ke
titik E pada kurva pengeluaran jangka panjang (C) namun ke titik A pada
kurva pengeluaran konsumsi jangka pendek C1. Dalam hal ini pada saat
terjadinya penurunan pendapatan, pengeluaran konsumsi rumah tangga
tidak turun drastis melainkan bergerak turun secara perlahan.
Dari pengamatan yang dilakukan Duesenberry mengenai pendapatan
relatif secara memungkinkan terjadi suatu kondisi yang demikian, apabila
seseorang pendapatannya mengalami kenaikan maka dalam jangka pendek
tidak akan langsung menaikkan pengeluaran konsumsi secara proporsional
dengan kenaikan pendapatan, akan tetapi kenaikan pengeluaran
konsumsinya lambat karena seseorang lebih memilih untuk menambah
jumlah tabungan (saving), dan sebaliknya bila pendapatan turun seseorang Gambar 2.1
commit to user
tidak mudah terjebak dengan kondisi konsumsi dengan biaya tinggi (high
consumption).
Rumah tangga menerima pendapatan dari tenaga kerja dan modal
yang mereka miliki membayar pajak kepada pemerintah dan kemudian
memutuskan berapa banyak dari pendapatan setelah pajak digunakan untuk
konsumsi dan berapa banyak yang ditabung (Mankiw, 2003:51).
2. Fungsi Konsumsi
Dornbusch dan Fisher (1994:235) mengungkapkan bahwa terdapat
hubungan yang erat dalam praktek antara pengeluaran konsumsi dengan
pendapatan disposibel. Lebih lanjut Dornbusch melihat bahwa individu
merencanakan konsumsi dan tabungan mereka untuk jangka panjang dengan
tujuan untuk mengalokasikan konsumsi mereka dengan cara terbaik yang
mungkin selama hidup mereka. Lebih lanjut Dumairy (1996) menyebutkan
jika konsumsi berbanding lurus dengan pendapatan.
Dalam teori makro ekonomi dikenal berbagai variasi model
konsumsi. Fungsi ekonomi yang paling dikenal dan sangat lazim ditemukan
adalah fungsi ekonomi Keynesian :
C = ƒ (Y)...(2.2)
atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Persamaan ini menyatakan bahwa konsumsi adalah fungsi dari
disposable income. Hubungan antara konsumsi dan disposable income
disebut consumption function (Mankiw, 2003:52). Secara lebih sepesifik
Keynes memasukkan komponen marginal propensity to consume (MPC)
kedalam persamaan konsumsinya sehingga menjadi:
C = c0 + c1Y , c0 > 0 , 0 < c < 1...(2.4)
John Maynard Keynes menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi
masyarakat tergantung pada (berbanding lurus) dengan tingkat
pendapatannya. Secara lebih spesifik, Keynes memasukkan komponen MPC
ke dalam persamaan konsumsinya yang secara matematis ditulis sebagai
berikut (Mankiw, 2003):
C = a + bY, a > 0, 0 < b < 1 ...(2.5)
Keterangan:
C = Pengeluaran untuk konsumsi
a = Besarnya konsumsi pada tingkat pendapatan nol
b = Besarnya tambahan konsumsi karena tambahan pendapatan atau MPC
commit to user
Secara grafis, fungsi konsumsi Keynes digambarkan sebagai berikut:
Pada Gambar fungsi konsumsi Keynes tidak melalui titik 0 tetapi
melalui titik C0. Konsekuensinya adalah apabila pendapatan nasional
meningkat akan memberikan dampak penurunan terhadap APC. Jika hal ini
terjadi maka dalam fungsi konsumsi Keynes akan terlihat pertama,
peningkatan pendapatan masih diikuti oleh peningkatan konsumsi, kedua,
pada saat garis konsumsi C memotong garis 0Y maka peningkatan
pendapatan akan diiringi penurunan APC.
Milton Friedman dengan teori pendapatan permanennya
mengemukakan bahwa orang menyesuaikan perilaku konsumsi mereka
dengan kesempatan konsumsi permanen atau jangka panjang, dan bukan
dengan tingkat pendapatan mereka yang sekarang (Dornbusch and Fisher,
2004). Dalam bentuk yang paling sederhana, hipotesis pendapatan Gambar 2.2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
permanen dari perilaku konsumsi berpendapat bahwa konsumsi itu adalah
proporsional terhadap pendapatan permanen, yaitu:
C = cYP ...(2.6)
di mana YP merupakan pendapatan permanen. Dari persamaan (2.6),
konsumsi bervariasi menurut proporsi yang sama dengan pendapatan
permanen. Kenaikan 5% dalam pendapatan permanen akan menaikkan
konsumsi sebesar 5%. Lebih jauh hipotesis Friedman menjelaskan bahwa
konsumsi pada saat ini tidak tergantung pada pendapatan saat ini tetapi pada
expected normal income (rata-rata pendapatan normal). Bentuk lain fungsi
konsumsinya adalah:
C = f (YP,i)...(2.7)
di mana YP adalah permanent income dan i adalah real interest rate.
Konsumsi adakalanya tidak sesuai dengan yang diharapkan, hal ini
terjadi karena keterbatasan anggaran. Fisher mencoba membuat persamaan
yang menganalisis tentang batas anggaran untuk konsumsi pada dua
periode, yaitu: pada periode pertama, tabungan sama dengan pendapatan
dikurangi konsumsi:
S = Y1 – C1 ... (2.8)
dalam periode kedua, konsumsi sama dengan akumulasi tabungan (termasuk
commit to user
C2 = (1 + r)S + Y2 ...(2.9)
di mana r adalah tingkat bunga riil, variabel S menunjukkan tabungan atau
pinjaman dan persamaan ini berlaku dalam kedua kasus. Jika konsumsi pada
periode pertama kurang dari pendapatan periode pertama, berarti konsumen
menabung dan S lebih besar dari nol. Jika konsumsi periode pertama
melebihi pendapatan periode pertama, konsumen meminjam dan S kurang
dari nol. Untuk menderivasi batas anggaran konsumen, maka kombinasi
persamaan (2.8) dan persamaan (2.9) menghasilkan persamaan:
C2 = (1 + r) (Y1 – C1) + Y2 ...(2.10)
persamaan ini menghubungkan konsumsi selama dua periode dengan
pendapatan dalam dua periode. Prefensi konsumen yang terkait dengan
konsumsi dalam dua periode dapat ditampilkan dalam kurva indiferens.
Kurva ini menunjukan kombinasi dari konsumsi periode pertama dan kedua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Gambar tersebut menunjukkan dua dari banyak kurva indeferen.
Kurva indeferen yang lebih tinggi seperti IC2 lebih disukai daripada kurva
indeferen yang lebih rendah IC1. Konsumen tetap senang mengkonsumsi
pada titik Y, X, dan W tetapi lebih menyukai titik Z (Mankiw 2003:431).
Berbagai teori modern tentang konsumsi lebih jauh
mengkombinasikan pembentukan ekspektasi melalui pendekatan
pendapatan permanen dan pendekatan daur hidup yang menggunakan
variabel kekayaan dan demografis (Dornbusch and Fisher, 2004). Suatu
commit to user
C= aWR + bθYD + b(1 – θ) YD-1 ...(2.11)
di mana WR adalah kekayaan riil, YD adalah pendapatan disposable tahun
ini, YD-1 adalah pendapatan disposable tahun lalu. Persamaan (2.9)
memperlihatkan peranan kekayaan yang mempunyai pengaruh penting
terhadap pengeluaran konsumsi.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi
Begitu pentingnya bahasan tentang konsumsi sehingga banyak ahli
lainnya yang turut membahas tentang determinan konsumsi. Misalnya,
Spencer (1977), menurutnya, faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi
diantaranya adalah pendapatan disposable yang merupakan faktor utama,
banyaknya anggota keluarga, usia anggota keluarga, pendapatan yang
terdahulu dan pengharapan akan pendapatan di masa yang akan datang.
Menurut Samuelson (1999) bahwa faktor-faktor pokok yang
mempengaruhi dan menentukan jumlah pengeluaran untuk konsumsi adalah
pendapatan disposable sebagai faktor utama, pendapatan permanen dan
pendapatan menurut daur hidup, kekayaan dan faktor permanen lainnya
seperti faktor sosial dan harapan tentang kondisi ekonomi di masa yang
akan datang.
Parkin (1993) sependapat dengan teori ahli-ahli lainnya bahwa
pengeluaran konsumsi rumah tangga ditentukan oleh banyak faktor. Namun
menurut Parkin yang paling penting dari faktor-faktor yang menentukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
pengharapan terhadap pendapatan di masa yang akan datang (expected
future income).
Nicholson (1991) menyatakan bahwa persentase pendapatan yang
dibelanjakan untuk pangan cenderung turun jika pendapatan meningkat.
Kondisi ini menunjukkan adanya hubungan yang terbalik antara persentase
kenaikan pendapatan dengan persentase pengeluaran untuk pangan.
Keadaan ini lebih dikenal dengan Hukum Engel (Engel’s Law).
Dalam hukum Engel dikemukakan tentang kaitan antara tingkat
pendapatan dengan pola konsumsi. Hukum ini menerangkan bahwa
pendapatan disposable yang berubah-ubah pada berbagai tingkat
pendapatan, dengan naiknya tingkat pendapatan maka persentase yang
digunakan untuk sandang dan pelaksanaan rumah tangga adalah cenderung
konstan. Sementara persentase yang digunakan untuk pendidikan, kesehatan
dan rekreasi semakin bertambah.
Kadariah (1996:21) menambahkan bahwa pada umunya golongan yang
berpendapatan rendah mengeluarkan sebagian besar dari pendapatannya
untuk keperluan hidup yang mutlak seperti; pangan, perumahan, dan
sandang. Makin tinggi pendapatan seseorang, makin kecil pengeluaran yang
commit to user 4. Kemiskinan
a. Konsep dan Pengertian
Memahami masalah kemiskinan seringkali memang menuntut
adanya upaya untuk melakukan pendefinisian dan pengukuran. Sehubungan
dengan hal ini, perlu disadari bahwa masalah kemiskinan telah dipelajari
oleh berbagai ilmuwan sosial yang berasal dari latar belakang disiplin yang
berbeda. Oleh sebab itu, wajar pula apabila kemudian dijumpai berbagai
konsep dan cara pengukuran tentang masalah kemiskinan. Dalam konsep
ekonomi misalnya, studi masalah kemiskinan akan segera terkait dengan
konsep standart hidup, pendapatan dan distribusi pendapatan. Sementara itu,
ilmuwan sosial yang lain tidak ingin berhenti pada konsep-konsep tersebut,
melainkan mengkaitkan dengan konsep kelas, stratifikasi sosial, struktur
sosial dan bentuk-bentuk diferensiasi sosial yang lain (Soetomo:1995:117).
Bank dunia mendefinisikan kemiskinan sebagai Poverty is concern
with absolute standart of living of part of society the poor in equality refers
to relative living standarts across the whole society. Dari definisi tersebut
dapat diketahui bahwa kemiskinan adalah terkait dengan batas absolut
standart hidup sebagian masyarakat miskin. Dengan demikian
pengertiannya, maka apabila berbicara tentang kemiskinan akan
menyangkut standart hidup relatif dari masyarakat. Jika demikian halnya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
dengan nilai kebutuhan hidup minimum seseorang pada kurun waktu
tertentu (Sumodiningrat, 1999).
Menurut Sajogyo dalam Prayitno (1998) kemiskinan didefinisikan
sebagai suatu tingkatan kehidupan yang berada di bawah standar kebutuhan
hidup minimal yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan pokok pangan yang
membuat orang cukup bekerja dan hidup sehat berdasar atas kebutuhan
beras dan kebutuhan gizi. Sementara itu, menurut Emil Salim dalam
Cahyono (1993) kemiskinan merupakan keadaan penduduk yang meliputi
hal-hal yang tidak memiliki mutu tenaga kerja tinggi, jumlah modal yang
memadai, luas tanah dan sumber alam yang cukup, keaslian dan ketrampilan
yang tinggi, kondisi fisik dan rohaniah yang baik, dan rangkuman hidup
yang memungkinkan perubahan dan kemajuan.
Kemiskinan mempunyai pengertian yang luas dan tidak mudah
untuk mengukurnya. Secara umum ada dua macam ukuran kemiskinan yang
biasa digunakan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif (Arsyad,
1997):
1). Kemiskinan Absolut. Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan
dengan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan dibatasi
pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang
memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Bila pendapatan
tidak mencapai kebutuhan minimum, maka orang tersebut dapat
commit to user
membandingkan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas
antara keadaan miskin dan tidak miskin atau sering disebut sebagai garis
batas kemiskinan.
2). Kemiskinan Relatif. Seseorang yang sudah mempunyai tingkat
pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu
berarti miskin. Hal ini terjadi karena kemiskinan lebih banyak ditentukan
oleh keadaan sekitarnya, walaupun pendapatannya sudah mencapai
tingkat kebutuhan dasar minimum tetapi masih jauh lebih rendah
dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya, maka orang tersebut masih
berada dalam keadaan miskin. Berdasarkan konsep kemiskinan relatif
ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat hidup
masyarakat berubah. Dengan menggunakan ukuran pendapatan, keadaan
ini dikenal sebagai ketimpangan distribusi pendapatan. Semakin besar
ketimpangan antara golongan atas dan golongan bawah, maka akan
semakin besar pula jumlah penduduk yang dikategorikan miskin. Konsep
kemiskinan ini relatif bersifat dinamis, sehingga kemiskinan akan selalu
ada.
Dalam beberapa literatur lain, beberapa ahli menjelaskan beberapa
penyebab kemiskinan. Menurut Kartasasmita (1999) kemiskinan disebabkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
1). Rendahnya taraf pendidikan. Taraf pendidikan yang rendah
mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan
menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki.
2). Rendahnya derajat kesehatan. Taraf kesehatan dan gizi yang rendah
menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir, dan prakarsa.
3). Terbatasnya lapangan kerja. Keadaan kemiskinan karena kondisi
pendidikan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada
lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk
memutuskan lingkaran kemiskinan tersebut.
4). Kondisi keterisolasian. Banyak penduduk miskin, secara ekonomi tidak
berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga
sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan,
dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.
Selain definisi dan penyebab kemiskinan, menurut Sumodiningrat
(1999) terdapat beberapa pola kemiskinan antara lain yaitu:
1). Presistent Poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau
turun-temurun. Daerah yang mengalami kemiskinan ini pada umumnya
merupakan daerah kritis sumber daya alam atau terisolasi.
2). Cyclical Poverty, yaitu pola kemiskinan yang mengikuti pola siklus
commit to user
3). Seasonal Poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti yang sering
dijumpai pada kasus-kasus nelayan dan petani tanaman pangan.
4). Accidental Poverty, yaitu kemiskinan karena terjadi bencana alam atau
dampak dari suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan menurunnya
tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.
5. Rumah Tangga Miskin
a. Pengertian
Kemiskinan merupakan refleksi dari ketidakmampuan seseorang
untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan standar yang berlaku. Saat ini
sudah cukup banyak ukuran dan standar yang dikeluarkan oleh para pakar
dan lembaga mengenai batas garis kemiskinan.
Standar kemiskinan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal
Agraria dalam Nawawi (1997), adalah berdasarkan konsumsi sembilan
bahan pokok yang dihitung berdasarkan harga setempat. Standar kebutuhan
minimum perorang per bulan : 100 kg beras, 60 liter minyak tanah, 15 kg
ikan asin, 6 kg gula pasir, 4 meter tekstil kasar, 6 kg minyak goreng, 2 meter
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Sumber : Badan Pusat Statistik 2010
BKKBN mengambil keluarga batih sebagai unit pengertian,
namun tidak menggunakan konsep kemiskinan, melainkan konsep
kesejahteraan. Konsep kesejahteraan di sini jelas terkait dengan taraf hidup
No. Variabel Kriteria Rumah Tangga Miskin
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal Kurang dari 8 m² per orang
2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal Tanah/bambu/kayu murahan
3. Jenis dinding tempat tinggal Bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester 4. Fasilitas tempat buang air besar Tidak punya/bersama-sama dengan
rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah Bukan listrik
6. Sumber air minum Sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari Kayu bakar/arang/minyak tanah
8. Konsumsi daging / susu/ ayam per minggu
Tidak pernah mengkonsumsi/hanya satu kali perminggu
9. Pembelian pakaian baru untuk setiap ART dalam setahun
Tidak pernah membeli/hanya membeli satu stel dalam setahun
10. Makanan dalam sehari untuk tiap ART Hanya satu kali makan/dua kali makan dalam sehari
11. Kemampuan membayar untuk berobat ke Puskesmas/Poliklinik
Tidak mampu membayar untuk berobat
12. Lapangan Pekerjaan utama kepala rumah tangga
Petani dengan luas lahan 0,5 ha/buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan Rp 600,000 per bulan
13. Pendidikan tertinggi kepala keluarga Tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya tamat SD
14. Pemilikan asset/tabungan Tidak punya tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp 500,000 seperti sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
commit to user
dan garis kemiskinan. Dengan sejumlah indikator yang dibuat oleh
BKKBN, klasifikasi keluarga terdiri dari :
1). Keluarga Pra Sejahtera (Sangat Miskin). Belum dapat memenuhi salah
satu atau lebih indikator yang meliputi:
a). Indikator Ekonomi; Makan dua kali atau lebih sehari, memiliki
pakaian yang berbeda untuk aktivitas (misalnya di rumah, bekerja/
sekolah dan bepergian), bagian terluas lantai rumah bukan dari
tanah.
b). Indikator Non-Ekonomi; Melaksanakan ibadah, bila anak sakit
dibawa ke sarana kesehatan.
2). Keluarga Sejahtera I (Miskin) Adalah keluarga yang karena alasan
ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator meliputi:
a). Indikator Ekonomi; Paling kurang sekali seminggu keluarga makan
daging atau ikan atau telor, setahun terakhir seluruh anggota
keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru, luas
lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni.
b). Indikator Non-Ekonomi; Ibadah teratur, sehat tiga bulan terakhir,
punya penghasilan tetap, usia 10-60 tahun dapat baca tulis huruf
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
3). Keluarga Sejahtera II. Keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat
memenuhi salah satu atau lebih indikator meliputi; Memiliki tabungan
keluarga, makan bersama sambil berkomunikasi, mengikuti kegiatan
masyarakat, rekreasi bersama (6 bulan sekali), meningkatkan
pengetahuan agama, memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan
majalah.
4). Keluarga Sejahtera III
a). Sudah dapat memenuhi beberapa indikator, meliputi; Memiliki
tabungan keluarga, makan bersama sambil berkomunikasi, mengikuti
kegiatan masyarakat, rekreasi bersama (6 bulan sekali),
meningkatkan pengetahuan agama, memperoleh berita dari surat
kabar, radio, TV, dan majalah, menggunakan sarana transportasi.
b). Belum dapat memenuhi beberapa indikator, meliputi; Aktif
memberikan sumbangan material secara teratur, aktif sebagai
pengurus organisasi kemasyarakatan.
5). Keluarga Sejahtera III Plus. Sudah dapat memenuhi beberapa indikator
meliputi; Aktif memberikan sumbangan material secara teratur, aktif
sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan.
Rumah tangga dirumuskan sebagai unit masyarakat kecil yang terdiri
dari ayah, ibu, dan anak. Pengertian rumah tangga dapat dilihat dari arti
sempit dan arti luas. Rumah tangga dalam arti sempit didefenisikan dengan
commit to user
dewasa/belum kawin. Sedangkan rumah tangga dalam arti yang lebih luas
adalah satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan suatu
lingkungan keluarga yang luas daripada hanya ayah, ibu dan anak-anaknya.
Jadi yang dimaksud dengan rumah tangga miskin adalah suatu unit
masyarakat yang terkecil yang mempunyai hubungan biologis yang hidup
dan tinggal dalam satu rumah yang standart ekonominya lemah atau tingkat
pendapatannya relatif kurang untuk memenuhi kebutuhan dasar pokok
seperti sandang, pangan dan papan.
B. Penelitian Terdahulu
Susanti (2000) mengemukakan bahwa perkembangan rata-rata
pengeluaran konsumsi rumah tangga di Aceh periode 1986-1998 sebesar 5,2
persen per tahun. Pertumbuhan PDRB membawa pengaruh yang positif
terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga di Aceh. Hal tersebut
ditunjukan dengan hasil regresi yang didapat C = 409,160 + 0,61897 PDRB.
Sehingga membuktikan bahwa setiap perubahan dari pendapatan memberi
efek pada konsumsi.
Darma (2003) Hasil estimasi pada masing-masing kelompok pengeluaran
yang mengikut sertakan variabel sosial dan ekonomi keluarga, jenis mata
pencaharian kepala keluarga, tingkat pendidikan kepala keluarga, dan tempat
tinggal keluarga terhadap nilai garis kemiskinan. Nilai kemiskinan
berdasarkan aktivitas ekonomi rendah (J1) Rp 70986,635 dan aktivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
jenis mata pencaharian petani (M1) Rp 138309,885 jenis mata pencaharian
buruh tani (M2) Rp 167377,727, jenis mata pencaharian pedagang kaki lima
(M3) Rp 211600,798. Nilai garis kemiskinan berdasar pendidikan tinggi (S3)
Rp 89164,591. Nilai garis kemiskinan berdasar jumlah anggota keluarga 3
(A3) Rp 255304, berdasar jumlah anggota keluarga 4 (A4) Rp 451203,108,
berdasar jumlah anggota keluarga 5 (A5) Rp 384799,381.
Marsidin (2002) “Determinan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Berstatus Buruh/Karyawan di Indonesia (Analisis Data Susenas 2000)”.
Penelitian ini memberikan gambaran apa saja faktor-faktor yang menjadi
determinan pengeluaran konsumsi rumah tangga dengan status pekerjaan
utama adalah buruh/karyawan di Indonesia pada tahun 2000. Faktor-faktor
yang berpengaruh dalam pengeluaran konsumsi itu dikelompokan menjadi
dua bagian yaitu variabel ekonomi (gaji/upah) dan variabel non ekonomi
(karakteristik demografi, pendidikan, dan kesehatan). Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data Survei Ekonomi Sosial Nasional (Susenas)
KOR Tahun 2000, sedang metode analisis yang digunakan adalah deskriptif
dan inferensial dengan metode regresi double log. Berdasarkan analisis
deskriptif ditemukan bahwa sekitar 53,5 persen dari 54.051 kepala rumah
tangga buruh/karyawan di Indonesia berpendidikan dibawah SLTA,
selanjutnya sebesar 4,8 persen dari jumlah kepala keluarga tersebut masih
menerima gaji/upah kurang dari Rp 200.000 ,- atau dibawah standar UMP
commit to user
pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi tergantung dari pendidikan, usia,
dan daerah tempat tinggal kepala rumah tangga.
Siti Rochaeni, Erna Lokollo (2005) “Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Keputusan Ekonomi Rumah Tangga Petani di Kelurahan
Situgede Kota Bogor”. Penelitian yang membahas strategi rumah tangga
untuk hidup sejahtera ditunjukkan oleh alokasi waktu kerja anggota rumah
tangga untuk kegiatan mencari nafkah, pekerjaan rumah tangga dan kegiatan
lainnya. Tujuan dalam penelitian adalah menganalisis (1) alokasi waktu kerja
anggota rumah tangga pada usaha tani dan non usahatani, (2) Kontribusi
pendapatan anggota rumah tangga petani yang berasal dari usaha tani padi
dan non usahatani, (3) pola pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi dan
investasi, dan (4) faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan ekonomi
keluarga petani. Untuk menjawab tujuan tersebut digunakan analisis tabulasi
dan model persamaan simultan yang diduga dengan metode two Stage Least
Squares (2SLS). Hasil penelitian menunjukakan bahwa waktu kerja anggota
rumah tangga para petani di Kelurahan Setugede Bogor lebih banyak
ditujukkan pada usaha nontani daripada usaha pertanian, karena pendapatan
dari non usahatani lebih besar. Curahan waktu kerja suami pada non
usahatani padi berpengaruh negatif dan memberikan respon inelastis
terhadap curahan waktu kerja suami pada usahatani padi, tetapi berpengaruh
positif terhadap dan memberikan respon elastis terhadap pendapatan suami
dari usaha nontani. Kontribusi pendapatan rumah tangga petani dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Pengeluaran total rumah tangga petani sebesar 73,29 persen dari pendpatan
yang terdiri dari konsumsi sebesar 50,52 persen dan investasi sebesar 22,77
persen.
Ni Luh Sili Antari (2006) “Pengaruh Pendapatan, Pendidikan, dan
Remitan terhadap Pengeluaran Konsumsi Pekerja Migran Nonpermanen Di
Kabupaten Badung (Studi Kasus pada Dua Kecamatan di Kabupaten
Badung)”. Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah tujuan migran
di Propinsi Bali karena merupakan daerah pusat pemerintahan, ekonomi dan
perdagangan, pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pusat daerah wisatawan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan konsumsi antara
pekerja migran nonpermanen yang berasal dari Bali dan berasal dari luar
Bali. Data yang digunakan adalah data primer yang didapat dari 160
responden yang berada di dua desa yang ada di Kabupaten Bandung, yaitu;
Jimbaran dan Dalung. Analisis data yang digunakan adalah regresi linier
berganda, pengujian asumsi klasik, F-tes, t-test, dan analisis variabel
dominan. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap data yang
dikumpulkan Hasrat konsumsi marginal pekerja migran nonpermanen
asal Bali (koefisien pendapatan = 0,248) lebih besar dari pada hasrat
konsumsi marginal pekerja migran nonpermanen asal luar Bali (koefisien
pendapatan = 0,133). Variabel pendapatan, pendidikan dan remitan
berpengaruh signifikan secara simultan terhadap pengeluaran konsumsi
pekerja migran nonpermanen di Kabupaten Badung pada toleransi kesalahan
commit to user
dan signifikan terhadap pengeluaran konsumsi pekerja migran nonpermanen
di Kabupaten Badung. Variabel remitan berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap pengeluaran konsumsi pekerja migran nonpermanen di Kabupaten
Badung pada toleransi kesalahan 1 persen. Variabel yang berpengaruh
dominan terhadap pengeluaran konsumsi pekerja migran nonpermanen di
Kabupaten Badung menggunakan analisis variabel yang dominan diperoleh
hasil variabel pendapatan memiliki nilai beta tertinggi yaitu sebesar 0,412
Khairil Anwar (2007) “Analisis Determinan Pengeluaran Konsumsi
Rumah Tangga Masyarakat Miskin di Kabupaten Aceh Utara”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui determinasi variabel pendapatan, aktivitas
ekonomi, dan anggota rumah tangga, juga perbedaan lokasi tempat tinggal
terhadap konsumsi masyarakat miskin di Kabupaten Aceh Utara. Metode
yang digunakan adalah model regresi linier berganda, dengan mensifikasi
dalam metode Least Square Dummy Variabel (LSDV). Data yang digunakan
merupakan data cross-section yang dikumpulkan melalui kuisioner.
Obsrevasi dilakukan kepada 180 kepala keluarga yang dibagi secara merata
pada tiga kluster, yaitu; pesisir, pedalaman, dan perkotaan. Hasil estimasi
menunjukan bahwa semua variabel bebas bertanda positif dan signifikan
mempengaruhi besarnya konsumsi makanan, sebaliknya bertanda negatif dan
signifikan terhadap pengeluaran konsumsi bukan makanan. Variasi
kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan besarnya konsumsi makanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Spesifikasi model sudah sangat baik dengan terbebasnya model dari
pelanggaran asumsi klasik multikolinieritas dan heteroskedastisitas.
Handi Prasetyo (2009) yang berjudul “Analisis Tingkat Kemiskinan
pada Rumah Tangga Miskin di Kota Batu”. Penelitian ini merupakan
penelitian survei, yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik rumah
tangga miskin yang ada di Kota Batu dan pengaruh pendidikan serta jumlah
tanggungan keluarga terhadap pendapatan rumah tangga miskin di Kota
Batu. Dimana teknik analisis dilakukan dengan menggunakan regresi linier
berganda. Berdasarkan penelitianan pengujian yang dilakukan diperoleh
hasil bahwa karakteristik rumah tangga miskin di Kota Batu adalah
mayoritas kepala rumah tangga miskin bermata pencaharian sebagai petani,
dengan tingkat pendidikan mayoritas hanya tamatan SD dan tingkat
pendapatan berkisar antara Rp 150.000-Rp 340.000. Berdasarkan analisis
regresi linier berganda diperoleh hasil nilai korelasi ganda (R) sebesar 0,368
dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,135. Sehingga dapat diartikan
bahwa tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan keluarga memiliki
kontribusi pengaruh atas jumlah pendapatan yang dihasilkan rumah tangga
miskin di Kota Batu sebesar 13,5%, sedangkan sisanya sebesar 86,5%
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diuji dalam penelitian ini.
Pengujian secara \keseluruhan diperoleh nilai Fhitung sebesar 29,124 dan
Ftabel sebesar 3,019 karena Fhitung > Ftabel, artinya tingkat pendidikan dan
jumlah tanggungan dalam keluarga secara keseluruhan dinyatakan
commit to user
Kota Batu. Sedangkan pengujian secara parsial diperoleh hasil nilai thitung
yang dihasilkan oleh tingkat pendidikan adalah sebesar 7,538 dengan nilai t
tabel 1,96. Karena nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel, maka dapat
disimpulkan bahwa tingkat pendidikan secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap jumlah pendapatan rumah tangga miskin di Kota Batu. Sedangkan
nilai thitung yang dihasilkan oleh jumlah tanggungan keluarga adalah
sebesar 0,664 dan nilai ttabel 1,96. Artinya nilai t hitung lebih kecil dari nilai
t tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah tanggungan keluarga tidak
berpengaruh terhadap jumlah pendapatan rumah tangga miskin di Kota Batu.
C . Kerangka Penelitian
Gambar 2.4. Kerangka Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Miskin Pendapatan
Jumlah Anggota Keluarga
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Miskin
Jumlah Waktu Kerja
1. Pengeluaran makanan
2. Pengeluaran bukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Dalam melakukan analisis menganalisis pengeluaran konsumsi pada
keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta diperlukan sebuah
kerangka pemikiran seperti yang diatas. Kerangka pemikiran ini digunakan
dengan tujuan untuk mempermudah dalam melakukan penelitian . Penelitian
ini mencoba untuk mengetahui hubungan antara jumlah anggota keluarga,
pendapatan, aktivitas ekonomi terhadap pengeluaran konsumsi keluarga
miskin. Pengeluaran untuk konsumsi dibedakan menjadi dua yaitu konsumsi
untuk makanan dan konsumsi bukan makanan.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan atas uraian teori yang dikemukakan diatas dan studi
yang pernah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sementara untuk
dijadikan hipotesis , yaitu:
1. Pendapatan berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi rumah
tangga miskin di Kecamatan Banjarsari (ceteris paribus).
2. Jumlah anggota keluarga berpengaruh positif terhadap pengeluaran
konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari (ceteris
paribus).
3. Jumlah waktu kerja berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi
commit to user
40 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang bertujuan untuk mengukur variable-variabel
yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi rumah tangga masyarakat miskin dengan
menggunakan konsep mikro ekonomi. Variabel-variabel ekonomi yang akan diteliti
adalah pendapatan rumah tangga dan pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi
kebutuhan dasar (basic need) dengan karakterisrik ekonomi dan juga sosial rumah
tangga sebagai faktor pembeda. Penelitian ini dilakukan di Kota Surakarta dengan
mengambil studi kasus di Kecamatan Banjarsari.
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan hasil wawancara dengan
responden (keluarga miskin) dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang
telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder juga digunakan dalam penelitian ini
untuk memperdalam pembahasan lebih lanjut. Sedangkan data sekunder yang
diperlukan didapat dengan menelaah berbagai laporan/publikasi yang ada pada lembaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
C. Metode Penetapan Sampel
Populasi adalah merupakan keseluruhan elemen, atau unit elementer, atau unit
penelitian, atau unit analisis yang memiliki karakteristik tertentu yang dijadikan suatu
obyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga miskin penerima
bantuan PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta) di Kecamatan
Banjarsari dengan jumlah keseluruhan sebanyak 2.271 keluarga miskin.
Sampel adalah bagian terkecil dari anggota populasi yang diambil menurut
prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya, tehnik pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan tehnik simple random sampling (Nazir, 1998) yaitu
pengambilan sampel acak dimana setiap elemen dari populasi mempunyai peluang yang
sama besar untuk terpilih kedalam sampel.
Penetapan jumlah sample penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan
rumus Slovin (Nazir, 1998), yaitu:
Dimana : n = Jumlah sampel
N = Jumlah Keluarga miskin penerima PKMS
e = Presisi 10%