• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi industri yang sangat besar terutama

industri kecil dan menengah. Keberadaan industri terdiri dari beragam jenis serta tersebar di seluruh wilayah kecamatan yang ada. Berdasarkan pengamatan lapangan

diketahui terdapat beragam karakteristik industri yaitu terdapat industri yang berdiri sendiri secara individualis dan tidak menggerombol antar usaha yang sama, namun juga terdapat industri yang bergerombol dengan usaha sejenis dalam wilayah yang

sangat berdekatan.

Pembentukan klaster industri ini memiliki tujuan untuk meningkatkan capabilitas dan peforma dari suatu industri. Industri yang membentuk klaster dan

bergerombol dalam suatu wilayah tertentu diyakini memiliki peforma yang lebih baik dibandingkan dengan industri yang berdiri sendiri secara individual. Dengan sebuah klaster setidaknya akan tercipta eksternalitas positif bagi ekonomi

diantaranya sebagai berikut :

1. Adanya identitas spasial dimana dengan adanya identitas tertentu suatu industri dalam suatu wilayah akan memudahkan dalam proses informasi pasar,

disisi lain akan memudahkan pertukaran informasi pemasok serta informasi lainnya.

2. Adanya kompetisi yang mendorong kepada peningkatan kualitas barang dan berusaha untuk meningkatkan kemampuan permintaan pasar. Sehingga hasil akhir dari klaster diharapkan akan menaikkan daya saing dalam suatu industri.

40

Pembentukan klaster dapat berawal dari sejarah panjang usaha disuatu wilayah, dimana perkembangan tersebut disebabkan oleh adanya knowledge

spillover pertukaran informasi dari pemilik usaha awal sampai banyak usaha yang

berkembang disana. Perkembangan klaster juga dapat disebabkan oleh faktor buatan yaitu adanya campurtangan pemerintah dalam membentuk klaster usaha di suatu

wilayah.

Penjabaran mengenai beberapa klaster potensial dalam bab sebelumnya dapat terlihat terlihat bagaimana usaha tersebut berkembang pada suatu wilayah. Terdapat

beberapa usaha yang bersifat menggerombol dalam suatu kawasan tertentu seperti industri tahu di Desa Stembel Kecamatan Gambiran, Industri Bordir di Desa

Gambor Kecamatan Singojuruh, serta beberapa industri lainnya yang telah banyak dijabarkan.

Kondisi eksisting usaha yang ada dapat menjadi landasan manakala akan

dikembangkan. Klaster merupakan upaya untuk membuat suatu bentuk spesialisasi ekonomi dari suatu wilayah, spesialisasi tenaga kerja, kemudahan aksesibilitas informasi, adanya kompetisi, pemasok spesialis, dan organisasi serta dukungan

pemerintah.

Dalam pengamatan terhadap 12 jenis industri yaitu industri tahu, industri

gula kelapa, industri bordir, industri kerajinan monte, industri kerajinan bambu, industri kerajinan kayu, industri makanan ringan, industri pengolahan ikan industri batik serta beberapa ragam industri lainnya yang diamati ditinjau dari segi sejarah

awal munculnya memperlihatkan beberapa klaster memiliki sejarah panjang sampai pada akhirnya dalam satu wilayah spasial yang sama, yaitu 1 (satu) dusun memiliki

41

tingkat keahlian usaha yang turun temurun. Contoh industri bordir di Kecamatan Singojuruh, industri kerajinan bambu di Gintangan Kecamatan Rogojampi, industri

tahu di Kecamatan Gambiran serta banyak lagi wilayah klaster industri lainnya. Tingkat keahlian yang dimiliki dari daerah yang menjadi pengamatan penelitian menunjukkan bahwa di wilayah tersebut dari tingkat tenaga kerja spesialis

sudah tercipta. Dimana pembentukan tenaga kerja spesialis tersebut merupakan hasil dari pertukaran dan transfer pengetahuan dan keahlian dari pemilik usaha awal sehingga sampai saat ini akhirnya banyak masyarakat yang memiliki keahlian

dibidang usaha tersebut. Banyaknya usaha serupa yang berkembang menyebabkan banyak orang semakin mengenal wilayah tersebut dengan usahanya sehingga

beberapa daerah identitas spasialnya sudah terlihat.

Berdasarkan pengamatan lapangan terhadap 12 jenis usaha dengan melihat perkembangan di beberapa wilayah, terlihat bahwa hal yang masih kurang terlihat

adalah dari sisi tingkat kompetisinya. Sebagai contoh adalah dari klaster bordir, jika diamati dari sisi kemampuan membordir sudah sangat merata hampir di seluruh desa tersebut mampu untuk membordir, namun tingkat kompetisinya kurang terlihat

sebab selama ini motif bordir seluruhnya termasuk bahan baku seluruhnya pasokan dan pesanan dari Bali. Kondisi industri bordir ini masuk dalam kondisi klaster pasif

karena produk tidak berkembang seluruhnya hanya berdasarkan perintah, pasar tidak berkembang hanya mengandalkan pasar Bali dari pengusaha di Bali.

Kondisi kurang kompetitifnya dari industri yang ada juga terlihat pada

industri makanan manisan pala, dalam industri tersebut tingkat teknologi yang digunakan tidak berkembang, produk yang dihasilkan juga kurang berkembang,

42

mayoritas pengusaha manisan menggunakan teknologi pengemasan yang sangat sederhana dan kurang ada motivasi untuk mengembangkan kemasan produk.

Kondisi pasar yang relatif tergantung kepada pesanan pengepul.

Dari seluruh pengamatan terhadap industri yang potensial, kondisi klaster yang terbentuk lebih mengarah kepada kondisi klaster pasif. Industri yang mengarah

kepada klaster aktif adalah dari klaster industri batik, hal tersebut terlihat dari upaya inovasi motif batik yang terus dikembangkan dan perluasan pemasaran. Klaster lebih bersifat aktif karena beberapa hal sebagai berikut:

a. Produk berkembang sesuai dengan permintaan pasar (kualitas) b. Teknologi berkembang untuk memenuhi kualitas produk di pasar

c. Pamasaran lebih aktif mencari pembeli; d. Terbentuknya informasi pasar;

e. Berkembangnya kegiatan bersama untuk produksi dan pasar (misalnya

pembelian bahan baku bersama, kantor pemasaran bersama dst).

Keunggulan terbentuknya klaster diantaranya adalah terdapat sinergitas aktivitas yang saling berhubungan antar sesama pengusaha, adanya kompetisi untuk

pengembangan produk terutama peningkatan kualitas produk, aktivitas untuk memudahkan terbentuknya akses pasar.

Industri yang terdapat di beberapa kecamatan di kabupaten Banyuwangi potensinya sangat besar seperti industri bordir dimana di beberapa desa klaster sebagian besar masyarakatnya telah memiliki kemampuan membordir. Contoh

43

lainnya. Kondisi klaster yang ada masih terlihat mencirikan klaster yang bersifat pasif, sebab :

a. Produk tidak berkembang (cenderung mempertahankan produk yang sudah ada)

b. Teknologi tidak berkembang (memakai teknologi yang ada, biasanya tradisional, tidak ada investasi untuk peralatan dan mesin)

c. Pasar lokal (memperebutkan pasar yang sudah ada, tidak termotivasi untuk

memperluas pasar, ini mendorong terjadinya persaingan pada tingkat harga bukan kualitas) dan tergantung pada perantara/pedagang perantara.

d. Tingkat keterampilan pelakunya statis (keterampilan turun temurun) Tingkat kepercayaan pelaku dan antar pelaku rendah (modal sosialnya rendah, mendorong saling menyembunyikan informasi pasar, teknis produksi dsb)

e. Informasi pasar sangat terbatas (hanya perorangan atau kelompok tertentu yang mempunyai akses terhadap pembeli langsung).

Kondisi industri yang ada dalam klaster lebih cenderung tidak berkembang

karena produk yang dihasilkan tidak berkembang, peralatan sederhana kurang mau untuk mengiventariskan peralatan yang lebih baik. Sepertiindustri manisan pala di

Desa Pesucen apabila di lihat jumlah pengusaha manisan disana sudah sekitar 20 pengusaha di satu desa. Dinilai dari spesialisasi tenaga kerja diwilayah tersebut sudah terlihat pengusaha sudah sangat terampil (spesialisasi tenaga kerja) untuk

44

yang memiliki kemauan untuk berkembang untuk memperbanyak jenis manisan, dan perbaikan kualitas kemasan.

Keberadaan klaster ini seharusnya memberikan eksternalitas positif dengan semakin terpacu pengusaha sejenis untuk saling berkompetisi dalam perbaikan

kualitas hasil produksi namun di beberapa pengamatan kondisi tersebut tidak terjadi. Beberapa hal yang menyebabkan kurang terjadinya kompetisi antar pengusaha adalah sebagai berikut :

1. Pengetahuan akan diversifikasi produk masih lemah. 2. Motivasi pengusaha yang masih rendah

3. Kekhawatiran akan ketiadaan pasar terhadap produk olahan terbarunya

4. Belum kuatnya organisasi yang menaungi keberadaan usaha untuk mendorong kearah yang lebih maju.

5. Masih lemahnya akses informasi pasar.

Kondisi klaster industri pada umumnya memperlihatkan kondisi karakteristik klaster pasif. Kondisi klaster tesebut membuat kawasan setra industri menjadi

kurang berkembang. Salah satu upaya agar industri dapat lebih berkembang adalah mendorong sentra yang ada bergeser dari kondisi klaster pasif menjadi klaster aktif.

Upaya mendorong suatu sentra industri dari jenis klaster apasif menjadi klaster aktif bukan suatu upaya yang mudah. Terdapat beberapa kendala yang dihadapi terkait masalah rendahnya motivasi pelaku usaha untuk berkembang. Salah

45

membuat usaha dalam sebuah klaster menjadi lebih cepat berkembang. Tahapan dalam pengembangan menuju klaster aktif adalah sebagai berikut:

1. Tahapan Pembentukan Kelompok.

Tinggi rendahnya tingkat kompetisi yang ada dalam klaster sangat ditentukan oleh tingkat motivasi para pelaku usaha. Tingkat pertumbuhan

klaster menjadi aktif sangat ditentukan oleh motivasi pelaku usaha maka dalam mendorong klaster pasif menjadi klaster aktif. Upaya pembentukan kelompok usaha kreatif ini sebagai embrio dalam memotivasi pelaku usaha dapat lebih

berkembang. Pemerintah dapat melakukan upaya inisiasi, motivasi dan pendampingan mengenai manfaat kelompok usaha kreatif. Upaya ini dapat

dilakukan oleh beberapa SKPD terkait mulai Dinas Perindustrian, perdagangan dan Pertambangan, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Pemuda dan Olahraga, serta instansi lain untuk mendorong terbentuknya kelompok usaha kreatif.

Indicator keberhasilan dari kelompok usaha kreatif ini adalah dari peran aktif kelompok usaha dalam mencoba berbagai upaya pengembangan industri, semisal usaha bordir apabila sudah terbentuk kelompok usaha dapat terlihat

aktivitas kelompok yang mendorong para pengusaha mampu untuk menghasilkan motif bordir khas sendiri, dan beberbagai upaya pengembangan

lainnya.

2. Peningkatan Inovasi Produk

Tahapan Kedua dalam upaya mendorong sebuah klaster adalah dengan

meningkatkan inovasi produk. Klaster pasif salah satu karakteristiknya adalah produk yang dihasilkan kurang berkembang dan investasi peralatan masih

46

kurang. Dalam tahapan ini adalah merupakan upaya untuk meningkatkan tingkat inovasi dari produk. Upaya inisiasi peningkatan produk ini dimulai

dari kelompok usaha kreatif yang diharap-kan dapat menjadi pilot percontohan terhadap pengusaha yang lainnya.

Peningkatan inovasi produk dapat berupa perbaikan mutu produk,

penambahan diversifikasi produk, serta perbaikan kualitas kemasan. Inovasi produk dapat pula berupa peningkatan legalisasi usaha karena selama ini industri yang ada tanpa perizinan, sehingga beberapa usaha tidak memiliki

hak merk. Dengan peningkatan legalisasi usaha diharapkan industri yang ada akan lebih berkembang.

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam upaya pengembangan inovasi produk ini dapat mengambil peran dengan program-program pelatihan perbaikan kualitas produk, program pelatihan adopsi teknologi,

program-program pemberian bantuan peralatan produksi, program bantuan perizinan. Bebrapa pihak yang dapat terlibat diantaranya adalah Dinas Perindustrian, perdagangan, dan Pertambangan, Dinas Koperasi dan UMKM,

Dinas Pertanian, perkebunan dan Kehutanan, Dinas Peternakan, Dinas Kelautan & Perikanan,dandinas-dinas teknis lainnya.

Hasil yang dituju dari upaya pengembangan inovasi produk ini adalah semakin meningkatnya kualitas produk baik rasa, bentuk dari produk tersebut, kemasan produk sampai kepada bagaimana industri yang ada

47

3. Penguatan Akses informasi

Tahapan ketiga dalam upaya pengembangan klaster adalah dengan

meningkatkan akses informasi baik akses informasi input sampai informasi pasar. Kendala utama dalam pengembangan produk adalh masih rendahnya tingkat penjualan dimana salah satu penyebabnya adalah minimnya informasi

yang dimiliki pengusaha.

Keberadaan klaster industri ini memberikan peluang terbukanya informasi. Kondisi wilayah sentra industri memperlihatkan masih minimnya

sarana informasi pemasaran. Berdasarkan tahapan-tahapan sebelumnya agar produk yang telah dihasilkan dapan lebih berkembang perlu untuk ditunjang

oleh upaya pemasaran, namun pemasaran ini adalah bagaimana usha tersebut dapat langsung bertemu dengan pembeli.

Pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan tingkat informasi

pengusaha dapt mengambil peran dengan memberikan sarana prasaran untuk memperkenalkan sentra industri seperti pembangunan gapura, banner, Baliho, maupun media lainnya yang menginformasikan identitas wilayah tersebut.

Selain itu upaya pemasaran melalu media informastika seperti media internet juga dapat menjadi salah satu langkah untuk meningkatkan akse informasi

48

VI. PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa klaster di Kabupaten Banyuwangi terdapat

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

a. Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi industri mikro-kecil sebanyak 18.302 unit usaha yang terdiri dari beragam jenis usaha dan tersebar di

seluruh kecamatan.

b. Dengan mempertimbangkanfaktor-faktor: unit usaha, nilai produksi, investasi, dan jumlah tenaga kerja, penelitian yang fokus pada 12 jenis

industri. Berdasarkan hasil analisa klaster dengan menggunakan variabel tersebut, maka didapatkan gambaran sebaran klaster sebagai berikut:

 Klaster Kerajinan bambu terpusatdi Kecamatan Srono, Rogojampi, dan Kalipuro.

 Klaster Industri Gula Kelapa terpusat di Kecamatan Srono dan Rogojampi.

 Klaster Industri Batu bata terpusatdi Kecamatan Genteng, Tegaldlimo dan Kabat.

 Klaster Industri Kerajinan Monteterpusatdi Kecamatan Rogojampi, Srono dan Glagah.

 Klaster Industri Kerajinan Bordir terpusatdi Kecamatan Rogojampi, Genteng, dan Singojuruh.

49

 Klaster Industri Kerajinan kayu terpusatdi Kecamatan Kabat, Rogojampi, dan Cluring.

 Klaster Industri Genteng terpusatdi Kecamatan Tegaldlimo, Wongserejo dan Muncar.

 Klaster Industri tahu terpusatdi Kecamatan Gambiran, Cluring dan Genteng

 Klaster Industri Makanan Ringan terpusatdi Kecamatan Banyuwangi, Kalipuro dan Rogojampi.

 Klaster Industri Kerajinan Hasil Kelapa terpusatdi Kecamatan Kabat, danGlagah

 Klaster Industri pengolahan ikan terpusatdi Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Srono dan Sempu.

 Klaster Kerajinan Batik terpusatdi Kecamatan Kabat, Cluring,dan Banyuwangi

c. Wilayah klaster terhadap masing-masing usaha memperlihatkan bahwa kegiatan usaha IKM dalam wilayah tersebut memiliki sejarah panjang yang

pada akhirnya menjadikan wilayah tersebut memiliki kekhususan dalam tenaga kerja spesialis dan identitas spasialnya, baik dari hulu hingga hilir. d. Mayoritas IKM masih masuk dalam kategori klaster pasif, yaitu industri batu

bata, industri genteng, industri tahu, industri bordir, industri monte, industri gula kelapa, industri makanan ringan, industri bambu dan industri genteng yang dicirikan oleh produk tidak berkembang (jenis dan kualitasnya),

50

investasi teknologi rendah, informasi pasar rendah, dan tergantung pihak perantara.

e. Beberapa industri yang mencerminkan klaster aktif, diantaranya industri industri batik, industri kayu, industri pengolahan ikan, dicirikan oleh kondisi produk berkembang baik jenis maupun kualitas, investasi teknologi

berkembang, informasi pasar lebih berkembang.

f. Kendala pengembangan klaster terletak kepada kurangnya kompetisi akibat kurangnya inovasi pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya karena

beberapa hal diantaranya kurangnya motivasi pelaku usaha, tingkat pengetahuan pelaku usaha untuk pengembangan produk, ketiadaan sarana

pendukung untuk pengembangan produk.

g. Permasalahan lainnya adalah belum adanya suatu bentuk kelembagaan/organisasi yang memayungi serta aktif mendorong pelaku usaha

untuk terus berkembang.Ketiadaan akses pasar dan infrastruktur pemasaran yang memadai, menyebabkan pola pemasaran masih relatif stagnan (misalkan monte dan bordir ) dan yang tergantung pada kontrak pengusaha besar di

Bali.

2. Saran

Pengklasteran wilayah industri kecil menengah (IKM) ini adalah menghasilkan data base yang cukup penting dan strategis bagi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Sehubungan dengan itu, beberapa saran yang perlu

51

a. Bagi setiap klaster industri (terutama terbanyak tergolong pasif), faktor yang perlu mendapat perhatian dalam peningkatan kemampuan inovasi pelaku

usaha adalah pembentukan kelompok usaha kreatif.Untuk maksud tersebut perlukajian peningkatan peran klaster melalui penataan klaster dan peningkatan inovasi melalui pembentukan kelompok usaha kreatif.

b. Penataan dan pengelolaan IKM di Kabupaten Banyuwangi dalam membangun networking (hulu – hilir), diperlukan dukungan sarana dan prasarana produksi dan pemasaran, peralatan dan dukungan

pembinaan-pembinaan sumberdaya manusia pelaku IKM.

c. Untuk menunjang pemasaran hasil produksi IKM di Kabupaten Banyuwangi,

perlu dikaji penetapan networking dan outlet berbagai output strategis.

d. Sebagai penguatan eksistensi IKM di Kabupaten Banyuwangi, perlu ditelaah secara akademis berbagai faktor pendukung sebagai muatan ilmiah

penyusunan regulasi peningkatan dan pengembangan peran Industri kecil menengah secara berkelanjutan.

Dokumen terkait