• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI. No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TUJUAN... 4 BAB III METODE PENELITIAN... 5 BANYUWANGI Klaster Industri Batu Bata...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI. No Judul Hal BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TUJUAN... 4 BAB III METODE PENELITIAN... 5 BANYUWANGI Klaster Industri Batu Bata..."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

i

DAFTAR ISI

No Judul Hal

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II TUJUAN ... 4

BAB III METODE PENELITIAN ... 5

BAB IV DESKRIPTIF KLASTER POTENSIAL KABUPATEN BANYUWANGI ... 7

4.1 Klaster Industri Batu Bata ... 7

4.2 Klaster Industri Tahu ... 9

4.3 Klaster Industri Kerajinan Bambu ... 12

4.4 Klaster Industri Gula Kelapa ... 15

4.5 Klaster Industri Kerajinan Hasil Kelapa ... 18

4.6 Klaster Industri Pengolahan Hasil Perikanan ... 20

4.7 Klaster Industri Kerajinan Bordir ... 22

4.8 Klaster Industri Makanan Ringan ... 24

4.9 Klaster Industri Industri Batik ... 27

4.10 Klaster Industri Usaha Kerajinan Monte ... 30

4.11 Klaster Industri Genteng ... 33

(2)

ii

BAB V PEMBANGUNAN KLASTER INDUSTRI DI KABUPATEN

BANYUWANGI ... 39

BAB VI PENUTUP ... 48

5.1 Kesimpulan ... 48

(3)

iii

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal 4.1 Peta Klaster Industri Batu Bata di Kabupaten Banyuwangi ... 8 4.2 Peta Klaster Industri Tahu di Kabupaten Banyuwangi ... 10 4.3 Peta Klaster Industri Kerajinan Bambu di Kabupaten Banyuwangi . 13 4.4 Peta Klaster Industri Gula Kelapa di Kabupaten Banyuwangi ... 16 4.5 Peta Klaster Industri Kerajinan Hasil Kelapa di Kabupaten

Banyuwangi ... 19 4.6 Peta Klaster Industri Pengolahan Hasil Perikanan

di Kabupaten Banyuwangi ... 21 4.7 Peta Klaster Industri Kerajinan Bordir di Kabupaten Banyuwangi .. 23 4.8 Peta Klaster Industri Makanan Ringan di Kabupaten Banyuwangi . 25 4.9 Peta Klaster Industri Batik di Kabupaten Banyuwangi ... 27 4.10 Peta Klaster Industri Usaha Kerajinan Monte di Kabupaten

Banyuwangi ... 31 4.11 Peta Klaster Industri Genteng di Kabupaten Banyuwangi ... 33 4.12 Peta Klaster Industri Kerajinan Kayu di Kabupaten Banyuwangi .... 37

(4)

iv

DAFTAR TABEL

No Judul Hal 4.1 Desa Lokasi Klaster Industri Batu Bata di Kabupaten

Banyuwangi ... 8 4.2 Peta Klaster Industri Tahu di Kabupaten Banyuwangi ... 10 4.3 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan Bambu

di Kabupaten Banyuwangi ... 14 4.4 Desa Lokasi Klaster Industri Gula Kelapa di Kabupaten

Banyuwangi ... 16 4.5 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan Hasil Kelapa

di Kabupaten Banyuwangi ... 19 4.6 Desa Lokasi Klaster Industri Pengolahan Hasil Perikanan

di Kabupaten Banyuwangi ... 21 4.7 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan Bordir

di Kabupaten Banyuwangi ... 23 4.8 Desa Lokasi Klaster Industri Makanan Ringan

di Kabupaten Banyuwangi ... 26 4.9 Desa Lokasi Klaster Industri Batik di Kabupaten Banyuwangi ... 28 4.10 Desa Lokasi Klaster Industri Usaha Kerajinan Monte

di Kabupaten Banyuwangi ... 31 4.11 Desa Lokasi Klaster Industri Genteng di Kabupaten Banyuwangi .. 34 4.12 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan Kayu di Kabupaten

(5)

1

I.

PENDAHULUAN

Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu wilayah di Propinsi Jawa Timur sedang tumbuh pesat hal ini terlihat dari pencapaian pertumbuhan ekonomi yang mampu mendekati dan melampaui tingkat pertumbuhan ditingkat propinsi. Selama lima tahun terakhir tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah sebesar 7,21% mendekati pertumbuhan ekonomi di Provpinsi Jawa Timur sebesar 7,27. Selama lima tahun terakhir terdapat dua kali pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi melampaui pencapaian pertumbuhan ekonomi d Propinsi Jawa Timur yaitu pada tahun 2009 dan tahun 2013.

Perekonomian Kabupaten Banyuwangi didominasi oleh peran dari sektor pertanian sebagai penyumbang terbesar. Peranan sektor pertanian dalam adalah sebesar 44,36%. Sektor ekonomi penyumbang terbesar kedua adalah dari sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar 28,11%, dan penyumbang terbesar ketiga adalah sektor industri pengolahan dengan kontribusi sebesar 6.32%.

Data PDRB menunjukan potensi pertanian di Kabupaten Banyuwangi sangat besar. Potensi pertanian yang besar tersebut sebenarnya sangat memungkinkan untuk berkembangnya sektor lainnya terutama sektor industri pengolahan. Dengan potensi pertanian yang ada akan banyak jenis industri yang dapat tumbuh di Kabupaten Banyuwangi. Pengembangan sektor industri pengolahan ini sangat penting terhadap sektor pertanian sebab merupakan cara untuk penciptaan nilai tambah sektor pertanian.

(6)

2

Kabupaten Banyuwangi tahun 2013 setidaknya telah memiliki industri sebanyak 18.305 yang tersebar di seluruh kecamatan. Industri yang ada terdiri dari beragam jenis mulai industri makanan minuman, minuman, tekstil, industri kayu serta beragam jenis industri lainnya. Besarnya potensi industri tersebut tentunya berimplikasi terhadap besarnya penyerapan tenaga kerja. Setidaknya dengan jumlah indutri yang ada tersebut mampu menyerap 63.305 tenaga kerja.

Negara Indonesia tahun 2015 ini dihadapkan pada pelaksanaan perjanjian Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Globalisasi membawa dampak dan tantangan yang sangat besar bagi negara-negara berkembang di dunia termasuk Indonesia. Pemerintah di banyak negara juga telah melakukan berbagai strategi untuk menyikapi fenomena globalisasi yang menyebabkan terbentuknya stabilitas baru dalam sistem perekonomian dunia. Salah satu bukti upaya tersebut adalah ditandai dengan muncul fenomena klaster di banyak negara. Pendekatan klaster industri merupakan pendekatan baru yang mampu menjawab market failure, government failure/policy failure, dan systemic failure, sehingga telah diakui sebagai pendekatan paling penting untuk bertahan hidup dan bersaing di pasar internasional (Nibedita, dkk, 2011) dan terbukti berhasil dalam meningkatkan pertumbuhan industri maupun ekonomi regional.

Pendekatan klaster industri merupakan salah satu kebijakan yang diterapkan pemerintah untuk dapat memajukan industri skala kecil yang berusaha mengoptimalkan pembangunan melalui konsep keterkaitan dalam aktivitas ekonomi masing dalam mencapai keunggulan kompetitifnya dalam cakupan wilayah regional

(7)

3

atau fungsional ekonomi tertentu. Melalui pendekatan ini, diharapkan terjadi pola keterkaitan antar kegiatan baik dalam sektor industri itu sendiri (keterkaitan horizontal) maupun antara sektorindustri dengan seluruh jaringan produksi dan distribusi yang terkait dengan industri inti (keterkaitan vertikal). Sehingga biaya ekonomi produksi dapat lebih efisien dengan penguatan klaster yang akan meningkatkan daya saing industri dan diharapkan dapat menghadapi persaingan global.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pembentukan klaster industri di Kabupaten Banyuwangi sangat penting untuk segera dilaksanakan sehingga dapat memacu pembangunan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi. Dengan adanya klaster industri, pengambilan kebijakan ekonomi, baik dalam hal investasi dan pengembangan produk serta pemasarannya akan menjadi lebih terarah dan sesuai sasaran.

(8)

4

II.

TUJUAN

Tujuan yang hendak dicapai dalam kajian Pembentukan Klaster Industri Di Kabupaten Banyuwangi ini adalah sebagai berikut

a. Memetakan potensi industri dan daerah penghasil bahan baku pada setiap kecamatan di Kabupaten Banyuwangi;

b. Menganalisis daya saing dan daya dukung wilayah berdasarkan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh masing-masing kecamatan di Kabupaten Banyuwangi;

c. Menganalisis pembentukan klaster industri yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi; dan

d. Tersusunnya Dokumen Pembentukan Klaster Industri di Kabupaten Banyuwangi.

(9)

5

III.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini tidak secara murni menggunakan pendekatan deskriptif analitis yang di dalamnya terdapat pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena di dalamnya selain terdapat penerapan pendekatan penelitian kuantitatif, dalam porsi tertentu digunakan pendekatan kualitatif positifis. Hal ini diperlukan terutama untuk memahami potensi wilayah serta permasalahan dan peluang dalam pembentukan klaster industri.

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui metode in depth interview dengan menggunakan kuisoner sebagai pedoman wawancara. Responden dalam penelitian ini adalah perangkat kecamatan, perangkat desa serta pelaku usaha yang merupakan informan kunci.

Sedangkan data sekunder diperoleh melalui BPS Jawa Timur, BPS Kabupaten Banyuwangi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Banyuwangi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Banyuwangi, dan dinas-dinas terkait lainnya. Untuk mendukung ketersediaan data lainnya yang lebih lengkap, sumber data juga diakses melalui publikasi artikel maupun makalah/jurnal ilmiah dari internet.

Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan pada bab sebelumnya. Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: (i) pemetaan potensi industri dan wilayah penghasil bahan baku pada setiap kecamatan di Banyuwangi;

(10)

6

dengan menggunakan metode deskriptif analitis dan deskripsi interpretatif berdasarkan data sekunder dan data primer yang didapatkan dari informasi-informasi yang didapatkan dari key informan; (ii)menganalisa daya saing dan daya dukung wilayah berdasarkan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh masing-masing kecamatan di Kabupaten Banyuwangi; serta (iii) menganalisis pembentukan klaster industri yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi dengan menggunakan analisis klaster. Selanjutnya berdasarkan hasil analisa yang dilakukan, akan disusun dokumen pembentukan klaster industri di Kabupaten Banyuwangi.

(11)

7

IV.

DESKRIPTIF KLASTER POTENSIAL

KABUPATEN BANYUWANGI

Berdasarkan hasil analisis klaster, dapat diketahui bahwa terdapat 12 jenis industri yang potensial untuk dikembangkan jika dilihat berdasarkan kriteria tenaga kerja terbesar, nilai produksi terbesar, nilai investasi terbesar, jumlah unit usaha terbanyak serta ktiteria khusus yang berkaitan dengan industri kreatif dan industri khas Kabupaten Banyuwangi. Jenis industri potensial tersebut adalah industri batu bata, industri tahu, industri gula kelapa, industri genteng, industri batik, industri kerajinan bordir, industri kerajinan monte, industri kerajinan bambu, industri kerajinan berbahan kayu, industri makanan ringan, industri kerajinan hasil kelapa, dan industri pengolahan ikan. Secara lebih jelas, berkut gambaran lokasi dan permasalahan dari masing-masing klaster industri potensial tersebut.

1. Klaster Industri Batu Bata

Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi industri berupa klaster industri batu bata. Perkembangan industri bata ini tidak lepas dari potensi sumberdaya alam berupa tanah galian sebagai bahan baku pembuatan batu bata yang masih berlimpah. Klaster Industri batu bata di Kabupaten Banyuwangi tersebar di beberapa kecamatan seperti pada tabel dan gambar sebagai berikut.

(12)

8

Gambar 4.1 Peta Klaster Industri Batu Bata di Kabupaten Banyuwangi Tabel 4.1 Desa Lokasi Klaster Industri Batu Bata di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Desa Genteng Kembiritan Purwoharjo Glagahagung Karetan Purwoharjo Tegaldlimo Wringipitu Rogojampi Kedaleman Watu Kebo Srono Kebaman Parijatah kulon Kalipuro Bulusan Sempu Temuasri Temuguruh Kabat Pakistaji Macan Putih Glagah Paspan Bakungan Rejosari Banjarsari Banyuwangi Sumberrejo Pengantigan

(13)

9

Adapun permasalahan yang dihadapi oleh klaster industri batu bata di Kabupaten Banyuwangi antara lain sebagai berikut:

a. Sebagian pengusaha batu bata masih kesulitan mengikuti perkembangan teknologi produksi batu bata. Alat-alat pembuatan batu bata modern dinilai masih terlalu mahal bagi pengusaha batu batadi daerah tersebut.

b. Produsen batu bata di wilayah Kecamatan Tegaldlimo sudah memiliki perkumpulan antar produsen batubata tetapi untuk melakukan kegiatannya masih terkendala biaya operasional sehingga anggota kurang peduli pada perkumpulan tersebut.

c. Fasilitas pemerintah masih kurang mendukung pengusaha batubata. Pelatihan, seminar untuk inovasi produk dan potensi pasar serta bantuan permodalan untuk mendukung perkembangan usaha batubata belum menyentuh para produsen batubata.

d. Preferensi konsumen berubah pada penggunaan batako sehingga menurunkan permintaan batu bata.

e. Belum ada pengusaha batu bata yang memiliki izin usaha karena dianggap tidak mempengaruhi produksi batu bata.

2. Klaster Industri Tahu

Industri tahu merupakan salah satu potensi industri di Kabupaten Banyuwangi. Tingginya produksi kedelai dan jumlah permintaan terhadap tahu menyebabkan banyak industri tahu berkembang, bahkan hampir setiap kecamatan di Kabupaten Banyuwangi terdapat pengusaha tahu. Selain untuk memenuhi permintaan pasar domestik di Kabupaten Banyuwangi produksi tahu asal Kabupaten

(14)

10

Banyuwangi sudah terkenal sampai keluar daerah antara lain Surabaya, Malang, Jember dan sebagainya.

Berdasarkan analisa klaster dengan variabel jumlah unit produksi dan tingkat produksi maka wilayah yang masuk dalam klaster industri tahu adalah sebagai berikut.

Gambar 4.2 Peta Klaster Industri Tahu di Kabupaten Banyuwangi Tabel 4.2 Desa Lokasi Klaster Industri Tahu di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Desa Gambiran Gambiran Dusun Stembel Jajag Purwodadi Yosomulyo Genteng Kaligondo Setail Kembiritan

(15)

11

Industri tahu merupakan usaha yang potensial mengingat tahu merupakan salah satu makanan pokok yang banyak dikonsumsi masyarakat sedangkan jumlah penduduk semakin meningkat setiap tahunnya. Tingginya permintaan akan produk tahu meningkatnya tingkat produksi dan munculnya pengusaha baru.Industri tahu umumnya berupa industri rumahan yang tenaga kerjanya lebih banyak berasal dari daerah tersebut. Salah satu Kecamatan dengan jumlah produsen tahu terbanyak adalah Kecamatan Gambiran khususnya di Desa Stembel dengan jumlah pengusaha tahu hampir mencapai 40 orang dengan rata-rata tenaga penyerapan tenaga kerja 4 - 11 orang per industri rumahan tahu yang semuanya berasal dari desa tersebut. Dengan jumlah penduduk sekitar 500 orang atau 100 kepala keluarga maka hampir semua tenaga kerja akan terserap diindustri rumahan tahu.

Dengan potensi pertumbuhan yang tinggi home industri tahu harus terus dikembangkan. Saat ini kondisi peningkatan permintaan tahu yang cukup tinggi bukan hanya untuk Kabupaten Banyuwangi melainkan untuk daerah sekitarnya seperti Kabupaten Jember dan beberapa kabupaten lain di Jawa Timur. Dari kondisi tersebut terbuka peluang bagi home industri tahu untuk memperluas pemasaran tidak hanya berorientasi pada pasar lokal tetapi juga dipasar regional agar memberi dampak yang lebih tinggi bagi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi.

Adapun permasalahan yang terjadi dalam pengembangan klaster industri tahu di Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut:

a. Industri tahu memanfaatkan kedelai lokal, kendala kestabilan terhadap pasokan kedelai lokal, kestabilan harga kedelai lokal serta kestabilan kualitas dari kedelai lokal masih sering ditemui oleh pengusaha tahu.

(16)

12

b. Tingkat persaingan antar pengusaha tahu masih rendah. Inovasi produk melalui diversifikasi produk maupun strategi perluasan pasar untuk meningkatkan nilai penjualan tidak ada.

c. Pengusaha tahu sangat bergantung pada teknik pembuatan tahu konvensional sehingga membatasi perkembangan teknik pembuatan tahu modern yang tentunya meningkatkan kualitas hasil produknya

d. Harga bahan baku utama (kedelai) dan bahan baku pendukung sering berfluktuasi sehingga pengusaha tahu mendapat keuntungan yang lebih rendah.

e. Belum semua pengusaha tahu memiliki izin usaha karena izin usaha dianggap tidak mempengaruhi produksi tahu.

f. Fasilitasi pemerintah masih kurang mendukung home industri tahu. Pelatihan, seminar untuk inovasi produk dan potensi pasar serta bantuan permodalan untuk mendukung perkembangan usaha tahu belum menyentuh para produsen tahu.

g. Asosiasi sebagai wadah untuk memperkuat kelembagaan belum berjalan sebagaimana fungsinya sehingga tidak ada manfaat yang dihasilkan dari terbentuknya asosiasi tersebut

3. Klaster Kerajinan Bambu

Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi industri kerajinan bambu yang sangat besar. Potensi sumberdaya alam berupa tanaman bambu dapat dimanfaatkan untuk beragam produk seperti godong (besek ikan), keranjang ikan, dinding bambu,

(17)

13

peralatan memasak, peralatan rumah tangga, sampai kepada pemanfaatan untuk aneka kerajinan dan asesoris.

Industri Kerajinan Bambu di Kabupaten Banyuwangi saat ini dapat memenuhi kebutuhan lokal dalam negeri juga menembus pasar internasional, seperti pasar Malaysia, Singapura, dan Brunai Darussalam. Hal ini menunjukkan bahwa kerajinan bambu merupakan suatu potensi yang perlu dikembangkan lebih lanjut di Kabupaten Banyuwangi. Wilayah produksi kerajinan bambu hampir tersebar diseluruh kecamatan di Kabupaten Banyuwangi tetapi hanya ada beberapa kecamatan yang membentuk klaster industri kerajinan bambu.

(18)

14

Klaster industri kerajinan bambu tersebar di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Srono, Muncar, Rogojampi, Cluring, Kalipuro, Genteng, Siliragung, Tegalsari. Industri kerajinan bambu di Kecamatan yang masuk dalam klaster beragam, untuk wilayah Kecamatan Srono, Muncar, Cluring, Tegalsari kerajinan bambu yang dibuat berupa godong atau keranjang ikan, Kerajinan bambu dalam bentuk asesoris, dan aneka kerajinan lainnya diproduksi di Kecamatan Rogojampi terutama di Desa Gintangan. Produk Kerajinan bambu di Kecamatan Genteng lebih didominasi untuk pembuatan Tusuk sate. Kerajinan Bambu untuk peralatan rumah tangga seperti lasah, capil, tempat nasi, Tompo,

Tabel 4.3 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan Bambu di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Desa Produk

Srono Kepundungan, Godong, Keranjang ikan Kebaman Godong, keranjang ikan Bagorejo godong, keranjang ikan Rejoagung Godong, Keranjang ikan Muncar Tapanrejo Godong, keranjang ikan Blambangan Godong, Keranjang ikan Rogojampi Gintangan Aneka kerajinan bamboo Cluring Sraten Godong, Keranjang ikan Sarimulyo Godong, Keranjang ikan Kalipuro Gombengsari

tempat nasi, lasah, keranjang, kurungan, aneka anyaman bambu

Kalipuro Dinding bambu, anyaman bambu, Genteng Kembiritan Tusuk Sate

Siliragung Buluagung Kalo Seneporejo Rinjing

Tegalsari Tegalsari Godong, Kalo, Tompo

(19)

15

Adapun permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan klaster industri kerajinan bambu adalah sebagai berikut:

a. Regenerasi tenaga kerja yang kurang cepat.

b. Pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah, kadang kurang sesuai dengan yang diharapkan (contoh pemerintah memberikan pelatihan desain, tetapi selama ini para pengrajin mendapatkan pelatihan anyaman, untuk tenaga kerja baru)

c. Bahan baku rotan yang harus membeli diluar daerah, sehingga memakan banyak biaya

d. Kalau pesanan banyak, anyaman yang dihasilkan tidak dapat memenuhi jumlah pesanan (membuatnya membutuhkan waktu banyak), sedangkan tenaga kerja yang mengayam kurang/terbatas.

e. Ongkos kirim produk yang mahal, jika di kirim keluar daerah.

f. Modal pribadi kadang tidak cukup, sehingga terpaksa harus meminjam ke bank.

g. Pengerajin godong ikan rata-rata merupakan pekerjaan sampingan, sehingga kurang memperhatikan peningkatan kapasitas produksi.

4. Klaster Gula Kelapa

Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi pertanian subsektor tanaman perkebunan yaitu komoditas kelapa. Potensi komoditas kelapa memunculkan peluang berkembangnya industri argosalah satunya industri gula kelapa. Industri gula kelapa hampir di seluruh wilayah penghasil kelapa terdapat industri rumahan pengolah gula kelapa. Berdasarkan unit usaha dan kapasitas produksi industri gula

(20)

16

kelapa di masing-masing kecamatan di Kabupaten Banyuwangi sebaran klaster industri gula kelapa adalah sebagai berikut:

Gambar 4.4 Peta Klaster Industri Gula Kelapa di Kabupaten Banyuwangi Tabel 4.4 Desa Lokasi Klaster Industri Gula Kelapa di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Desa Srono Wonosobo Rejo agung Glenmore Sepanjang Bumiharjo Sumbergondo Tulungrejo Sempu Sempu Tegal Arum Jambewangi Karangsari Temuguruh Pesanggaran Sarongan Pesanggaran

(21)

17 Kecamatan Desa Kandangan Rogojampi Gintangan Watukebo Kabat Kabat Macan Putih Dadapan Pondok Nongko Siliragung Barurejo Seneporejo Bangorejo Ringintelu Sukorejo Muncar Sumberberas Wringinpitu Kalibaru Kalibarumanis

Industri gula kelapa yang ada di Kabupaten Banyuwangi tersebar di wilayah Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Banyuwangi, Rogojampi, Glagah, Licin, Kabat, Songgon, Srono, Tegalsari, Cluring dan Gambiran. Kecamatan yang menjadi sasaran penelitian adalah Kecamatan Srono dan Kecamatan Rogojampi sebagai contoh dalam pembentukan klaster industri gula kelapa.

Adapun permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan klaster industri gula kelapa adalah sebagai berikut:

a. Bahan baku (nira), tergantung dengan cuaca : kalau musim panas dan banyak angin, maka nira yang didapat sedikit, sehingga produksi turun.

b. Harga beli bahan baku kayu bakar yang mahal

c. Rata-rata peralatan yang digunakan seperti wajan dan cetakan sudah lama, sehingga produk yang di hasilkan kurang higeinis.

(22)

18

d. Pengerajin gula kelapa tidak bisa menjual langsung kepasar, tetapi melalui pengepul.

e. Pengambilan gula kelapa oleh pengepul terhadang terlambat, sehingga pengerajin terpaksa mengantar kerumah pengepul.

f. Jalan akses masuk desa banyak yang rusak

g. Teknologi (peralatan) yang digunakan masih sangat sederhana h. Tidak mempunyai izin usaha

5. Kerajinan Hasil Kelapa

Kerajinan hasil kelapa di Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu potensi industri yang memliki prospek besar untuk berkembang. Perkembangan potensi industri hasil kelapa ditopang oleh potensi jumlahtanaman pohon kelapa yang banyak. Tanaman pohon kelapa mampu dimanfaatkan menjadi beragam barang yang memiliki nilai tambah dan nilai ekonomi yang tinggi.

Kerajinan hasil kelapa yang ada di Kabupaten Banyuwangi memiliki produk yang beracam-macam seperti kerajinan batok kelapa, cobek, uleg, piring lidi, telenan, lemper, dan banyak lagi macamnya. Daerah penghasil hasil kelapa di Kabupaten Banyuwangi meliputi Kecamatan Rogojampi, Kalipuro, Kabat, Wongsorejo, Rogojampi, Tegalsari, Songgon, Banyuwangi, Glagah, Cluring, dan Gambiran.

(23)

19

Gambar 4.5 Peta Klaster Industri Kerajinan Hasil Kelapa di Kabupaten Banyuwangi Industri Kerajinan hasil kelapa di Kabupaten Banyuwangi saat ini bukan hanya memenuhi kebutuhan lokal dalam daerah namun juga menembus pasar luar daerah, seperti pasar Situbondo, Bali, Pasuruan, Madura, Jember, Malang, danYogyakarta. Hal ini menunjukkan bahwa kerajinan hasil kelapa merupakan suatu potensi yang perlu dikembangkan lebih lanjut di Kabupaten Banyuwangi. Industri kerajinan hasil kelapa di Kabupaten Banyuwangi sebagian besar merupakan usaha pribadi. Hal ini menunjukkan minat masyarakat Kabupaten Banyuwangi dalam wirasusaha hasil kelapa cukup tinggi dan membuka peluang usaha bagi masyarakat lainnya.

Adapun permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan klaster industri kerajinan hasil kelapa di Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut:

a. Bahan baku kayu kelapa kadang sulit didapat.

(24)

20

c. Modal pribadi tidak cukupuntuk melakukan produksi

d. Pengerajin yang tidak mempunyai mesin pembubut, terpaksa harus membubutkan dirumah tetangga.

e. Selama ini peran pemerintah dirasa masih kurang (seperti mengadakan pelatihan)

f. Kalau pesanan banyak, maka harus kerja lembur karena tenaga kerja yang memproduksi tidak mencukupi

g. Ongkos pengiriman barang yang mahal

h. Kerajinan lidi dijual melalui pengepul, tidak langsung dijual sendiri

6. Pengolahan Hasil Perikanan

Industri pengolahan hasil perikanan diKabupaten Banyuwangi merupakan industri pengolahan hasil perikanan yang sudah terkenal baik secara lokal maupun luar daerah bahkan sampai keluar negeri. Sebelas Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi merupakan wilayah yang berpantai dengan produksi ikan laut, sehingga Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi dalam pengolahan hasil perikanan yang cukup besar.

Salah satu wilayah di Kabupaten Banyuwangi yang terkenal dengan pengolahan hasil perikanan adalah Kecamatan Muncar yang memiliki pelabuhan terbesar kedua yang ada di Indonesia setelah Bagan Siapi – api di Sumatra. Kecamatan dengan potensi pembentukan klaster pengolahan hasil perikanan

(25)

21

Gambar 4.6 Peta Klaster Industri Pengolahan Ikan di Kabupaten Banyuwangi Tabel 4.6 Desa Lokasi Klaster Industri Pengolahan Ikan di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Desa

Muncar Tambakrejo

Kedungrejo

Banyuwangi Kampung Mandar Sempu Gendoh

Berdasarkan hasil lapang, dapat diketahui bahwa permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan klaster industri pengolahan ikan di Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut:

a. Bahan baku ikan tergantung pada musim dan cuaca, disaat musim tertentu bahan baku sulit untuk didapatkan.

(26)

22

c. Harga bahan baku ikan yang semakin mahal

d. Mutu ikan kadang kurang bagus, sehingga hasil produksi kurang maksimal. e. Modal pribadi kadang tidak mencukupi, sehingga harus pinjam ke bank. f. Kalau bahan baku dilokal sulit untuk didapat, maka terpaksa harus membeli

bahan baku keluar daerah, padahal bahan baku yang dibeli diluar daerah kualitasnya kurang baik.

g. Pengolah ikan tradisional belum memiliki sarana prasarana yang memadai sebagai standar keamanan pangan yang baik. Persoalan sanitasi dan higienitas belum bisa diwujudkan dengan sarana dan prasarana yang dimiliki pengusaha.

h. Pengusaha ikan olahan tradisional kadang juga sulit untuk diajak melakukan inovasi, karena mereka takut produk yang dihasilkan malah tidak laku

7. Klaster Industri Kerajinan Bordir

Industri Bordir merupakan salah satu jenis industri yang banyak berkembangdan menjadi sentra di Kabupaten Banyuwangi. Terdapat sekitar 150 industri bordir di Kabupaten Banyuwangi dengan berbagai macam olahan yang dapat memenuhi pasar lokal maupun pasar regional. Beberapa wilayah yang telah berkembang menjadi sentra industri bordir diantaranya adalah di Kecamatan Genteng, Kecamatan Rogojampi, dan Kecamatan Singojuruh. Wilayah yang merupakan klaster industri bordir adalah sebagai berikut :

(27)

23

Gambar 4.7 Peta Klaster Industri Kerajinan Bordir di Kabupaten Banyuwangi Tabel 4.7 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan Bordir di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Desa Songgon Balak Badewang Songgon Parangharjo Sumberbulu Kabat Bareng Gombolirang Benelan lor Pakistaji Rogojampi Gintangan Gladak Pengatigan Genteng Kembiritan Genteng wetan

(28)

24 Kecamatan Desa Genteng kulon Singojuruh Gambor Benelan kidul Gambiran Purwodadi Wringinagung Wringinrejo

Berdasarkan hasil penelitian lapang, dapat diketahui bahwa permasalahan yang menghambat pengembangan klaster industri kerajinan bordir di Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut:

a. Ketergantungan pasokan bahan baku dari luar Kabupaten Banyuwangi seperti dari wilayah Bali.

b. System kotrak yang tergantung dengan pengusaha besar dari wilayahBali c. Kurangnya inovasi desain karena ketergantungan desain dari wilayah Bali d. Kurangnya motivasi pengerajin untuk menciptakan desain karena rendahnya

tingkat keterampilan mendesain.

8. Klaster Makanan Ringan

Salah satu industri yang banyak berkembang adalah industri pengolahan makanan ringan. Ragam makanan ringan yang diproduksi sangat beragam mulai makanan khas Banyuwangi sampai makanan ringan khas Jawa Timur. Beberapa makanan ringan khas Banyuwangi seperti Kue Bagiak, Sale Pisang, dan Kelemben (bolu). Makanan ringan lainnya yang juga banyak diproduksi adalah rengginang, marning jagung, manisan dan beberapa pangan olahan lainnya.

(29)

25

Industri makanan ringan berdasarkan analisa klaster terdapat wilayah potensial klaster yaitu di Kecamatan Banyuwangi dan Kecamatan Rogojampi. Kondisi pengusaha makanan ringan ini pada umumnya bersifat menyebar dan menggerombol dalam satu wilayah desa. Beberapa wilayah yang potensial pengembangan industri makanan ringan adalah sebagai berikut:

Gambar 4.8 Peta Klaster Industri Makanan Ringan di Kabupaten Banyuwangi Klaster industri makanan ringan untuk wilayah Kecamatan Rogojampi terdapat di wilayah Desa Lemahbang dengna produk yang dihasilkan berupa makanan khas Banyuwangi seperti Sale Pisang, Bagiak, serta makanan ringan lainnya seperti masning, opak gulung. Wilayah Kecamatan Banyuwangi yang merupakan wilayah penghasil makanan ringan terdapat di wilayah Kelurahan Lateng dengan produk yang dihasilkan berupa bagiak, sale pisang serta beberapa makanan ringan lainnya

(30)

26

Tabel 4.8 Desa Lokasi Klaster Industri Makanan Ringan di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Wilayah Produk

Kalipuro

Banyuwangi

Desa Pesucen

Kelurahan Lateng

Kelurahan Panderejo

Manisan Pala, Cerme, Tomat, Asem dan manisan lainya.

Krupuk, Bagiak, Sale Pisang makanan ringan lainnya

Bagiak, Sale pisang, dan makanan ringan lainnya Rogojampi Desa Pengatigan

Desa Lemahbang

Marning jagung

Bagiak, Sale pisang, makanan ringan lainnya Sumber : Survey lapang, 2015

Produksi makanan ringan di Kabupaten Banyuwangi terutama di Kecamatan Banyuwangi dan Kecamatan Rogojampi sangat banyak ragamnya daripada produksi dari Kecamatan lainnya, yang sifat usahanya menyebar dan individual.

Adapun permasalahan yang menjadi kendala dalam pengembangan klaster industri makanan ringan di Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut:

a. Harga bahan baku yang terus meningkat sehingga mengurangi tingkat keuntungan pengusaha.

b. Beberapa produk tergantung kepada beberapa moment seperti moment perayaan hari besar/hari raya.

c. Masih lemahnya akses informasi pasar terutama guna memasarkan produk dengan merk sendiri.

(31)

27 9. Klaster Industri Batik

Kabupaten Banyuwangi menyimpan potensi industri batik yang potensial. Dalam perkembangan industri batik telah membentuk beberapa wilayah klaster diantaranya:

Gambar 4.9 Peta Klaster Industri Kerajinan Batik di Kabupaten Banyuwangi

Wilayah yang merupakan klaster industri batik diantaranya yaitu wilayah Kecamatan Kabat, Cluring, Banyuwangi, Sempu dan kalipuro. Bebrapa wilayah yang menjadi obyek penelitian adalah di Kecamatan Kabat yaitu desa Pakistaji, Kecamatan cluring desa Tampo dan Kecamatan Banyuwangi di Kelurahan Temenggungan.

(32)

28

Tabel 4.9 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan batik di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Desa/Kelurahan

Kabat Pakistaji

Cluring Tampo

Banyuwangi Temenggungan

Batik Banyuwangi merupakan sebuah perwujudan nilai estetika ragam hias khas Banyuwangi. Motif-motif Batik Banyuwangi tidak hanya sebuah perwujudan estetika dari ragam hias namun juga memiliki nilai–nilai yang dianut oleh masyarakat Banyuwangi. Semua nama motif dari batik asli Bumi Blambangan ternyata banyak dipengaruhi oleh kondisi alam.

Banyak motif khas dari batik khas Bumi Blambangan, sampai saat ini, sekitar 21 jenis motif batik asli Banyuwangi yang telah diakui secara nasional. Beberapa motif Batik Banyuwangi yaitu Gajah Oling, Kangkung Setingkes, Alas Kobong, Paras Gempal, Kopi Pecah, Sembruk Cacing, Gedegan, Ukel, Blarak Semplah, Moto Pitik, dan lain sebagainya.

Batik motif Gajah Oling atau Gajah Uling, motifnya berupa hewan seperti belut yang ukurannya cukup besar. Motif Gajah Oling yang diyakini sebagai motif asli dari Batik Banyuwangi melambangkan sesuatu kekuatan yang tumbuh dari dalam jati diri masyarakat Banyuwangi. Pemaknaan motif Gajah Oling berkaitan dengan karakter masyarakat Banyuwangi yang bersifat religius dengan penyebutan “Gajah Eling” yang memilki pengertian yaitu gajah yang merupakan hewan bertubuh besar, berarti maha besar, sedangkan uling berarti eling (ingat), secara utuh dapat diartikan bahwa Batik Gajah Oling mengajak untuk selalu ingat kepada

(33)

29

kemahabesaran Sang Pencipta adalah dasar dari perjalanan hidup masyarakat Banyuwangi. Ada juga yang menyebutkan gajah uling berbentuk melengkung layaknya belalai gajah. Ciri batik ini berbentuk seperti tanda tanya, yang secara filosofis merupakan bentuk belalai gajah dan sekaligus bentuk uling. Di samping unsur utama, karakter batik tersebut juga dikelilingi sejumlah atribut lain. Di antaranya, kupu-kupu, suluran (semacam tumbuhan laut), dan manggar (bunga pinang atau bunga kelapa). Saat ini motif Gajah Oling dikembangkan konsepnya dengan sedemikian rupa mengikuti selera pasar.

Motif Sembruk Cacing juga motifnya seperti cacing dan motif Gedegan juga seperti gedeg (anyaman bambu). Motif-motif batik yang ada merupakan cerminan kekayaan alam yang ada di Banyuwangi. Motif batik seperti di Banyuwangi ini tidak akan ditemui di daerah lain dan merupakan khas Banyuwangi.

Kota Banyuwangi memiliki beberapa sentra pembatikan, yaitu Sayu Wiwit, Tirta Wangi, Sritanjung, dan Srikandi yang terletak di kecamatan Banyuwangi, Virdes Batik di Kecamatan Cluring. Masing – masing sentra pembatikan memiliki ciri khas, yang mencolok adalah Sanggar batik Sayuwiwit dan Virdes. Sayuwiwit tetap mempertahankan motif batik Banyuwangi secara konvensional, berdasarkan pakem lama hanya memainkan warna dan memadukan corak, sedangkan Virdes mengembangkan Batik Banyuwangi, memadukan pakem dan permintaan konsumen. Upaya pelestarian batik di Kabupaten Banyuwangi dilakukan oleh Pemkab setempat, mulai 2009 setiap hari Kamis, Jumat dan Sabtu semua pegawai Pemerintahan Daerah dan Pegawai Negeri Sipil di Banyuwangi wajib memakai seragam batik dengan motif Gajah Oling. Upaya lain yang dilakukan yaitu

(34)

30

pemakaian busana kesenian khas Banyuwangi yaitu tari Gandrung dan upacara adat Seblang, serta untuk busana khas daerah Banyuwangi yaitu Jebeng dan Thulik (Pada Thulik motif batik Gajah Oling dipakai pada udeng tongkosan dan sembong sedang pada Jebeng motif batik Gajah Oling dipakai untuk kain panjang). Motif batik ini juga digunakan untuk seragam batik sekolah mulai dari tingkat TK sampai pada tingkat SMA. Pengeksplorasian terhadap motif-motif baru juga dilakukan untuk menambah keanekaragaman motif Batik Banyuwangi. Upaya pengenalan Batik Banyuwangi selain melalui pameran dan rangkaian pelatihan juga dilakukan upaya pengenalan lebih jauh melalui buku.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan klaster industri kerajinan batik di Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut:

a. Regenerasi pembatik, dan ketersediaan tenaga pembatik yang terampil

b. Biaya tenaga kerja yang masih relative mahal sehingga harga jual masih relatif lebih tinggi

c. Ketergantungan pasokan bahan baku dari wilayah Jawa Tengah dan Bali d. Ketergantungan terhadap beberapa pasar terutama pasar di Wilayah Bali

10. Klaster Usaha Kerajinan Monte

Kerajinan monte merupakan salah satu industri potensial di kabupaten Banyuwangi. Perkembangan industri monte tersebar dibeberapa wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Rogojampi, Srono dan Glagah

(35)

31

Gambar 4.10 Peta Klaster Industri Kerajinan Monte di Kabupaten Banyuwangi Tabel 4.10 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan Monte di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Desa Rogojampi Rogojampi Blimbingsari Patoman Gladak Mangir Aliyan Srono Sumbersari Parijatah kulon Glagah Kemiren

(36)

32

Kerajinan monte merupakan salah satu kerajinan tangan dimana bahan-bahannya terdiri dari mayoritas monte sebagai hiasannya. Kerajinan Monte menjadi salah satu kerajinan tangan yang mempunyai nilai seni tersendiri bagi sebagian penggemar seni kerajinan tangan. Satu bentuk produk kerajinan monte merupakan asesoris yang banyak digunakan oleh kaum wanita, meski sebenarnya produk untuk kaum pria juga tersedia.

Bermacam produk Kerajinan Tangan Monte banyak kita temui di galeri kerajinan, toko asesoris, mall, pasar rakyat, pameran maupun momen-momen/kegiatan pengenalan produk, diantaranya tas jinjing, tas panggul, dompet, sabuk pinggang, gelang, kalung dan masih banyak lagi bentuk-bentuk hasil Kerajinan Tangan Monte.

Inovasi produk menjadi salah satu kunci didalam melakukan pengembangan produk Kerajinan Tangan Monte, sehingga lebih dapat menarik minat penggemar seni Kerajinan Monte.

Satu kesempatan untuk dapat mengembangkan usaha, dengan melihat kecenderungan penghobi kerajinan monte yang mulai meningkat. hingga mencapai/menembus manca negara.

Adapun permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan klaster industri monte di Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut:

a. Bahan baku utama yaitu monte banyak dipasok dari luar wilayah Banyuwangi terutama dari wilayah Bali.

b. Ketergantungan terhadap motif pesananPengepul Besar dari Bali. c. Rendahnya tingkat inovasi desain dari para pengrajin

(37)

33

d. Lemahnya inovasi pengerajin dalam menciptakan desain karena masih lemahnya tingkat keterampilan.

11. Klaster Industri Genteng

Kabupaten Banyuwangi memiliki banyak pengusaha bahkan selalu ada pengusaha genteng disetiap kecamatan. Dari seluruh kecamatan ada pengusaha genteng yang membentuk klaster yaitu, Kecamatan Tegaldlimo khususnya di sentra batu bata Desa Kedunggebang dengan jumlah pengusaha sekitar 20 orang, Kecamatan Genteng khususnya di wilayah kembiritan dengan jumlah pengusaha sekitar 10 orang, dan Kecamatan Wongserejo dengan jumlah pengusaha sekitar 10 orang.

(38)

34

Tabel 4.11 Desa Lokasi Klaster Industri Genteng di Kabupaten Banyuwangi Kecamatan Lokasi Usaha

Tegaldlimo Kedunggebang Muncar Kumendung Wongserejo Wongsorejo

Dengan memahami karakteristik klaster genteng di kecamatan yang telah disebutkan diharapkan akan memunculkan kebijakan pembangunan atau pengembangan jenis usaha genteng sebagai salah satu pendukung khususnya pereknomian bagi masyarakat diwilayah tersebut dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi pada umumnya.

Berdasarkan hasil penelitian lapang, permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan klaster industri genteng adalah sebagai berikut:

a. Sebagian pengusaha genteng khususnya diwilayah Kecamatan Muncar, Kecamatan Genteng, dan Kecamatan Wongserojo masih kesulitan mengikuti perkembangan teknologi produksi genteng. Alat-alat pembuatan genteng modern dinilai masih terlalu mahal bagi pengusaha gentengdi daerah tersebut. b. Kendala akses permodalan menjadi faktor utama bagi pengusaha genteng di tigaKecamatan yang telah disebut diatas dalam mengikuti perkembangan tekonologi produksi genteng.

c. Preferensi konsumen berubah pada penggunaan genteng plastik sehingga menurunkan permintaan genteng berbahan baku tanah.

(39)

35

d. Tingkat persaingan antar pengusaha genteng masih rendah. Strategi perluasan pasar untuk meningkatkan nilai penjualan tidak ada.

e. Ketersediaan bahan baku utama (tanah liat) mulai sulit. Bahan baku utama jauh dari tempat produksi sehingga menambah biaya produksi sedangkan harga genteng tetap.

f. Belum adanya pengusaha genteng yang memiliki izin usaha karena izin dianggap tidak mempengaruhi produksi genteng.

g. Asosiasi sebagai wadah untuk memperkuat kelembagaan belum ada.

h. Fasilitas pemerintah masih kurang mendukung pengusaha genteng. Pelatihan, seminar untuk inovasi produk dan potensi pasar serta bantuan permodalan untuk mendukung perkembangan usaha genteng belum menyentuh para produsen genteng

12. Klaster Industri Kerajinan Kayu

Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi industri Kerajinan Kayu. Wilayah sentra produksi kerajinan kayu mebel yang di Kabupaten Banyuwangi adalah di Kecamatan Cluring, dan Kecamatan Kabat dan Kecamatan Rogojampi. Sentra ini terbentuk secara alami, bukan atas bentukan pemerintah, sejak 30 tahun yang lalu lokasi ini sudah mulai terbentuk menjadi sentra industri kerajinan kayu mebel. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka penelitian ini berusaha untuk mendeskripsikan fenomena klaster industri di ketigaKecamatan yang disebutkan diatas.

(40)

36

Tabel 4.12 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan Kayu di Kabupaten Banyuwangi

Berdasarkan analisa klaster dengan variabel unit usaha dan tingkat produksi hasil sebaran industri kerajinan kayu terdapat di beberapa wilayah seperti Kecamatan Kabat, Banyuwangi, Kalipuro, Rogojampi, Wongsorejo, Purwoharjo, Glagah, dan Singojuruh. Industri kerajinan kayu mengolah bahan baku kayu menjadi beraneka macam produk diantara kursi, meja, daun pintu, daun jendela, kusen pintu, kusen jendela, perabot masak, asesoris, serta beberapa produk lainnya.

(41)

37

Tabel 4.12 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan Kayu di Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Des / Kelurahan

Kabat Kalirejo Macan Putih Banyuwangi Lateng Tukang kayu Kalipuro Bulusari Gombengsari Klatak Rogojampi Gintangan Pengatigan Wongsorejo Sidowangi Alasbulu Alasrejo Purwoharjo Grajakan Purwoharjo Glagah Kenjo Rejosari Kemiren

Singojuruh Alas malang

Kemiri

Cantuk

(42)

38

Adapun permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan klaster industri kerajinan berbahan kayu adalah sebagai berikut:

a. Bahan baku utama (kayu) yang penjualannya mulai dibatasi oleh Perhutani membuat pengusaha kayu sulit menambah kapasitas produksi.

b. Perabotan rumah tangga (mebel) dari kayu mulai ditinggalkan konsumen karena dianggap kurang modern.

c. Tenaga kerja terampil untuk mengukir motif pada kerajinan kayu masih terbatas. Untuk melatih tenaga kerja baru membutuhkan waktu yang cukup lama.

d. Hasil olahan kayu terpaku pada motif klasik sehingga perkembangan dan inovasi produk olahan kayu kurang berkembang.

e. Wilayah pemasaran hanya berorientasi pada pasar lokal. Sebagian pengusaha hasil kerajian kayu hanya melayani permintaan dari Bali yang motif dan bentuknya sudah ditentukan sehingga tidak ada inisiatif untuk berinovasi. f. Fasilitasi pemerintah masih kurang mendukung home industri pengrajin kayu.

Pelatihan, seminar untuk inovasi produk dan potensi pasar serta bantuan permodalan untuk mendukung perkembangan usaha kerajinan kayu belum menyentuh para produsen kerajinan kayu.

(43)

39

V.

PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI

DI KABUPATEN BANYUWANGI

Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi industri yang sangat besar terutama industri kecil dan menengah. Keberadaan industri terdiri dari beragam jenis serta tersebar di seluruh wilayah kecamatan yang ada. Berdasarkan pengamatan lapangan diketahui terdapat beragam karakteristik industri yaitu terdapat industri yang berdiri sendiri secara individualis dan tidak menggerombol antar usaha yang sama, namun juga terdapat industri yang bergerombol dengan usaha sejenis dalam wilayah yang sangat berdekatan.

Pembentukan klaster industri ini memiliki tujuan untuk meningkatkan capabilitas dan peforma dari suatu industri. Industri yang membentuk klaster dan bergerombol dalam suatu wilayah tertentu diyakini memiliki peforma yang lebih baik dibandingkan dengan industri yang berdiri sendiri secara individual. Dengan sebuah klaster setidaknya akan tercipta eksternalitas positif bagi ekonomi diantaranya sebagai berikut :

1. Adanya identitas spasial dimana dengan adanya identitas tertentu suatu industri dalam suatu wilayah akan memudahkan dalam proses informasi pasar, disisi lain akan memudahkan pertukaran informasi pemasok serta informasi lainnya.

2. Adanya kompetisi yang mendorong kepada peningkatan kualitas barang dan berusaha untuk meningkatkan kemampuan permintaan pasar. Sehingga hasil akhir dari klaster diharapkan akan menaikkan daya saing dalam suatu industri.

(44)

40

Pembentukan klaster dapat berawal dari sejarah panjang usaha disuatu wilayah, dimana perkembangan tersebut disebabkan oleh adanya knowledge spillover pertukaran informasi dari pemilik usaha awal sampai banyak usaha yang berkembang disana. Perkembangan klaster juga dapat disebabkan oleh faktor buatan yaitu adanya campurtangan pemerintah dalam membentuk klaster usaha di suatu wilayah.

Penjabaran mengenai beberapa klaster potensial dalam bab sebelumnya dapat terlihat terlihat bagaimana usaha tersebut berkembang pada suatu wilayah. Terdapat beberapa usaha yang bersifat menggerombol dalam suatu kawasan tertentu seperti industri tahu di Desa Stembel Kecamatan Gambiran, Industri Bordir di Desa Gambor Kecamatan Singojuruh, serta beberapa industri lainnya yang telah banyak dijabarkan.

Kondisi eksisting usaha yang ada dapat menjadi landasan manakala akan dikembangkan. Klaster merupakan upaya untuk membuat suatu bentuk spesialisasi ekonomi dari suatu wilayah, spesialisasi tenaga kerja, kemudahan aksesibilitas informasi, adanya kompetisi, pemasok spesialis, dan organisasi serta dukungan pemerintah.

Dalam pengamatan terhadap 12 jenis industri yaitu industri tahu, industri gula kelapa, industri bordir, industri kerajinan monte, industri kerajinan bambu, industri kerajinan kayu, industri makanan ringan, industri pengolahan ikan industri batik serta beberapa ragam industri lainnya yang diamati ditinjau dari segi sejarah awal munculnya memperlihatkan beberapa klaster memiliki sejarah panjang sampai pada akhirnya dalam satu wilayah spasial yang sama, yaitu 1 (satu) dusun memiliki

(45)

41

tingkat keahlian usaha yang turun temurun. Contoh industri bordir di Kecamatan Singojuruh, industri kerajinan bambu di Gintangan Kecamatan Rogojampi, industri tahu di Kecamatan Gambiran serta banyak lagi wilayah klaster industri lainnya.

Tingkat keahlian yang dimiliki dari daerah yang menjadi pengamatan penelitian menunjukkan bahwa di wilayah tersebut dari tingkat tenaga kerja spesialis sudah tercipta. Dimana pembentukan tenaga kerja spesialis tersebut merupakan hasil dari pertukaran dan transfer pengetahuan dan keahlian dari pemilik usaha awal sehingga sampai saat ini akhirnya banyak masyarakat yang memiliki keahlian dibidang usaha tersebut. Banyaknya usaha serupa yang berkembang menyebabkan banyak orang semakin mengenal wilayah tersebut dengan usahanya sehingga beberapa daerah identitas spasialnya sudah terlihat.

Berdasarkan pengamatan lapangan terhadap 12 jenis usaha dengan melihat perkembangan di beberapa wilayah, terlihat bahwa hal yang masih kurang terlihat adalah dari sisi tingkat kompetisinya. Sebagai contoh adalah dari klaster bordir, jika diamati dari sisi kemampuan membordir sudah sangat merata hampir di seluruh desa tersebut mampu untuk membordir, namun tingkat kompetisinya kurang terlihat sebab selama ini motif bordir seluruhnya termasuk bahan baku seluruhnya pasokan dan pesanan dari Bali. Kondisi industri bordir ini masuk dalam kondisi klaster pasif karena produk tidak berkembang seluruhnya hanya berdasarkan perintah, pasar tidak berkembang hanya mengandalkan pasar Bali dari pengusaha di Bali.

Kondisi kurang kompetitifnya dari industri yang ada juga terlihat pada industri makanan manisan pala, dalam industri tersebut tingkat teknologi yang digunakan tidak berkembang, produk yang dihasilkan juga kurang berkembang,

(46)

42

mayoritas pengusaha manisan menggunakan teknologi pengemasan yang sangat sederhana dan kurang ada motivasi untuk mengembangkan kemasan produk. Kondisi pasar yang relatif tergantung kepada pesanan pengepul.

Dari seluruh pengamatan terhadap industri yang potensial, kondisi klaster yang terbentuk lebih mengarah kepada kondisi klaster pasif. Industri yang mengarah kepada klaster aktif adalah dari klaster industri batik, hal tersebut terlihat dari upaya inovasi motif batik yang terus dikembangkan dan perluasan pemasaran. Klaster lebih bersifat aktif karena beberapa hal sebagai berikut:

a. Produk berkembang sesuai dengan permintaan pasar (kualitas) b. Teknologi berkembang untuk memenuhi kualitas produk di pasar c. Pamasaran lebih aktif mencari pembeli;

d. Terbentuknya informasi pasar;

e. Berkembangnya kegiatan bersama untuk produksi dan pasar (misalnya pembelian bahan baku bersama, kantor pemasaran bersama dst).

Keunggulan terbentuknya klaster diantaranya adalah terdapat sinergitas aktivitas yang saling berhubungan antar sesama pengusaha, adanya kompetisi untuk pengembangan produk terutama peningkatan kualitas produk, aktivitas untuk memudahkan terbentuknya akses pasar.

Industri yang terdapat di beberapa kecamatan di kabupaten Banyuwangi potensinya sangat besar seperti industri bordir dimana di beberapa desa klaster sebagian besar masyarakatnya telah memiliki kemampuan membordir. Contoh lainnya juga terdapat pada industri tahu, industri monte dan beberapa industri

(47)

43

lainnya. Kondisi klaster yang ada masih terlihat mencirikan klaster yang bersifat pasif, sebab :

a. Produk tidak berkembang (cenderung mempertahankan produk yang sudah ada)

b. Teknologi tidak berkembang (memakai teknologi yang ada, biasanya tradisional, tidak ada investasi untuk peralatan dan mesin)

c. Pasar lokal (memperebutkan pasar yang sudah ada, tidak termotivasi untuk memperluas pasar, ini mendorong terjadinya persaingan pada tingkat harga bukan kualitas) dan tergantung pada perantara/pedagang perantara.

d. Tingkat keterampilan pelakunya statis (keterampilan turun temurun) Tingkat kepercayaan pelaku dan antar pelaku rendah (modal sosialnya rendah, mendorong saling menyembunyikan informasi pasar, teknis produksi dsb) e. Informasi pasar sangat terbatas (hanya perorangan atau kelompok tertentu

yang mempunyai akses terhadap pembeli langsung).

Kondisi industri yang ada dalam klaster lebih cenderung tidak berkembang karena produk yang dihasilkan tidak berkembang, peralatan sederhana kurang mau untuk mengiventariskan peralatan yang lebih baik. Sepertiindustri manisan pala di Desa Pesucen apabila di lihat jumlah pengusaha manisan disana sudah sekitar 20 pengusaha di satu desa. Dinilai dari spesialisasi tenaga kerja diwilayah tersebut sudah terlihat pengusaha sudah sangat terampil (spesialisasi tenaga kerja) untuk menghasilkan produk manisan yang berkualitas namun hanya sedikit pengusaha

(48)

44

yang memiliki kemauan untuk berkembang untuk memperbanyak jenis manisan, dan perbaikan kualitas kemasan.

Keberadaan klaster ini seharusnya memberikan eksternalitas positif dengan semakin terpacu pengusaha sejenis untuk saling berkompetisi dalam perbaikan kualitas hasil produksi namun di beberapa pengamatan kondisi tersebut tidak terjadi. Beberapa hal yang menyebabkan kurang terjadinya kompetisi antar pengusaha adalah sebagai berikut :

1. Pengetahuan akan diversifikasi produk masih lemah. 2. Motivasi pengusaha yang masih rendah

3. Kekhawatiran akan ketiadaan pasar terhadap produk olahan terbarunya

4. Belum kuatnya organisasi yang menaungi keberadaan usaha untuk mendorong kearah yang lebih maju.

5. Masih lemahnya akses informasi pasar.

Kondisi klaster industri pada umumnya memperlihatkan kondisi karakteristik klaster pasif. Kondisi klaster tesebut membuat kawasan setra industri menjadi kurang berkembang. Salah satu upaya agar industri dapat lebih berkembang adalah mendorong sentra yang ada bergeser dari kondisi klaster pasif menjadi klaster aktif.

Upaya mendorong suatu sentra industri dari jenis klaster apasif menjadi klaster aktif bukan suatu upaya yang mudah. Terdapat beberapa kendala yang dihadapi terkait masalah rendahnya motivasi pelaku usaha untuk berkembang. Salah satu ekternalitas positif dari adanya klaster adalah munculnya kompetisi yang

(49)

45

membuat usaha dalam sebuah klaster menjadi lebih cepat berkembang. Tahapan dalam pengembangan menuju klaster aktif adalah sebagai berikut:

1. Tahapan Pembentukan Kelompok.

Tinggi rendahnya tingkat kompetisi yang ada dalam klaster sangat ditentukan oleh tingkat motivasi para pelaku usaha. Tingkat pertumbuhan klaster menjadi aktif sangat ditentukan oleh motivasi pelaku usaha maka dalam mendorong klaster pasif menjadi klaster aktif. Upaya pembentukan kelompok usaha kreatif ini sebagai embrio dalam memotivasi pelaku usaha dapat lebih berkembang. Pemerintah dapat melakukan upaya inisiasi, motivasi dan pendampingan mengenai manfaat kelompok usaha kreatif. Upaya ini dapat dilakukan oleh beberapa SKPD terkait mulai Dinas Perindustrian, perdagangan dan Pertambangan, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Pemuda dan Olahraga, serta instansi lain untuk mendorong terbentuknya kelompok usaha kreatif.

Indicator keberhasilan dari kelompok usaha kreatif ini adalah dari peran aktif kelompok usaha dalam mencoba berbagai upaya pengembangan industri, semisal usaha bordir apabila sudah terbentuk kelompok usaha dapat terlihat aktivitas kelompok yang mendorong para pengusaha mampu untuk menghasilkan motif bordir khas sendiri, dan beberbagai upaya pengembangan lainnya.

2. Peningkatan Inovasi Produk

Tahapan Kedua dalam upaya mendorong sebuah klaster adalah dengan meningkatkan inovasi produk. Klaster pasif salah satu karakteristiknya adalah produk yang dihasilkan kurang berkembang dan investasi peralatan masih

(50)

46

kurang. Dalam tahapan ini adalah merupakan upaya untuk meningkatkan tingkat inovasi dari produk. Upaya inisiasi peningkatan produk ini dimulai dari kelompok usaha kreatif yang diharap-kan dapat menjadi pilot percontohan terhadap pengusaha yang lainnya.

Peningkatan inovasi produk dapat berupa perbaikan mutu produk, penambahan diversifikasi produk, serta perbaikan kualitas kemasan. Inovasi produk dapat pula berupa peningkatan legalisasi usaha karena selama ini industri yang ada tanpa perizinan, sehingga beberapa usaha tidak memiliki hak merk. Dengan peningkatan legalisasi usaha diharapkan industri yang ada akan lebih berkembang.

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam upaya pengembangan inovasi produk ini dapat mengambil peran dengan program-program pelatihan perbaikan kualitas produk, program pelatihan adopsi teknologi, program-program pemberian bantuan peralatan produksi, program bantuan perizinan. Bebrapa pihak yang dapat terlibat diantaranya adalah Dinas Perindustrian, perdagangan, dan Pertambangan, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Pertanian, perkebunan dan Kehutanan, Dinas Peternakan, Dinas Kelautan & Perikanan,dandinas-dinas teknis lainnya.

Hasil yang dituju dari upaya pengembangan inovasi produk ini adalah semakin meningkatnya kualitas produk baik rasa, bentuk dari produk tersebut, kemasan produk sampai kepada bagaimana industri yang ada memiliki legalitas.

(51)

47

3. Penguatan Akses informasi

Tahapan ketiga dalam upaya pengembangan klaster adalah dengan meningkatkan akses informasi baik akses informasi input sampai informasi pasar. Kendala utama dalam pengembangan produk adalh masih rendahnya tingkat penjualan dimana salah satu penyebabnya adalah minimnya informasi yang dimiliki pengusaha.

Keberadaan klaster industri ini memberikan peluang terbukanya informasi. Kondisi wilayah sentra industri memperlihatkan masih minimnya sarana informasi pemasaran. Berdasarkan tahapan-tahapan sebelumnya agar produk yang telah dihasilkan dapan lebih berkembang perlu untuk ditunjang oleh upaya pemasaran, namun pemasaran ini adalah bagaimana usha tersebut dapat langsung bertemu dengan pembeli.

Pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan tingkat informasi pengusaha dapt mengambil peran dengan memberikan sarana prasaran untuk memperkenalkan sentra industri seperti pembangunan gapura, banner, Baliho, maupun media lainnya yang menginformasikan identitas wilayah tersebut. Selain itu upaya pemasaran melalu media informastika seperti media internet juga dapat menjadi salah satu langkah untuk meningkatkan akse informasi keberadaan industri tersebut sehingga identitas spasial akan semakin kuat.

(52)

48

VI.

PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa klaster di Kabupaten Banyuwangi terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut:

a. Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi industri mikro-kecil sebanyak 18.302 unit usaha yang terdiri dari beragam jenis usaha dan tersebar di seluruh kecamatan.

b. Dengan mempertimbangkanfaktor-faktor: unit usaha, nilai produksi, investasi, dan jumlah tenaga kerja, penelitian yang fokus pada 12 jenis industri. Berdasarkan hasil analisa klaster dengan menggunakan variabel tersebut, maka didapatkan gambaran sebaran klaster sebagai berikut:

 Klaster Kerajinan bambu terpusatdi Kecamatan Srono, Rogojampi, dan Kalipuro.

 Klaster Industri Gula Kelapa terpusat di Kecamatan Srono dan Rogojampi.

 Klaster Industri Batu bata terpusatdi Kecamatan Genteng, Tegaldlimo dan Kabat.

 Klaster Industri Kerajinan Monteterpusatdi Kecamatan Rogojampi, Srono dan Glagah.

 Klaster Industri Kerajinan Bordir terpusatdi Kecamatan Rogojampi, Genteng, dan Singojuruh.

(53)

49

 Klaster Industri Kerajinan kayu terpusatdi Kecamatan Kabat, Rogojampi, dan Cluring.

 Klaster Industri Genteng terpusatdi Kecamatan Tegaldlimo, Wongserejo dan Muncar.

 Klaster Industri tahu terpusatdi Kecamatan Gambiran, Cluring dan Genteng

 Klaster Industri Makanan Ringan terpusatdi Kecamatan Banyuwangi, Kalipuro dan Rogojampi.

 Klaster Industri Kerajinan Hasil Kelapa terpusatdi Kecamatan Kabat, danGlagah

 Klaster Industri pengolahan ikan terpusatdi Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Srono dan Sempu.

 Klaster Kerajinan Batik terpusatdi Kecamatan Kabat, Cluring,dan Banyuwangi

c. Wilayah klaster terhadap masing-masing usaha memperlihatkan bahwa kegiatan usaha IKM dalam wilayah tersebut memiliki sejarah panjang yang pada akhirnya menjadikan wilayah tersebut memiliki kekhususan dalam tenaga kerja spesialis dan identitas spasialnya, baik dari hulu hingga hilir. d. Mayoritas IKM masih masuk dalam kategori klaster pasif, yaitu industri batu

bata, industri genteng, industri tahu, industri bordir, industri monte, industri gula kelapa, industri makanan ringan, industri bambu dan industri genteng yang dicirikan oleh produk tidak berkembang (jenis dan kualitasnya),

(54)

50

investasi teknologi rendah, informasi pasar rendah, dan tergantung pihak perantara.

e. Beberapa industri yang mencerminkan klaster aktif, diantaranya industri industri batik, industri kayu, industri pengolahan ikan, dicirikan oleh kondisi produk berkembang baik jenis maupun kualitas, investasi teknologi berkembang, informasi pasar lebih berkembang.

f. Kendala pengembangan klaster terletak kepada kurangnya kompetisi akibat kurangnya inovasi pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya karena beberapa hal diantaranya kurangnya motivasi pelaku usaha, tingkat pengetahuan pelaku usaha untuk pengembangan produk, ketiadaan sarana pendukung untuk pengembangan produk.

g. Permasalahan lainnya adalah belum adanya suatu bentuk kelembagaan/organisasi yang memayungi serta aktif mendorong pelaku usaha untuk terus berkembang.Ketiadaan akses pasar dan infrastruktur pemasaran yang memadai, menyebabkan pola pemasaran masih relatif stagnan (misalkan monte dan bordir ) dan yang tergantung pada kontrak pengusaha besar di Bali.

2. Saran

Pengklasteran wilayah industri kecil menengah (IKM) ini adalah menghasilkan data base yang cukup penting dan strategis bagi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Sehubungan dengan itu, beberapa saran yang perlu mendapat perhatian untuk pengembangan klaster IKM ke depan, adalah:

(55)

51

a. Bagi setiap klaster industri (terutama terbanyak tergolong pasif), faktor yang perlu mendapat perhatian dalam peningkatan kemampuan inovasi pelaku usaha adalah pembentukan kelompok usaha kreatif.Untuk maksud tersebut perlukajian peningkatan peran klaster melalui penataan klaster dan peningkatan inovasi melalui pembentukan kelompok usaha kreatif.

b. Penataan dan pengelolaan IKM di Kabupaten Banyuwangi dalam membangun networking (hulu – hilir), diperlukan dukungan sarana dan prasarana produksi dan pemasaran, peralatan dan dukungan pembinaan-pembinaan sumberdaya manusia pelaku IKM.

c. Untuk menunjang pemasaran hasil produksi IKM di Kabupaten Banyuwangi, perlu dikaji penetapan networking dan outlet berbagai output strategis.

d. Sebagai penguatan eksistensi IKM di Kabupaten Banyuwangi, perlu ditelaah secara akademis berbagai faktor pendukung sebagai muatan ilmiah penyusunan regulasi peningkatan dan pengembangan peran Industri kecil menengah secara berkelanjutan.

Gambar

Gambar 4.1  Peta Klaster Industri  Batu Bata di Kabupaten Banyuwangi   Tabel 4.1 Desa Lokasi Klaster Industri Batu Bata di Kabupaten Banyuwangi
Gambar 4.2  Peta Klaster Industri Tahu di Kabupaten Banyuwangi  Tabel 4.2 Desa Lokasi Klaster Industri Tahu di Kabupaten Banyuwangi
Gambar 4.3  Peta Klaster Industri  Kerajinan Bambu di Kabupaten Banyuwangi
Tabel 4.3 Desa Lokasi Klaster Industri Kerajinan Bambu di Kabupaten Banyuwangi
+7

Referensi

Dokumen terkait

maten yang dibenkan, terlibat dalam mendiskusikan suatu materi prasyarat yang dibicarakan, terlibat dalam mendiskusikan suatu materi pokok yang dibicarakan, memberi tanggapan

Pada hari ini Senin tanggal Dua Puluh Tujuh bulan Agustus Tahun Dua Ribu Dua Belas , kami selaku Pokja Pengadaan Barang/Jasa Satker MAN 22 Jakarta Kementerian Agama Provinsi

Tujuan penelitian ialah untuk : Menganalisis daya dukung lahan berdasarkan produktivitas tanaman pangan di Wilayah Sub DAS Panasen Kabupaten Minahasa, Menganalisis Kelas

Dalam penelitian ini, peneliti mengamati secara langsung bagaimana kondisi lokasi penelitian yaitu lokasi yang akan dijadikan sebagai tempat tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk melihat keakuratan teknik CBIR dalam melakukan retrieval image berdasarkan fitur warna, bentuk, dan tekstur tersebut sehingga dari hasil

- Mengetahui volume penjualan eceran beras menurut jenis dan kualitas yang diperjualbelikan di pasar-pasar; - Mengetahui daya serap pasar terhadap berbagai jenis kualitas beras;

 Distribusi poisson digunakan jika besarnya sampel (n) ≥ 20 (lebih dari 20 atau sama dengan 20) dan nilai peluang berhasil dalam setiap ulangan (p) ≤ 0.05 (kurang dari

Kesimpulan yang dapat kita ambil dalam memenuhi kebutuhan informasi, mungkin dengan adanya Website-website yang dapat memberikan kepuasan kepada para mahasiswa secara menyeluruh