• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Rancangan Percobaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Kadar Abu

Abu merupakan bahan anorganik yang diperoleh dari residu atau sisa pembakaran bahan organik. Kandungan mineral suatu bahan dapat dilihat dari kadar abu yang dimiliki bahan tersebut. Kadar abu berpengaruh pada tingkat kemurnian pektin. Semakin tinggi kadar abu dalam pektin, tingkat kemurnian pektin semakin rendah. Jika kadar abu dalam tepung pektin tinggi, maka persentase kandungan pektin yang terdapat didalamnya semakin rendah dan tingkat kemurnian tepung pektin tersebut juga rendah. Kadar abu pektin dipengaruhi oleh residu bahan anorganik yang terdapat pada bahan baku, metode ekstraksi dan isolasi pektin (Kalapathy dan Proctor, 2001).

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 65 80 95 suhu (°C) k a da r a bu (% ) 40 menit 60 menit 80 menit

Gambar 12. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Abu (bk)

Kadar abu tepung pektin yang diperoleh berkisar antara 0.64-1.22% (bb) atau 0.73 -1.33% (bk). Kadar abu tepung hasil ekstraksi selama 80 menit memiliki nilai lebih dari 1%, sedangkan pektin hasil ekstraksi selama 40 menit dan 60 menit memiliki kadar abu kurang atau sama dengan 1%. Pektin yang dihasilkan pada ekstraksi 40 dan 60 menit memiliki nilai kadar abu masih berada dalam kisaran nilai kadar abu yang diizinkan oleh The Council Of The European Communities (1998) yaitu tidak lebih dari 1%. Ekstraksi selama 80 menit memiliki kadar abu melebihi batas maksimum yang telah diizinkan. Grafik hubungan perlakuan suhu dan waktu ekstraksi terhadap kadar abu pektin dapat dilihat pada Gambar 12.

Kadar abu tepung pektin yang dihasilkan semakin meningkat dengan meningkatnya suhu dan semakin lamanya waktu ekstraksi. 5b memperlihatkan bahwa suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh nyata terhadap kadar abu tepung pektin, sedangkan interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata.

Menurut Meyer (1985), dalam buah-buahan dan sayuran, protopektin terdapat dalam bentuk kalsium-magnesium pektat. Peningkatan reaksi hidrolisis protopektin akan mengakibatkan bertambahnya komponen Ca dan Mg dalam larutan ekstrak.

Kadar abu dalam pektin semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi asam, suhu, dan waktu ekstraksi. Hal ini disebabkan oleh kemampuan asam untuk melarutkan mineral alami dari bahan yang

diekstrak yang semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi asam, suhu, dan waktu reaksi. Mineral yang terlarut akan ikut mengendap bercampur dengan pektin pada saat pengendapan dengan alcohol (Kalapathy dan Proctor, 2001).

Pektin dengan waktu ekstraksi 40 menit memiliki kadar abu 0.73% berbeda nyata dengan waktu ekstraksi 60 menit yaitu 0.93% dan berbeda nyata pula dengan waktu ekstraksi 80 menit yaitu 1.1033%. Semakin lama waktu ekstraksi semakin lama terjadinya kontak antara bahan dan pelarut yang dapat memperbesar kesempatan terjadinya reaksi hidrolisis protopektin yang berakibat pada semakin tingginya kadar abu.

Pektin yang dihasilkan pada suhu ekstraksi 65oC memiliki kadar abu sebesar 0.85% dan suhu 80oC sebesar 0.89% berbeda nyata dengan suhu 95oC sebesar 1.03%. Semakin tinggi suhu maka kecepatan reaksi hidrolisis protopektin semakin meningkat sehingga kadar abu pektin juga semakin tinggi.

Kadar abu merupakan salah satu parameter mutu pektin. Semakin rendah kadar abu, maka mutu pektin semakin tinggi. Perlakuan ekstraksi selama 40 dan 60 menit menghasilkan kadar abu pektin yang sesuai dengan nilai standar yaitu tidak lebih dari 1 %.

4. Berat Ekivalen

Berat ekivalen merupakan ukuran terhadap kandungan gugus asam galakturonat bebas (tidak teresterifikasi) dalam rantai molekul pektin (Ranganna, 1977). Asam pektat murni merupakan zat pektat yang seluruhnya tersusun dari asam poligalakturonat yang bebas dari gugus metil ester atau tidak mengalami esterifikasi. Asam pektat murni memiliki berat ekivalen 176. Tingginya derajat esterifikasi antara asam galakturonat dengan methanol menunjukkan semakin rendahnya jumlah asam bebas yang berarti semakin tingginya berat ekivalen (Rouse, 1977).

Berat ekivalen tepung pektin yang dihasilkan berkisar antara 587.07 - 1334.11. Hubungan perlakuan waktu dan suhu ekstraksi terhadap berat ekivalen dapat dilihat pada Gambar 13.

0,00 200,00 400,00 600,00 800,00 1000,00 1200,00 1400,00 1600,00 65 80 95 suhu ekstraksi (˚C) b o b o t ek iva le n 40 menit 60 menit 80 menit

Gambar 13. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Berat Ekivalen

Berat ekivalen pektin yang dihasilkan semakin menurun dengan semakin meningkatnya suhu dan semakin lamanya waktu ekstraksi. Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 7b menunjukkan bahwa suhu, waktu dan interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap berat ekivalen pektin.

Berat ekivalen pektin hasil ekstraksi selama 40 menit yaitu 1003.84 berbeda nyata dengan waktu ekstraksi 60 menit yaitu 896.10 dan berbeda nyata pula dengan waktu ekstraksi 80 menit yaitu 783.94. Ekstraksi pada suhu 65oC menghasilkan pektin dengan berat ekivalen 1204.61 berbeda nyata dengan ekstraksi suhu 80oC yaitu 861.52 dan berbeda nyata pula dengan ekstraksi suhu 95oC yaitu 617.75.

Ekstraksi pada suhu 65oC selama 40 menit menghasilkan pektin dengan berat ekivalen tertinggi yaitu sebesar 1334.11. Berat ekivalen terendah dimiliki oleh pektin yang diekstrak pada suhu 95oC selama 80 menit yaitu sebesar 548.07. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh nyata.

Kim et al (1978) menjelaskan semakin rendah suhu yang digunakan akan memperkecil terjadinya depolimerisasi dan demetilasi. Menurut Padival et al (1979), karakteristik gel dan bobot molekul akan menurun dengan meningkatnya suhu ekstraksi. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu ekstraksi akan memperbesar kemungkinan terjadinya

depolimerisasi pektin sehingga memiliki nilai berat ekivalen yang semakin rendah.

Bobot molekul pektin tergantung pada jenis tanaman, kualitas bahan baku, metode ekstraksi, dan perlakuan pada proses ekstraksi. Pada umumnya, pektin berbobot molekul tinggi lebih disukai untuk pembentukan gel (Constenla dan Lozano, 2006). Pektin yang terbaik adalah pektin yang memiliki nilai bobot ekivalen yang tinggi. Semakin tinggi suhu dan lama ekstraksi, mutu pektin akan semakin rendah jika dilihat dari nilai bobot ekivalennya.

5. Kadar Metoksil

Kadar metoksil didefinisikan sebagai jumlah metanol yang terdapat di dalam pektin. Pektin disebut bermetoksil tinggi jika memiliki nilai kadar metoksil sama dengan 7% atau lebih. Jika kadar metoksil kurang dari 7% maka pektin disebut bermetoksil rendah (Goycoolea dan Adriana, 2003).

Kadar metoksil pektin hasil ekstraksi berkisar antara 4.87 -6.95%. Berdasarkan nilai kadar metoksil tersebut, maka pektin yang dihasilkan dalam penelitian ini tergolong dalam pektin berkadar metoksil rendah. Grafik hubungan perlakuan waktu dan suhu ekstraksi terhadap kadar metoksil pektin dapat dilihat pada Gambar 14. Grafik tersebut menunjukkan bahwa rata-rata kadar metoksil pektin akan semakin tinggi dengan meningkatnya suhu dan semakin lamanya waktu ekstraksi.

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 65 80 95 s uhu e k s tr ak s i (˚C) kadar m et o ks il ( % ) 40 menit 60 menit 80 menit

Gambar 14. Hubungan suhu dan waktu ekstraksi terhadap kadar metoksil

Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 8b memperlihatkan bahwa waktu, suhu dan interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata. Kadar metoksil tertinggi dimiliki pektin hasil ekstraksi pada suhu 95oC selama 80 menit yaitu 6.95%, sedangkan kadar metoksil terendah dimiliki pektin hasil ekstraksi suhu 65oC selama 40 menit yaitu 4.87%. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan lama ekstraksi berpengaruh nyata terhadap kadar metoksil pektin.

Kadar metoksil pektin pada suhu ekstraksi 65oC sebesar 5.21% semakin meningkat menjadi 6.74% pada suhu 95oC. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar metoksil pektin hasil ekstraksi suhu 65oC berbeda nyata dengan suhu 80oC dan berbeda nyata pula dengan suhu 95oC.

Ekstraksi selama 40 menit menghasilkan pektin dengan kadar metoksil sebesar 5.73% dan semakin meningkat menjadi 6.34% pada ekstraksi selama 80 menit. Hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa ekstraksi selama 40 menit menghasilkan kadar metoksil pektin yang berbeda nyata dengan waktu ekstraksi 60 menit dan berbeda nyata pula dengan waktu ekstraksi 80 menit.

Kadar metoksil pektin memiliki peranan penting dalam menentukan sifat fungsional larutan pektin dan dapat mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin (Constenla dan Lozano, 2006). Pektin bermetoksil tinggi membentuk gel dengan adanya gula dan asam. Kondisi yang diperlukan untuk pembentukan gel adalah kadar gula 58-75% dengan pH 2.8-3.5. Pektin bermetoksil rendah tidak memiliki kemampuan membentuk gel dengan adanya gula dan asam, tetapi dapat membentuk gel dengan adanya kation polivalen (Cruess, 1958).

Perusahaan pektin biasanya menghasilkan pektin bermetoksil tinggi meskipun ada tanaman yang menghasilkan pektin bermetoksil rendah. Ada empat metode demetilasi termasuk yang menggunakan asam, alkali, enzim dan amonia dalam etanol. Demetilasi dengan menggunakan asam lebih umum digunakan untuk menghasilkan pektin bermetoksil rendah (Kertesz, 1951). Ekstraksi pektin bermetoksil tinggi lebih mudah dilakukan dengan

biaya yang lebih murah. Selain itu, sebagian besar sumber bahan bakunya menghasilkan pektin yang bermetoksil tinggi. Pektin bermetoksil tinggi lebih dianggap dapat memenuhi kebutuhan pasar. Jika pasar menginginkan pektin bermetoksil rendah, maka dengan mudah pektin bermetoksil tinggi ni dapat dirubah menjadi pektin bermetoksil rendah. Tetapi tidak sebaliknya pada pektin bermetoksil rendah yang lebih sulit untuk dijadikan pektin bermetoksil tinggi.

Pektin yang dihasilkan dalam penelitian ini termasuk pektin bermetoksil rendah yang mampu membentuk gel dengan adanya kation polivalen seperti ion kalsium. Hal ini lebih menguntungkan karena pektin bermetoksil rendah dapat langsung diproduksi tanpa melalui proses demetilasi seperti pektin bermetoksil rendah yang diproduksi dari pektin bermetoksil tinggi.

6. Kadar Galakturonat

Kadar galakturonat dan muatan molekul pektin memiliki peranan penting dalam menentukan sifat fungsional larutan pektin. Kadar galakturonat dapat mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin (Constenla dan Lozano, 2006).

Kadar asam galakturonat pektin hasil ekstraksi berkisar antara 40.84- 71.60 % (basis basah) atau 46.70-78.82 % (basis kering) tanpa abu. Menurut The Council Of The European Communities (1998), kadar asam galakturonat minimum yang diizinkan adalah 65% yang dihitung berdasarkan basis kering tanpa abu. Berdasarkan nilai tersebut, yang memenuhi syarat tersebut adalah pektin yang diekstrak pada suhu 95oC selama 40 menit, 60 menit, 80 menit dan suhu 80oC selama 80 menit. Grafik hubungan antara perlakuan suhu dan waktu ekstraksi terhadap kadar galakturonat dapat dilihat pada Gambar 15.

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 65 80 95 suhu ekstraksi (˚C) k a da r ga la k tur ona t ( % ) 40 menit 60 menit 80 menit

Gambar 15. Hubungan suhu dan waktu ekstraksi terhadap kadar galakturonat

Gambar 15 menunjukkan bahwa kadar asam galakturonat semakin meningkat dengan meningkatnya suhu dan semakin lamanya waktu ekstraksi. Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 9b menunjukkan bahwa suhu, waktu ekstraksi dan interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap kadar galakturonat pektin yang dihasilkan.

Ekstraksi pada suhu 65oC menghasilkan pektin dengan kadar galakturonat sebesar 44.35% dan meningkat menjadi 67.28% pada suhu 95oC. Hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa suhu ekstraksi 65oC menghasilkan kadar galakturonat pektin yang berbeda nyata dengan suhu 80oC dan berbeda nyata pula dengan suhu 95oC. Semakin tinggi suhu ekstraksi akan meningkatkan kinetika reaksi hidrolisis pektin, sehingga kadar galakturonat pektin yang dihasilkan juga meningkat.

Ekstraksi pektin selama 40 menit memiliki kadar galakturonat 51.12% dan meningkat menjadi 60.02% pada waktu ekstraksi 80 menit. Waktu ekstraksi 40 menit menghasilkan kadar galakturonat pektin yang berbeda nyata dengan waktu ekstraksi 60 menit dan berbeda nyata pula dengan waktu ekstraksi 80 menit. Semakin lama waktu ekstraksi, kadar galakturonat semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin lamanya reaksi hidrolisis protopektin sehingga kadar galakturonat yang dihasilkan juga semakin meningkat.

Kadar galakturonat tertinggi diperoleh pada ekstraksi dengan suhu 95oC selama 80 menit, sedangkan kagar galakturonat terendah diperoleh

pada suhu 65oC selama 40 menit. Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi antara faktor suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh nyata terhadap kadar galakturonat pektin yang dihasilkan.

Salah satu yang menentukan mutu pektin adalah kadar galakturonat. Semakin tinggi nilai kadar galakturonat, maka mutu pektin semakin tinggi. Ekstraksi pektin pada suhu 95oC selama 40, 60, dan 80 menit serta ekstraksi pada suhu 80oC selama 80 menit memiliki nilai kadar galakturonat yang sesuai dengan standar yaitu minimal 65% (bk) tanpa abu.

7. Derajat Esterifikasi

Menurut Whistler dan Daniel (1985), derajat esterifikasi merupakan persentase jumlah residu asam D-galakturonat yang gugus karboksilnya teresterifikasi dengan etanol. Nilai derajat esterifikasi pektin diperoleh dari nilai kadar metoksil dan kadar asam galakturonat. Persentase dari kelompok karboksil teresterifikasi oleh methanol dinamakan derajat esterifikasi (Fennema, 1996).

Nilai derajat esterifikasi pektin hasil penelitian berkisar antara 55.13- 67.68%. Grafik hubungan antara perlakuan suhu dan waktu ekstraksi terhadap derajat esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 16. Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 10b menunjukkan bahwa suhu, waktu, dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap derajat ekivalen pektin yang dihasilkan. 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 65 80 95 suhu ekstraksi (˚C) d er aj at e st e ri fi kasi ( % ) 40 menit 60 menit 80 menit

Gambar 16. Hubungan perlakuan dan waktu ekstraksi terhadap derajat esterifikasi

Ekstraksi pada suhu 65oC menghasilkan pektin dengan derajat esterifikasi 66.74 % dan menurun menjadi 57.03% pada suhu ekstraksi 95oC. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pektin hasil ekstraksi suhu 65oC berbeda nyata dengan suhu 80oC dan berbeda nyata pula dengan suhu 95oC. Semakin tinggi suhu ekstraksi, nilai derajat esterifikasi semakin rendah.

Pektin yang dihasilkan dengan lama ekstraksi 40 menit memiliki nilai derajat esterifikasi 64.07% menurun menjadi 60.64% pada ekstraksi selama 80 menit. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan pektin yang diekstrak selama 40 menit memiliki nilai derajat esterifikasi yang berbeda nyata dengan waktu ekstraksi 60 menit dan berbeda nyata pula dengan ekstraksi selama 80 menit. Semakin lama ekstraksi dilakukan, nilai derajat esterifikasi semakin rendah.

Tingginya suhu dan lamanya proses ekstraksi dapat menyebabkan degradasi gugus metil ester pada pektin menjadi asam karboksil oleh adanya asam. Asam yang digunakan dalam ekstraksi pektin akan menghidrolisa ikatan hidrogen (Kertesz, 1951). Ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan asam galakturonat. Jika ekstraksi dilakukan terlalu lama, pektin akan berubah menjadi asam pektat yang asam galakturonatnya bebas dari gugus metil ester. Jumlah gugus metil ester menunjukkan jumlah gugus karboksil yang tidak teresterifikasi atau derajat esterifikasi. Reaksi deesterifikasi pektin dapat dilihat pada Gambar 19.

Asam pektinat Air Asam pektat metanol Gambar 17. Reaksi Deesterifikasi Pektin

Derajat esterifikasi tertinggi diperoleh pada pektin yang diekstrak dengan suhu 65oC selama 40 menit, sedangkan derajat esterifikasi terendah pada pektin yang diekstrak dengan suhu 95oC selama 80 menit.

+ CH3OH + H2O

Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara faktor waktu dan suhu ekstraksi berpengaruh nyata terhadap derajat esterifikai pektin yang dihasilkan.

8. Viskositas Relatif

Viskositas adalah karakteristik dari makromolekul yang berhubungan langsung dengan kemampuan untuk mengalir, dan tidak langsung berhubungan dengan ukuran dan bentuk molekul (Tanglertpaibul dan Rao, 1987). Pada larutan yang sangat encer, pengaruh tersebut saling tumpang tindih dan interaksi dari makromolekul tidak relevan (Chou dan Kokini, 1987). Viskositas relatif diukur dengan melarutkan pektin dalam air destilat.

Viskositas relatif larutan pektin yang dihasilkan berkisar antara 14.50-73.3 cP. Grafik hubungan perlakuan suhu dan waktu ekstraksi terhadap viskositas relatif pektin dapat dilihat pada Gambar 18.

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 65 80 95 suhu ekstraksi (˚C) v isko s it a s ( c P ) 40 menit 60 menit 80 menit

Gambar 18. Hubungan suhu dan waktu ekstraksi terhadap viskositas relatif

Gambar tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu ekstraksi maka viskositas larutan pektin semakin rendah. Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 11b. menunjukkan bahwa suhu, waktu ekstraksi dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap viskositas relatif larutan pektin.

Viskositas relatif larutan pektin hasil ekstraksi suhu 65oC sebesar 56.02 cP turun menjadi 16.87 cP pada ekstraksi suhu 95oC. Larutan pektin

hasil ekstraksi suhu 65oC memiliki viskositas relatif yang berbeda nyata dengan suhu 80oC dan berbeda nyata pula dengan ekstraksi pada suhu 95oC. Semakin tinggi suhu ekstraksi, viskositas relatif larutan pektin semakin rendah.

Pektin yang diekstrak selama 40 menit memiliki viskositas relatif sebesar 42.77 cP dan turun menjadi 26.99 cP pada ekstraksi selama 80 menit. Viskositas relatif larutan pektin hasil ekstraksi selama 40 menit berbeda nyata dengan 60 menit dan berbeda nyata pula dengan 80 menit.

Viskositas tertinggi diperoleh pada larutan pektin hasil ekstraksi suhu 65oC selama 40 menit yaitu 73.3 cP dan terendah pada ekstraksi suhu 95oC selama 80 menit yaitu 14.50 cP. Hal tersebut menunjukkan bahwa interaksi faktor suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh nyata terhadap viskositas larutan pektin. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu ekstraksi akan memperbesar kemungkinan terjadinya reaksi depolimerisasi yang akan memperkecil nilai viskositas larutan pektin yang dihasilkan.

Menurut Padival et al (1979), karakteristik gel, dan bobot molekul menurun dengan meningkatnya suhu ekstraksi. Kim et al (1978) menjelaskan semakin rendah suhu yang digunakan akan memperkecil terjadinya depolimerisasi dan demetilasi. Viskositas pektin juga dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik seperti suhu, konsentrasi larutan, pH, dan keberadaan garam (Constenla dan Lozano, 2006).

Dokumen terkait