• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Limbah Proses Pengolahan Jeruk Pontianak (Citrus nobilis var microcarpa)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Limbah Proses Pengolahan Jeruk Pontianak (Citrus nobilis var microcarpa)"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PEKTIN DARI LIMBAH

PROSES PENGOLAHAN JERUK PONTIANAK

(

Citrus nobilis

var microcarpa)

Oleh :

MAULIYAH NUR HARIYATI

F34102040

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PEKTIN DARI LIMBAH PROSES PENGOLAHAN JERUK PONTIANAK (Citrus nobilis var microcarpa)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MAULIYAH NUR HARIYATI F34102040

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PEKTIN DARI LIMBAH PROSES PENGOLAHAN JERUK PONTIANAK (Citrus nobilis var microcarpa)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MAULIYAH NUR HARIYATI F34102040

Dilahirkan pada tanggal 4 Desember 1984

Di Sidoarjo

Tanggal lulus : 31 Agustus 2006

Menyetujui,

Bogor, September 2006

Ir. Ade Iskandar, MSi Ir. Yulianingsih, MSi

(4)

Mauliyah Nur Hariyati. F34102040. Ekstraksi Dan Karakterisasi Pektin Dari Limbah Proses Pengolahan Jeruk Pontianak (Citrus nobilis var microcarpa). Di bawah bimbingan Ade Iskandar dan Yulianingsih. 2006.

RINGKASAN

Produksi jeruk Indonesia selama tiga tahun terakhir cenderung meningkat. Jumlah produksi di musim panen raya yang melebihi kapasitas pasar, berakibat pada rendahnya harga jual jeruk. Untuk mengatasi hal tersebut maka jeruk pontianak dikembangkan dalam bentuk puree dan jus jeruk. Pembuatan produk tersebut menghasilkan limbah diantaranya berupa ampas jeruk. Selama ini ampas jeruk digunakan sebagai pakan ternak atau hanya dibuang percuma. Padahal ampas jeruk mengandung sejumlah komponen yang bermanfaat diantaranya pektin.

Pektin digunakan secara luas sebagai komponen fungsional pada industri makanan karena kemampuannya membentuk gel encer dan menstabilkan protein. Penambahan pektin pada makanan akan mempengaruhi proses metabolisme dan pencernaan khususnya pada adsorpsi glukosa dan tingkat kolesterol. Selain itu, pektin juga dapat membuat lapisan yang sangat baik yaitu sebagai bahan pengisi dalam industri kertas dan tekstil, serta sebagai pengental dalam industri karet.

Pektin tersusun atas molekul asam galakturonat yang berikatan dengan ikatan α- (1-4)-glikosida sehingga membentuk asam poligalakturonat. Gugus karboksil sebagian teresterifikasi dengan methanol dan sebagian gugus alkohol sekunder terasetilasi (Hoejgard, 2004).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu ekstraksi terhadap karakteristik pektin ampas jeruk. Pektin yang dihasilkan diharapkan memiliki mutu yang setara dengan pektin komersial dan menjadi alternatif sumber pektin selain kulit jeruk dan kulit apel. Ekstraksi pektin dilakukan dengan menggunakan air destilat yang telah diberi asam klorida hingga pH 1.5. Ekstraksi pektin dilakukan dengan perlakuan suhu 65, 80, dan 95oC serta perlakuan lama ekstraksi 40, 60, dan 80 menit. Pektin yang dihasilkan dianalisa karakteristiknya yang meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, berat ekivalen, kadar metoksil, kadar galakturonat, derajat esterifikasi, dan viskositas relatif.

(5)

Mauliyah Nur Hariyati. F34102040. Extraction and Characterization Pectin from Processing Pontianak Orange Waste (Citrus nobilis var microcarpa). Supervised by Ade Iskandar dan Yulianingsih. 2006.

SUMMARY

Indonesian orange production during the last three years tend to increase. Amount of production in certain season exceed market capacities, it cause lowering of orange price. To overcome the mentioned hence pontianak orange developed in the form of puree and orange juice. The production process of them produce waste, example orange pulp.. During the time, orange pulp is used as livestock feed or sometimes only thrown or useless. Though, orange pulp contain a number of usefull components, among others pectin.

Pectin is used widely as functional component in food industry because its ability to form watery gel and to stabilize protein. Addition of Pectin at food will influence metabolism process and digestion specially in glucose adsorption and cholesterol level. Pectin also can make very good coat that is used for filler in paper industry and textile, and also as thickener in rubber industry.

Pectins consists of an α- (1-4) linked galacturonic acid homopolymer and L-rhamnose D-galacturonic acid repeating units carrying branched neutral sugar side chain. Galacturonic acid units in both regions are partially methyl-esterified (Hoejgard, 2004).

This research aim is to know the influence of extraction temperature and time to orange pulp pectin characteristic. Orange pulp pectins are expected to have equivalent quality with commercial pectin and become alternative source of pectin besides lime peel and apple pomace. Pectin extraction was done by using destilate water which have been given by chloride acid until pH 1.5. Pectin Extraction conducted with treatment of temperature 65, 80, and 95oC and also treatment of time extraction 40, 60, and 80 minutes. Then, pectin was analysed its characteristic which cover yield, water content, ash content, equivalent weight, methoxyl content, galacturonic content, esterified degree, and relative viscosity.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

kekuatan dan hidayah-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi yang

berjudul Ekstraksi Dan Karakterisasi Pektin Dari Limbah Proses Pengolahan Jeruk Pontianak (Citrus nobilis var microcarpa) dapat diselesaikan.Dalam pelaksanaan penelitian maupun penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan

dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada berbagai pihak berikut ini :

1. Ir. Ade Iskandar, MSi selaku dosen pembimbing I atas segala bimbingan,

nasehat, dan arahannya.

2. Ir. Yulianingsih, Msi selaku pembimbing II atas bimbingan dan

dukungannya.

3. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, Msi selaku dosen penguji atas bimbingannya.

4. Agus Budianto, STP atas segala bantuan dan dukungannya.

5. Mamak, Bapak, Harman, Aprilia dan Rachmad atas kasih sayang, doa dan

semangatnya selama ini.

6. Para staf dan karyawan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca

Panen Pertanian terutama Ibu Tisna, Ibu Ermi, Bapak Ato, Bapak Yudi,

Mbak Meli, Mbak Dewi yang telah banyak membantu selama penelitian.

7. Sigit, Iffa, Rini, Fitri, Ocie, Wahyu, Farikin, Hari, Andri, Ocha atas

bantuan dan kebersamaannya di Balai Pasca Panen.

8. Teman-teman ”Andaleb Crew” (Nisa, , Lely, Cocom, M’Saras, M’Yanti,

Widi, Firdaus, Azzi, Maryam, Sifa, dll) atas cinta yang telah kalian

berikan dan dukungan selama ini.

9. Teman-teman TIN IPB 39 atas kebersamaannya.

10.Semua pihak yang telah membantu selama masa tugas akhir.

Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

membutuhkan.

Bogor, Juli 2006

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

DAFTAR TABEL...iv

DAFTAR GAMBAR...v

DAFTAR LAMPIRAN...vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1

B. Tujuan...2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jeruk Pontianak...3

B. Pektin...4

1. Pengertian dan Sumber Pektin...4

2. Struktur dan Komposisi Kimia Pektin...6

3. Sifat- Sifat Pektin...8

4. Proses Produksi Pektin...10

5. Aplikasi Pektin...12

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat...14

B. Metode Penelitian...14

1. Penelitian Pendahuluan...14

2. Penelitian Utama...15

C. Rancangan Percobaan...19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan...20

1. Analisa Proksimat...20

2. Penentuan Bahan Baku...21

B. Penelitian Utama...23

1. Rendemen...24

2. Kadar Air...26

(8)

Halaman

4. Berat Ekivalen...29

5. Kadar Metoksil...31

6. Kadar Galakturonat...33

7. Derajat Esterifikasi...35

8. Viskositas Relatif...37

C. Perbandingan Terhadap Pektin Komersial...38

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...43

B. Saran...44

DAFTAR PUSTAKA...45

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Negara-Negara Penghasil Jeruk Dunia...1

Tabel 2. Rendemen Pektin Beberapa Bahan Baku Industri Pektin ...…...…….6

Tabel 3. Rincian Spesifikasi Mutu Pektin Komersial …...13

Tabel 4. Penentuan bobot karakteristik mutu pektin...16

Tabel 5. HasilAnalisa Proksimat Ampas Jeruk Pontianak...20

Tabel 6. Hasil Metode Bayes Karakterisasi Pektin……….39

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Penampang Melintang Buah Jeruk...4

Gambar 2. Struktur Dinding Sel Tanaman...6

Gambar 3. Struktur Kimia Asam α-Galakturonat...7

Gambar 4. Struktur Kimia Asam Poligalakturonat...7

Gambar 5. Rumus Molekul Pektin Bermetoksil Tinggi...7

Gambar 6. Rumus Molekul Pektin Bermetoksil Rendah...8

Gambar 7. Struktur Fungsional Pektin...8

Gambar 8. Diagram Alir Produksi Pektin Kulit Jeruk Pontianak...18

Gambar 9. Hubungan Pengeringan Bahan Terhadap Rendemen Pektin...21

Gambar 10. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Rendemen... 25

Gambar 11. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Air….. 26

Gambar 12. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Abu...28

Gambar 13. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Berat Ekivalen………30

Gambar 14. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Metoksil………...31

Gambar 15. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Galakturonat...34

Gambar 16. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Derajat Esterifikasi...35

Gambar 17 Reaksi Deesterifikasi Pektin...36

Gambar 18. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Viskositas Relatif………...37

(11)

EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PEKTIN DARI LIMBAH

PROSES PENGOLAHAN JERUK PONTIANAK

(

Citrus nobilis

var microcarpa)

Oleh :

MAULIYAH NUR HARIYATI

F34102040

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PEKTIN DARI LIMBAH PROSES PENGOLAHAN JERUK PONTIANAK (Citrus nobilis var microcarpa)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MAULIYAH NUR HARIYATI F34102040

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PEKTIN DARI LIMBAH PROSES PENGOLAHAN JERUK PONTIANAK (Citrus nobilis var microcarpa)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MAULIYAH NUR HARIYATI F34102040

Dilahirkan pada tanggal 4 Desember 1984

Di Sidoarjo

Tanggal lulus : 31 Agustus 2006

Menyetujui,

Bogor, September 2006

Ir. Ade Iskandar, MSi Ir. Yulianingsih, MSi

(14)

Mauliyah Nur Hariyati. F34102040. Ekstraksi Dan Karakterisasi Pektin Dari Limbah Proses Pengolahan Jeruk Pontianak (Citrus nobilis var microcarpa). Di bawah bimbingan Ade Iskandar dan Yulianingsih. 2006.

RINGKASAN

Produksi jeruk Indonesia selama tiga tahun terakhir cenderung meningkat. Jumlah produksi di musim panen raya yang melebihi kapasitas pasar, berakibat pada rendahnya harga jual jeruk. Untuk mengatasi hal tersebut maka jeruk pontianak dikembangkan dalam bentuk puree dan jus jeruk. Pembuatan produk tersebut menghasilkan limbah diantaranya berupa ampas jeruk. Selama ini ampas jeruk digunakan sebagai pakan ternak atau hanya dibuang percuma. Padahal ampas jeruk mengandung sejumlah komponen yang bermanfaat diantaranya pektin.

Pektin digunakan secara luas sebagai komponen fungsional pada industri makanan karena kemampuannya membentuk gel encer dan menstabilkan protein. Penambahan pektin pada makanan akan mempengaruhi proses metabolisme dan pencernaan khususnya pada adsorpsi glukosa dan tingkat kolesterol. Selain itu, pektin juga dapat membuat lapisan yang sangat baik yaitu sebagai bahan pengisi dalam industri kertas dan tekstil, serta sebagai pengental dalam industri karet.

Pektin tersusun atas molekul asam galakturonat yang berikatan dengan ikatan α- (1-4)-glikosida sehingga membentuk asam poligalakturonat. Gugus karboksil sebagian teresterifikasi dengan methanol dan sebagian gugus alkohol sekunder terasetilasi (Hoejgard, 2004).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu ekstraksi terhadap karakteristik pektin ampas jeruk. Pektin yang dihasilkan diharapkan memiliki mutu yang setara dengan pektin komersial dan menjadi alternatif sumber pektin selain kulit jeruk dan kulit apel. Ekstraksi pektin dilakukan dengan menggunakan air destilat yang telah diberi asam klorida hingga pH 1.5. Ekstraksi pektin dilakukan dengan perlakuan suhu 65, 80, dan 95oC serta perlakuan lama ekstraksi 40, 60, dan 80 menit. Pektin yang dihasilkan dianalisa karakteristiknya yang meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, berat ekivalen, kadar metoksil, kadar galakturonat, derajat esterifikasi, dan viskositas relatif.

(15)

Mauliyah Nur Hariyati. F34102040. Extraction and Characterization Pectin from Processing Pontianak Orange Waste (Citrus nobilis var microcarpa). Supervised by Ade Iskandar dan Yulianingsih. 2006.

SUMMARY

Indonesian orange production during the last three years tend to increase. Amount of production in certain season exceed market capacities, it cause lowering of orange price. To overcome the mentioned hence pontianak orange developed in the form of puree and orange juice. The production process of them produce waste, example orange pulp.. During the time, orange pulp is used as livestock feed or sometimes only thrown or useless. Though, orange pulp contain a number of usefull components, among others pectin.

Pectin is used widely as functional component in food industry because its ability to form watery gel and to stabilize protein. Addition of Pectin at food will influence metabolism process and digestion specially in glucose adsorption and cholesterol level. Pectin also can make very good coat that is used for filler in paper industry and textile, and also as thickener in rubber industry.

Pectins consists of an α- (1-4) linked galacturonic acid homopolymer and L-rhamnose D-galacturonic acid repeating units carrying branched neutral sugar side chain. Galacturonic acid units in both regions are partially methyl-esterified (Hoejgard, 2004).

This research aim is to know the influence of extraction temperature and time to orange pulp pectin characteristic. Orange pulp pectins are expected to have equivalent quality with commercial pectin and become alternative source of pectin besides lime peel and apple pomace. Pectin extraction was done by using destilate water which have been given by chloride acid until pH 1.5. Pectin Extraction conducted with treatment of temperature 65, 80, and 95oC and also treatment of time extraction 40, 60, and 80 minutes. Then, pectin was analysed its characteristic which cover yield, water content, ash content, equivalent weight, methoxyl content, galacturonic content, esterified degree, and relative viscosity.

(16)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

kekuatan dan hidayah-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi yang

berjudul Ekstraksi Dan Karakterisasi Pektin Dari Limbah Proses Pengolahan Jeruk Pontianak (Citrus nobilis var microcarpa) dapat diselesaikan.Dalam pelaksanaan penelitian maupun penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan

dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada berbagai pihak berikut ini :

1. Ir. Ade Iskandar, MSi selaku dosen pembimbing I atas segala bimbingan,

nasehat, dan arahannya.

2. Ir. Yulianingsih, Msi selaku pembimbing II atas bimbingan dan

dukungannya.

3. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, Msi selaku dosen penguji atas bimbingannya.

4. Agus Budianto, STP atas segala bantuan dan dukungannya.

5. Mamak, Bapak, Harman, Aprilia dan Rachmad atas kasih sayang, doa dan

semangatnya selama ini.

6. Para staf dan karyawan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca

Panen Pertanian terutama Ibu Tisna, Ibu Ermi, Bapak Ato, Bapak Yudi,

Mbak Meli, Mbak Dewi yang telah banyak membantu selama penelitian.

7. Sigit, Iffa, Rini, Fitri, Ocie, Wahyu, Farikin, Hari, Andri, Ocha atas

bantuan dan kebersamaannya di Balai Pasca Panen.

8. Teman-teman ”Andaleb Crew” (Nisa, , Lely, Cocom, M’Saras, M’Yanti,

Widi, Firdaus, Azzi, Maryam, Sifa, dll) atas cinta yang telah kalian

berikan dan dukungan selama ini.

9. Teman-teman TIN IPB 39 atas kebersamaannya.

10.Semua pihak yang telah membantu selama masa tugas akhir.

Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

membutuhkan.

Bogor, Juli 2006

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

DAFTAR TABEL...iv

DAFTAR GAMBAR...v

DAFTAR LAMPIRAN...vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1

B. Tujuan...2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jeruk Pontianak...3

B. Pektin...4

1. Pengertian dan Sumber Pektin...4

2. Struktur dan Komposisi Kimia Pektin...6

3. Sifat- Sifat Pektin...8

4. Proses Produksi Pektin...10

5. Aplikasi Pektin...12

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat...14

B. Metode Penelitian...14

1. Penelitian Pendahuluan...14

2. Penelitian Utama...15

C. Rancangan Percobaan...19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan...20

1. Analisa Proksimat...20

2. Penentuan Bahan Baku...21

B. Penelitian Utama...23

1. Rendemen...24

2. Kadar Air...26

(18)

Halaman

4. Berat Ekivalen...29

5. Kadar Metoksil...31

6. Kadar Galakturonat...33

7. Derajat Esterifikasi...35

8. Viskositas Relatif...37

C. Perbandingan Terhadap Pektin Komersial...38

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...43

B. Saran...44

DAFTAR PUSTAKA...45

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Negara-Negara Penghasil Jeruk Dunia...1

Tabel 2. Rendemen Pektin Beberapa Bahan Baku Industri Pektin ...…...…….6

Tabel 3. Rincian Spesifikasi Mutu Pektin Komersial …...13

Tabel 4. Penentuan bobot karakteristik mutu pektin...16

Tabel 5. HasilAnalisa Proksimat Ampas Jeruk Pontianak...20

Tabel 6. Hasil Metode Bayes Karakterisasi Pektin……….39

(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Penampang Melintang Buah Jeruk...4

Gambar 2. Struktur Dinding Sel Tanaman...6

Gambar 3. Struktur Kimia Asam α-Galakturonat...7

Gambar 4. Struktur Kimia Asam Poligalakturonat...7

Gambar 5. Rumus Molekul Pektin Bermetoksil Tinggi...7

Gambar 6. Rumus Molekul Pektin Bermetoksil Rendah...8

Gambar 7. Struktur Fungsional Pektin...8

Gambar 8. Diagram Alir Produksi Pektin Kulit Jeruk Pontianak...18

Gambar 9. Hubungan Pengeringan Bahan Terhadap Rendemen Pektin...21

Gambar 10. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Rendemen... 25

Gambar 11. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Air….. 26

Gambar 12. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Abu...28

Gambar 13. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Berat Ekivalen………30

Gambar 14. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Metoksil………...31

Gambar 15. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Galakturonat...34

Gambar 16. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Derajat Esterifikasi...35

Gambar 17 Reaksi Deesterifikasi Pektin...36

Gambar 18. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Viskositas Relatif………...37

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Pohon Industri Jeruk...49

Lampiran 2. Analisa Bahan...50

Lampiran 3 Uji Analisa Keragaman dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Rendemen

Pektin Pada Perlakuan Pendahuluan ...53

Lampiran 4. Uji Analisa Keragaman dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Rendemen

Pektin Pada Perlakuan Utama...54

Lampiran 5. Uji Analisa Keragaman dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Kadar Air

Pektin Pada Perlakuan Utama ...55

Lampiran 6. Uji Analisa Keragaman dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Kadar Abu

Pektin Pada Perlakuan Utama ...57

Lampiran 7. Uji Analisa Keragaman dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Berat

Ekivalen Pektin Pada Perlakuan Utama ...59

Lampiran 8. Uji Analisa Keragaman dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Kadar

Metoksil Pektin Pada Perlakuan Utama ...60

Lampiran 9. Uji Analisa Keragaman dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Kadar

Galakturonat Pektin Pada Perlakuan Utama ...62

Lampiran 10. Uji Analisa Keragaman dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Derajat

Esterifikasi Pektin Pada Perlakuan Utama ...64

Lampiran 11. Uji Analisa Keragaman dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Viskositas

(22)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jeruk Pontianak merupakan jenis jeruk siam yang banyak diusahakan

dan paling luas penyebarannya di Indonesia. Tanaman ini bisa diusahakan di

daerah dataran rendah sampai dengan daerah berketinggian 770 meter di atas

permukaan laut (Sarwono, 1994).

Produksi jeruk Indonesia selama tiga tahun terakhir cenderung

meningkat. Indonesia berada di peringkat 14 pada tahun 2002 dan peringkat

10 pada tahun 2003 dan 2004. Produksi jeruk Indonesia tahun 2004 kurang

lebih 1.600.000 ton atau 2,6% dari produksi dunia (Ditjen Pengolahan dan

Pemasaran Hasil Pertanian, 2005).

Tabel 1. Negara-Negara Penghasil Jeruk Dunia

2002 2003 2004 No. Negara

Produksi % Produksi % Produksi % 1 Brasil 18.530.624 30.2 16.902.600 28.0 18.262.632 29.1 2 USA 11.225.500 18.3 10.473.450 17.3 11.729.900 18.7

Sumber: Data Produksi Jeruk FAO (2005)

Pembuatan produk dengan bahan baku jeruk seperti sari buah jeruk

akan mempunyai limbah berupa kulit, ampas dan biji. Limbah pengolahan

jeruk terutama kulit merupakan sumber serat pangandan juga salah satu bahan

baku produksi pektin yang banyak digunakan pada industri makanan

(Herbstreith dan Fox, 2005). Ampas jeruk diperoleh sebagai produk

sampingan industri sari buah jeruk. Saat ini ampas jeruk digunakan untuk

pakan ternak atau hanya dibuang sebagai limbah industri. Pemanfaatan ampas

(23)

bermanfaat bagi manusia. Salah satu komponen yang terdapat pada ampas

jeruk adalah pektin.

Indonesia mempunyai potensi yang baik sebagai penghasil buah jeruk,

tetapi pemanfaatan limbah jeruk sebagai sumber pektin secara industri belum

dilakukan. Kendala yang dihadapi adalah tidak tersedianya limbah jeruk yang

terkumpul cukup banyak dan kontinyu, sehingga diperlukan kerjasama dengan

pabrik yang memanfaatkan buah jeruk sebagai bahan baku seperti misalnya

pabrik sari buah jeruk (Purwantoro, 1989).

Pektin merupakan kompleks polisakarida anion yang terdapat pada

dinding sel primer dan interseluler pada tanaman tingkat tinggi. Asam

D-galakturonat merupakan molekul utama penyusun polimer pektin, dan

biasanya gula netral juga terdapat dalam pektin (O’Neill et al, 1990; Visser

dan Voragen, 1996).

Pektin digunakan secara luas sebagai komponen fungsional pada

industri makanan karena kemampuannya membentuk gel encer dan

menstabilkan protein (May, 1990). Penambahan pektin pada makanan akan

mempengaruhi proses metabolisme dan pencernaan khususnya pada adsorpsi

glukosa dan tingkat kolesterol (Baker, 1994). Selain itu, pektin juga dapat

membuat lapisan yang sangat baik yaitu sebagai bahan pengisi dalam industri

kertas dan tekstil, serta sebagai pengental dalam industri karet.

Nilai ekonomi yang dimiliki pektin cukup tinggi. Harga eceran tepung

pektin berkisar antara Rp. 200.000-Rp. 300.000 per kg. Pada tahun 2001,

Indonesia mengimpor pektin sebanyak 14.242 kg dengan nilai sebesar US $

130.599 (Biro Pusat Statistik, 2001).

B. Tujuan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menemukan teknologi

proses pembuatan pektin dari bahan baku ampas jeruk Pontianak yang saat ini

dianggap sebagai limbah industri pengolahan sari buah jeruk. Tujuan khusus

penelitian ini adalah mencari suhu dan waktu ekstraksi terbaik dalam

menghasilkan pektin dengan mutu terbaik yaitu sesuai dengan standar mutu

(24)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Jeruk Pontianak

Jeruk merupakan tanaman hortikultura yang mempunyai daerah

tumbuh antara 40oLU – 40oLS. Negara asal jeruk adalah Asia Tenggara, India,

Cina, Australia, dan Kaledonia Baru (Sarwono, 1986).

Jeruk Pontianak sebenarnya adalah jeruk siam (Citrus nobilis var

Microcarpa). Tanaman ini masuk Kalimantan Barat pada tahun 1936, dan

pertama kali ditanam di daerah Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas. Pohon

jeruk Tebas yang telah berproduksi bisa menghasilkan buah sebanyak 15-50

kg per pohon (Sarwono, 1994).

Klasifikasi tanaman jeruk Pontianak adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicothyledonae

Suku : Rutacea

Marga : Citrus

Jenis : Citrus nobilis

Varietas : Citrus nobilis var microcarpa (Sarwono, 1994).

Jeruk Pontianak memiliki bentuk buah bulat dan licin. Daging buah

jeruk Pontianak banyak mengandung air, kulitnya tipis, agak melekat dan sulit

terlepas dari daging buah (Sarwono, 1994).

Menurut Albrigo dan Carter (1977), bagian-bagian utama buah jeruk

jika dilihat dari bagian luar sampai ke dalam adalah kulit (tersusun atas

epidermis, flavedo, kelenjar minyak, dan ikatan pembuluh), segmen-segmen

(terdiri atas dinding segmen, rongga cairan dan biji) dan core (bagian tengah

(25)

Bagian-bagian buah jeruk Pontianak dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Penampang Melintang Buah Jeruk

Kulit jeruk dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu flavedo (kulit

bagian luar yang berbatasan dengan epidermis) dan albedo (kulit bagian dalam

yang berupa jaringan busa). Epidermis merupakan bagian luar yang

melindungi buah jeruk, yang terdiri dari lapisan lilin, matriks kutin, dinding

sel primer dan sel epidermal. Flavedo sebagai lapisan kedua ditandai dengan

adanya warna hijau, kuning, oranye, kelenjar minyak, dan tidak terdapat

ikatan pembuluh. Pigmen yang terdapat pada flavedo adalah kloroplas dan

karotenoid. Dalam perkembangannya kloroplas akan terdegradasi, sehingga

buah yang sebelum matang berwarna hijau menjadi berwarna oranye pada saat

matang (Albrigo dan Carter, 1977).

Juring atau lamella jeruk banyak mengandung pektin, karena itu rugi

bila mengkonsumsi jeruk hanya menyerap sarinya dan membuang kulit

juringnya. Pektin pada jeruk yang bila dimakan atau diolah menjadi jus

dengan dagingnya akan bermanfaat sebagai pembersih racun dari dalam tubuh

(Kurniasih, 2004).

B. Pektin

1. Pengertian dan sumber pektin

Pektin adalah substansi alami yang terdapat pada sebagian besar

tanaman pangan. Selain sebagai elemen struktural pada pertumbuhan

(26)

berperan sebagai perekat dan menjaga stabilitas jaringan dan sel (Herbstreith

dan Fox, 2005). Pektin merupakan senyawa polisakarida dengan bobot

molekul tinggi yang banyak terdapat pada tumbuhan. Pektin digunakan

sebagai pembentuk gel dan pengental dalam pembuatan jelly, marmalade,

makanan rendah kalori dan dalam bidang farmasi digunakan untuk obat

diare (National Research Development Corporation, 2004).

Kata pektin berasal dari bahasa Latin “pectos” yang berarti pengental

atau yang membuat sesuatu menjadi keras/ padat. Pektin ditemukan oleh

Vauquelin dalam jus buah sekitar 200 tahun yang lalu. Pada tahun 1790,

pektin belum diberi nama. Nama pektin pertama kali digunakan pada tahun

1824, yaitu ketika Braconnot melanjutkan penelitian yang dirintis oleh

Vauquelin. Braconnot menyebut substansi pembentuk gel tersebut sebagai

asam pektat (Herbstreith dan Fox, 2005).

Pektin yang dimanfaatkan untuk makanan merupakan suatu polimer

yang berisi unit asam galakturonat (sedikitnya 65%). Kelompok asam

tersebut bisa dalam bentuk asam bebas, metil ester, garam sodium, kalium,

kalsium atau ammonium, dan dalam beberapa kelompok pektin amida

(IPPA, 2002).

Komposisi kandungan protopektin, pektin, dan asam pektat di dalam

buah sangat bervariasi tergantung pada derajat kematangan buah. Pada

umumnya, protopektin yang tidak larut itu lebih banyak terdapat pada

buah-buahan yang belum matang (Winarno, 1997).

Pektin secara umum terdapat di dalam dinding sel primer tanaman,

khususnya di sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa. Senyawa-senyawa

pektin berfungsi sebagai perekat antara dinding sel yang satu dengan yang

lain. Bagian antara dua dinding sel yang berdekatan tersebut dinamakan

lamella tengah (Winarno, 1997). Gambar 2 menunjukkan senyawa pektin

(27)

Gambar 2. Struktur Dinding Sel Tanaman

Kandungan pektin dalam tanaman sangat bervariasi, baik berdasarkan

jenis tanamannya maupun dari bagian-bagian jaringannya. Bagian kulit dan

albedo buah jeruk lebih banyak mengandung pektin daripada jaringan

parenkimnya (Winarno, 1997). Tabel 2 menunjukkan rendemen pektin yang

dihasilkan dari beberapa jenis buah-buahan di Indonesia.

Tabel 2. Rendemen pektin beberapa bahan baku industri pektin

Sumber Rendemen (% bobot kering) Apel

Gula Bit Bunga matahari Kulit jeruk

10-15 10-20 15-25 20-35 Sumber : Herbstreith dan Fox, 2006.

2. Struktur dan Komposisi Kimia Pektin

Pada tahun 1924, Smolenski adalah yang pertama kali berasumsi

bahwa pektin merupakan polimer asam galakturonat. Pada tahun 1930,

Meyer dan Mark menemukan formasi rantai dari molekul pektin, dan

Schneider dan Bock pada tahun 1937 membentuk formula tersebut

(Herbstreith dan Fox, 2005). Pektin tersusun atas molekul asam galakturonat

yang berikatan dengan ikatan α- (1-4)-glikosida sehingga membentuk asam poligalakturonat. Gugus karboksil sebagian teresterifikasi dengan methanol

(28)

2005). Gambar 3 di bawah ini menunjukkan struktur kimia unit asam α -galakturonat.

Gambar 3. Struktur Kimia Asam α-Galakturonat

Menurut Hoejgaard (2004), pektin merupakan asam poligalakturonat yang

mengandung metil ester. Pektin diekstraksi secara komersial dari kulit buah

jeruk dan apel dalam kondisi asam. Masing-masing cincin merupakan suatu

molekul dari asam poligalakturonat, dan ada 300 – 1000 cincin seperti itu

dalam suatu tipikal molekul pektin, yang dihubungkan dengan suatu rantai

linier.

Gambar 4. Struktur Kimia Asam Poligalakturonat

Berdasarkan kandungan metoksilnya, pektin dapat dibagi menjadi dua

golongan yaitu pektin berkadar metoksil tinggi (HMP), dan pektin berkadar

metoksil rendah (LMP). Pektin bermetoksil tinggi mempunyai kandungan

metoksil minimal 7%, sedangkan pektin bermetoksil rendah mempunyai

kandungan pektin maksimal 7% (Guichard et al, 1991).

Gambar di bawah ini merupakan rumus molekul dari pektin bermetoksil

tinggi dan pektin bermetoksil rendah (IPPA, 2002).

(29)

Gambar 6. Rumus Molekul Pektin Bermetoksil Rendah

Pektin terdiri dari monomer asam galakturonat yang berbentuk suatu

rantai molekul panjang. Rantai utama ini diselingi oleh kelompok rhamnosa

dengan rantai cabang menyusun gula netral (arabinosa, galaktosa).

Kelompok karboksil (kelompok asam) dari asam galakturonat dapat

diesterifikasi atau diamidasi (IPPA, 2002). Selain asam D-galakturonat

sebagai komponen utama, pektin juga memiliki D-galaktosa, L-arabinosa,

dan L-rhamnosa dalam jumlah yang bervariasi. Komposisi kimia pektin

sangat bervariasi tergantung pada sumber dan kondisi yang dipakai dalam

isolasinya (Willats et al, 2006).

Gambar 7. Struktur Fungsional Pektin (Herbstreith dan Fox, 2005).

3. Sifat-sifat pektin

Commite on Food Chemical Codex (1996), menyatakan bahwa pektin

sebagian besar tersusun atas metil ester dari asam poligalakturonat dan

sodium, potasium, kalsium dan garam ammonium. Pektin merupakan zat

berbentuk serbuk kasar hingga halus yang berwarna putih, kekuningan,

kelabu atau kecoklatan dan banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran

(30)

dimurnikan berupa kristal yang berwarna putih dengan kelarutan yang

berbeda-beda sesuai dengan kandungan metoksilnya.

Sifat fisik pektin tergantung dari karakteristik kimia pektin (Guichard

et al., 1991). Faktor yang mempengaruhi pembentukan gel dengan tingkat

kekenyalan dan kekuatan tertentu meliputi pH, konsentrasi pektin, suhu, ion

kalsium, dan gula (Chang dan Miyamoto, 1992). Kekentalan larutan pektin

mempunyai kisaran yang cukup lebar tergantung pada konsentrasi pektin,

garam, dan ukuran rantai asam poligalakturonat (Rouse, 1977).

Pektin dengan kadar metoksil lebih rendah dari 7% dapat membentuk

gel bila ada ion-ion logam bivalen. Ion logam bivalen dapat bereaksi dengan

gugus-gugus karboksil dari 2 molekul asam pektat dan membentuk

jembatan. Pada pembentukan gel ini, tidak diperlukan gula dan tekstur gel

yang terbentuk kurang keras (Guichard et al., 1991).

Pembentukan gel dari pektin dengan derajat metilasi tinggi

dipengaruhi juga oleh konsentrasi pektin, persentase gula, dan pH. Semakin

besar konsentrasi pektin, semakin keras gel yang terbentuk. Konsentrasi 1%

telah menghasilkan kekerasan yang cukup baik. Gula yang ditambahkan

tidak boleh lebih dari 65% agar terbentuknya kristal-kristal di permukaan gel

dapat dicegah (Guichard et al., 1991). Pembentukan gel pektin metoksil

tinggi terjadi melalui ikatan hidrogen diantara gugus karboksil bebas dan

antara gugus hidroksil. Pada pektin metoksil rendah, kemampuan

membentuk gel dengan gula dan asam hilang. Sebaliknya pektin ini mampu

membentuk gel dengan adanya ion kalsium (Gliksman, 1969).

Menurut May (1990), pektin merupakan asam poligalakturonat yang

bermuatan negatif. Pektin bereaksi dengan makromolekul bermuatan positif.

Pembentukan gel dapat terjadi dengan cepat pada pH rendah, tetapi reaksi

ini dapat dihambat dengan penambahan garam.

Menurut Rouse (1977), degradasi dan dekomposisi pektin dapat

disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi. Kecepatan degradasi tergantung

(31)

4. Proses Produksi Pektin

Tahapan-tahapan dalam pembuatan pektin yaitu persiapan bahan,

ekstraksi, penggumpalan, pencucian, dan pengeringan. Metode yang

digunakan untuk mengekstrak pektin dari jaringan tanaman sangat beragam.

Akan tetapi pada umumnya ekstraksi pektin dilakukan dengan menggunakan

ekstraksi asam. Beberapa jenis asam dapat digunakan dalam ekstraksi

pektin. Menurut Kertesz (1951), asam yang digunakan dalam ekstraksi

pektin adalah asam tartrat, asam malat, asam sitrat, asam laktat, asam asetat,

asam fosfat tetapi ada kecenderungan untuk menggunakan asam mineral

yang murah seperti asam sulfat, asam khlorida, dan asam nitrat. Beberapa

artikel saat ini menyarankan untuk menggunakan asam khlorida (Kalapathy

dan Proctor, 2001; Hwang et al., 1998; Dinu, 2001) dan asam nitrat (Pagán

et al., 2001).

Ekstraksi dengan menggunakan asam mineral menghasilkan rendemen

yang lebih tinggi dibandingkan asam organik. Asam mineral pada pH rendah

lebih baik dari pada pH tinggi untuk menghasilkan pektin (Rouse dan

Crandal, 1978). Peranan asam dalam ekstraksi pektin adalah untuk

memisahkan ion polivalen, memutus ikatan antara asam pektinat dengan

selulosa, menghidrolisa protopektin menjadi molekul yang lebih kecil dan

menghidrolisa gugus metil ester pektin (Kertesz, 1951).

Suhu yang tinggi selama ekstraksi dapat meningkatkan rendemen

pektin. Suhu yang agak tinggi akan membantu difusi pelarut ke dalam

jaringan tanaman dan dapat meningkatkan aktivitas pelarut dalam

menghidrolisis pektin yang umumnya terdapat di dalam sel primer tanaman,

khususnya pada lamella tengah (Towle dan Christensen, 1973). Penggunaan

suhu ekstraksi yang terlalu tinggi akan menghasilkan pektin yang tidak

jernih, sehingga gel yang diperoleh akan keruh dan kekutan gel berkurang

(Kertesz, 1951).

Pektin dalam jaringan tanaman banyak dalam bentuk protopekin yang

tidak larut dalam air. Dengan adanya asam, kondisi larutan dengan pH

rendah akan menghidrolisa protopektin menjadi pektin yang lebih mudah

(32)

kisaran pH 1.5 sampai 3.0 dengan suhu pemanasan 60 – 100oC selama

setengah jam sampai satu setengah jam (Towle dan Christensen, 1973).

Waktu ekstraksi yang terlalu lama akan mengakibatkan terjadinya hidrolisis

pektin menjadi asam galakturonat. Pada kondisi asam, ikatan glikosidik

gugus metil ester dari pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan asam

galakturonat (Smith dan Bryant, 1968).

Proses pengendapan pektin merupakan suatu proses pemisahan pektin

dari larutannya. Pektin adalah koloid hidrofilik yang bermuatan negatif (dari

gugus karboksil bebas yang terionisasi) dan tidak mempunyai titik

isoelektrik seperti kebanyakan koloidal hidrofilik. Pektin lebih utama

distabilkan oleh hidrasi partikelnya daripada oleh muatannya. Penambahan

etanol dapat mendehidrasi pektin sehingga mengganggu stabilitas larutan

koloidalnya, dan akibatnya pektin akan terkoagulasi (Rouse, 1977).

Ranganna (1977) menggunakan etanol 95% sebanyak dua kali volume

filtrat untuk mengendapkan pektin kulit jeruk. Dewan Ilmu Pengetahuan,

Teknologi dan Industri Sumatra Barat (2004) mengendapkan pektin dengan

menggunakan etanol 95% yang mengandung 2 ml asam khlorida pekat

setiap satu liter etanol sebanyak 1.5 kali volume filtrat.

Pada tahap pemurnian pektin, Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi

dan Industri Sumatra Barat (2004) melakukan pencucian pektin markisa

dengan menggunakan alkohol 95% sampai pektin bebas khlorida. Suradi

(1984) melakukan pencucian pektin dari kulit jeruk dengan alkohol 80%

sampai bebas khlorida. Salah satu tujuan pencucian pektin adalah untuk

menghilangkan khlorida yang ada pada pektin.

Tahap akhir dari ekstraksi pektin adalah pengeringan endapan pektin.

Ranganna (1977) menganjurkan pengeringan dilakukan pada tekanan yang

rendah agar pektin tidak terdegradasi. Menurut Dewan Ilmu Pengetahuan,

Teknologi dan Industri Sumatra Barat (2004), pengeringan pektin markisa

dapat dapat dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 40 - 60oC

selama 6 - 10 jam. McCready (1965) menggunakan suhu 60oC dalam oven

(33)

5. Aplikasi Pektin

Pektin digunakan secara luas sebagai komponen fungsional pada

industri makanan karena kemampuannya membentuk gel encer dan

menstabilkan protein (May, 1990). Penambahan pektin pada makanan akan

mempengaruhi proses metabolisme dan pencernaan khususnya pada

adsorpsi glukosa dan kolesterol (Baker, 1994). Dalam industri makanan dan

minuman, pektin dapat digunakan sebagai bahan pemberi tekstur yang baik

pada roti dan keju, bahan pengental dan stabilizer pada minuman sari buah.

Selain itu pektin juga berperan sebagai bahan pokok pembuatan jeli, jam,

dan marmalade (Herbstreith dan Fox, 2005).

Pektin memiliki potensi yang baik dalam bidang farmasi. Towle dan

Christensen (1973) menyatakan bahwa sejak dahulu pektin digunakan dalam

penyembuhan diare dan menurunkan kandungan kolesterol darah. Pektin

melalui pembuluh darah dapat memperpendek waktu koagulasi darah yang

berguna untuk mengendalikan pendarahan. Pada industri farmasi, pektin

digunakan sebagai emulsifier bagi preparat cair dan sirup, obat diare pada

bayi dan anak-anak, obat penawar racun logam, dan bahan penyusut

kecepatan penyerapan bermacam-macam obat. Selain itu, pektin juga

berfungsi sebagai bahan kombinasi untuk memperpanjang kerja hormon dan

antibiotika, bahan pelapis perban (pembalut luka) untuk menyerap kotoran

dan jaringan rusak atau hancur sehingga luka tetap bersih dan cepat sembuh,

serta bahan injeksi untuk mencegah pendarahan (Hoejgaard, 2004).

Kualitas pektin komersial ditentukan oleh sifat-sifat fisik pektin. Sifat

fisik tersebut diantaranya warna dan cita rasa yang cocok, kelarutan (untuk

pektin padat), derajat gel, kecepatan membeku, serta tidak mengandung

bahan atau zat berbahaya bagi kesehatan. Sifat fisik tersebut dipengaruhi

(34)

Tabel 3. Spesifikasi mutu pektin komersial

(35)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan Dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah jeruk yang

merupakan sisa perasan jeruk Pontianak (Citrus nobilis var microcarpa) yaitu

bagian lamella, core dan pulp. Bahan kimia yang digunakan untuk ekstraksi

pektin adalah etanol 95%, asam khlorida (HCl), air destilat, dan perak nitrat

(AgNO3) untuk uji ion khlorida serta bahan kimia untuk analisis yaitu NaOH,

etanol, NaCl, HCl, dan fenol merah.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer, timbangan,

oven, tanur, pH-meter, kain saring tebal, viskometer Brookfield, blender,

stopwatch, stirrer hot plate , serta alat-alat gelas.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan

penelitian utama.

Tahap 1. Penelitian Pendahuluan

Pada tahap penelitian pendahuluan ini dilakukan analisis proksimat

terhadap bahan baku berupa limbah jeruk Pontianak. Metode analisa dapat

dilihat pada Lampiran 2.

Pada tahap penelitian pendahuluan juga dilakukan penentuan perlakuan

bahan baku. Ampas jeruk ditimbang sebanyak 200 gram untuk tiap sampel.

Selanjutnya dilakukan pengeringan dengan oven selama 5 jam, 10 jam, dan 15

jam. Sebagian ampas dikeringkan dengan cara dijemur matahari selama 1 hari,

2 hari, dan 3 hari. Ekstraksi dilakukan pada ampas yang telah kering dan

ampas segar. Sebelum diekstrak, ampas diblender terlebih dahulu dengan

penambahan akuades sebanyak tiga kali berat ampas segar. Kemudian

ditambahkan HCl 0.1N sampai pH larutan menjadi 1.5. Campuran tersebut

dipanaskan di atas penangas ambil diaduk dengan suhu 95oC selama 40 menit.

Menurut Fardiaz (1984), ekstraksi pada pH 1.5 memberikan jumlah rendemen

pektin kulit jeruk yang tertinggi.

Campuran tersebut disaring. Filtratnya didinginkan sampai mencapai

(36)

liter etanol diasamkan dengan 2 ml HCl pekat) sebanyak 1.5 kali volume

filtrat, dan diendapkan selama 12 jam. Endapan pektin disaring dan dicuci

dengan etanol 95% sampai bebas khlorida (khlorida masih ada jika terdapat

endapan putih pada etanol bekas pencucian ketika ditambahkan perak nitrat.

Endapan pektin khlorida dikeringkan dengan oven pada suhu 40oC selama 8

jam kemudian ditimbang dan dihitung rendemennya.

Tahap 2. Penelitian Utama (a) Ekstraksi pektin

Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh kombinasi

suhu dan waktu reaksi terhadap pektin yang dihasilkan. Tahap-tahap

produksi pektin terdiri dari :

a. Ekstraksi

Ampas segar ditimbang dan dihancurkan dengan menggunakan

blender selama 2 menit dengan menambahkan air sebanyak 3 kali bobot

bahan basah. Pengaturan pH dilakukan dengan menambahkan asam

khlorida 0.1 N sampai mencapai pH 1.5. Ekstraksi dilakukan di atas

penangas dengan suhu dan waktu bervariasi sebagai perlakuan. Selama

ekstraksi dilakukan pengadukan.

Suhu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 65oC, 80oC, dan

95oC. Sedangkan waktu reaksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

40 menit, 60 menit, dan 80 menit. Campuran yang telah diekstrak disaring

dengan menggunakan kain saring yang cukup tebal dan diperas untuk

memisahkan filtrat dari ampasnya. Kemudian dilakukan pengentalan

sampai volume menjadi setengah volume semula dengan pemanasan pada

suhu 80 oC.

b. Pengendapan (isolasi)

Filtrat yang telah dikentalkan didinginkan sampai dengan suhu

kamar kemudian dilakukan pengendapan pektin dengan menambahkan

etanol 95% yang telah diasamkan dengan menambahkan 2 ml asam

khlorida pekat per satu liter etanol. Perbandingan filtrat dengan etanol

yang ditambahkan adalah 1 : 1.5. Proses pengendapan dilakukan selama

(37)

kain saring tebal untuk memisahkan endapan pektin dari larutan etanol

dengan air.

c. Pencucian

Endapan pektin yang diperoleh dicuci dengan menggunakan etanol

95% hingga bebas khlorida. Pemisahan endapan pektin dengan etanol

bekas cucian dilakukan dengan kain saring tebal kemudian diperas. Untuk

mengetahui terdapatnya khlorida, dapat dilakukan dengan menambahkan

beberapa tetes larutan perak nitrat (AgNO3) pada cairan bekas cucian.

Apabila khlorida masih ada, maka akan terbentuk endapan putih (AgCl).

d. Pengeringan

Pengeringan pektin basah hasil cucian dilakukan dalam oven pada

suhu 40oC selama 8 jam. Tepung pektin diperoleh dengan memblender

pektin kering kemudian dilakukan pengayakan dengan menggunakan

ayakan 60 mesh.

Karakterisasi pektin yang dihasilkan

Karakterisasi pektin yang dihasilkan dilakukan dengan pengujian

kadar abu, kadar air, berat ekivalen, kandungan metoksil, kadar

galakturonat, derajat esterifikasi, dan viskositas relatif.

Perbandingan terhadap pektin komersial

Pektin terbaik yang dihasilkan melalui perhitungan metode Bayes

diperbandingkan dengan karakteristik dari pektin komersial. Tiap

karakteristik pektin diberi bobot sesuai dengan tingkat kepentingannya.

1 : sangat tidak penting

2 : tidak penting

3 : cukup penting

4 : penting

5. sangat penting

Tabel 4. Penentuan bobot karakteristik mutu pektin

(38)

Nilai tiap parameter mutu pektin diurutkan dari yang terkecil sampai

yang terbesar. Perlakuan ekstraksi yang memiliki rendemen tertinggi

diberi nilai tertinggi yaitu 9, sedangkan perlakuan ekstraksi yang memiliki

rendemen terendah diberi nilai satu. Pektin yang memiliki kadar abu

terendah memiliki nilai tertinggi yaitu 9, sedangkan pektin yang memiliki

kadar abu tertinggi memiliki nilai satu. Pektin dengan berat ekivalen

tertinggi diberi nilai 9. Pektin dengan kadar metoksil tertinggi diberi nilai

9. Pektin yang memiliki kadar galakturonat tertinggi diberi nilai 9. Pektin

yang memiliki derajat esterifikasi tertinggi diberi nilai 9. Pektin yang

memiliki viskositas tertinggi diberi nilai 9.

Nilai tiap karakteristik yang diberikan pada langkah tersebut diatas

dikalikan dengan bobot karakteristik tersebut. Hasil perhitungan untuk tiap

karakteristik mutu pektin dijumlahkan sehingga diperoleh nilai total.

Pektin yang memiliki nilai total tertinggi adalah pektin terbaik.Pektin

terbaik tersebut akan dibandingkan dengan pektin komersial. Selain itu,

pektin yang diperoleh pada ekstraksi suhu dan waktu terendah juga

(39)

Gambar 8. Diagram Alir Ekstraksi Pektin

Ampas jeruk pontianak

Penghancuran dengan blender (2 menit)

Air sebanyak 3 kali bobot bahan

basah

Ekstraksi pada pH 1,5 dengan suhu dan waktu sesuai perlakuan

Penyaringan

Filtrat

Pengentalan sampai volume menjadi

setengahnya Etanol 95% (ditambah HCl) 1,5

kali volume filtrat Pengendapan pektin selama 12 jam

(isolasi)

Penyaringan

Pencucian endapan pektin beberapa kali dengan etanol 95% sampai bebas khlorida

Endapan pektin

Pengeringan endapan pektin (oven 40oC, 8 jam)

ampas

filtrat

Pektin kering

Penghancuran dan Pengayakan

(40)

C. Rancangan Percobaan

Pada penelitian utama, rancangan percobaan yang digunakan

adalah Rancangan Acak Lengkap dengan percobaan faktorial 3 x 3 dengan

ulangan 3 kali ulangan. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai

berikut :

Yijk = M + Ei + Fj + EFij + Ek (ij)

i = 1, 2, 3

j = 1, 2, 3

k = 1,2, 3

Yijk : variabel respon karena pengaruh bersama taraf ke i faktor A dan

taraf ke j faktor B yang terdapat pada observasi ke k

M : efek rata-rata yang sebenarnya

Ei : efek sebenarnya dari taraf ke i faktor suhu

Fj : efek sebenarnya dari taraf ke j faktor waktu

EF ij : efek sebenarnya dari interaksi antara taraf ke i faktor suhu dengan

taraf j faktor waktu

Ek (ij): efek sebenarnya dari unit eksperimen ke k dalam kombinasi

perlakuan (ij)

Hipotesis :

Ho : Menyatakan terdapat pengaruh faktor suhu dan waktu keduanya

saling mempengaruhi

H1 : Menyatakan tidak adanya pengaruh suhu dalam eksperimen

H2 : Menyatakan tidak adanya pengaruh faktor waktu dalam eksperimen

H3 : Menyatakan tidak terdapat interaksi antara factor suhu dan waktu

(41)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisa Proksimat

Pada tahap awal penelitian analisa proksimat dilakukan untuk

mengetahui komposisi dari ampas jeruk Pontianak yang meliputi persentase

kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan

kadar serat kasar. Parameter yang dianalisa tersebut berpengaruh terhadap

proses ekstraksi pektin dan karakter pektin hasil ekstraksi.

Menurut Tressler dan Joyslin (1954), kadar serat berpengaruh

terhadap jumlah pektin yang dapat diekstrak. Grape fruit dan orange dengan

kadar serat kasar 0.6-0.9% akan memiliki rendemen pektin sebesar 1-2%

basis basah.

Tabel 5. Hasil Analisa Proksimat Ampas Jeruk Pontianak Segar

Jenis Analisa % Hasil (bb) % Hasil (bk)

Hasil analisa proksimat yang dilakukan memperlihatkan bahwa

limbah pengolahan jus jeruk berupa ampas jeruk Pontianak memiliki kadar

air sebanyak 82.48 %. Kadar air yang tinggi pada bahan baku akan

mempercepat degradasi senyawa pektin oleh reaksi enzimatis menjadi

senyawa gula. Adanya enzim pektinase pada ampas jeruk akan

mendegradasi pektin menjadi asam pektat dan senyawa sederhana lainnya.

Kadar air bahan yang tinggi menjadi dasar pemikiran dilakukannya

pengeringan bahan sehingga bisa disimpan dalam jangka waktu yang

(42)

2. Penentuan Bahan Baku

Tahap pendahuluan pada penelitian ini dilakukan untuk memperoleh

bahan baku yang terbaik untuk proses ekstraksi pada penelitian utama.

Suhu yang digunakan untuk ekstraksi adalah 95oC dengan lama ekstraksi

40 menit. Hal ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan Fitriani

(2002) tentang ekstraksi dan karakteriasi pektin dari jeruk lemon yang

memberikan hasil terbaik pada suhu 95oC dengan lama ekstraksi 40 menit.

Grafik hubungan antara perlakuan bahan baku terhadap rendemen pada

penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 9.

Rendemen Pektin

Rendemen pektin yang dihasilkan pada penelitian pendahuluan ini

berkisar antara 11.31 – 14.68 % (bk). Hasil analisis keragaman

menunjukkan bahwa perlakuan pengeringan bahan memberikan pengaruh

nyata terhadap rendemen pektin. Uji analisis keragaman dan uji lanjut

Duncan terhadap rendemen pektin dapat dilihat pada Lampiran 3.

Berdasarkan grafik hubungan antara perlakuan bahan terhadap

rendemen menunjukkan bahwa semakin rendah kadar air bahan maka

(43)

besar pada pengeringan dengan menggunakan matahari. Hal ini

disebabkan karena panas matahari yang cenderung tidak stabil akan

mempercepat terjadinya degradasi pektin menjadi senyawa yang lebih

sederhana.

Menurut Fitriani (2002), pengeringan kulit jeruk pada suhu 55oC

selama 15 jam sampai kadar air 10% memberikan rendemen yang lebih

tinggi daripada kulit jeruk segar. Tingginya kadar air bahan akan menutup

permukaan dan menyulitkan difusi larutan asam untuk mengekstrak pektin

dari bahan. Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatra

Barat (2004) menyatakan bahwa pengeringan kulit jeruk dapat dilakukan

dengan menggunakan panas matahari selama 3 hari.

Pada produksi pektin komersial, bahan yang akan diekstrak

dikeringkan terlebih dahulu. Menurut Kalapathy dan Proctor (2001),

pengeringan bahan tersebut bertujuan untuk mencegah deteriorasi selama

penyimpanan dan transportasi bahan.

Hasil penelitian pendahuluan tidak sesuai dengan penelitian yang

dilakukan Fitriani (2002). Hal ini disebabkan bahan yang diekstrak

berbeda. Pada penelitiannya Fitriani (2002) menggunakan kulit jeruk

lemon. Kulit jeruk lemon mengandung sejumlah minyak atsiri yang

cenderung bersifat nonpolar yang menghambat difusi larutan asam yang

bersifat polar. Dengan adanya pengeringan bahan, sebagian minyak atsiri

juga ikut menguap bersama uap air.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas jeruk

Pontianak yang kadar minyak atsirinya sangat berbeda dengan kulit jeruk

lemon. Pengeringan bahan dengan menggunakan oven menghasilkan

rendemen pektin yang lebih rendah dari bahan segar. Semakin lama bahan

dikeringkan maka semakin rendah pula rendemen pektin yang dihasilkan.

Semakin lama bahan dijemur, maka semakin rendah pula rendemen

pektinnya. Pada kadar air yang hampir sama, pengeringan bahan dengan

panas matahari memberikan rendemen yang lebih rendah daripada

(44)

Pada proses pengeringan, degradasi pektin dalam ampas mulai

terjadi. Ampas jeruk memiliki jumlah kandungan enzim pektin esterase dan

pektinase yang lebih tinggi dari bagian yang lain dari buah jeruk (Rousse,

1977). Enzim tersebut mampu mendegradasi pektin menjadi asam pektat.

Adanya proses pengeringan pada suhu yang tidak terlalu tinggi akan

memberikan kesempatan terjadinya degradasi pektin bahkan dimungkinkan

enzim semakin aktif mendegradasi pektin pada suhu tersebut.

Dalam struktur polimer pektin terdapat gula yang terletak pada rantai

cabang (IPPA, 2002). Selama proses pengeringan juga terjadi oksidasi yang

ditunjukkan dengan perubahan warna ampas menjadi coklat pada

permukaan ampas. Pengeringan dengan matahari menghasilkan kualitas

ampas yang lebih rendah dari pengeringan dengan oven.Selain suhu yang

tidak konstan, lamanya proses pengeringan juga memberikan kesempatan

terjadinya oksidasi sehingga degradasi pektin menjadi lebih besar.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan pengeringan

dengan oven selama 5 jam dan 10 jam tidak berbeda nyata dengan ampas

segar. Pengeringan dengan oven selama 5 jam dan 10 jam tidak berbeda

nyata dengan pengeringan dengan matahari selama satu hari yang memiliki

rendemen yang berbeda nyata dengan ampas segar. Dari hasil tersebut

maka dipilih ampas segar sebagai bahan penelitian utama karena

memberikan rendemen pektin yang tertinggi.

Rouse (1977) menyatakan bahwa ekstraksi bahan segar akan

menghasilkan rendemen pektin yang lebih tinggi daripada bahan yang

dikeringkan. Pektin yang dihasilkan dari bahan segar memiliki kadar

metoksil, tingkat kemurnian, unit gel, dan grade gel yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan bahan kering.

B. Penelitian Utama

Penelitian utama dilakukan dengan melakukan ekstraksi pektin dari

bahan yang diperoleh dari hasil terbaik penelitian pendahuluan yaitu berupa

ampas segar. Bahan diekstrak sesuai perlakuan yang telah ditentukan yaitu

(45)

masing-masing perlakuan ditentukan karakteristiknya yang meliputi

rendemen, kadar air, kadar abu, berat ekivalen, kadar metoksil, kadar

galakturonat, derajat esterifikasi, dan viskositas relatif. Karakteristik pektin

terbaik yang dihasilkan dibandingkan dengan pektin komersial.

1. Rendemen

Pektin termasuk dalam kelompok kompleks heteropolisakarida yang

beragam. Seperti polisakarida tanaman yang lain, pektin memiliki

komposisi dan ukuran molekul yang beragam sehingga struktur kimia dan

bobot molekulnya beragam. Komposisi tersebut tergantung pada jenis

bahan yang diekstrak, kondisi ekstraksi, lokasi asal bahan, dan faktor

lingkungan yang lain (Chang et al, 1994).

Pektin diperoleh dari jaringan tanaman dengan cara ekstraksi

menggunakan pelarut, dalam hal ini berupa air yang diasamkan dengan

asam khlorida. Jumlah pektin yang dihasilkan tergantung pada jenis dan

bagian tanaman yang diekstrak. Sebelum diekstrak, dilakukan persiapan

bahan sehingga mempermudah terjadinya kontak bahan dengan larutan

yang akan mempermudah proses ekstraksi.

Rendemen pektin yang dihasilkan dari ampas jeruk Pontianak

berkisar antara 13.67-16.32% (bk). Rendemen tertinggi diperoleh pada

ekstraksi dengan suhu 95oC selama 80 menit dan rendemen terendah

diperoleh pada ekstraksi suhu 65oC selama 40 menit. Grafik hubungan

perlakuan suhu dan waktu ekstraksi terhadap rendemen pektin yang

dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10. Semakin lama waktu dan

semakin tinggi suhu ekstraksi, rendemen pektin yang dihasilkan semakin

besar.

(46)

Gambar 10. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Rendemen

Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 4b menunjukkan bahwa

waktu dan suhu ekstraksi memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen

pektin yang dihasilkan, sedangkan interaksi antara kedua faktor tersebut

tidak berpengaruh nyata. Pengaruh masing-masing perlakuan dapat

diketahui dari hasil uji lanjut Duncan.

Pada suhu ekstraksi 65oC rata-rata rendemen yang dihasilkan 14.04%

berbeda nyata dengan suhu 80oC yaitu 14.57% dan berbeda nyata pula

dengan suhu 95oC yaitu 15.56%. Semakin tinggi suhu ekstraksi, maka

kinetika reaksi hidrolisis protopektin semakin meningkat sehingga

rendemen pektin yang dihasilkan semakin besar.

Ekstraksi selama 40 menit menghasilkan rendemen pektin yang tidak

berbeda nyata dengan waktu ekstraksi 60 menit tetapi berbeda nyata dengan

waktu ekstraksi 80 menit. Waktu ekstraksi 60 menit dan 80 menit memiliki

rendemen pektin yang yang tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata

dengan waktu ekstraksi 40 menit. Semakin lama waktu ekstraksi sampai

batas waktu 80 menit, semakin tinggi pula rendemen pektin yang

dihasilkan.

Pada ekstraksi 40 menit dihasilkan rendemen pektin sebesar 14.36%

dan semakin meningkat menjadi 15.12% pada waktu ekstraksi 80 menit.

Semakin lama terjadinya kontak antara bahan dan pelarut, akan

(47)

yang terdapat dalam bahan sehingga dapat meningkatkan rendemen pektin

yang dihasilkan.

Goycoolea dan Adriana (2003) menjelaskan bahwa penggunaan HCl

dengan konsentrasi 0.1 N pada proses ekstraksi pektin memberikan

rendemen pektin yang terbaik. Peningkatan suhu lebih dari 100oC dan

waktu lebih dari 80 menit tidak akan memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap rendemen pektin Oppuntia sp. yang dihasilkan.

2. Kadar Air

Kadar air bahan akan berpengaruh terhadap masa simpan bahan.

Tingginya kadar air dalam bahan menyebabkan kerentanan terhadap

aktivitas mikroba. Dalam upaya memperpanjang masa simpan, dilakukan

pengeringan sampai dengan batas kadar air tertentu. Pengeringan pada

suhu rendah bertujuan meminimalkan degradasi pektin.

Pada penelitian ini, pengeringan dilakukan pada oven pengering suhu

40oC selama 8 jam. Kadar air pektin yang dihasilkan berkisar antara

7.94-11.91% atau 8.62-13.53% (bk). Nilai kadar air tersebut masih berada

dalam kisaran nilai kadar air yang diizinkan The Council Of The European

Communities (1998) yaitu tidak lebih dari 12%. Hubungan perlakuan

waktu dan suhu ekstraksi terhadap kadar air pektin dapat dilihat pada

Gambar 11. Kadar air pektin yang dihasilkan semakin rendah dengan

meningkatnya suhu dan semakin lamanya waktu ekstraksi.

Gambar 11. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Air (bk)

Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 5b memperlihatkan bahwa

(48)

terhadap kadar air pektin. Pada suhu 65oC kadar air pektin yang

dihasilkan 11.70%, berbeda nyata dengan suhu 80oC yaitu 10.26%, dan

berbeda nyata pula dengan suhu 95oC yaitu 8.22%. Pada waktu ekstraksi

40 menit, kadar air pektin yang dihasilkan 10.51% dan waktu ekstraksi 60

menit yaitu 10.38% berbeda nyata dengan waktu ekstraksi 80 menit yaitu

9.29%.

Kadar air pektin tertinggi diperoleh pada pelakuan suhu 65oC dan

waktu ekstraksi 40 menit yaitu 11.91%, sedangkan kadar air terendah

diperoleh pada perlakuan ekstraksi suhu 95oC selama 80 menit yaitu

7.94%. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu

ekstraksi berpengaruh nyata terhadap kadar air pektin. Semakin tinggi

suhu dan semakin lama waktu ekstraksi akan meningkatkan jumlah air

yang menguap selama proses ekstraksi sehingga mempermudah proses

pengeringan yang berakibat semakin rendahnya kadar air pektin.Tingginya

suhu dan lamanya waktu ekstraksi mampu menghidrolisis polimer pektin

sehingga rantai molekulnya menjadi lebih pendek. Semakin pendek rantai

polimer pektin akan semakin memudahkan pengeringan karena kandungan

air yang terperangkap di dalamnya semakin sedikit.

3. Kadar Abu

Abu merupakan bahan anorganik yang diperoleh dari residu atau sisa

pembakaran bahan organik. Kandungan mineral suatu bahan dapat dilihat

dari kadar abu yang dimiliki bahan tersebut. Kadar abu berpengaruh pada

tingkat kemurnian pektin. Semakin tinggi kadar abu dalam pektin, tingkat

kemurnian pektin semakin rendah. Jika kadar abu dalam tepung pektin

tinggi, maka persentase kandungan pektin yang terdapat didalamnya

semakin rendah dan tingkat kemurnian tepung pektin tersebut juga rendah.

Kadar abu pektin dipengaruhi oleh residu bahan anorganik yang terdapat

pada bahan baku, metode ekstraksi dan isolasi pektin (Kalapathy dan

(49)

0,00

Gambar 12. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Abu (bk)

Kadar abu tepung pektin yang diperoleh berkisar antara 0.64-1.22%

(bb) atau 0.73 -1.33% (bk). Kadar abu tepung hasil ekstraksi selama 80

menit memiliki nilai lebih dari 1%, sedangkan pektin hasil ekstraksi

selama 40 menit dan 60 menit memiliki kadar abu kurang atau sama

dengan 1%. Pektin yang dihasilkan pada ekstraksi 40 dan 60 menit

memiliki nilai kadar abu masih berada dalam kisaran nilai kadar abu yang

diizinkan oleh The Council Of The European Communities (1998) yaitu

tidak lebih dari 1%. Ekstraksi selama 80 menit memiliki kadar abu

melebihi batas maksimum yang telah diizinkan. Grafik hubungan

perlakuan suhu dan waktu ekstraksi terhadap kadar abu pektin dapat

dilihat pada Gambar 12.

Kadar abu tepung pektin yang dihasilkan semakin meningkat dengan

meningkatnya suhu dan semakin lamanya waktu ekstraksi. 5b

memperlihatkan bahwa suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh nyata

terhadap kadar abu tepung pektin, sedangkan interaksi antara kedua faktor

tersebut tidak berpengaruh nyata.

Menurut Meyer (1985), dalam buah-buahan dan sayuran,

protopektin terdapat dalam bentuk kalsium-magnesium pektat.

Peningkatan reaksi hidrolisis protopektin akan mengakibatkan

bertambahnya komponen Ca dan Mg dalam larutan ekstrak.

Kadar abu dalam pektin semakin meningkat dengan meningkatnya

konsentrasi asam, suhu, dan waktu ekstraksi. Hal ini disebabkan oleh

(50)

diekstrak yang semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi

asam, suhu, dan waktu reaksi. Mineral yang terlarut akan ikut mengendap

bercampur dengan pektin pada saat pengendapan dengan alcohol

(Kalapathy dan Proctor, 2001).

Pektin dengan waktu ekstraksi 40 menit memiliki kadar abu 0.73%

berbeda nyata dengan waktu ekstraksi 60 menit yaitu 0.93% dan berbeda

nyata pula dengan waktu ekstraksi 80 menit yaitu 1.1033%. Semakin lama

waktu ekstraksi semakin lama terjadinya kontak antara bahan dan pelarut

yang dapat memperbesar kesempatan terjadinya reaksi hidrolisis

protopektin yang berakibat pada semakin tingginya kadar abu.

Pektin yang dihasilkan pada suhu ekstraksi 65oC memiliki kadar abu

sebesar 0.85% dan suhu 80oC sebesar 0.89% berbeda nyata dengan suhu

95oC sebesar 1.03%. Semakin tinggi suhu maka kecepatan reaksi hidrolisis

protopektin semakin meningkat sehingga kadar abu pektin juga semakin

tinggi.

Kadar abu merupakan salah satu parameter mutu pektin. Semakin

rendah kadar abu, maka mutu pektin semakin tinggi. Perlakuan ekstraksi

selama 40 dan 60 menit menghasilkan kadar abu pektin yang sesuai

dengan nilai standar yaitu tidak lebih dari 1 %.

4. Berat Ekivalen

Berat ekivalen merupakan ukuran terhadap kandungan gugus asam

galakturonat bebas (tidak teresterifikasi) dalam rantai molekul pektin

(Ranganna, 1977). Asam pektat murni merupakan zat pektat yang

seluruhnya tersusun dari asam poligalakturonat yang bebas dari gugus

metil ester atau tidak mengalami esterifikasi. Asam pektat murni memiliki

berat ekivalen 176. Tingginya derajat esterifikasi antara asam galakturonat

dengan methanol menunjukkan semakin rendahnya jumlah asam bebas

yang berarti semakin tingginya berat ekivalen (Rouse, 1977).

Berat ekivalen tepung pektin yang dihasilkan berkisar antara 587.07

-1334.11. Hubungan perlakuan waktu dan suhu ekstraksi terhadap berat

(51)

0,00

Gambar 13. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Berat Ekivalen

Berat ekivalen pektin yang dihasilkan semakin menurun dengan

semakin meningkatnya suhu dan semakin lamanya waktu ekstraksi. Hasil

analisa sidik ragam pada Lampiran 7b menunjukkan bahwa suhu, waktu

dan interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap

berat ekivalen pektin.

Berat ekivalen pektin hasil ekstraksi selama 40 menit yaitu 1003.84

berbeda nyata dengan waktu ekstraksi 60 menit yaitu 896.10 dan berbeda

nyata pula dengan waktu ekstraksi 80 menit yaitu 783.94. Ekstraksi pada

suhu 65oC menghasilkan pektin dengan berat ekivalen 1204.61 berbeda

nyata dengan ekstraksi suhu 80oC yaitu 861.52 dan berbeda nyata pula

dengan ekstraksi suhu 95oC yaitu 617.75.

Ekstraksi pada suhu 65oC selama 40 menit menghasilkan pektin

dengan berat ekivalen tertinggi yaitu sebesar 1334.11. Berat ekivalen

terendah dimiliki oleh pektin yang diekstrak pada suhu 95oC selama 80

menit yaitu sebesar 548.07. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara

suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh nyata.

Kim et al (1978) menjelaskan semakin rendah suhu yang digunakan

akan memperkecil terjadinya depolimerisasi dan demetilasi. Menurut

Padival et al (1979), karakteristik gel dan bobot molekul akan menurun

dengan meningkatnya suhu ekstraksi. Semakin tinggi suhu dan semakin

Gambar

Tabel 1. Negara-Negara Penghasil Jeruk Dunia
Gambar 2. Struktur Dinding Sel Tanaman
Gambar di bawah ini merupakan rumus molekul dari pektin bermetoksil
Tabel 3. Spesifikasi mutu  pektin komersial
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diameter jeruk mempunyai pengaruh yang besar terhadap beratnya dengan koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0.9533. Parameter kekerasan tidak mempunyai pengaruh yang

buah markisa bahwa suhu yang digunakan untuk ekstraksi pektin adalah 70, 80. dan 90ºC selama

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pektin hasil ekstraksi dari limbah kulit pisang kepok menggunakan pelarut asam laktat dengan variasi pH keasaman

Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai karakteristik pektin yang dihasilkan dari ekstraksi kulit Pisang Uli dengan berbagai variasi

Percobaan ini bertujuan untuk mengekstraksi pektin dari limbah kulit jeruk dengan metode ekstraksi gelombang ultrasonik dan mengetahui pengaruh konsentrasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi waktu dan jenis pelarut terbaik untuk menghasilkan kadar pektin yang banyak, baik untuk pisang ambon maupun pisang kepok adalah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi waktu dan jenis pelarut terbaik untuk menghasilkan kadar pektin yang banyak, baik untuk pisang ambon maupun pisang kepok adalah

Rerata Derajat Esterifikasi Pektin Akibat Perbedaan Varietas Kulit Jeruk Jenis Jeruk Derajat Esterifikasi % Jeruk Keprok Batu 55 102,43d Jeruk Siam 64,39a Jeruk Manis Pacitan