• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Pengaruh Fortifikasi terhadap Karakteristik Mutu Kimia Bihun

1. Kadar Air

Kadar air pada bihun non fortifikasi (NF) dan bihun fortifkasi (F) tidak jauh berbeda yaitu 9,83% (NF) dan 11,23% (F). Dapat diketahui bahwa fortifikasi tidak meningkatkan kadar air bihun namun peningkatan ini tidak signifikan, seperti yang dinyatakan pada uji stasistik pada Lampiran 2. Kadar air bihun NF dan F sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) yang menyatakan bahwa jumlah air yang terdapat dalam bihun maksimal 13%. Kadar air bihun fortifikasi setelah melalui proses pengolahan (FM) mengalami peningkatan yang sangat signifikan menjadi 58%. Hal ini terjadi karena proses pemasakan dilakukan dengan cara memasak bihun dalam air, air rebusan terserap dalam bihun sehingga kadar meningkat.

2. Kadar Lemak

Kadar lemak bihun NF adalah 0,14 % dan kadar lemak bihun F adalah 0,16 %. Fortifikasi meningkatkan kandungan lemak dalam bihun namun peningkatan yang terjadi tidak signifikan seperti yang dinyatakan pada uji statistik dalam Lampiran 3. Kadar lemak bihun fortifikasi yang telah dimasak (FM) adalah 2,65%. Sedangkan peningkatan kadar lemak pada bihun FM disebabkan oleh adanya penambahan minyak yang berasal dari minyak bumbu. Namun, Angka- angka tersebut masih jauh dibawah angka yang diklaim oleh produsen yang menyatakan nilai lemak bihun sebesar 7,84%. Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang bihun tidak menetapkan jumlah minimum atau maksimum lemak yang terkandung dalam bihun.

3. Kadar Protein

Jumlah protein yang terdapat pada bihun NF, F, FM berada dibawah standar yang ditetapkan oleh SNI yaitu minimal 4%. Kandungan protein NF adalah 3,14% dan meningkat menjadi 3,66% setelah bihun difortifikasi (F) namun kandungan protein menurun kembali setelah bihun dimasak menjadi 3,04% (FM). Penurunan nilai protein pada bihun FM ini dapat disebabkan oleh pemanasan saat pemasakan yang menyebabkan protein menjadi terdenaturasi. Menurut Winarno (1992), denaturasi protein dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain oleh panas, pH, bahan kimia dan mekanik dan setiap cara mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap denaturasi protein. Protein yang terdenaturasi dapat ikut terbuang bersama air pada saat penirisan sehingga mengurangi jumlag protein dalam bihun.

4. Kadar Karbohidrat

Jumlah karbohidrat (KH) yang terdapat pada bihun diperoleh dengan metode by difference. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai KH pada bihun NF, F, dan FM berturut-turut sebesar 96,42%, 95,80% dan 92,60%. Fortifikasi menurunkan jumlah KH dalam keping bihun F, begitu pula dengan pengolahan yang juga menurunkan kandungan KH dalam bihun yang telah dimasak (FM). Penurunan ini terjadi karena perhitungan secara by difference melibatkan zat gizi yang lain seperti protein, lemak dan abu. Untuk mendapatkan kadar KH dalam

bahan maka 100% bahan dikurangi dengan zat gizi selain KH (protein, lemak dan abu). Berdasarkan Tabel 4.2 kandungan protein, lemak dan abu untuk bihun NF, F dan FM meningkat sehingga secara by difference kadar KH menjadi turun. Fortifikasi dan proses pengolahan berpengaruh nyata dalam menurunkan kandungan KH dalam bihun, seperti yang ditunjukan pada uji statistik dalam Lampiran 5. Nilai-nilai KH yang terukur tersebut lebih tinggi dari nilai yang dinyatakan oleh produsen yaitu 88,08%.

5. Kadar Abu

Kadar abu bihun NF adalah 0,36%, bihun F adalah 0,46% dan kadar abu bihun FM adalah 1,84%. Fortifikasi zat gizi meningkatkan kadar abu bihun mentah dan bihun masak yang telah ditambah bumbu secara lengkap. Hal ini sesuai dengan hasil uji statistik kadar abu yang menyatakan berbeda nyata untuk semua sampel (Lampiran 6). SNI 01-2975-1992 tentang bihun menetapkan standar untuk kadar abu bihun mentah sebesar 1%, sehingga bihun NF dan F memenuhi standar tersebut. Mineral-mineral yang terkadung dalam bumbu dan saus serta air perebusan dapat menjadi penyebab meningkatnya kadar abu bihun FM. Meningkatnya kadar abu FM ini seiring dengan meningkatnya kandungan mineral besi (Fe) dan seng (Zn) pada bihun FM.

6. Jumlah Energi

Nilai energi diperoleh dengan cara perhitungan, yaitu 8,87 Kkal untuk 1 gram lemak, 4,1 Kkal untuk 1 gram karbohidrat dan 5,65 Kkal untuk 1 gram protein namun dengan memperhitungkan koefisien cerna zat gizi maka konversi yang digunakan adalah 9 Kkal/g untuk lemak, 4 Kkal/g untuk protein dan karbohidrat (Almatsier, 2003). Berdasarkan perhitungan tersebut maka energi untuk bihun NF, F dan FM secara berurutan adalah 399,17 Kkal, 398,92 Kkal dan 405,96 Kkal. Fortifikasi tidak merubah nilai energi bihun sedangkan proses pengolahan meningkatkan energi bihun masak secara nyata sesuai dengan uji statistik dalam Lampiran 7. Energi yang diklaim oleh produsen adalah sebesar 443,84 Kkal, angka ini diperoleh dari perhitungan yang sama dengan bihun NF, F dan FM. Tingginya kadar lemak yang diklaim oleh produsen menjadi penyebab utama tingginya nilai energi.

Haryanto (1999), menyebutkan bahwa kebutuhan energi wanita normal adalah 2500 Kkal dan wanita yang sedang hamil membutuhkan tambahan energi sebanyak 100 Kkal pada trimester pertama dan 300 Kkal pada trimester kedua. Jika kebutuhan energi pada saat tidak hamil dapat terpenuhi maka, konsumsi 1 bungkus (77 g) bihun masak setiap hari dapat memenuhi kebutuhan energi wanita hamil, karena 1 bungkus bihun mampu menyediakan 312 Kkal energi.

7. Kandungan Fortifikan

a. Vitamin A

Vitamin A yang terkandung dalam bihun NF adalah 105,50 IU/100 gram sedangkan vitamin A bihun F adalah 1484,72 IU/100 gram. Setelah melalui proses pemasakan kandungan vitamin A menurun menjadi 854 IU/100 gram atau turun sebanyak 42,44% hal ini terjadi karena sebagian vitamin A rusak pada saat pencampuran antara bumbu dan bihun masak. Pencampuran bumbu dan bihun dilakukan pada udara terbuka dan pada kondisi suhu yang cukup panas. Selain itu, untuk mendapatkan sampel yang homogen maka dibantu dengan blender. Kondisi ini akan mengekspose vitamin A terhadap panas, cahaya dan fortifikan yang lain.

Menurut Fennema (1996), salah satu kerusakan Vitamin A yang terjadi adalah reaksi isomerisasi. Reaksi isomerisasi ini akan lebih cepat terjadi dengan adanya cahaya, asam, pelarut terklorinasi (kloroform) dan iod terlarut. Selama penyimpanan dan proses pengolahan kerusakan terjadi antara 5-40 % untuk vitamin A dan karotenoid (Belitz dan Grosch, 1999). Pada suhu tinggi tanpa adanya oksigen, reaksi yang terjadi adalah isomerisasi dan fragmentasi. Sedangkan jika terdapat oksigen maka reaksi yang terjadi adalah reaksi degradasi oksidatif sehingga menghasilkan beberapa produk. Fennema (1996) juga menyatakan bahwa makanan kering (dehidrated foods) lebih sensitif terhadap reaksi degradasi oksidatif. Kandungan vitamin A pada bihun FM yang rendah juga dapat terjadi karena perbandingan yang berbeda.

Kebutuhan vitamin A pada wanita hamil adalah 2333 IU/hari. Kebutuhan vitamin A saat hamil adalah 2554-2597,4 IU/hari. Untuk memenuhi kekurangan vitamin A tersebut maka, ibu hamil perlu menambahkan asupan vitamin A sebanyak 243 IU/hari. Fortifikasi vitamin A pada bihun efektif dilakukan karena

konsumsi bihun 1 bungkus (77mg) perhari mampu menambahkan vitamin A sebanyak 657,58 IU.

b. Asam Folat

Kandungan asam folat bihun NF adalah 25,32 µg/100 g. Asam folat yang terkandung dalam bihun F adalah 159,56 µg/100 g dan setelah melaui proses pengolahan kandungan asam folat pada bihun (FM) menjadi 144,83 µg/100 g. Belitz dan Grosch (1999) menyatakan bahwa asam folat cukup stabil, tidak rusak saat bleaching pada sayuran. Namun Almatsier (2003), menyebutkan bahwa sebanyak 50-95 % asam folat dapat hilang saat pemasakan dan pengolahan. Asam folat sedikit larut dalam air, mudah dioksidasi dalam larutan asam dan peka terhadap sinar matahari dan akan banyak yang hilang pada saat penyimpanan pada suhu kamar dan pemasakan yang normal (Winarno, 1992).

Kebutuhan asam folat wanita pada saat tidak hamil adalah 180 μg/hari dan pada saat hamil meningkat menjadi 350 μg/hari (Tabel 2.2). Jika kebutuhan normal dapat terpenuhi maka jumlah asam folat yang harus ditambahkan adalah 170 μg/hari. Dengan konsumsi bihun 1 bungkus (77g) perhari maka dapat mencukupi kebutuhan asam folat sebanyak 111,10 μg/hari. Namun pada kenyataannya, fortifikasi asam folat pada bihun sebanyak 187 μg/100g cukup efektif dilakukan karena jumlah kehilangan asam folat pada bihun FM tidak terlalu tinggi, walaupun fortifikasi ini belum mampu untuk memenuhi kebutuhan ibu hamil dalam sehari. Untuk memenuhi kebutuhan asam folatnya maka ibu hamil tersebut perlu mengkonsumsi produk pangan lain yang mengandung banyak asam folat seperti hati, ginjal, khamir, dan sayuran yang berwarna hijau gelap (Winarno, 1999).

c. Vitamin C

Bihun NF mengandung 3,79 mg Vitamin C/100g bahan, sedangkan bihun F mengandung 512,34 mg Vitamin C/100g bahan. Setelah bihun melalui proses pemasakan, kandungan vitamin C menurun menjadi 52,15 mg/100g. Kandungan vitamin C yang diklaim oleh produsen adalah 172.185,00 mg/100 gram atau 172,19g/100g. Hal ini mungkin terjadi karena adanya kesalahan produsen pada saat perhitungan kadar vitamin C.

Proses pengolahan menurunkan kandungan vitamin C hingga 90%. Hal ini dapat terjadi karena adanya kerusakan pada vitamin C yang dapat disebabkan oleh beberapa hal, Winarno (1992) menyatakan bahwa dari semua vitamin yang ada, vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak. Disamping mudah larut air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar (cahaya), alkali, enzim, oksidator serta oleh katalis besi dan tembaga. Fortifikasi vitamin C tidak efektif dilakukan pada produk bihun, karena penurunan yang terjadi sangat tinggi. Namun, vitamin C yang ditambahkan ini tidak hanya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan vitamin C ibu hamil akan tetapi dapat pula berfungsi untuk menahan terjadinya oksidasi pada vitamin A dan Asam folat (Northop-Clewes dan Turnham, 2002).

Penambahan vitamin C dilakukan pada bumbu, mengingat sifat vitamin C yang mudah teroksidasi oleh udara (O2) dan cahaya maka vitamin C paling cocok

ditambahkan pada bumbu karena bumbu mendapat perlindungan yang baik pada kemasan aluminium foil. Pencampuran bumbu dengan bihun yang masih dalam keadaan panas dapat menyebabkan vitamin C rusak dan kandungannya dalam bahan menjadi menurun. Selain itu pencampuran yang biasa dilakukan di udara terbuka juga dapat menjadi penyebab turunnya kandungan vitamin C. Selain oksidasi panas dan udara, vitamin C pada bihun juga akan teroksidasi oleh adanya mineral Fe.

Kebutuhan Vitamin C pada saat hamil adalah 70 mg/hari sedangkan kebutuhan pada saat tidak hamil adalah 60 mg/hari. Jika diasumsikan kebutuhan wanita pada saat normal (tidak hamil) dapat terpenuhi maka ibu hamil tersebut hanya membutuhkan tambahan 10 mg vitamin C untuk memenuhi kebutuhan vitamin C-nya setiap hari. Konsumsi bihun satu bungkus (77g) per hari sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan vitamin C ibu hamil sebanyak 40,15 mg. Kelebihan vitamin C tidak berdampak buruk pada ibu hamil karena vitamin C bersifat mudah larut dalam air sehingga kelebihan vitamin C akan ikut terbuang bersama urin dan keringat.

d. Zat Besi (Fe)

Bihun NF mengandung 1,53 mg Fe/100 gram bahan sedangkan bihun F mengandung 11,89 mg Fe/100 gram bahan. Peningkatan kadar zat besi pada bihun

F ini menunjukan bahwa fortifikasi mampu meningkatkan kadar Fe yang terkandung dalam bihun hampir 8 kali lipat. Zat besi yang ditambahkan adalah dalam bentuk ferronil sebanyak 0,0240 g/kemasan atau 24,0 mg/77 gram bahan dengan metode penambahan secara langsung (Tabel 4.2). Apabila dilihat dari jumlah zat besi yang ditambahkan pada produk tersebut, maka hanya 33,85% dari besi yang ditambahkan yang dapat tersimpan dalam bihun. Nilai yang lebih rendah ini dapat terjadi akibat adanya kehilangan besi selama proses pengolah. Jika dibandingkan dengan nilai yang diklaim oleh produsen, nilai yang klaim lebih tinggi dari nilai aktual yang terukur yaitu 16,93 mg/100 g bahan. Jumlah Fe pada bihun FM meningkat jika dibandingkan dengan bihun F menjadi 12,40 mg/100 g. Zat besi yang mungkin terdapat dalam bumbu dapat menjadi penyebab utama tingginya kandungan besi dalam bihun FM. Selain bumbu, air yang digunakan pada proses perebusan juga dapat mempengaruhi jumlah zat besi dalam bihun. SNI 01-3553-1994 mengenai air minum dalam kemasan (Lampiran 30) menyatakan bahwa kandungan maksimal besi adalah 0,3 mg/L atau 3 mg/100 g. Sedangkan kandungan zat besi pada air PAM di daerah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi adalah 2,09 % (Riani et al. 2004).

Kebutuhan zat besi untuk wanita tidak hamil adalah 15 mg/hari dan kebutuhan untuk ibu hamil adalah 30 mg/hari (Tabel 2.2). Maka zat besi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya adalah sebanyak 15 mg/hari, jika kebutuhan zat besi wanita hamil saat normal atau tidak hamil diasumsikan dapat terpenuhi. Maka, konsumsi bihun 1 bungkus (77g) hanya mampu menyediakan zat besi sebanyak 9,55 gram jumlah ini belum cukup untuk memenuhi kebutuhan zat besi pada ibu hamil. Hanya sekitar 40% dari zat besi yang ditambahkan yang mampu dipertahankan dalam bihun, oleh sebab itu zat besi ini kurang efektif untuk difortifikasi pada keping bihun. Sebaiknya fortifikasi dilakukan pada bumbu, karena bumbu tidak melalui proses pengolahan dengan panas.

e. Seng (Zn)

Bihun NF mengandung 0,52 mg/100 gram bahan dan bihun F mengandung 2,80 mg/100 gram bahan (Tabel 4.2). Dari informasi tersebut dapat diketahui bahwa fortifikasi seng sebanyak 0,0288g/kemasan atau 2,88mg/77g

pada bihun mampu meningkatkan nilai seng menjadi 4 kali lipat dari semula. Seperti halnya zat besi, pemasakan meningkatkan kandungan seng menjadi 3,47 mg/100gram, hal ini terjadi karena adanya penambahan seng dari bumbu.

Angka yang diperoleh dari analisis bihun F dan bihun FM berada dibawah kandungan Zn yang diklaim oleh produsen yaitu 5,18mg/100 gram bahan. SNI 01-2975-1992 tentang bihun menetapkan syarat maksimum Zn yang boleh ada pada bihun adalah sebanyak 4,0 mg/100g bahan. Jadi, kandungan Zn yang terukur memenuhi syarat SNI. Sedangkan klaim yang dikeluarkan oleh produsen melebihi batas maksimum SNI.

Kebutuhan ibu hamil akan seng adalah 15 mg/hari dan kebutuhan wanita tidak hamil adalah 12 mg/hari. Jika diasumsikan kebutuhan seng pada kondisi normal (tidak hamil) terpenuhi, maka ibu hamil itu hanya memerlukan 3 mg seng/hari. Dengan mengkonsumsi satu bungkus (77g) bihun maka kebutuhan seng ibu hamil dapat terpenuhi sebanyak 2,67 mg. Untuk memenuhi kebutuhan Zn, ibu hamil juga disarankan untuk mengkonsumsi kerang, tiram, hati, kacang-kacangan dan susu sebagai sumber Zn (Almatsier, 2003).

f. Iodium (I)

Bihun NF mengandung 2,00 μg/100 g bihun. Iodium (Iod) yang ditambahkan pada bihun adalah dalam bentuk KIO3 sebanyak 0,0003 g/kemasan

bahan atau 0,3 mg/77g bahan. Penambahan iod yang dilakukan secara langsung pada blok bihun mampu meningkatkan kandungan iod menjadi 18,13 μg/100 g bihun. Kandungan Iod yang terdapat pada bihun masak (FM) adalah 37,07 μg/100 g, angka ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan jumlah Iod pada bihun F. Peningkatan iodium ini dapat disebabkan oleh iod yang terdapat dalam garam pada bumbu bihun. Akan tetapi, produsen mengklaim bahwa iod pada bihun tidak dapat terdeteksi.

KIO3 bersifat lebih stabil dalam garam tidak murni, tidak mengubah warna,

penampilan dan cita rasa akan tetapi kurang larut jika dibandingkan dengan KI. Beberapa penyebab turunnya kandungan Iod dalam bihun adalah sifat Iod yang mudah hilang jika garam terpapar kondisi basah, aerasi berlebih, adanya sinar matahari, panas, keasaman tinggi dan ketidakmurnian garam.

Kebutuhan iod pada ibu hamil adalah 175 μg/hari, sedangkan wanita yang tidak hamil 150 μg/hari. Jika diasumsikan kebutuhan iod pada saat tidak hamil dapat terpenuhi maka jumlah yang harus dipenuhi/ditambah untuk mencukupi kebutuhan pada saat hamil adalah 25 μg/hari. Konsumsi bihun sebanyak 1 bungkus (77g) cukup untuk memenuhi kekurangan Iod perhari sebanyak 28,54 μg/hari. Iod yang disuplay oleh bumbu lebih banyak dibandingkan dengan iod dari bihun, oleh sebab itu fortifikasi iod pada keping bihun ini tidak efektif dilakukan. Sebaiknya fortifikasi iod lebih banyak dilakukan pada bumbu.

B. Pengaruh Fortifikasi Terhadap Karakteristik Mutu Organoleptik

Dokumen terkait