• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Mutu Bihun Instan Sebagai Produk Dalam Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Untuk Ibu Hamil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengujian Mutu Bihun Instan Sebagai Produk Dalam Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Untuk Ibu Hamil"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGUJIAN MUTU BIHUN INSTAN SEBAGAI PRODUK

DALAM PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN

TAMBAHAN (PMT) UNTUK IBU HAMIL

Oleh :

YULIZAR VERDA FEBRIANTO F24102039

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENGUJIAN MUTU BIHUN INSTAN SEBAGAI PRODUK

DALAM PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN

(PMT) UNTUK IBU HAMIL

Oleh :

YULIZAR VERDA FEBRIANTO

F24102039

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGUJIAN MUTU BIHUN INSTAN SEBAGAI PRODUK

DALAM PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN

TAMBAHAN (PMT) UNTUK IBU HAMIL

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

YULIZAR VERDA FEBRIANTO F24102039

Dilahirkan Pada Tanggal 26 Juli 1984 Di Lebak, Banten

Tanggal Lulus : ....…….2007 Menyetujui

Bogor, Februari 2007

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc Dosen Pembimbing II

Mengetahui :

Dr. Ir.Dahrul Syah, MSc

(4)

Yulizar Verda F. F24102039. Pengujian Mutu Bihun Instan Sebagai Produk Dalam Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Untuk Ibu Hamil. Dibawah bimbingan Nurheni Sri Palupi dan Feri Kusnandar. 2007

RINGKASAN

Program pemberian makanan tambahan (PMT)/Feeding Program untuk ibu hamil merupakanprogram yang bertujuan untuk menambahkan zat gizi terhadap bahan pangan pada kelompok ibu hamil untuk meningkatkan status gizi ibu hamil dan kualitas anak yang dilahirkan (Anonim, 2005). Program ini dilaksanakan dengan cara menambahkan zat gizi seperti vitamin A, asam folat (folic acid), vitamin C, zat besi (Fe), seng (Zn) dan Iodium (iodine) pada produk bihun instan.

Analisis kandungan zat gizi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara jumlah zat gizi sebenarnya pada bihun dengan informasi nilai gizi yang dibuat produsen. Analisis ini meliputi: analisis proksimat dan analisis senyawa fortifikan yang ditambahkan. Pengujian organoleptik dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antara bihun yang telah difortifikasi dan bihun yang tidak difortifikasi dari segi organoleptik. Uji organoleptik meliputi uji pebedaan dan uji hedonik kesukaan. Pendugaan umur simpan dilakukan untuk mengetahui umur simpan optimum produk, sehingga produk masih dapat berkontribusi dengan baik terhadap status kesehatan ibu hamil. Pendugaan umur simpan dilakukan dengan cara Accelerated Shelf-Life Test (ASLT) menggunakan metode Arrhenius.

Hasil analisis menunjukan bahwa fortifikasi zat gizi pada bihun mampu meningkatkan kandungan zat gizi tersebut. Proses pengolahan bihun menurunkan beberapa fortifikan, seperti vitamin A, asam folat dan vitamin C. Namun, pengolahan meningkatkan kandungan mineral Fe, Zn dan Iod dalam bihun. Kandungan vitamin A pada bihun non fortfikasi (NF), fortifikasi (F) dan fortifikasi yang telah dimasak (FM) secara berurutan adalah 105,50 IU/100 gram, 1484,72 IU/100 gram, 854 IU/100 gram. Asam folat NF, F dan FM secara berurutan adalah 25,32 µg/100g, 159,56 µg/100g, 144,83 µg/100g. Vitamin C bihun NF, F dan FM secara berurutan adalah 3,79 mg/100g, 512,34 mg/100g, 52,15 mg/100g. Kadar Zat besi NF, F dan FM secara berurutan adalah 1,53 mg/100g, 12,08 mg/100g dan 12,40 mg/100g. Kadar seng NF, F dan FM secara berurutan adalah 0,52 mg/100g, 2,80 mg/100g dan 3,47 mg/100g. Kadar Iod NF, F dan FM secara berurutan adalah 2 μg/100g, 18,13 μg/100g, 37,07 μg/100g.

Berdasarkan uji pembedaan antara bihun NF dan F masak yang disajikan tanpa bumbu dapat diketahui bahwa bihun NF dan F berbeda nyata pada selang kepercayaan 95,42%, sedangkan bihun NF dan F masak yang disajikan lengkap dengan bumbu berbeda nyata pada selang kepercayaan 95,24%. Pada skala 1-5 (sangat tidak suka, tidak suka, biasa saja, suka dan sangat suka), panelis lebih menyukai bihun NF dengan rata-rata skor 3,50 dibandingkan dengan bihun F dengan skor rata-rata 3,15. Secara statistik (independent T-Test)hal ini dinyatakan bahwa bihun NF dan F berbeda nyata dengan nilai signifikansi 0,024.

(5)

dari atribut kekentalan kecap adalah 0,84-0,96 dengan kemiringan 0,05-0,18. Jika bihun F disimpan pada suhu ruang (25 0C) maka umur simpannya adalah 8,07 bulan.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Yulizar Verda Febrianto. Penulis dilahirkan di Kabupaten Lebak Provinsi Banten pada tanggal 26 Juli 1984. Penulis adalah anak pertama dari Bapak Suprianto dan Ibu Een Nurlaeni. Penulis menempuh pendidikan di TK Teratai Pangandaran (1989-1990), SDN Wonoharjo I, Pangandaran (1990-1996), SLTPN I Pangandaran (1996-1999), dan SMUN I Pangandaran (1999-2002).

Pada tahun 2002, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima pada Departemen Ilmu dan teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama kuliah, penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) periode 2004-2005, penulis juga cukup aktif menjadi panitia dalam berbagai kegiatan seperti Lepas Landas Sarjana FATETA, National Student Paper Competition (NSPC) 3 dan 4, Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XII (LCTIP XII), Open House departemen TPG 41, Suksesi HIMITEPA dan Musyawarah Anggota HIMITEPA. Penulis pernah menjadi ketua Masa Perkenalan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (BAUR) 2004. Penulis pernah mengikuti seminar IDF International Conference of FGW Student Forum for Milk and Milk Product (2005).

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T., akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “Pengujian Mutu Bihun Instan Sebagai Produk Dalam Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Untuk Ibu Hamil”, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si., selaku pembimbing pertama. Terima kasih atas kesabaran selama membimbing penulis dari awal mengenal Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan hingga penulis menyesaikan studi.

2. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc., selaku pembimbing kedua. Terima kasih atas bimbingan, saran, dan masukan selama kuliah dan saat penulis menyelesaikan tugas akhir.

3. Nur Wulandari, S.TP. M.Si., selaku penguji pada saat ujian skripsi. Terima kasih atas waktu yang diluangkan untuk penulis.

4. Tim Manajemen SEAFAST Center dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan-IPB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini.

5. Ayahanda Suprianto dan Ibunda Een Nurlaeni, yang telah menyucurkan air mata dan keringat agar penulis dapat menyelesaikan studinya. Terimakasih untuk dukungan moril dan materil serta kasih sayang yang tidak pernah terhenti. Adik penulis Rama Dhani Fitrilaksono yang setia menemani hari-hari ayah dan ibu di rumah selama penulis di Bogor.

6. Bapak Icik dan Ibu Luwi, terima kasih atas bantuannya saat mengumpulkan panelis ibu hamil dan menjadi orang tua penulis saat penulis di serpong. 7. Para panelis terlatihku (Randy Adistya, Herold, Shinta, Eva Handayani, Evrin

Lutfika, Fenni Rusli, Karen, Syarifah Zarina dan Yoga Rahmawansyah) yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk datang setiap hari rabu ke lab Bu Sri.

(8)

9. Marlina Sunaryo, rekan sebimbingan penulis dan Stesianasari Mileiva, rekan sebimbingan sekaligus rekan kerja saat di laboratorium. Terima kasih atas dukungan, spirit dan kerjasamanya.

10.Siti Restikawati yang selalu memberikan perhatian, semangat, dukungan, kesabaran dan pengertian kepada penulis dalam setiap langkah penantianmu. 11.Bandung ‘Gombez’ Wibisono, Achmad Fariz ‘The Men’ Sahli, Kadek ‘Molly’

Lila Antara dan Suparlan ‘Thole’, keluarga penulis ketika penulis pertama kali menginjakan kaki di kota hujan. Terimakasih atas semua canda tawa dan goresan-goresan kenangan yang terukir.

12.Ulik, Boy, Didin, Dadik, Ajeng : keceriaan, kebersamaan dan masa depan tidak akan pernah terjadi jika tidak kita mulai!.

13.Randy, Woro (thanks note book-nya!), Nanda, reBeks, Ina, Inal, terima kasih sudah mau mendengarkan dan menanggapi kegaringan penulis selama di ITP. 14.Susan, Evie, Manto dan T-min keluargaku di golongan B1 dan teman sehidup

semati dalam perjuangan menghadapi setumpuk laporan praktikum setiap minggu.

15.Teman-teman penulis di ITP : Lutfika (thanks buat masukan dan ceramahnya), Qky&Farah (thanks buat adry dan aldo), Prasna, Tina, Nuy, Deddy+Dora, Manginar, Irwan (salut sama Irwan..!), Aponk, Maya, kaNyaka, Inggrid, Elvina, Papang, ViviRus, ech-the frog, Asep ari, Nea, Hani, Pretty

16.Teman-teman Pangandaranku: Maman, Yadi, Lia Yulianti, Ropiani, Siti Aisah, Dewi, Aji Darma, Kuswan, Mareta, Tintin, Sally, dan Sri.

17.Laboran dan teknisi : Pak Wachid, Pak Rojak, Pak Koko, Pak Sobirin, Pak Sidik, Pak Yahya, Teh Ida, Bu Rubiah, Pak Solihin, Mas Edi, Teh Darsih, Bu Sri terimaksih atas tuntunan dan kesabarannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan.

Bogor, Januari 2007

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

C. Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Karakteristik Mutu Produk Industri Pangan ... 3

1. Karakteristik Fungsional ... 3

2. Karakteristik Psikologi ... 3

3. Karakteristik Masa Simpan (Shelf Life) ... 4

4. Karakteristik Kemudahan Penggunaan ... 5

5. Karakteristik Keamanan ... 6

B. Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ... 6

C. Bihun Sebagai Produk pada Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT)... 7

D. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil ... 7

E. Fortifikasi Zat Gizi ... 9

1. Vitamin A ... 9

2. Asam folat ... 12

3. Vitamin C ... 14

4. Zat besi (Fe) ... 16

5. Iodium (I) ... 18

6. Seng (Zn) ... 21

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 23

A. Bahan ... 23

B. Alat ... 23

(10)

D. Metode Analisis ... 25

1. Analisis Proksimat ... 25

2. Analisis Fortifikan ... 27

3. Uji Organoleptik ... 29

4. Pendugaan Umur Simpan ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Pengaruh Fortifikasi terhadap Karakteristik Mutu Kimia Bihun ... 36

1. Kadar Air... 37

2. Kadar Lemak ... 38

3. Kadar Protein ... 38

4. Kadar Karbohidrat ... 38

5. Kadar Abu ... 39

6. Jumlah Energi ... 39

7. Kandungan Fortifikan ... 40

B. Pengaruh Fortifikasi terhadap Karakteristik Mutu Organoleptik ... 45

1. Mutu organoleptik berdasarkan Pembedaan ... 45

2. Mutu organoleptik berdasarkan Hedonik ... 46

C. Pengaruh Fortifikasi terhadap Umur Simpan Bihun ... 48

1. Pendugaan umur simpan berdasarkan organoleptik ... 48

2. Pendugaan umur simpan berdasarkan perubahan mutu fisik secara objektif ... ... .. 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(11)

SKRIPSI

PENGUJIAN MUTU BIHUN INSTAN SEBAGAI PRODUK

DALAM PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN

TAMBAHAN (PMT) UNTUK IBU HAMIL

Oleh :

YULIZAR VERDA FEBRIANTO F24102039

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PENGUJIAN MUTU BIHUN INSTAN SEBAGAI PRODUK

DALAM PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN

(PMT) UNTUK IBU HAMIL

Oleh :

YULIZAR VERDA FEBRIANTO

F24102039

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGUJIAN MUTU BIHUN INSTAN SEBAGAI PRODUK

DALAM PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN

TAMBAHAN (PMT) UNTUK IBU HAMIL

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

YULIZAR VERDA FEBRIANTO F24102039

Dilahirkan Pada Tanggal 26 Juli 1984 Di Lebak, Banten

Tanggal Lulus : ....…….2007 Menyetujui

Bogor, Februari 2007

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc Dosen Pembimbing II

Mengetahui :

Dr. Ir.Dahrul Syah, MSc

(14)

Yulizar Verda F. F24102039. Pengujian Mutu Bihun Instan Sebagai Produk Dalam Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Untuk Ibu Hamil. Dibawah bimbingan Nurheni Sri Palupi dan Feri Kusnandar. 2007

RINGKASAN

Program pemberian makanan tambahan (PMT)/Feeding Program untuk ibu hamil merupakanprogram yang bertujuan untuk menambahkan zat gizi terhadap bahan pangan pada kelompok ibu hamil untuk meningkatkan status gizi ibu hamil dan kualitas anak yang dilahirkan (Anonim, 2005). Program ini dilaksanakan dengan cara menambahkan zat gizi seperti vitamin A, asam folat (folic acid), vitamin C, zat besi (Fe), seng (Zn) dan Iodium (iodine) pada produk bihun instan.

Analisis kandungan zat gizi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara jumlah zat gizi sebenarnya pada bihun dengan informasi nilai gizi yang dibuat produsen. Analisis ini meliputi: analisis proksimat dan analisis senyawa fortifikan yang ditambahkan. Pengujian organoleptik dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antara bihun yang telah difortifikasi dan bihun yang tidak difortifikasi dari segi organoleptik. Uji organoleptik meliputi uji pebedaan dan uji hedonik kesukaan. Pendugaan umur simpan dilakukan untuk mengetahui umur simpan optimum produk, sehingga produk masih dapat berkontribusi dengan baik terhadap status kesehatan ibu hamil. Pendugaan umur simpan dilakukan dengan cara Accelerated Shelf-Life Test (ASLT) menggunakan metode Arrhenius.

Hasil analisis menunjukan bahwa fortifikasi zat gizi pada bihun mampu meningkatkan kandungan zat gizi tersebut. Proses pengolahan bihun menurunkan beberapa fortifikan, seperti vitamin A, asam folat dan vitamin C. Namun, pengolahan meningkatkan kandungan mineral Fe, Zn dan Iod dalam bihun. Kandungan vitamin A pada bihun non fortfikasi (NF), fortifikasi (F) dan fortifikasi yang telah dimasak (FM) secara berurutan adalah 105,50 IU/100 gram, 1484,72 IU/100 gram, 854 IU/100 gram. Asam folat NF, F dan FM secara berurutan adalah 25,32 µg/100g, 159,56 µg/100g, 144,83 µg/100g. Vitamin C bihun NF, F dan FM secara berurutan adalah 3,79 mg/100g, 512,34 mg/100g, 52,15 mg/100g. Kadar Zat besi NF, F dan FM secara berurutan adalah 1,53 mg/100g, 12,08 mg/100g dan 12,40 mg/100g. Kadar seng NF, F dan FM secara berurutan adalah 0,52 mg/100g, 2,80 mg/100g dan 3,47 mg/100g. Kadar Iod NF, F dan FM secara berurutan adalah 2 μg/100g, 18,13 μg/100g, 37,07 μg/100g.

Berdasarkan uji pembedaan antara bihun NF dan F masak yang disajikan tanpa bumbu dapat diketahui bahwa bihun NF dan F berbeda nyata pada selang kepercayaan 95,42%, sedangkan bihun NF dan F masak yang disajikan lengkap dengan bumbu berbeda nyata pada selang kepercayaan 95,24%. Pada skala 1-5 (sangat tidak suka, tidak suka, biasa saja, suka dan sangat suka), panelis lebih menyukai bihun NF dengan rata-rata skor 3,50 dibandingkan dengan bihun F dengan skor rata-rata 3,15. Secara statistik (independent T-Test)hal ini dinyatakan bahwa bihun NF dan F berbeda nyata dengan nilai signifikansi 0,024.

(15)

dari atribut kekentalan kecap adalah 0,84-0,96 dengan kemiringan 0,05-0,18. Jika bihun F disimpan pada suhu ruang (25 0C) maka umur simpannya adalah 8,07 bulan.

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Yulizar Verda Febrianto. Penulis dilahirkan di Kabupaten Lebak Provinsi Banten pada tanggal 26 Juli 1984. Penulis adalah anak pertama dari Bapak Suprianto dan Ibu Een Nurlaeni. Penulis menempuh pendidikan di TK Teratai Pangandaran (1989-1990), SDN Wonoharjo I, Pangandaran (1990-1996), SLTPN I Pangandaran (1996-1999), dan SMUN I Pangandaran (1999-2002).

Pada tahun 2002, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima pada Departemen Ilmu dan teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama kuliah, penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) periode 2004-2005, penulis juga cukup aktif menjadi panitia dalam berbagai kegiatan seperti Lepas Landas Sarjana FATETA, National Student Paper Competition (NSPC) 3 dan 4, Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XII (LCTIP XII), Open House departemen TPG 41, Suksesi HIMITEPA dan Musyawarah Anggota HIMITEPA. Penulis pernah menjadi ketua Masa Perkenalan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (BAUR) 2004. Penulis pernah mengikuti seminar IDF International Conference of FGW Student Forum for Milk and Milk Product (2005).

(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T., akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “Pengujian Mutu Bihun Instan Sebagai Produk Dalam Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Untuk Ibu Hamil”, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si., selaku pembimbing pertama. Terima kasih atas kesabaran selama membimbing penulis dari awal mengenal Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan hingga penulis menyesaikan studi.

2. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc., selaku pembimbing kedua. Terima kasih atas bimbingan, saran, dan masukan selama kuliah dan saat penulis menyelesaikan tugas akhir.

3. Nur Wulandari, S.TP. M.Si., selaku penguji pada saat ujian skripsi. Terima kasih atas waktu yang diluangkan untuk penulis.

4. Tim Manajemen SEAFAST Center dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan-IPB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini.

5. Ayahanda Suprianto dan Ibunda Een Nurlaeni, yang telah menyucurkan air mata dan keringat agar penulis dapat menyelesaikan studinya. Terimakasih untuk dukungan moril dan materil serta kasih sayang yang tidak pernah terhenti. Adik penulis Rama Dhani Fitrilaksono yang setia menemani hari-hari ayah dan ibu di rumah selama penulis di Bogor.

6. Bapak Icik dan Ibu Luwi, terima kasih atas bantuannya saat mengumpulkan panelis ibu hamil dan menjadi orang tua penulis saat penulis di serpong. 7. Para panelis terlatihku (Randy Adistya, Herold, Shinta, Eva Handayani, Evrin

Lutfika, Fenni Rusli, Karen, Syarifah Zarina dan Yoga Rahmawansyah) yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk datang setiap hari rabu ke lab Bu Sri.

(18)

9. Marlina Sunaryo, rekan sebimbingan penulis dan Stesianasari Mileiva, rekan sebimbingan sekaligus rekan kerja saat di laboratorium. Terima kasih atas dukungan, spirit dan kerjasamanya.

10.Siti Restikawati yang selalu memberikan perhatian, semangat, dukungan, kesabaran dan pengertian kepada penulis dalam setiap langkah penantianmu. 11.Bandung ‘Gombez’ Wibisono, Achmad Fariz ‘The Men’ Sahli, Kadek ‘Molly’

Lila Antara dan Suparlan ‘Thole’, keluarga penulis ketika penulis pertama kali menginjakan kaki di kota hujan. Terimakasih atas semua canda tawa dan goresan-goresan kenangan yang terukir.

12.Ulik, Boy, Didin, Dadik, Ajeng : keceriaan, kebersamaan dan masa depan tidak akan pernah terjadi jika tidak kita mulai!.

13.Randy, Woro (thanks note book-nya!), Nanda, reBeks, Ina, Inal, terima kasih sudah mau mendengarkan dan menanggapi kegaringan penulis selama di ITP. 14.Susan, Evie, Manto dan T-min keluargaku di golongan B1 dan teman sehidup

semati dalam perjuangan menghadapi setumpuk laporan praktikum setiap minggu.

15.Teman-teman penulis di ITP : Lutfika (thanks buat masukan dan ceramahnya), Qky&Farah (thanks buat adry dan aldo), Prasna, Tina, Nuy, Deddy+Dora, Manginar, Irwan (salut sama Irwan..!), Aponk, Maya, kaNyaka, Inggrid, Elvina, Papang, ViviRus, ech-the frog, Asep ari, Nea, Hani, Pretty

16.Teman-teman Pangandaranku: Maman, Yadi, Lia Yulianti, Ropiani, Siti Aisah, Dewi, Aji Darma, Kuswan, Mareta, Tintin, Sally, dan Sri.

17.Laboran dan teknisi : Pak Wachid, Pak Rojak, Pak Koko, Pak Sobirin, Pak Sidik, Pak Yahya, Teh Ida, Bu Rubiah, Pak Solihin, Mas Edi, Teh Darsih, Bu Sri terimaksih atas tuntunan dan kesabarannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan.

Bogor, Januari 2007

(19)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

C. Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Karakteristik Mutu Produk Industri Pangan ... 3

1. Karakteristik Fungsional ... 3

2. Karakteristik Psikologi ... 3

3. Karakteristik Masa Simpan (Shelf Life) ... 4

4. Karakteristik Kemudahan Penggunaan ... 5

5. Karakteristik Keamanan ... 6

B. Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ... 6

C. Bihun Sebagai Produk pada Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT)... 7

D. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil ... 7

E. Fortifikasi Zat Gizi ... 9

1. Vitamin A ... 9

2. Asam folat ... 12

3. Vitamin C ... 14

4. Zat besi (Fe) ... 16

5. Iodium (I) ... 18

6. Seng (Zn) ... 21

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 23

A. Bahan ... 23

B. Alat ... 23

(20)

D. Metode Analisis ... 25

1. Analisis Proksimat ... 25

2. Analisis Fortifikan ... 27

3. Uji Organoleptik ... 29

4. Pendugaan Umur Simpan ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Pengaruh Fortifikasi terhadap Karakteristik Mutu Kimia Bihun ... 36

1. Kadar Air... 37

2. Kadar Lemak ... 38

3. Kadar Protein ... 38

4. Kadar Karbohidrat ... 38

5. Kadar Abu ... 39

6. Jumlah Energi ... 39

7. Kandungan Fortifikan ... 40

B. Pengaruh Fortifikasi terhadap Karakteristik Mutu Organoleptik ... 45

1. Mutu organoleptik berdasarkan Pembedaan ... 45

2. Mutu organoleptik berdasarkan Hedonik ... 46

C. Pengaruh Fortifikasi terhadap Umur Simpan Bihun ... 48

1. Pendugaan umur simpan berdasarkan organoleptik ... 48

2. Pendugaan umur simpan berdasarkan perubahan mutu fisik secara objektif ... ... .. 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(21)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Standar bihun menurut SNI 01-2975-1992 ... 7

2.2. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per orang per hari untuk wanita berumur 25-50 tahun ... 8

2.3. Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk vitamin A ... 10

2.4. Batas toleransi konsumsi vitamin A (retinol) ... 11

2.5. Kandungan asam folat pada beberapa bahan roti ... 12

2.6. Kandungan Zat Besi dalam beberapa Bahan Pangan ... 17

2.7. Kebutuhan lodium Menurut Kelompok umur ... 20

2.8. Beberapa gangguan kesehatan yang disebabkan oleh keracunan Iodium ... 20

2.9. Jumlah asupan gizi yang direkomendasikan/RDA untuk seng (Zn) .... 21

2.10. Batas toleransi konsumsi Zn untuk bayi, anak-anak dan dewasa ... 22

3.1. Batas atas (N0) dan batas kritis (Nt) mutu bihun berdasarkan mutu organoleptik ... 31

3.2. Nilai awal dan titik kritis parameter mutu pada bihun berdasarkan mutu fisik ... 34

4.1. Informasi yang diperoleh dari produsen mengenai penambahan zat gizi pada produk bihun instan... 37

4.2. Kandungan gizi makro dan mikro pada bihun dan bumbu bihun non fortifikasi (NF), fortifikasi (F), bihun fortifikasi setelah dimasak (FM), klaim produsen dan standar bihun berdasarkan SNI... 37

4.3. Persentase jumlah panelis yang menjawab benar pada uji pembedaan. 45 4.4. Pendugaan umur simpan bihun NF pada beberapa suhu (20, 25, 30 0 C) penyimpanan berdasarkan mutu organoleptik (bulan) ... 49

4.5. Pendugaan umur simpan bihun F pada beberapa suhu (20, 25, 30 0C) penyimpanan berdasarkan mutu organoleptik (bulan) ... 49

4.6. Pendugaan umur simpan bihun NF pada beberapa suhu (20, 25, 30 0 C) penyimpanan dengan menggunakan kromameter (bulan) ... 52

(22)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Struktur kimia retinol ... 9 2.2. Struktur kimia asam folat ... 12 3.1. Alur penelitian pengujian mutu bihun instan sebagai produk dalam

program pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil ... 24 3.2. Laju penurunan mutu berdasarkan model persamaan ordo 0 (a) Ordo 1

dalam bentuk eksponensial (b) dan bentuk linear (c)... 33 3.3. Hubungan antara lightness dan perubahan warna ... 34 4.1. Bihun goreng fortifikasi (F) dan non fortifikasi (P). bihun masak

yang ditambahkan bumbu (kiri) dan yang tidak ditambahkan bumbu (kiri) ... 46 4.2. Nilai rata-rata skor untuk kesukaan pada bihun non fortifikasi dan

fortifikasi ... 47 4.3. Pengelompokan panelis berdasarkan skor kesukaan ... 47 4.4. Penurunan umur simpan bihun NF bihun F berdasarkan parameter

mutu organoleptik ... 50 4.5. Persamaan arrhenius pada parameter mutu perubahan warna bihun F

diukur dengan kromameter, pada ordo 1 ... 51 4.6. Persamaan arrhenius pada parameter mutu perubahan warna saus F

diukur dengan kromameter, pada ordo 1 ... 52 4.7. Penurunan umur simpan bihun NF bihun F berdasarkan pengukuran

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Proses pembuatan bihun ... 61 2. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar air bihun ... 63 3. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar lemak bihun... 64 4. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar protein bihun ... 65 5. Hasil Uji statistik pada pengukuran karbohidrat bihun ... 66 6. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar abu bihun... 67 7. Hasil Uji statistik pada pengukuran Energi bihun ... 68 8. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar Vitamin C bihun... 69 9. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar seng (Zn) bihun... 70 10. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar Zat besi (Fe) bihun... 71 11.a. Form Uji Pembedaan (Uji segitiga) ... 72 11.b. Hasil Uji segitiga bihun goreng masak (lengkap) ... 72 12. Hasil Uji segitiga bihun goreng masak tanpa bumbu ... 73 13. Tabel T8. Angka kritis untuk respon panelis yang benar pada uji

segitiga. (Meilgaard et al., 1999) ... 74 14. Form isian uji hedonik kesukaan... 75 15. Hasil pengolahan data uji hedonik kesukaan dengan menggunakan

SPSS 11 ... 76 16.a. Form isian seleksi panelis untuk penyimpanan bihun (uji segitiga)... 77 16.b. Form isian seleksi panelis untuk penyimpanan bihun (matching test)... 77 17. Daftar panelis yang lolos seleksi untuk pengujian mutu oganoleptik

selama penyimpanan ... 78 18. Lembar penilain organoleptik bihun instan ... 80 19.a. Hasil penilaian panelis terhadap bihun NF yang telah disimpan pada

beberapa suhu ... 84 19.b. Hasil penilaian panelis terhadap bihun NF yang telah disimpan pada

beberapa suhu ... 84 20. Persamaan hubungan suhu dengan perubahan mutu pada setiap

parameter penyimpanan bihun NF berdasarkan panelis ... 85 21. Persamaan hubungan suhu dengan perubahan mutu pada setiap

(24)

22. Persamaan arrhenius pada bihun NF berdasarkan penilaian organoleptik ... 87 23. Persamaan arrhenius pada bihun F berdasarkan penilaian organoleptik. 88 24.a. Tabel nilai Lightness bihun NF selama penyimpanan ... 89 24.b. Tabel nilai a bihun NF selama penyimpanan ... 89 24.c. Tabel nilai b bihun NF selama penyimpanan ... 89 24.d. Tabel total perubahan warna bihun NF ... 89 25.a. Tabel nilai Lightness bihun F selama penyimpanan ... 90 25.b. Tabel nilai a bihun F selama penyimpanan ... 90 25.c. Tabel nilai b bihun F selama penyimpanan ... 90 25.d. Tabel total perubahan warna bihun NF ... 90 26.a. Tabel nilai Lightnesssauce pada bihun NF selama penyimpanan ... 91 26.b. Tabel nilai a sauce pada bihun NF selama penyimpanan ... 91 26.c. Tabel nilai b sauce pada bihun NF selama penyimpanan ... 91 26.d. Tabel total perubahan warna sauce pada bihun NF ... 91 27.a. Tabel nilai Lightnesssauce pada bihun F selama penyimpanan ... 92 27.b. Tabel nilai a sauce pada bihun F selama penyimpanan ... 92 27.c. Tabel nilai b sauce pada bihun F selama penyimpanan ... 92 27.d. Tabel total perubahan warna sauce pada bihun F ... 92 28.a. Persamaan penurunan mutu pada perubahan warna blok bihun dan saus

pada bihun NF berdasarkan kromameter... 93 28.b. Persamaan penurunan mutu pada perubahan warna blok bihun dan saus

pada bihun F berdasarkan kromameter... 93 29.a. Persamaan arrhenius pada bihun NF berdasarkan kromameter ... 94 29.b. Persamaan arrhenius pada bihun F berdasarkan kromameter ... 94 30. SNI 01-3553-1994 mengenai syarat mutu air minum dalam kemasan

(25)

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sebagian besar ibu hamil menyadari akan pentingnya kecukupan zat gizi selama kehamilan terutama bagi kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya. Kecukupan zat gizi saat kehamilan sangat berpengaruh terhadap kesehatan jasmani dan rohani anak dimasa yang akan datang. Dengan cara memenuhi kebutuhan zat gizi, pencegahan terhadap penyakit yang diakibatkan oleh defisiensi zat gizi pada bayi dapat dicegah sejak dini. Masa pencegahan yang paling baik adalah pada masa kehamilan.

Ibu hamil berperan sangat besar dalam upaya perbaikan gizi bayi dan balita. Penanggulangan masalah gizi dan kesehatan untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia ini paling tepat dilakukan pada masa menjelang dan saat prenatal. Alasannya adalah: perkembangan otak manusia dimulai pada masa kehamilan, ibu hamil yang menderita defisiensi zat gizi mempunyai resiko lebih besar untuk memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Bayi BBLR mempunyai resiko yang lebih besar untuk meninggal pada usia satu tahun, dan jika mampu bertahan hidup mempunyai resiko lebih besar untuk menderita penyakit degeneratif pada usia yang lebih muda dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat normal.

Almatsier (2003), menyatakan bahwa defisiensi besi merupakan defisiensi gizi yang paling umum terjadi, baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Defisiensi terutama menyerang golongan rentan seperti, anak-anak, remaja, ibu hamil dan menyusui serta pekerja berpenghasilan rendah. Anemia gizi besi (AGB) dapat disebabkan oleh rendahnya asupan vitamin C, yang sangat dibutuhkan untuk penyerapan zat besi. AGB pada ibu hamil dapat menyebabkan berat bayi lahir rendah (BBLR), infeksi setelah lahir dan disfungsi otak.

(26)

(PMT)/feeding program untuk ibu hamil. Program ini dilaksanakan dengan cara membuat produk yang khusus untuk dikonsumsi oleh ibu hamil dalam bentuk bihun instan. Produk bihun ini dibuat oleh PT. Indofood Sukses Makmur (ISM)-Bogasari Flour Mill. Produk bihun instan ini telah dilengkapi dengan zat gizi yang dibutuhkan oleh wanita hamil dalam jumlah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bihun biasa. Zat gizi tersebut adalah zat besi (Fe), seng (Zn), iodium (iodine), asam folat (folic acid), vitamin A dan vitamin C. Dengan penambahan zat-zat gizi tersebut diharapkan mampu meningkatkan sumber daya manusia dan mengurangi angka kematian ibu hamil saat melahirkan.

Sebelum digunakan sebagai produk dalam program PMT untuk ibu hamil, terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap karakteristik mutu bihun. Karakteristik mutu tersebut meliputi karakteristik mutu kimia, karakteristik mutu psikologi dan karakteristik umur simpan. Analisis karakteristik mutu kimia dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara nilai gizi aktual dengan informasi nilai gizi bihun yang diberikan oleh produsen. Analisis karakteristik mutu psikologi (organoleptik) dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antara bihun yang tidak difortifikasi (NF) dengan bihun yang telah difortifikasi (F) dan mengetahui tingkat kesukaan ibu hamil terhadap bihun yang telah difortifikasi. Selain kedua karakteristik mutu diatas, karakteristik lain yang diamati adalah karakteristik masa simpan (shelf life) untuk mengetahui masa simpan optimum produk bihun fortifikasi.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji mutu produk bihun instan non fortifikasi, fortifikasi dan mengetahui aspek mutu setelah bihun fortifikasi melalui proses pengolahan. Aspek mutu yang dikaji meliputi aspek kimia, organoleptik dan pendugaan umur simpan produk yang digunakan untuk program pemberian makanan tambahan (PMT)ibu hamil.

C. Manfaat

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Karakteristik Mutu Produk Industri Pangan

Muhandri dan Kadarisman (2005), menjelaskan bahwa mutu produk

pangan ditentukan oleh berbagai karakteristik yang terus berkembang mengikuti

kebutuhan konsumen yang spektrumnya semakin luas. Karakteristik mutu yang

paling umum adalah karakteristik fungsional. Namun, belakangan juga banyak

dikembangkan karakteristik mutu yang lain seperti, karakteristik daya tahan

simpan (shelf life), karakteristik kemudahan penggunaan, karakteristik psikologi dan karakteristik keamanan.

1. Karakteristik Fungsional

Karakteristik fungsional dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar

yaitu: sifat fisik seperti, morfologi, sifat termal, sifat reologi, dan sifat spektral.

Sifat kimia seperti, komposisi kimia, senyawa kimia aktif, bahan kimia tambahan,

bahan kimia pengolahan. Sifat mikrobiologi seperti, mikroba alami, mikroba

kontaminan, mikroba patogen, mikroba pembusuk.

2. Karakteristik Psikologi

Karakteristik psikologi yang paling mendasar pada produk-produk pangan

adalah karakteristik sensori (organoleptik). Karakteristik ini hanya dapat diukur,

dikenali dan diuji dengan uji organoleptik. Penilaian karakteristik ini dapat

menentukan apakah suatu produk disukai atau tidak dan sampai tingkat mana

kesukaan tersebut (Muhandri dan Kadarisman, 2005). Berdasarkan alat indera

yang digunakan, karakteristik sensori dapat digolongkan menjadi :

a. Karakteristik visual meliputi, warna, kekeruhan kilap, kejernihan, dsb.

b. Karakteristik bau meliputi, keharuman, bau busuk, tengik, apek dsb.

c. Karakteristik rasa meliputi, rasa dasar (manis, asam, asin, pahit), pedas,

dingin, lezat dsb

d. Karakteristik tekstual meliputi, sifat lengket, halus, keras, lunak dsb.

Karakteristik ini telah terbukti dapat diandalkan untuk mengetahui

penerimaan dan preferensi konsumen terhadap suatu produk. Selain itu juga dapat

(28)

produk pesaing. Karakteristik psikologi lainnya muncul akibat konsumen

menginginkan keindahan (dekorasi kemasan), bentuk-bentuk kemewahan (luxury)

3. Karakteristik Masa Simpan (Shelf Life)

Produk-produk pangan yang telah melalui proses produksi dan telah

dikemas, mempunyai umur simpan (shelf life) tertentu. Penyimpanan yang melewati masa tersebut menyebabkan penurunan mutu. Selanjutnya, terjadi

kerusakan yang menyebabkan produk menjadi kadaluwarsa. Waktu kadaluwarsa

adalah jangka waktu akumulasi hasil reaksi yang mengakibatkan mutu pangan tidak

lagi dapat diterima. Produk pangan dikatakan rusak apabila telah mengalami

perubahan cita rasa, penurunan nilai gizi, atau tidak aman lagi dikonsumsi karena

dapat menganggu kesehatan. Lebih lanjut ditambahkan bahwa bahan pangan

disebut rusak apabila bahan pangan tersebut telah kadaluwarsa, atau telah

melampaui masa simpan optimumnya. Umumnya kondisi yang digunakan baik

pada saat proses pengolahan atau saat penyimpanan akan mempengaruhi atribut

mutu produk (Singh, 2000).

Umur simpan produk pangan menurut Institute of Food Technologist merupakan selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana

produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan,

rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Sedangkan National Food Prosessor Association mendefinisikan umur simpan sebagai masa/waktu suatu produk dianggap berada pada kisaran umur simpannya apabila kualitas produk secara

umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan oleh konsumen dan

selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta melindungi isi kemasan

(Arpah, 2001), atau dengan kata lain umur simpan merupakan masa atau periode

pada saat bahan pangan masih dalam tingkat mutu konsumsi (eating quality) yang dapat diterima dari segi organoleptik dan keamananya.

Syarief et al. (1989), menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi umur simpan bahan pangan diantaranya adalah:

a. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya

perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan

kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik.

(29)

c. Kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat

bertahan selama transit dan sebelum digunakan.

d. Kekuatan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas, dan

bau, termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat.

Untuk dapat menduga umur simpan maka perlu ditentukan parameter

kerusakan produk. Kerusakan produk tersebut dapat diketahui berdasarkan

karakteristik mutu fisik, kimia, mikrobiologi serta karakteristik mutu

organoleptik.

Terdapat dua metode yang biasa digunakan untuk menduga umur simpan

suatu produk. Extended storage studies (ESS) yaitu cara konvensional dengan melakukan penyimpanan dan mengikuti perubahan parameter hingga mencapai

kadaluarsa. Accelerated Shelf-Life Test (ASLT) dilakukan dengan cara akselerasi/dipercepat dengan membuat kondisi sedemikian rupa sehingga produk

lebih cepat rusak, misalnya dengan menggunakan faktor suhu atau RH. Metode

pendugaan umur simpan secara ASLT berdasarkan suhu dapat dilakukan dengan

mengikuti model Arhenius yaitu mempercepat umur simpan dengan

meningkatkan suhu secara terukur dan dilakukan minimal pada tiga tingkat suhu.

Metode arrhenius dilakukan pada kelembaban yang sama (90%) dan

beberapa suhu yang berbeda (370C, 450C, 55 0C). Beberapa asumsi yang menjadi dasar untuk menduga umur simpan dengan metode arrhenius adalah.

a. Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam dan reaksi saja

misalnya kadar air.

b. Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatan perubahan mutu.

c. Suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap.

d. Proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat dari proses yang

terjadi sebelumnya.

4. Karakteristik Kemudahan Penggunaan.

Muhandri dan Kadarisman (2005), menyebutkan bahwa karakteristik

kemudahan penggunaan memberikan kemudahan dan kepraktisan bagi konsumen

untuk mengkonsumsi produk pangan. Kecenderungan ini diperkuat seiring dengan

(30)

waktu. Contohnya: bentuk-bentuk makanan instan (mie, kopi, bubur), bumbu siap

pakai, makanan-makanan kaleng, makanan beku dan lain-lain.

5. Karakteristik Keamanan

Tuntutan akan pangan yang lebih aman untuk dikonsumsi semakin

meningkat seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu

keamanan pangan menjadi hal yang penting diterapkan dalam industri pangan.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan produk pangan menjadi tidak aman untuk

dikonsumsi adalah :

a. Adanya residu bahan kimia yang terbawa pada bahan pangan akibat teknologi

pertanian seperti insektisida, fungisida dan antibiotik.

b. Adanya kesalahan dalam penggunaan bahan kimia tambahan baik jenis

maupun dosisnya misalnya, penggunaan pewarna tekstil pada makanan

jajanan (street food)

c. Terjadinya kontaminasi mikroba dan bahan kimia terhadap bahan pangan dan

produk pangan dari awal produksi sampai pada tingkat pengolahan akibat

kurang sanitasi.

d. Kurang cukupnya kondisi proses pengolahan menyebabkan mikroba menjadi

aktif kembali pada saat penyimpanan dan pengolahan.

B. Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

Pemberian makanan tambahan (PMT)/Feeding program adalah program yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi dan kualitas kelompok tertentu

misalnya ibu hamil dan balita dengan cara menambahkan suplemen pangan

terhadap bahan pangan pada kelompok tersebut.

Kegiatan pemberian makanan tambahan ini biasanya dilakukan dengan

cara memberikan makanan atau minuman yang telah ditambahkan (difortifikasi)

zat gizi tertentu sesuai dengan kebutuhan kelompok target. Zat gizi yang biasa

ditambahkan dalam bahan pangan untuk kelompok ibu hamil adalah zat besi (Fe),

(31)

C. Bihun Sebagai Produk Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

Menurut SNI 01-2975-1992, bihun adalah produk pangan kering yang

dibuat dengan beras dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang

diizinkan dan berbentuk khas bihun. Standar bihun menurut SNI 01-2975-1992

dapat dilihat pada Tabel 2.1. Hasbullah (2001), menyatakan bahwa bihun dibuat

dari beras melalui proses ekstrusi sehingga memperoleh bentuk seperti benang.

[image:31.612.132.507.238.590.2]

Proses pembuatan bihun dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 2.1. Standar bihun menurut SNI 01-2975-1992

No Kriteria uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan a. bau

b. rasa c. warna

Normal Normal Normal

2 Benda asing Tidak boleh ada

3 Daya tahan Tidak hancur jika

direndam dengan air panas suhu kamar selama 10 menit

4 Air % b/b Maks 13

5 Abu % b/b Maks 1

6 Protein (N x 6,25) % b/b Min 4

7 Pemutih dan pematang Sesuai

SNI 01-0222-1995

8 Cemaran logam

a. Timbal (Pb) b. Tembaga (Cu) c. Seng (Zn) d. Raksa (Hg)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Maks 1.0 Maks 10.0 Maks 40.0 Maks 0.005

9 Arsen (As) - -

10 Cemaran mikroba Koloni/gram Maks 1.0 x 106

10.1 Angka lempeng total APM/gram Maks 10

10.2 E.coli Koloni/gram Maks 1.0 x 104

10.3 Kapang - -

D. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil

Kebutuhan nutrisi kelompok khusus ibu hamil cenderung meningkat

hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kebutuhan nutrisi wanita tidak hamil

pada usia yang sama antara 20-50 tahun. Angka kecukupan gizi rata-rata yang

(32)
[image:32.612.131.417.107.467.2]

Tabel 2.2. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per orang per hari untuk wanita berumur 25-50 tahun.

Gizi yang dibutuhkan Tidak hamil Hamil

Protein (g) 44 60

Vitamin larut lemak

Vitamin A (μg) 800 800

Vitamin D (μg) 5 10

Vitamin E (μg) 8 10

Vitamin K (μg) 65 65

Vitamin larut air

Thiamin (mg) 1,1 1,5

Ribovlavin (mg) 1,3 1,6

Niasin 15 17

Vitamin B12 (μg) 2 2,2

Asam folat (μg) 180 400

Piridoksin (mg) 1,6 2,2

Vitamin C (mg) 60 70

Mineral

Kalsium (mg) 800 1200

Fospor (mg) 800 1200

Besi (mg) 15 30

Seng (mg) 12 15

Iodium (µg) 150 175

Selenium (μg) 55 65

Magnesium (mg) 280 320

US FDA :1989

Berdasarkan Tabel 2.2. RDA (Recomended Dietary Allowances) untuk kebutuhan asam folat ibu hamil perhari meningkat hingga 400 µg dimana pada

keadaan normal kebutuhan asam folat hanya 180 μg/hari. Peningkatan kebutuhan nutrisi juga terjadi pada zat besi, kalsium dan fospor. Ibu hamil membutuhkan 30

mg Fe/hari sedangkan dalam keadaan normalnya wanita hanya membutuhkan 15

mg/hari. Kalsium dan fospor diperlukan tambahan 400 mg dari jumlah normalnya.

Zat gizi lain yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak adalah vitamin D.

Dalam kondisi normal, hanya diperlukan 5 μg vitamin D perhari, namun pada saat hamil memerlukan 10 μg vitamin D perhari. Begitu juga dengan zat gizi yang lain, walaupun peningkatannya tidak terlalu banyak, tetapi zat-zat gizi tersebut

(33)

hamil. Zat gizi yang tidak tercukupi selama kehamilan dapat berakibat fatal bagi

ibu dan janin (US FDA, 1989). Sumber lain menyatakan bahwa kebutuhan energi

untuk ibu hamil berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) 2500 Kkal adalah 2800

Kkal atau perlu penambahan 300 Kkal setiap harinya (Haryanto, 1999).

E. Fortifikasi Zat Gizi

Fortifikasi adalah penambahan satu atau lebih zat gizi kedalam bahan

pangan, baik itu zat gizi yang secara alami terdapat dalam bahan pangan tersebut

atau tidak dengan tujuan untuk mencegah atau mengoreksi kekurangan satu atau

lebih zat gizi yang terjadi dalam suatu populasi atau kelompok populasi tertentu.

Menurut Claudio dan Lagua (1991), fortifikasi adalah penambahan satu atau lebih

zat gizi seperti vitamin, mineral, asam amino, atau konsentrat protein kedalam

makanan sehingga seperti keadaan aslinya. Contoh: penambahan vitamin A pada

margarin, vitamin D pada susu, lisin pada roti dan iod pada garam.

Fortifikasi umumnya bertujuan untuk restorasi atau mengembalikan

jumlah zat gizi tertentu dalam bahan pangan, meningkatkan intake zat gizi tertentu untuk mengatasi defisiensi zat gizi tertentu dalam populasi target. Beberapa zat

gizi yang dapat digunakan sebagai fortifikan diantaranya adalah:

1. Vitamin A

a. Sifat Kimia dan Keberadaannya dalam Bahan Pangan

Retinol (alkohol) dan retinal (aldehida) sering disebut sebagai komponen

pembentuk vitamin A. Retinal dapat diubah oleh tubuh menjadi asam retinoat

(retinoic acid). Retinol, retinal, asam retinoat, dan komponen lain yang berhubungan dikenal sebagai retinoid. Beta karoten dan karotenoid lain dapat

diubah oleh tubuh menjadi retinol atau dikenal dengan provitamin A (Gambar

2.1). Tidak semua karoten yang terserap oleh tubuh dapat diubah menjadi vitamin

A. Hanya sekitar 1/6 dari kandungan karoten yang akan dimanfaatkan oleh tubuh

[image:33.612.260.391.643.688.2]

(Winarno, 1992)

(34)

Winarno (1992), menyatakan bahwa retinol bebas umumnya ditemukan

pada bahan pangan. Bentuk penyimpanan retinol banyak ditemukan pada bahan

pangan hewani seperti susu, keju, kuning telur, hati dan berbagai ikan yang

mengandung banyak lemak merupakan sumber utama bagi retinol. Tumbuhan

mengandung karotenoid, beberapa dari karotenoid itu adalah prekursor vitamin A

(α-karoten dan β-karoten). Sayuran yang berwarna hijau dan kuning mengandung kerotenoid dalam jumlah yang sangat banyak. Sayuran hijau juga mengandung

banyak karotenoid, walaupun pigmennya tertutupi oleh pigmen zat hijau daun

(klorofil).

b. Kebutuhan, Fungsi dan Defisiensi Vitamin A

Rekomendasi RDA (Recommended Dietary Allowance) yang terbaru untuk kecukupan vitamin A adalah berdasarkan jumlah yang diperlukan oleh

tubuh untuk dapat mendukung fungsi reproduksi secara normal, fungsi imun,

ekspresi gen dan penglihatan. Tabel kecukupan vitamin A berdasarkan RDA dapat

[image:34.612.133.500.429.611.2]

dilihat pada Tabel 2.3. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan xeroftalmia, noda bitot dan xerosis.

Tabel 2.3. Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk vitamin A

Kelompok Umur Pria : (IU/hari)μg/hari Wanita : (IU/hari)μg/hari

Bayi 0-6 bulan 400 (1333 IU) 400 (1333 IU)

Bayi 7-12 bulan 500 (1667 IU) 500 (1667 IU)

Anak-anak 1-3 tahun 300 (1000 IU) 300 (1000 IU)

Anak-anak 4-8 tahun 400 (1333 IU) 400 (1333 IU)

Anak-anak 9-13 tahun 600 (2000 IU) 600 (2000 IU)

Remaja 14-18 tahun 900 (3000 IU) 700 (2333 IU)

Dewasa 19 tahun dan lebih 900 (3000 IU) 700 (2333 IU)

Hamil 18 tahun dan kurang - 750 (2500 IU)

Hamil 19- tahun dan lebih - 770 (2567 IU)

Menyusui 18 tahun dan kurang - 1,200 (4000 IU)

Menyusui 19- tahun dan lebih - 1,300 (4333 IU)

Sumber : The Linus Pauling Institute, 2005

c. Keamanan Vitamin A Selama Proses Kehamilan

Kondisi yang disebabkan oleh keracunan vitamin A disebut

hiperavitaminosis A. Hal ini disebabkan oleh kelebihan konsumsi vitamin A,

(35)

dari tubuh dengan waktu yang lambat, sehingga keracunan dapat terjadi.

Keracunan secara akut dapat terjadi dengan cara mengkonsumsi vitamin A dalam

jumlah yang banyak pada waktu yang singkat atau secara kronis jika konsumsinya

dalam jumlah yang sedikit dalam waktu yang lama.

Menurut Almatsier (2003), Keracunan vitamin A hanya bisa terjadi jika

mengkonsumsi vitamin A sebagai suplemen dalam takaran tinggi yang berlebihan.

Gejala keracunan vitamin A adalah mual, sakit kepala, lelah, rambut rontok,

pening dan kulit kering. Tanda-tanda keracunan secara kronis adalah kulit yang

kering dan gatal, kehilangan nafsu makan, sakit kepala serta sakit pada tulang dan

persendian. Hipervitaminosis A yang berat dapat menyebabkan terjadinya

kerusakan pada hati, pendarahan (hemorrhage) dan koma. Umumnya, keracunan vitamin A berhubungan dengan kosumsi vitamin A dalam waktu yang lama dan

jumlah 10 kali dari jumlah yang direkomendasikan RDA (8.000-10.000 μg/hari atau 25.000-33.000 IU/hari). The Linus Pauling Institute menujukkan batas toleransi vitamin A yang boleh dikonsumsi pada beberapa kelompok usia dalam

[image:35.612.134.417.416.539.2]

Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Batas toleransi konsumsi vitamin A (retinol)

Kelompok usia Batas dalam μg/hari (IU/hari)

Bayi 0-12 bulan 600 (2.000 IU)

Anak-anak 1-3 tahun 600 (2.000 IU)

Anak-anak 4-8 tahun 900 (3.000 IU)

Anak-anak 9-13 tahun 1.700 (5.667 IU)

Remaja 14-18 tahun 2.800 (9.333 IU)

Dewasa 19 tahun dan lebih 3.000 (10.000 IU) Sumber : The Linus Pauling Institute, 2005

Walaupun perkembangan janin membutuhkan asupan vitamin A yang

cukup, konsumsi yang berlebihan juga dapat menimbulkan cacat lahir (birth defect). Telah diteliti bahwa tidak ada peningkatan resiko untuk mengalami cacat lahir apabila konsumsi vitamin A masih dibawah 3.000 μg/hari (10.000 IU/hari).

Etretinate dan isotretinoin (accutane), turunan sintetis dari retinol adalah yang dikenal meningkatkan resiko cacat lahir dan tidak boleh dikonsumsi selama masa

(36)

2. Asam Folat

a. Sifat Kimia dan Keberadaannya dalam Bahan Pangan

Asam folat atau PteGlu adalah asam

2-amino-4-hidroksi-6-methileneminobenzoil-L-glutamat pteridin (Gambar 2.2). Asam folat berwarna

kuning dengan bobot molekul 441,4 dan mudah larut dalam air pada bentuk

[image:36.612.218.422.222.302.2]

asamnya namun sulit larut dalam alkohol (Ottaway, 1993).

Gambar 2.2. Struktur kimia asam folat

Folat banyak terdapat pada produk pangan yang mengalami proses

fermentasi. Salah satu contoh produk pangan yang mengandung banyak asam

folat adalah roti tawar. Sebagian besar asam folat pada roti tawar berasal dari

khamir. Kandungan asam folat pada roti tawar dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Kandungan asam folat pada beberapa bahan roti …

Produk B1

(ppm)

B2 (ppm)

Niasin (ppm)

As. Folat (ppm)

Wheat, whole kernel 4.8 1.4 51 0.49

Wheat flour, type 455 0.6 0.3 7 0.1

Wheat flour, type 550 1.1 0.8 5 0.2

Wheat germ 20.1 7.2 45 5.2

Wheat gluten 6.5 5.1 177 4

Yeast

a. Breaker’s yeast, pressed 14.3 23.1 174 0.102

b. Brewer’s yeast, dried 120 38 448 0.32

Sumber : Belitz dan Grosch (1999)

b. Kebutuhan, Fungsi dan Defisiensi

Brody (1991) menyatakan bahwa kebutuhan asam folat bervariasi menurut

beberapa kondisi, seperti kehamilan, masa menyusui dan masa bayi dan balita.

Kebutuhan folat selama masa kehamilan adalah 350 μg/perhari, peningkatan

[image:36.612.131.467.436.601.2]
(37)

Secara biologis folat berfungsi sebagai kofaktor dan juga sebagai akseptor

serta donor bagi satu unit karbon dalam berbagai reaksi metabolisme asam amino

dan nukleotida (Muchtadi et al., 1993). Folat diperlukan untuk produksi dan pemeliharaan sel baru. Hal ini menjadi penting tertutama pada periode

pembelahan sel yang cepat dan masa pertumbuhan seperti masa kehamilan dan

masa anak-anak. Folat diperlukan dalam pembentukan DNA dan RNA yaitu

sebagai pentransfer 1-karbon dalam pembentukan asam deoksitimidilat dan asam

deoksiuridilat. Kedua asam tersebut merupakan pra-zat dalam pembentukan timin

dan urasil (Thenawidjaja, 1982).

Kekurangan asam folat terutama menyebabkan gangguan metabolisme

DNA, akibatnya terjadi perubahan dalam morfologi inti sel terutama sel-sel yang

sangat cepat membelah seperti sel darah merah, sel darah putih serta sel-sel epitel

lambung dan usus, vagina dan serviks rahim. Keracunan asam folat jarang sekali

terjadi, dosis 5-10 mg masih dianggap aman. Dianjurkan untuk menghindari

konsumsi folat melebihi 2,5 kali AKG ibu hamil (Almatsier, 2003).

Ahli obstreti ginekologi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM),

Jakarta menyatakan bahwa setidaknya 3 dari 300 wanita hamil perminggu yang

merujuk ke RSCM memiliki janin dengan kelainan bubung syaraf/neural tube defect (NDT). Peran asam folat menjadi sangat penting bagi pasangan subur yang ingin mempunyai keturunan. Mengingat terjadinya NTD adalah pada

minggu-minggu awal kehamilan, maka konsumsi asam folat tidak hanya penting bagi yang

sudah mengandung tetapi juga bagi yang berencana mengandung. Sebaiknya

konsumsi asam folat yang cukup telah dilaksakan 3 bulan sebelum kehamilan

(QMA, 2003).

Kelainan bubung syaraf yang paling umum adalah spina bifida (penutupan tulang belakang yang tidak sempurna), anenchephaly (pertumbuhan otak yang terhambat) dan encephalocele (jaringan otak menonjol ke kulit melalui bukaan yang tidak normal pada tengkorak. Kelainan ini umumnya mulai terjadi pada 28

hari pertama kehamilan (Milunsky et al., 1989)

Asam folat mencegah 70 % kelainan bubung syaraf pada manusia, meskipun

mekanisme pencegahannya belum jelas (Northop-Clewes dan Turnham, 2002).

(38)

folat pada pembentukan homozigot (Pax3) embrio tikus yang menderita kelainan

bubung syaraf. Penggabungan [3H]timidin secara berlebihan pada percikan

embrio mengindikasikan defisiensi metabolik penyediaan folat untuk biosintetis

pirimidin. Pemberian asam folat dan timidin secara bersamaan dari luar dapat

mengoreksi kesalahan biosintesis tersebut dan mencegah kelainan bubung syaraf

pada percikan homozigot. Data-data tersebut mendukung normalisasi proses

pembentukan jaringan syaraf dengan pemberian asam folat pada manusia

(Fleming, 1998).

c. Keamanan pangan pada proses kehamilan.

Resiko keracunan asam folat sangat rendah. Tetapi beberapa kemungkinan

dapat terjadi jika asam folat dikonsumsi secara berlebihan (Hathcock,1997) yaitu,

Reaksi alergi, meskipun sangat jarang terjadi alergi folat mungkin terjadi seperti

munculnya rasa gatal pada konsumsi 800 μg. Keracunan asam folat, hal ini

mungkin terjadi meskipun beberapa studi mengindikasikan hasil yang beragam,

tetapi studi yang dapat dipercaya menunjukan bahwa konsumsi folat berlebih

tidak mempengaruhi tidur, tingkah laku, kecemasan, kemampuan, untuk

berkonsentrasi, atau fungsi pencernaan. Studi lain tidak menunjukan adanya efek

penyakit pada konsumsi 15000 μg perhari pertahun.

3. Vitamin C

a. Sifat Kimia dan Keberadaannya dalam Bahan Pangan

Dalam bahan pangan, vitamin C terdapat dalam bentuk asam

L-askorbat (L-ascorbic acid/AA) dan asam L-dehidroaskorbat (dehydro L-ascorbic acid/DHAA). Keduanya memiliki aktivitas vitamin C (Winarno, 1997). Selain itu terdapat pula asam isoaskorbat (isoascorbic acid) yang hanya memiliki 5 % aktivitas vitamin C. Total vitamin C dalam bahan pangan merupakan jumlah AA

dan DHAA (Russel, 2000).

Winarno (1992), menyebutkan bahwa buah dan sayuran merupakan

sumber utama, terutama buah-buahan segar (lebih dari 90 %) vitamin C dari

total yang dikonsumsi manusia. Buah-buahan yang memiliki rasa asam seperti

jeruk, nanas, dan jambu juga mengandung vitamin C lebih banyak dibanding

(39)

dan berries-yang lain. Beberapa rempah tropis dan sayuran daun juga mengandung vitamin C yang tinggi bahkan setelah sayuran tersebut dimasak

seperti : lada hijau, cabe, kentang, bayam, kol, brokoli dan tomat.

Russel (2000) mengemukakan bahwa vitamin C sering digunakan

sebagai indikator kerusakan atau kestabilan vitamin pada bahan pangan. Hal ini

karena vitamin C merupakan vitamin yang paling tidak stabil. AA larut baik

dalam air, asetonitril, asam asetat, etanol, dan metanol. Dalam larutan, AA dan

DHAA dapat teroksidasi karena pengaruh suhu, oksigen, ion metal, kisaran pH

basa, cahaya, dan degradasi enzim (AA oksidase). Oksidasi AA menjadi DHAA merupakan reaksi dapat balik (reversible), sedangkan oksidasi DHAA merupakan reaksi irreversible dan menghasilkan produk yang tidak aktif yaitu asam diketogulonat (2,3-diketogulonic acid).

Aplikasi vitamin C pada bahan pangan dimulai pada bir ketika tahun

1950-an, pada tahun 1954-an vitamin C digunakan sebagai pengawet daging,

sampai akhir tahun 1950-an vitamin C banyak digunakan pada tepung sebagai

improver baking qualities serta pada soft drinks. Secara kimiawi, vitamin C memiliki sifat pereduksi yang berguna sebagai senyawa antioksidan dan

stabilisator pada flour improving dan sebagai meat curing agent. Vitamin C terbukti dapat diterima dan aman.

Awal ditemukannya vitamin C bermula dari merebaknya penyakit

“skorbut” yang pada masa itu bisa diobati dengan air jeruk lemon. Selanjutnya,

zat yang terdapat pada lemon itu disebut sebagai zat anti “skorbut” yang

kemudian dikenal dengan vitamin C. Studi tentang struktur vitamin C ini dimulai

tahun 1918 di Institut Leister. Hingga kini, diketahui bahwa hanya lima spesies

hewan yang ternyata memerlukan vitamin C. Selain manusia, hewan yang

memerlukan vitamin C tersebut adalah kera, marmot (Guinea pig), kelelawar (Indian fruit bat), dan burung red-vented bulbuls (Winarno, 1992).

b. Kebutuhan, Fungsi dan Defisiensi

Recomended daily or dietary allowance (RDA) menetapkan jumlah konsumsi vitamin C perhari adalah 60-75 mg (US FDA, 1989). Dalam tubuh,

vitamin C berperan dalam pembentukan kolagen intraseluler. Kolagen

(40)

dalam, tulang, dentin, dan vascular endothelium. Ascorbic acid (AA) sangat penting peranannya dalam proses hidroksilasi asam amino prolin dan lisin

menjadi hidroksi-prolin dan hidroksi-lisin. Diperkirakan vitamin C juga berperan

dalam pembentukan hormon steroid dan kolestrol (Winarno, 1992). Vitamin C

juga ikut menjaga kesehatan pembuluh darah, gigi serta membantu

menyembuhkan luka dan jaringan yang rusak. Berkontribusi pada produksi

haemoglobin dan sel darah merah pada tulang belakang serta mencegah

penggumpalan darah. Selain itu vitamin C juga membantu menyembuhkan infeksi

saluran urin dan anemia gizi besi (Almatsier, 2003). Gejala awal kekurangan

vitamin C adalah lelah, kehilangan nafsu makan, penurunan ketahan tubuh

terhadap infeksi dan pendarahan kapiler minor. Kekurangan vitamin C dalam

waktu yang lama dapat menyebabkan struktur kolagen melemah, dan dapat

menyebabkan pendarahan lebih lanjut (Northop-Clewes dan Turnham, 2002).

Kajian toksikologi menunjukkan keamanan konsumsi vitamin C sampai 4 gram

per hari (Klaui, 1974).

4. Zat Besi (Fe)

a. Sifat Kimia dan Keberadaannya dalam Bahan Pangan

Kandungan zat besi dalam bahan pangan sangat bervariasi dan

tergantung dari jenis makanan tersebut. Beberapa macam bahan pangan yang

banyak mengandung zat besi dapat dilihat pada Tabel 2.6. Menurut Muhilal et al. (1993), bahwa jumlah zat besi yang dapat diserap sangat dipengaruhi oleh

banyaknya komponen dalam bahan makanan yang dapat menghambat atau

meningkatkan penyerapan zat besi, sehingga penyerapan zat besi dari makanan

yang dikomsumsi bervariasai 5-10%. Orang yang banyak mengkonsumsi bahan

makanan yang berasal dari hewan, tingkat penyerapan zat besinya dapat berkisar

antara 10-20%.

Salah satu cara peningkatan konsumsi zat-zat gizi adalah dengan peningkat

konsumsi zat gizi yang dapat dicapai dengan peningkatan mutu gizi pangan itu

sendiri atau sering disebut sebagai fortifikasi. Menurut Hurrel dan Cook (1990),

senyawa besi yang digunakan untuk fortifikasi dapat digolongkan menjadi empat

(41)

ammonium sitrat, feri ammonium sulfat). (2) senyawa yang sedikit larut air (fero suksinat, fero fumarat, feri sakarat). (3) senyawa yang tidak larut air dan sedikit larut dalam asam (feri ortofosfat, fero pirofosfat, besi elemental) dan (4) senyawa untuk percobaan (Na Fe-EDTA, bofina hemoglobin).

Ada dua macam komponen zat besi dalam bahan pangan yang berpengaruh

terhadap mekanisme absorpsi, yaitu zat besi heme (zat besi yang berikatan dengan

protein) dan zat besi non heme (senyawa besi non anorganik (III) yang komplek). Zat

besi heme umumnya terdapat dalam bahan pangan hewani, sedangkan zat besi non

heme biasanya berasal dari bahan pangan nabati, terutama serealia, buah-buahan dan

sayuran. Zat besi heme dapat diabsorpsi secara langsung dalam bentuk komplek besi

forfirin. Jumlah zat besi heme yang dapat diabsorpsi lebih tinggi daripada zat besi

non heme. Zat besi heme yang dapat diabsorpsi sebanyak 15-30%, sedangkan non

[image:41.612.134.345.362.546.2]

heme hanya 2-20% (Monsen, 1988)

Tabel 2.6. Kandungan Zat Besi dalam beberapa Bahan Pangan.

Bahan Pangan Kandungan Zat Besi (mg/l00g)

Hati 6.0-14.0

Daging 2.0-4.3

Ikan 0.5-1.0

Telur ayam 2.0-3.0

Kacang-kacangan 1.9-14.0

Tepung terigu 1.5-7.0

Sayuran hijau 0.4-18.0

Umbi-umbian 0.3-2.0

Buah-buahan 0.2-4.0

Beras 0.5-8.0

Sumber : Husaeni & Karyadi, 1989

b. Kebutuhan, Fungsi dan Defisiensi

Besi merupakan mineral mikro yang sebagian terletak dalam sel-sel darah

merah sebagai heme, suatu pigmen yang mengandung inti sebuah atom besi. Jumlah

besi yang dikeluarkan tubuh sekitar 1,0 mg per hari dan yang diserap hanya 10 %.

FAO/WHO menganjurkan bahwa jumlah zat besi yang harus dikonsumsi,

sebaiknya berdasarkan jumlah kehilangan besi dalam tubuh dan jumlah bahan

(42)

adalah 10 mg untuk orang dewasa per hari, atau 18 mg untuk wanita dengan usia

11-50 tahun (Winarno, 1992).

c. Keamanan pangan pada proses kehamilan

Youb (2006), menyatakan bahwa keracunan zat besi pada ibu hamil sangat

jarang terjadi. Pada masa kehamilan ibu hamil membutuh kan zat besi dalam

jumlah yang cukup banyak, pada bulan ke-8 memerlukan 15 mg/hari. Karacunan

sering terjadi pada anak-anak. Keracunan yang parah dapat mengakibatkan

kematian. Menurut Majid (2006), Zat besi sebenarnya bersifat keras, dapat

melukai lapisan perut dan usus halus sehingga dapat menyebabkan pendarahan.

Jika dikonsumsi berlebihan semua zat besi akan diserap ke dalam saluran

darah. Keberadaan zat besi yang berlebihan di dalam darah dapat merusak

organ-organ tubuh termasuk jantung, hati dan otak. Youb (2006) menjelaskan keracunan

zat besi dalam beberapa tahap. Tahap pertama, korban keracunan akan

mengalami rasa mual, muntah-muntah, diare (biasanya disertai dengan darah), dan

sakit perut. Gejala ini terjadi selama 30 menit sampai 6 jam pertama setelah

konsumsi. Tahap kedua, tanda-tanda korban mulai pulih dan tampak stabil. Hal ini

terjadi 3 atau 4 jam setelah zat besi dikomsumsi. Keadaan ini berlangsung

sementara dan mungkin akan berlanjut untuk sekitar 48 jam sebelum keadaan

korban menjadi lebih parah. Tahap ketiga, akan berlanjut pada pendarahan usus.

Korban keracunan akan tampak sangat lesu dan selanjutnya korban mungkin tidak

sadarkan diri atau berada dalam keadaan terkejut (shock). Kulit dan mata korban berubah menjadi kekuningan. Hal ini terjadi antara 12 hingga 48 jam setelah zat

besi ditelan. Tahap keempat, terjadi kerusakan pada hati (setelah 48 jam zat besi

dikonsumsi). Jika ini tidak terjadi, kemungkinan besar korban akan pulih kembali.

5. Iodium (I)

a. Sifat Kimia dan Keberadaannya dalam Bahan Pangan

Iodium merupakan bahan mineral dan termasuk unsur gizi esensial yang

diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit.lodium adalah monovalen dan

hanya diketahui terdapat pada mamalia sebagai komponen hormon-hormon dari

kelenjar tiroid. Hormon-hormon ini penting selama perkembangan embriologis,

(43)

Senyawa iodium yang dikenal dalam industri antara lain garam KI (Kalium

lodida) dan KIO3 (Kalium lodat) yang digunakan untuk fortifikasi garam dapur.

Iodium sangat dipengaruhi oleh medianya. Iodium sangat sensitif terhadap media

yangbersifat asam dan panas. Dalam media yang bersifat asam, iodium akan mudah

teroksidasi sehingga KIO3 akan terurai dan membebaskan I2 yang berupa gas ke

udara. Pada media yang panas (suhu udara >20°C) iodium akan mudah

terhidrolisis. Jadi, apabila beberapa bahan pangan sumber iodium diperlakukan

dengan dua media tersebut, maka kandungan iodium akan berkurang bahkan

dapat habis selama proses pengolahan (Trisnowo, 1992).

Menurut Trisnowo (1992), manusia tidak dapat menyediakan unsur iodium

dalam tubuhnya seperti ia membuat protein dan gula. Manusia harus mendapatkan

iodium dari luar tubuhnya (secara alamiah) melalui serapan dari bahan pangan.

Bahan makanan yang paling banyak mengandung iodium ialah seafood (rata-rata mengandung 660 μg/g bahan), produk susu dan serealia (sekitar 100 μg/g bahan), dan

buah-buahan (40 μg/g bahan).

b. Kebutuhan, Fungsi dan Defisiensi

Konsumsi iodium yang dianjurkan setiap hari berkisar 150-300 μg per

hari (DeMan, 1997). Kadar thyroxin dalam darah menjadi rendah bila tubuh kekurangan iodium. Kadar thyroxin yang rendah akan merangsang kelenjar pituitary untuk memproduksi lebih banyak hormon yang disebut TSH atau thyroid stimulating hormone. Hormon TSH ini menyebabkan kelenjar tiroid membesar karena jumlah dan ukuran sel-sel epitel membesar (Winarno, 1992).

Kekurangan iodium tidak hanya mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok

(thyroid), tapi juga dapat mengakibatkan kelainan-kelainan lain berupa gangguan fisik (pertumbuhkan terhambat, kekerdilan, bisu dan tuli), gangguan mental, dan

gangguan neuromotor (Cahyadi, 2004). Kebutuhan asupan iodium bervariasi untuk

setiap orang tergantung usia, jenis kelamin, kondisi fisiologis tubuh (hamil dan

menyusui) dan eksresi urin. Kebutuhan iodium menurut kelompok umur dapat dilihat

(44)
[image:44.612.131.342.85.254.2]

Tabel 2.7. Kebutuhan lodium Menurut Kelompok umur

Kelompok Umur Kebutuhan

iodium (μg/hari)

0 - 6 b u l a n 50

7 - 1 2 b u l a n 70

1 - 3 tahun 70

4 - 6 t a h u n 100

7 - 9 tahun 120

1 0 - dewasa 150

Hamil 175

Menyusui 200

Sumber : Muhilal et al., 1993

c. Keamanan mengkonsumsi Iod

Iodium (I), jika dikonsumsi berlebihan maka akan menyebabkan gangguan

pada kesehatan. Gangguan akibat konsumsi iod berlebih terjadi secara akut dan

kronis atau sub kronis, gangguan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.8

(Sutanegara, 2004).

Tabel 2.8. Beberapa gangguan kesehatan yang disebabkan oleh keracunan Iodium.

No Akut Kronis atau sub kronis

1 Gangguan saluran cerna (GI tract) misalnya muntah dan diarhea

Iod Goitre syndrome

2 Asidosis metabolik Autoimmune thyroiditis

3 Kejang kejang Hipotiroidisme (tanpa atau

dengan goitre) 4 Gangguan kesadaran (stupor, delirium,

collapse)

Hipertiroidisme (iodine induced thyrotoxicosis)

5 Reaksi sensitifitas misalnya : iodine mumps, iododerma, demam (iodide fever)

Keganasan (thyroid malignancy)

Sumber : Sutanegara, 2004

Sutanegara (2004), juga menyebutkan bahwa kadar ambang batas

thyrotoxicosis (Iodine induced thyrotoxicosis) tidak dapat dipastikan karena terbatasnya data-data pendukung, namun yang dianggap grup rawan adalah

kejadian pada bayi atau neonatus akibat sang ibu mengkonsumsi iodium berlebih,

dan berakibat timbulnya goiter serta hipotiroid pada bayi. Wolff (1969) di dalam

sutanegara (2004), menyimpulkan bahwa goiter disebabkan oleh pemakaian

[image:44.612.134.515.402.545.2]
(45)

yaitu 5 th pada kebanyakan kasus, meskipun ada pula beberapa kasus yang terjadi

dalam kurun waktu < 6 bulan.

6. Seng (Zn)

a. Sifat Kimia dan Keberadaannya dalam Bahan Pangan

Dalam tubuh manusia dewasa terdapat sekitar 1,5-2,5 gram seng (Zn)

hampir sama dengan jumlah besi dalam tubuh. Sebagian besar Zn yang diserap

usus ditemukan pada jaringan intraselular terutama otot, tulang, hati dan organ

lain (Jackson, 1959). Perputaran (siklus) Zn dalam tubuh terjadi dengan lambat

dan tidak cukup tersedia untuk metabolisme selanjutnya, hanya sekitar 10% Zn

yang dapat digunakan kembali untuk mempertahankan fungsi-fungsi metabolisme

yang proses kerjanya tergantung pada Zn (Reily, 2002).

Produk hewani seperti daging, hati dan beberapa organ lain mengandung

banyak Zn, begitu juga dengan produk hasil laut. Sumber Zn yang lain adalah

biji-bijian dan kacang-kacangan.

b. Kebutuhan, Fungsi dan Defisiensi

Jumlah asupan gizi seng (Zn) yang direkomendasikan oleh RDA adalah

rata-rata

Gambar

Gambar  Halaman
Tabel 2.1. Standar bihun menurut SNI 01-2975-1992
Tabel 2.2. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per orang per hari untuk wanita berumur 25-50 tahun
Gambar 2.1. Struktur kimia retinol
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun strategi intervensi gizi pada ibu hamil mengacu pada penyediaan makanan yang berupa penambahan energi yaitu pemberian makanan tambahan (PMT), konseling/edukasi gizi,

Monitoring evaluasi bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kemajuan status gizi ibu hamil KEK dalam melaksanakan pemberian makan ibu hamil dengan indikator yang