• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4 Kadar Air

Kadar air kayu menunjukan banyaknya air yang terdapat pada kayu yang biasanya dinyatakan dalam persen terhadap berat kayu kering tanur atau berat kayu yang sudah bebas air. Perhitungan kadar air pada bahan organik mati dilakukan pada nekromassa dan serasah. Kadar air untuk kayu nekromassa/pohon diambil dari 7 jenis nekromassa dominan yang mewakili pada semua kondisi hutan gambut (primary forest, LOA, secondary forest, dan degraded forest) berdasarkan tingkat dekomposisi. Sedangkan perhitungan kadar air untuk serasah dilakukan berdasarkan tingkat dekomposisi yang mewakili 4 Ha (4 plot dengan ukuran 100 m x 100 m) dari semua kondisi hutan gambut. Perhitungan kadar air ini digunakan untuk mengetahui besarnya kandungan kadar air per komponen dari bahan organik mati (nekromassa dan serasah) berdasarkan pada tingkat dekomposisinya.

5.4.1 Kadar Air Nekromasa

Hasil perhitungan kadar air untuk 7 jenis nekromasa/pohon mati dominan dari semua kondisi hutan berdasarkan tingkat dekomposisi (tidak lapuk, setengah lapuk, dan lapuk) disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Rata-rata kadar air dari 7 nekromassa dominan hutan gambut

No Nama Jenis

Rata-rata Kadar Air (%) Tidak Lapuk Setengah Lapuk Lapuk Rata-rata 1 Meranti (Shorea sp.) 94.90 104.56 248.27 149.24 2 Medang (Cinnamomum sp.) 77.35 233.16 160.80 157.10

3 Milas (Parastemon urophyllum) 26.96 128.12 236.00 130.36

4 Balam (Palaquium spp.) 81.47 134.15 250.51 155.38

5 Kelat (Cryptocarya sp.) 66.87 90.58 155.83 104.43

6 Timah-timah (Llex cymosa) 49.66 28.43 139.90 72.66

7 Suntai (Palaquium walsurifolium) 95.46 129.29 86.93 103.90 Rata-rata KA nekromasa (%) 70.38 121.18 182.61 124.72

Berdasarkan Tabel 18 terdapat keragaman kadar air yang bervariasi antara setiap tingkat dekomposisi kayu nekromasa. Keragaman kadar air dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama jenis pohon, kondisi hutan atau kondisi di lapangan tempat ditemukannya nekromassa, iklim dan cuaca. Pada jenis Medang dan Suntai nilai rata-rata kadar air untuk dekomposisi setengah lapuk lebih besar dibandingkan dengan rata-rata kadar air pada dekomposisi lapuk. Hal tersebut dikarenakan dari setiap pengulangan sampel berdasarkan tingkat dekomposisi (tidak lapuk, setengah lapuk, dan lapuk), kondisi lapangan pada saat ditemukan nekromassa jenis Suntai dalam kondisi tergenang air sehingga sampel yang diambil dalam keadaan basah karena banyak mengandung air. Sama halnya dengan jenis Timah-timah yang memiliki nilai rata-rata kadar air setengah lapuk lebih rendah dibanding dengan rata-rata kadar air pada dekomposisi tidak lapuk.

Dilihat dari nilai rata-rata kadar air setiap jenis nekromasa dominan, sebagian besar tingkat dekomposisi lapuk memiliki nilai rata-rata kadar air paling tinggi dibanding dengan dekomposisi setengah lapuk dan tidak lapuk. Hal tersebut dikarenakan tingkat dekomposisi kayu lapuk mengalami proses pelapukan yang paling lama dan telah mengalami perubahan iklim dan cuaca selama proses pelapukan tersebut sehingga banyak terdapat mikroba pelapuk kayu yang membuat kayu semakin lapuk, hancur, dan cenderung jenuh air. Rata-rata kadar air untuk setiap jenis nekromasa yaitu jenis Medang memiliki nilai tertinggi sebesar 157.10% sedangkan terendah terdapat pada jenis Timah-timah sebesar 72.66%. Perbedaan tersebut dikarenakan pada saat pengambilan sampel di

lapangan, kayu Medang lebih banyak mengandung air dikarenakan kayunya yang ringan dan pori-pori kayu yang lebih besar dibandingkan dengan Timah-timah.

5.4.2 Kadar Air Serasah

Hasil perhitungan kadar air serasah (serasah kasar dan halus) dari setiap kondisi hutan gambut disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19 Rata-rata kadar air serasah berdasarkan tingkat dekomposisi dari setiap kondisi hutan gambut

No Kondisi Hutan Rata-rata Kadar Air (%) Rata-rata (%) Serasah Kasar Serasah Halus

1 Primary forest 16.44 16.38 16.41

2 LOA 14.85 10.71 12.78

3 Secondary forest 15.83 13.02 14.43

4 Degradded forest 15.19 12.32 13.75

Rata-rata KA (%) 15.58 13.11 14.34

Berdasarkan data pada Tabel 19 dapat diketahui nilai rata-rata kadar air serasah berdasarkan tingkat dekomposisinya (kasar dan halus) dari berbagai kondisi hutan gambut. kadar air tertinggi serasah kasar dan halus terdapat pada primary forest sedangkan rata-rata kadar air serasah kasar dan halus terendah terdapat pada logged over area. Secara keseluruhan, nilai rata-rata kadar air serasah dari semua kondisi hutan adalah 14.34 %

Nilai tersebut menunjukkan bahwa rata-rata kadar air serasah kasar lebih besar dibandingkan dengan serasah halus. Hal tersebut dikarenakan bahwa pada serasah kasar banyak terdapat daun-daun, ranting, dan kulit pohon yang masih segar, misalnya pada daun yang memiliki rongga sel yang diisi oleh air dan unsur hara mineral karena merupakan tempat berlangsungnya fotosintesis.

Perbedaan kondisi hutan juga mempengaruhi kandungan kadar air serasah, dimana pada primary forest nilai rata-rata kadar air serasah paling tinggi dibandingkan dengan kondisi hutan lainnya. Hal tersebut dikarenakan kondisi lantai hutan yang basah bahkan terkadang sampai tergenang air sehingga menyebabkan serasah yang ada berwujud dalam kondisi lembab sampai basah. Sedangkan pada logged over area, serasah yang berada pada lantai hutan dalam kondisi kering karena arealnya sudah terbuka akibat kegiatan pemanenan hutan.

5.5 Berat Jenis Nekromasa

Berat jenis kayu merupakan salah satu sifat penting yang harus diperhatikan karena dapat digunakan untuk menduga sifat-sifat kayu lainnya. Umumnya berat jenis kayu dapat ditentukan berdasarkan berat kayu kering tanur dan volume kayu dalam keadaan basah/kering udara terhadap kerapatan air. Hasil pengukuran rata-rata berat jenis kayu nekromassa dari 7 jenis dominan hutan gambut berdasarkan tingkat dekomposisi disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20 Rata-rata berat jenis kayu nekromassa dominan hutan gambut berdasarkan tingkat dekomposisi

No Nama Jenis

Rata-rata Berat Jenis Tidak Lapuk Setengah Lapuk Lapuk Rata-rata 1 Meranti (Shorea sp.) 0.59 0.54 0.17 0.43 2 Medang (Cinnamomum sp.) 0.44 0.31 0.29 0.34

3 Milas (Parastemon urophyllum) 0.91 0.46 0.33 0.57

4 Balam (Palaquium spp.) 0.59 0.36 0.32 0.43

5 Kelat (Cryptocarya sp.) 0.64 0.36 0.35 0.45

6 Timah-timah (Llex cymosa) 0.88 0.80 0.37 0.68

7 Suntai (Palaquium walsurifolium) 0.57 0.37 0.33 0.42

Rata-rata Berat Jenis 0.66 0.46 0.31 0.47

Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa berat jenis kayu nekromasa bebeda-beda dari setiap dekomposisinya, berat kayu berbanding lurus dengan berat jenis kayu. Selain itu, berat jenis sangat erat kaitannya dengan kekuatan kayu. Semakin besar berat jenis kayu maka semakin kuat kayu tersebut. Berat jenis kayu dapat ditentukan oleh dinding sel dan kecilnya rongga sel yang membentuk pori-pori kayu. Berat suatu kayu tergantung dari jumlah zat kayu, rongga sel, kadar air dan zat ekstraktif didalamnya.

Berat jenis kayu dari 7 jenis nekromasa dominan hutan gambut untuk tingkat dekomposisi tidak lapuk berkisar antara 0.44–0.91, sedangkan pada dekomposisi setengah lapuk berkisar antara 0.31–0.80, dan pada dekomposisi lapuk berkisar antara 0.17–0.37. Berdasarkan hasil penelitian Perdhana (2009) rata-rata berat jenis kayu pada batang pohon yang masih segar yaitu untuk kayu Meranti sebesar 0.58, Medang sebesar 0.81, Milas sebesar 0.96, dan Balam sebesar 0.58. Nilai tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian ini untuk nekromasa pada tingkat dekomposisi tidak lapuk (masih segar) kecuali pada jenis

Medang dengan nilai berat jenis 0.44. Menurut Sosef et al (1998) dalam Heriyanto et al (2011) kayu Medang terdiri dari beberapa jenis salah satunya Medang Keladi yang memiliki berat jenis pada kisaran 0.355–0.435. Selain itu, pengambilan sampel di lapangan terdiri dari 3 kali ulangan dari jenis Medang yang berbeda, maka nilai berat jenisnya hasil dari rata-rata dari 3 sampel tersebut. Hal ini yang membedakan dengan penelitian Perdhana (2009) yang hanya dari satu jenis Medang.

Pada penelitian Perdhana (2009), sampel pohon yang diambil berasal dari pohon yang baru ditebang sehingga kayunya masih dalam kondisi segar. Pohon mati yang telah mengalami proses pelapukan akan memiliki nilai berat jenis yang lebih rendah dibanding dengan berat jenis kayu yang baru ditebang karena bahan-bahan kimia (zat ekstraktif) yang terdapat dalam kayu sudah banyak yang hilang oleh perubahan iklim dan serangan jamur pembusuk.

Pada penelitian ini, nilai tertinggi berat jenis kayu nekromassa terdapat pada jenis Milas dengan tingkat dekomposisi tidak lapuk sebesar 0.91, sedangkan nilai terendah terdapat pada jenis Medang dengan dekomposisi tidak lapuk dan setengah lapuk yaitu sebesar 0.44 dan 0.31. Timah-timah memiliki nilai rata-rata berat jenis tertinggi pada dekomposisi setengah lapuk (0.80) dan lapuk (0.37), sedangkan nilai terendah terdapat pada jenis Meranti yaitu sebesar 0.17. Milas dan Timah-timah memiliki rata-rata berat jenis yang tinggi dikarenakan memiliki kayu yang kuat dan padat/berat. Secara keseluruhan dekomposisi tidak lapuk memiliki rata-rata berat jenis paling tinggi yaitu sebesar 0.66 dibandingkan setengah lapuk sebesar 0.46 dan lapuk sebesar 0.31. Perbandingan nilai berat jenis nekromasa berdasarkan tingkat dekomposisi dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Histogram nilai rata-rata berat jenis dari 7 kayu nekromassa dominan hutan gambut berdasarkan tingkat dekomposisi.

Berdasarkan Gambar 12 dapat dilihat bahwa rata-rata berat jenis nekromasa secara keseluruhan adalah 0.47. Nilai ini sesuai dengan pernyataan Hairiah dan Rahayu (2007), dimana berat jenis untuk nekromasa sekitar 0.4, namun dapat juga bervariasi tergantung pada kondisi pelapukannya. Semakin lanjut tingkat pelapukannya, maka berat jenis semakin rendah. Tingkat dekomposisi tidak lapuk memiliki nilai rata-rata berat jenis tertinggi dibandingkan dengan tingkat dekomposisi setengah lapuk dan lapuk. Selain dipengaruhi oleh faktor pelapukan, rata-rata berat jenis kayu nekromassa juga dipengaruhi oleh berat ringannya jenis kayu, dimana semakin tinggi nilai berat jenis kayu maka semakin kuat dan berat pula kayu tersebut.