• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan organik mati mencakup kayu mati yang masih tegak / berdiri, kayu mati yang sudah tumbang, tunggul atau tunggak (nekromassa) dan serasah. Kayu mati yang masih berdiri diperlakukan seperti pohon hidup dengan memperhatikan tingkat dekomposisinya. Kayu mati dengan diameter •10 cm diambil sampelnya

dengan metode pemanenan kuadrat seperti halnya pohon. Sedangkan untuk serasah dan kayu mati dengan diameter <10 cm dilakukan pengumpulan sample dengan metode pemanenan kuadrat. Berikut adalah tabel tingkat dekomposisi untuk kayu mati tumbang atau roboh.

Tabel 3 Kelas dekomposisi kayu mati tumbang dan ciri-ciri pengenalnya

Kelas Dekomp osisi Struktur Tekstur Bagian yang Membusuk Warna kayu Akar yang menginvasi Cabang dan ranting 1 Segar, baru tumbang, kayu bulat utuh. Utuh, tidak membusuk Warna asli

Tidak ada Cabang ada, ranting masih menyatu dan mempunyai kulit yang kencang

2 Segar Nyaris utuh,

lunak atau hampir membusuk tetapi tidak bisa dilepas-kan dengan tangan

Warna asli

Tidak ada Cabang ada, bebrapa ranting terlepas, yang masih ada mempunyai kulit yang terlepas 3 kayu bagian dalam segar, potongan dapat menahan beratnya sendiri Keras, potongan berukuran besar, bagian luar kayu dapat dilepas dengan tangan atau tidak ada

Coklat kemerah an atau warna asli Hanya pada kayu bagian luar Cabang yang ada tidak bias dilepas dengan tangan 4 Bagian dalam kayu membusuk, potongan tidak bisa menahan beratnya sendiri tetapi bisa mem-pertahankan bentuknya Lunak,potongan kecil, paku logam dapat di tekan dengan tangan hingga bagian tengah kayu Kemera han atau coklat muda Hampir ke-seluruhan Cabang yang masih ada bisa di lepas dengan tangan

5 Tidak ada,

potongan tidak lagi dapat mem-pertahankan bentuknya, tersebar di tanah Lunak, berupa serbuk ketika kering Merah coklat sampai coklat tua Hampir ke-seluruhan Cabang yang masih ada umumnya sudah membusuk

Kayu Mati merupakan semua biomasa kayu mati, baik yang masih tegak (mati berdiri dan tunggak), rebah maupun di dalam tanah dengan diameter lebih ≥10 cm. Pohon mati berdiri adalah pohon berkayu yang mempunyai batang jelas, berdiri di atas tanah dengan tinggi minimal 5 meter. Tunggak adalah bagian pangkal batang yang ditinggalkan setelah penebangan. Tinggi tunggak pada pohon-pohon rimba sekitar 60-80 cm terkadang karena kondisi lapangan, tinggi tunggak bisa sekitar 40 cm bahkan ada yang mencapai 1 m atau lebih.

Dalam garis besar kerusakan kayu yang timbul pada nekromassa disebabkan oleh 3 hal antara lain akibat penyusutan kayu, serangan jamur pembusuk, dan bahan kimia di dalam kayu (zat ekstraktif). Sedangkan faktor pelapukan yang berperan pada perubahan yang terjadi di permukaan kayu nekromassa yaitu radiasi sinar matahari (ultra violet, sinar tampak, dan infra merah), air (embun, hujan, salju, dan kelembaban), suhu, dan oksigen. Secara alami tanaman memiliki waktu pelapukan yang lambat, misalnya untuk non legum membutuhkan waktu lebih dari 24 bulan (2 tahun), sementara untuk tanaman legum adalah 12 bulan (Santoso 2011).

Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di atas permukaan tanah, serasah juga dikenal dengan istilah nekromasa tak berkayu yang dibedakan menjadi serasah kasar dan serasah halus. Serasah kasar mencakup ranting-ranting dan dedaunan yang masih utuh yang tergeletak di permukaan tanah, sedangkan serasah halus berupa bahan organik lainnya yang telah terdekomposisi sebagian dan berukuran lebih dari 2 mm. Sedangkan produksi serasah adalah berat dari seluruh bagian material yang mati yang diendapkan di permukaan tanah pada suatu waktu.

Serasah didefinisikan sebagai tumpukan dedaunan kering, rerantingan, dan berbagai sisa vegetasi lainnya di atas lantai hutan atau kebun. Serasah yang telah membusuk (mengalami dekomposisi) berubah menjadi humus (bunga tanah), dan akhirnya menjadi tanah. Kayu mati yang ukurannya >2 mm dan diameternya <10 cm dikategorikan sebagai serasah. Serasah umumnya diestimasi biomassanya dengan metode pemanenan/pengumpulan. Serasah bisa saja dipilahkan lagi menjadi lapisan atas dan bawah. Lapisan atas disebut serasah yang merupakan lapisan di lantai hutan yang terdiri dari guguran daun segar, ranting, serpihan kulit

kayu, lumut dan lumut kerak mati, dan bagian-bagian buah dan bunga. Lapisan dibawah serasah disebut dengan humus yang terdiri dari serasah yang sudah terdekomposisi dengan baik (Sutaryo 2009).

Menurut Sunarto (2003) dekomposisi dapat didefinisikan sebagai penghancuran bahan organik mati secara gradual yang dilakukan oleh agen biologi maupun fisika yang dipandang sebagai reduksi komponen-komponen organik menjadi berat molekul yang lebih rendah melalui mekanisme enzimatik. Dekomposer mengeluarkan enzim protease, selulase, ligninase yang menghancurkan molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati.

Menurut Nybakken (1993) terdapat tiga tahap proses dekomposisi serasah yaitu (1) proses leaching merupakan mekanisme hilangnya bahan-bahan yang terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau aliran air, (2) penghawaan (wathering) merupakan mekanisme pelapukan oleh faktor-faktor fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air dan (3) aktivitas biologi yang menghasilkan pecahan-pecahan organik oleh makhluk hidup yang melakukan proses dekomposisi. Laju dekomposisi serasah dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, dan komposisi bahan kimia, baik pada serasah maupun lingkungan.

Kecepatan dekomposisi serasah daun hingga dapat menyatu ke dalam tanah juga tergantung pada faktor fisik dan jenis tumbuhan itu sendiri. Pada komunitas tumbuhan tertentu, produksi serasah akan tinggi sedangkan kecepatan pelapukan serasah akan berlangsung lambat. Dalam hal ini, serasah dapat terakumulasi pada permukaan tanah sampai kedalaman beberapa centimeter (Dix and Webster 1995).

Kualitas serasah ditentukan dengan melihat morfologinya terutama yang berasal dari daun yang gugur untuk mengasumsikan kecepatan dekomposisinya. Kecepatan pelapukan daun ditentukan oleh warna, sifatnya ketika diremas dan kelenturannya. Warna daun kering coklat, daun tetap lemas bila diremas, bila dikibaskan daun tetap lentur berarti daun tersebut cepat lapuk. Apabila warna daun kering kehitaman, bila diremas pecah dengan sisi-sisi yang tajam dan bila dikibaskan kaku maka daun tersebut lambat lapuk. Kualitas serasah yang beragam akan menentukan tingkat penutupan permukaan tanah oleh serasah. Kualitas

serasah berkaitan dengan kecepatan pelapukan serasah (dekomposisi). Semakin lambat proses pelapukan maka keberadaan serasah di permukaan tanah menjadi lebih lama.

Setiadi (1989) menyatakan bahwa proses dekomposisi organik di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Adanya variasi produksi serasah antara lain dipengaruhi oleh kerapatan tajuk dan persaingan dalam mendapatkan cahaya. Peningkatan suhu tanah dapat merangsang kegiatan metabolisme dekomposer untuk mempercepat laju proses mineralisasi (perombakan bahan organik menjadi CO2).

Perbandingan potensi karbon tersimpan pada bahan organik mati (nekromasa dan serasah) dengan penelitian lain pada tipe hutan dan lokasi berbeda yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Perbandingan potensi karbon bahan organik mati pada berbagai tipe hutan

No Tipe Hutan Potensi Karbon (tonC/ha) Peneliti

Nekromasa Serasah 1 Hutan Kerangas Lahan Gambut,

Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat

- 2.77

Onrizal (2004) 2 Hutan Rakyat Agroforestri, Ciamis

Jawa Barat (pada umur rata-rata tegakan 1 - 12 tahun)

1.15 4.84

Yudhistira (2006)

3 Hutan Alam, Papua

Maulana (2009) a. Hutan Pegunungan Rapat 19.29 1.65

b. Hutan Pegunungan Sedang 12.87 2.11 c. Hutan Perbukitan Rapat 15.01 1.98 d. Hutan Perbukitan Sedang 14.68 2.45 e. Hutan Dataran Rendah Rapat 14.81 3.02 f. Hutan Dataran Rendah Sedang 9.2 1.87

g. Hutan Rawa Rapat 17.43 1.86

h. Hutan Rawa Sedang 14.52 1.8

i. Non-Hutan (Kelapa Sawit) 0 1.41

4 Hutan Gambut Merang Bekas

Terbakar, Sumatra Selatan 12.90 1.80

Widyasari (2010) 5 Hutan Tanaman Kayu Serat Lahan

Gambut, PT RAPP Riau

Yuniawati (2011)

a. KU 0 14.68 0.32

b. KU 5 - 2.72

19

BAB III

METODOLOGI