• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Kadar Testosteron Plasma Mencit

Dari hasil kadar testosteron plasma mencit jantan yang dilakukan diperoleh data dapat dilihat pada Tabel (Lampiran D, hal. 53). Sehingga dapat diperjelas dalam bentuk grafik hubungan antara kadar testosteron plasma dengan waktu pemberian kombinasi Testosteron Undekanoat (TU) dan ekstrak air biji blustru seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Dari hasil pengamatan kadar testosteron plasma mencit kontrol berbeda nyata (p<0,05) lebih tinggi daripada kadar testosteron plasma mencit perlakuan setelah pemberian kombinasi Testosteron Undekanoat (TU) dan ekstrak biji blustru dengan lama pemberian kombinasi minggu ke-6 dan minggu ke-24. Sedangkan pada minggu ke-12 dan minggu ke-18 terlihat adanya perbedaan yang sangat nyata (p<0,01) lebih tinggi kadar testosteron plasma mencit kontrol daripada kadar testosteron plasma mencit perlakuan. Menurut Jarow et al, (2001) dalam Julahir (2009) bahwa testosteron dalam tubuh terbagi dua yakni testosteron plasma/serum dan testosteron intra-testikular, dan yang mempengaruhi spermatogenesis adalah testosteron intra-testikular.

.

Gambar 4.2 Kadar Testosteron Serum/Plasma Mencit Antara Kontrol dan Perlakuan di Setiap Minggu Perlakuan. Huruf yang sama pada grafik berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Kontrol vs perlakuan (tn= p>0,05;

*

= p<0,05; **= p<0,01).

Dari Gambar 4.2 di atas, terlihat bahwa adanya pengaruh pemberian kombinasi TU dan ekstrak biji blustru. Dengan lamanya waktu pemberian kombinasi TU dan ekstrak biji blustru menurunkan kadar testosteron plasma diawali lama pemberian kombinasi minggu ke-6 (K1P1) sampai minggu ke-18 (K3P3). Penurunan kadar testosteron plasma dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan mengalami peningkatan kadar testosteron plasma pada minggu ke-24 (K4P4). Data pengamatan kadar testosteron plasma mencit dapat dilihat pada Lampiran D. Hasil pengamatan kadar testosteron plasma mencit setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians menunjukkan bahwa data degenerasi tidak berdistribusi normal (P<0,05) dan tidak bervarians homogen (p<0,05). Selanjutnya data tersebut ditransformasi dengan X=√y. Uji normalitas

terhadap kadar testosteron plasma yang telah ditransformasi tetap berdistribusi tidak normal (p<0,05). Untuk itu dilanjutkan dengan uji nonparametrik Mann-Whitney dan Wilcoxon. Dari hasil tersebut kelompok perlakuan memberikan pengaruh yang lebih bermakna (p<0,01). Dimana kadar testosteron plasma mencit perlakuan minggu ke-0 (P0) berbeda sangat nyata lebih tinggi terhadap kadar testosteron plasma mencit perlakuan minggu ke-12 (P2), mencit perlakuan minggu ke-18 (P3) dan perlakuan minggu ke-24 (P4). Kadar testosteron mencit perlakuan minggu ke-6 (P1) berbeda sangat nyata lebih tinggi kadar testosteron plasma mencit minggu ke-18 (P3) dan berbeda sangat nyata lebih rendah kadar testosteron plasma mencit perlakuan minggu

a ab bc c d

**

** *

tn

*

ke-24 (P4), kadar testosteron plasma mencit perlakuan minggu ke-12 (P2) berbeda sangat nyata lebih rendah terhadap kadar testosteron plasma mencit perlakuan minggu ke-24 (P4) dan kadar testosteron plasma mencit perlakuan minggu ke-18 (P3) berbeda nyata rendah terhadap kadar testosteron plasma mencit perlakuan minggu ke-24 (P4). Dengan kata lain lama waktu pemberian kombinasi TU dan ekstrak air biji blustru memberikan pengaruh terhadap kadar testosteron plasma. Hasil uji statistik juga memperlihatkan bahwa kadar testosteron plasma mencit kontrol minggu ke-0 (K0) tidak berbeda kadar testosteron plasma mencit perlakuan minggu ke-0 (P0), kadar testosteron plasma mencit kontrol minggu ke-6 (K1) berbeda nyata lebih tinggi terhadap kadar testosteron mencit perlakuan minggu ke-6 (P1), kadar testosteron plasma mencit kontrol minggu ke-12 (K2) berbeda sangat nyata lebih tinggi terhadap kadar testosteron plasma mencit perlakuan minggu ke-12 (P2), kadar testosteron plasma mencit kontrol minggu ke-18 (K3) berbeda sangat nyata lebih tinggi terhadap kadar testosteron plasma mencit perlakuan minggu ke-18 (P3) dan kadar testosteron plasma mencit kontrol minggu ke-24 (K4) berbeda nyata lebih tinggi terhadap kadar testosteron plasma mencit perlakuan minggu ke-24 (P4). Hubungan lama pemberian kombinasi TU dan ekstrak air biji blustru terhadap kadar testosteron plasma mencit dapat dilihat pada Gambar 4.2. Pemberian kombinasi TU dan ekstrak air biji blustru yang terus-menerus dapat menyebabkan penurunan kadar testosteron plasma mencit. Menurut Ilyas (2008), bahwa konsentrasi testosteron serum stabil dalam rentang fisiologi minggu pertama setelah pemberian pertama kali. Kadar testosteron melebihi rentang fisiologis dari testosteron enantat dan sipionat. Rentang fisologi dari TU dapat mencapai 12 minggu setelah injeksi. Pola metabolisme TU mengikuti pola testosteron yang menghasilkan dihidrotestosteron (DHT) dan estradiol. Pemberian TU dapat meningkatkan konsentrasi testosteron plasma dan menurunkan konsentrasi gonadotropin. Injeksi kombinasi tersebut terlihat lebih toleran, namun injeksinya masih terlalu sering terasa jika pemakaian dalam waktu yang cukup lama.

Terjadinya penurunan kadar homon testosteron diduga dipicu oleh pengaruh TU yang dapat menekan hormon FSH dan LH, sehingga berimplikasi terhadap penekanan fungsi testis dalam memproduksi testosteron. Menurut Paulsen (1990), progestin dapat menekan sekresi gonadotropin yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior. Hormon LH bekerja menginduksi sel Leydig untuk memproduksi testosteron, sedangkan FSH diperlukan untuk mengontrol fungsi

sel Sertoli guna memproduksi zat-zat makanan yang diperlukan untuk perkembangan normal sel-sel germinal selama proses spermatogenesis. Menurut Wu et al, (1988), baik FSH, LH, maupun testosteron ketiganya diperlukan untuk mempertahankan dan memelihara

spermatogenesis.Selama proses spermatogenesis, hormon FSH dan testosteron intra-testikuler yang secara sinergis diperlukan untuk proliferasi dan diferensiasi sel-sel germinal sampai terbentuk spermatozoa yang fungsional. Menurut Reddy (2000), bahwa spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa yang dimulai dari spermatogonia, spermatosit, spermatid dan spermatozoa. Pada perkembangan sel germinal ini dibutuhkan beberapa hormon penunjang diantaranya testosteron dan hormon gonadotropin (LH dan FSH).

Pada Gambar 4.2 dapat dilihat terjadinya peningkatan kadar testosteron plasma mencit lama pemberian kombinasi minggu ke-24 (P4). Dengan adanya perbedaan sangat nyata kadar testosteron plasma mencit pada minggu ke 24 dan kadar testosteron plasma mencit minggu ke-18 (Gambar 4.2). maka dapat dikatakan minggu ke-24 merupakan masa pemulihan. Hal ini mungkin disebabkan pada minggu ke-24 mencit perlakuan tidak diberi kombinasi ekstrak biji blustru dan TU. Pada studi Kamischke and Nieschlag (2004) dalam Ilyas (2008), terbukti bahwa kontrasepsi hormonal pria selalu akan memulihkan spermatogenesis setelah penghentian pemberian hormon.

4. 3 Penentuan Jumlah Spermatozoa (Kuantitas)

Dari hasil jumlah spermatozoa mencit jantan yang dilakukan diperoleh data yang dapat dilihat pada tabel jumlah spermatozoa mencit (Lampiran E, hal. 57). Sehingga dapat diperjelas dalam bentuk grafik hubungan antara jumlah spermatozoa dengan waktu pemberian kombinasi Testosteron Undekanoat (TU) dan ekstrak air biji blustru seperti ditunjukkan pada Gambar 4.3.

Dari Gambar 4.3, terlihat bahwa adanya pengaruh pemberian kombinasi TU dan ekstrak biji blustru. Dengan lamanya waktu pemberian kombinasi TU dan ekstrak biji blustru mampu menurunkan jumlah spermatozoa mencit secara nyata (P<0,05) pada minggu ke-18 (K3P3) dan minggu ke-24 (K4P4). Penurunan jumlah spermatozoa dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan tidak mengalami peningkatan spermatozoa mencit sampai minggu ke-24 (K4P4).

Data pengamatan jumlah spermatozoa mencit dapat dilihat pada Lampiran E. Hasil pengamatan jumlah spermatozoa mencit setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians menunjukkan bahwa data degenerasi tidak berdistribusi normal (P<0,05) dan tidak bervarians homogen (p<0,05). Selanjutnya data tersebut ditransformasi dengan X=1/y. Uji normalitas terhadap jumlah spermatozoa mencit yang telah ditransformasi tetap berdistribusi tidak normal (p<0,05). Untuk itu dilanjutkan dengan uji nonparametrik Mann-Whitney dan Wilcoxon.

Gambar 4.3 Jumlah Spermatozoa Mencit Antara Kontrol dan Perlakuan di Setiap Minggu Perlakuan. Huruf yang sama pada grafik berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Kontrol vs perlakuan (tn= p>0,05;

*

= p<0,05; **= p<0,01).

Hasil uji statistik bahwa adanya pengaruh yang bermakna (p<0,05) dan pengaruh lebih bermakna (p<0,01) yakni penurunan jumlah spermatozoa antar perlakuan tiap lama pemberian kombinasi. Dimana jumlah spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-0 (P0) berbeda sangat nyata lebih tinggi terhadap jumlah spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-6 (P1), jumlah spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-18 (P3) dan jumlah spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-24 (P4). Jumlah spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-6 (P1) berbeda sangat nyata lebih tinggi jumlah spermatozoanya terhadap jumlah spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-18 (P3) dan jumlah spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-24 (P4), jumlah spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-12 (P2) berbeda sangat nyata lebih tinggi dari jumlah spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-18 dan minggu ke-24 (P3 dan P4) dan

a b ab c

**

tn tn tn

*

c

jumlah spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-18 (P3) tidak memiliki berbeda nyata terhadap jumlah spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-24 (P4).

Sehingga lama waktu pemberian kombinasi TU dan ekstrak air biji blustru memberikan pengaruh terhadap jumlah spermatozoa mencit. Hasil uji statistik juga memperlihatkan jumlah spermatozoa mencit kontrol minggu ke-0, minggu ke-6 dan minggu ke-12 (K0, K1, K2) tidak berbeda jumlah spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-0 (P0), jumlah spermatozoa mencit kontrol minggu ke-6 (K1) tidak berbeda dengan jumlah spermatozoa mencit perlakuan (P1), begitu juga jumlah spermatozoa mencit kontrol minggu ke-12 (K2) tidak berbeda jumlah spermatozoa dengan jumlah spermatozoa perlakuan (P2). Sedangkan jumlah spermatozoa mencit kontrol minggu ke-18 (K3) berbeda nyata lebih tinggi terhadap jumlah spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-18 (P3) dan jumlah spermatozoa kontrol minggu ke-24 (K4) berbeda sangat nyata lebih tinggi terhadap jumlah spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-24 (P4). Hubungan lama pemberian kombinasi TU dan ekstrak air biji blustru terhadap jumlah spermatozoa mencit dapat dilihat pada Gambar 4.2. Pemberian kombinasi TU dan ekstrak air biji blustru yang terus-menerus dapat menyebabkan penurunan jumlah spermatozoa mencit. Terjadinya penurunan jumlah spermatozoa vas deferen diduga dipicu oleh pengaruh TU yang dapat menekan gonadotropin seperti FSH dan LH, sehingga berimplikasi terhadap penekanan spermatogenesis yang bermanifestasi dalam bentuk penurunan jumlah spermatozoa dan viabilitas spermatozoa pada vas deferen. Menurut Herrero et al, (2001), bahwa apabila epididimis kekurangan hormon testosteron maka akan menyebabkan gangguan fungsi karena unsur-unsur tersebut tidak tersedia dalam jumlah yang cukup sehingga proses pematangan spermatozoa akan terganggu, akibatnya kualitas spermatozoa akan menurun. Kadar testosteron yang tinggi menyebabkan terjadinya mekanisme umpan balik negatif terhadap hipotalamus dan hipofisis. Testosteron akan menghambat hipotalamus untuk menghasilkan GnRH sehingga kadar GnRH turun dan menghambat hipofisis anterior untuk menghasilkan FSH dan LH. Bila FSH turun maka terjadi gangguan pada sel Sertoli yang menyebabkan berkurangnya zat-zat makanan yang diperlukan untuk proliferasi, diferensiasi serta memelihara sel-sel spermatogenik (Berna et al, 2010). Apabila kadar LH turun maka testosteron yang dihasilkan juga

berkurang. Kadar FSH dan testosteron yang rendah akan menyebabkan proses spermatogenesis terganggu, akibatnya jumlah spermatozoa yang dihasilkan menurun.

Menurut Nurhuda et al, (1995), bahwa penurunan jumlah spermatozoa terjadi karena adanya hambatan pada satu tahap perkembangan spermatogenesis. Apabila terjadi hambatan maka akan berpengaruh pada perkembangan berikutnya. Gangguan yang terjadi pada perkembangan sel-sel spermatogenik disebabkan karena adanya bahan aktif yang terdapat ekstrak biji blustru yakni alkaloid yang bersifat sitotoksik terhadap sel-sel yang sedang berkembang. Sel-sel yang sedang aktif membelah lebih sensitif daripada sel yang kurang aktif membelah. Apabila efek bahan aktif ini terjadi pada sel-sel spermatogonium maka perkembangan selanjutnya akan terpengaruh, sehingga spermatogonium yang berkembang menjadi spermatozoa berkurang.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Dixit et al, (1978), pemberian ekstrak buah pare dapat mempengaruhi sel-sel spermatogonium sedangkan sel Leydig tidak mengalami perubahan. Selain itu penurunan jumlah spermatozoa disebabkan karena sifat sitotoksik dari bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak biji blustru diduga bahwa bahan aktif tersebut mempunyai respon yang tidak sama terhadap sel-sel dalam tubulus seminiferus.

Dokumen terkait