• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenol (C6H5OH) atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tidak berwarna yang memiliki bau yang khas. Struktur fenol memiliki gugus hidroksil (OH-) yang berikatan dengan cincin fenil. Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yaitu 8,3 gram/100 ml (Anonima, 2004). Menurut Yuswantina (2009) senyawa alami antioksidan tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol. Senyawa ini diklasifikasikan dalam 2 bagian yaitu fenol sederhana dan polifenol. Fenol dapat menghambat okidasi lipid dengan menyumbangkan atom hidrogen kepada radikal bebas (Widiyanti, 2009). Senyawa fenolik merupakan senyawa aktif yang menjadi parameter kualitas simplisia temulawak. Pengeringan pada simplisia temulawak merupakan faktor penting dan harus diperhatikan karena kandungan senyawa aktif temulawak rentan sekali mengalami kerusakan. Oleh karena itu, diperlukan teknik pengeringan yang tepat untuk mempertahankan kandungan senyawa aktif fenolik dalam temulawak. Hasil analisis total fenol simplisia temulawak dinyatakan dalam persen berat kering/ %db (dry basis). Total fenol simplisia temulawak dari berbagai teknik pengeringan dapat dilihat pada Tabel 4.3.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Tabel 4.3 Hasil Analisis Kadar Total Fenol Simplisia Temulawak Pengeringan Total Fenol (% db)

Sinar Matahari (kontrol) 0,358a

Solar Dryer 0,476b

Cabinet dryer 35oC 0,450ab

Cabinet dryer 40oC 0,516b

Cabinet dryer 45oC 0,933c

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat signifikansi α 0,05

Dari hasil analisis statistik yang diperoleh, hanya kandungan total fenol simplisia temulawak dengan pengeringan cabinet dryer suhu 45oC yang berbeda nyata dengan total fenol simplisia temulawak yang diperoleh dengan teknik pengeringan lainnya. Total fenol simplisia temulawak yang dihasilkan dari berbagai teknik pengeringan berturut-turut dari yang terkecil hingga terbesar adalah dengan pengeringan sinar matahari tanpa kain penutup total fenolnya sebesar 0,358%; dengan cabinet dryer suhu 35oC total fenolnya sebesar 0,450%; dengan solar dryer ditutup kain putih total fenolnya sebesar 0,476%; dengan cabinet dryer suhu 40oC total fenolnya sebesar 0,516%; dan dengan cabinetdryer suhu 45oC total fenolnya sebesar 0,933%.

Dari hasil tersebut diperoleh total fenol terendah dihasilkan oleh simplisia temulawak dengan pengeringan sinar matahari langsung tanpa kain penutup. Fenol mempunyai sifat asam, mudah dioksidasi, mudah menguap, sensitif terhadap cahaya dan oksigen (Sundari, 2009). Pengeringan matahari di udara terbuka menyebabkan temulawak terpapar langsung oleh cahaya, panas, dan oksigen yang menyebabkan senyawa fenol rusak serta menguap sehingga kadarnya dalam simplisia rendah.

Pada simplisia temulawak yang dikeringkan dengan teknik solar dryer

ditutup kain putih memiliki total fenol yang sedikit lebih tinggi dari pada pengeringan alami karena kain putih dapat memantulkan semua spektrum cahaya termasuk sinar UV yang dapat menyebabkan oksidasi senyawa fenol (Yadie, 2009 dalam Nugraha, 2010). Selain itu, pengeringan tanpa kain penutup menyebabkan penguapan yang terlalu cepat sehingga penggunaan kain penutup disini lebih dapat melindungi minyak atsiri yang juga merupakan senyawa fenolik dari penguapan yang terlalu cepat.

commit to user

Menurut Yissaluthana (2010) pengeringan bahan makanan dengan solar

dryer lebih efektif karena pemanasan yang terjadi berasal dari dua arah, yaitu

dari sinar matahari secara langsung (radiasi) dan aliran udara panas dari bawah (konveksi). Pemanasan yang berasal dari dua arah inilah yang mempercepat proses pengeringan, sehingga didapat total fenol simplisia temulawak yang dikeringkan dengan solar dryer ditutup kain putih lebih besar dibanding total fenol simplisia temulawak yang dikeringkan dengan cabinet dryer suhu 35oC karena waktu pengeringannya lebih singkat. Berdasarkan Susilowati (2010) kadar total fenol menurun seiring lamanya waktu pemanasan meskipun dengan suhu yang lebih rendah. Hal ini sejalan dengan pengaruh metode pemanasan terhadap kadar kurkuminoid. Senyawa fenol mengalami degradasi karena panas sehingga semakin lama pemanasan maka senyawa fenol semakin rusak.

Pada pengeringan dengan teknik cabinet dryer suhu 45oC memiliki total fenol tertinggi dibanding dengan teknik pengeringan yang lain. Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca (Kiswanto, 2005). Suhu pada cabinet dryer lebih stabil dibandingkan dengan pengeringan sinar matahari maupun dengan solar dryer. Selain itu, pengeringan dengan cabinet

dryer menghindarkan bahan dari paparan sinar UV matahari yang merupakan

salah satu faktor penyebab kerusakan senyawa aktif. Pengeringan dengan teknik solar dryer meskipun termasuk pengering buatan akan tetapi masih membutuhkan sinar matahari sebagai sumber panasnya sehingga suhu pada

solar dryer juga tergantung pada kondisi cuaca,

Simplisia temulawak yang dikeringkan dengan cabinet dryer suhu 45oC memiliki total fenol lebih besar dibandingkan dengan simplisia temulawak dengan cabinet dryer suhu 35 dan 40oC. Suhu pengeringan sangat berpengaruh terhadap kualitas, terutama pada perubahan kadar fitokimia atau senyawa aktif (Hernani dan Rahmawati, 2009). Menurut Su et al, (2004), pada tahap awal proses pengeringan senyawa fenol cenderung mengalami

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

penurunan sangat cepat yang disebabkan karena selama pengeringan senyawa fenol mengalami oksidasi oleh enzim polifenol oksidase menjadi kuinon. Sedangkan Susanti (2008) semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan juga menyebabkan semakin tingginya inaktivasi enzim polifenol oksidase sehingga aktivitas enzim akan semakin rendah, kerusakan fenol semakin kecil. Akan tetapi stabilitas fenol juga akan terganggu oleh semakin meningkatnya suhu pengeringan sehingga jumlah total fenol terdeteksi akan mencapai puncak maksimum kemudian konstan dan cenderung menurun.

Perbandingan total fenol simplisia temulawak pada berbagai teknik pengeringan dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Keterangan :

SM = pengeringan sinar matahari tanpa kain penutup (kontrol)

SD = solar dryer dengan kain penutup putih

CD 35C = cabinet dryer T 35oC CD 40C = cabinet dryer T 40oC CD 45C = cabinet dryer T 45oC

Gambar 4.2 Total Fenol Simplisia Temulawak pada Berbagai Teknik Pengeringan

Dari gambar di atas diperoleh kadar total fenol simplisia temulawak berkisar antara 0,358-0,933%. Hasil total fenol temulawak yang diperoleh mendekati total fenol yang dihasilkan oleh penelitian Oktaviana (2010) yaitu

0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800 0.900 1.000 SM SD CD 35 C CD 40 C CD 45 C 0.358 0.476 0.450 0.516 0.933 T o tal F e n o l (% ) Teknik Pengeringan

commit to user

antara 0,685-2,511% dimana dalam penelitian tersebut simplisia temulawak diekstrak dengan pelarut air dengan perbandingan 1:10. Perbedaan metode analisis dapat menghasilkan kadar yang berbeda pula.

D. Aktivitas Antioksidan Simplisia Temulawak Pada Berbagai Teknik

Dokumen terkait