• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadin VS Kebijakan Pemerintah

Dalam dokumen Index of /enm/images/dokumen (Halaman 41-45)

KADIN Menghendaki Jaminan Undang-Undang dalam Pelaksanaan Bongkar Muat di Pelabuhan

JAKARTA - Dalam UU No.17/2008 disebutkan dalam mukadimahnya, “bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut penyelenggaraan pelayaran yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peran serta swasta dan persaingan usaha, dan akuntabilitas penyelenggara Negara, dengan tetap mengutamakan keselamatan dan keamanan pelayaran demi kepentingan nasional”.

Terkait hal itu, tercantum pula dalam UU No. 17/2008 pasal 31 yang mengatur keberadaan dan kegiatan usaha bagi swasta dalam bidang bongkar muat sebagai salah satu usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan.

Mengacu pada hal tersebut diatas, peran serta swasta dalam usaha kepelabuhan melalui perusahaan bongkar muat semestinya mendapatkan jaminan atas haknya untuk melakukan kegiatan usaha bongkar muat.

Penjabaran kemitraan antara swasta dan pemerintah haruslah tertuang di dalam Peraturan Menteri yang sejalan dengan UU No.17 tahun 2008 sehingga kondusif dengan pelaksanaan kegiatan usaha terhadap stakeholder. Terlebih, pelaku usaha bongkar muat memiliki tanggung jawab terhadap puluhan ribu karyawan. Tercatat saat ini terdapat lebih dari delapan ratus perusahaan bongkar muat di seluruh pelabuhan di Indonesia.

Kalangan pengusaha meyakini bahwa PP Kepelabuhan dibuat untuk penghapusan adanya monopoli di pelabuhan. Sehingga, diharapkan dapat menimbulkan iklim persaingan yang sehat dalam pelaksanaan usaha. Seyogianya pemerintah memberikan kesempatan dan kesetaraan yang sama kepada swasta untuk menjadi pelaku usaha di pelabuhan, untuk mencapai standar kinerja pelayanan pelabuhan yang optimal. Demi mencapai itu, Perusahaan Bongkar Muat (PBM) siap berinvestasi bersama dengan Badan Usaha Pelabuhan (BUP), menjadi investor lokal dalam pengadaan alat-alat kepelabuhan dimana kita bekerja untuk peningkatan kualitas pelayanan pelabuhan.

Tanggapan Kadin terhadap Rancangan Peppres Pengganti Keppres Nomor 80 TAHUN 2003

KADIN MENGGUGAT PERAN LKPP DALAM MENYUSUN RANCANGAN PERPRES PENGGANTI KEPPRES NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

Kewenangan LKPP Dipertanyakan

Berdirinya Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP) sangat dipertanyakan para pengusaha nasional hal ini terkait dengan kewenangan yang dimilikinya dalam penyusunan Peraturan Presiden Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dimana LKPP mengklaim dirinya sebagai satu-satunya Lembaga Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah (Draft II Peraturan Presiden Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pasal 1 ayat 4).

Berdasarkan KEPRES 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 50 diamanatkan bahwa :

Ayat (1) Penegembangan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan oleh Lembaga Pengembangan Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LPKPP) yang pembentukannya ditetapkan dengan keputusan Presiden tersendiri.

Namun entah kenapa dalam Perpres Nomor 106 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, LKPP merupakan satu-satunya lembaga pemerintah yang mempunyai tugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan pengadaaan barang/jasa pemerintah (pasal 2 ayat 1) yang selanjutnya dalam pasal 3 diatur, dalam melaksanakan tugas LKPP menyelenggarakan fungsi :

a.Penyususnan dan perumusan strategi serta penentuan kebijakan dan standar prosedur di bidang pengadaan badan usaha dalam rangka kerjasama pemerintah dengan badan usaha.

b.Penyususnan dan perumusan strategi serta penentuan kebijakan pembinaan sumber daya manusia di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah.

c.Pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya.

d.Pembinaan dan pengembangan sistem informasi serta pengawasan penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah (electronic procurement)

e.Pemberian bimbingan teknis, advokasi, dan bantuan hukum.

f.Penyelenggaraan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan, penatausahaan, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan serta rumah tangga.

Iklim Usaha yang Kondusif

Aturan peraturan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah diharapkan untuk mendorong tumbuhnya iklim usaha yang kondusif melalui penyusunan pengaturan yang mengatur tentang kepranataan usaha, pengembangan usaha, dan pemberdayaan masyarakat dalam pengadaan barang/jasa pemerintah mampu memenuhi

berbagai ketentuan yang dipersyaratkan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Belajar dari Kepres 80 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, Dalam kurun waktu 6 (enam) tahun telah mengalami 9 (sembilan) kali perubahan. Hal ini menunjukkan keyidakmampuan Kepres 80 tahun 2003 mengatasi berbagai permaslahan nyata dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah. Perubahan-perubahan tersebut bersifat tambal sulam, tidak didasarkan pada konsep yang mampu mengatasi berbagai permaslahan yang bakal timbul kedepan, serta tidak memiliki Visi Misi yang jelas mengenai bagaimana pemerintah meningkatkan peranan masyarakat pelaku usaha dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah sekaligus pemberdayaan masyrakat dalam melakukan pengawasan pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Dalam rancangan Peraturan Presiden Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah disusun oleh LKPP tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan Kepres 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah kecuali hanya mengaskan bahwa LKPP adalah satu-satunya lembaga pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Pedoman pengadaan barang/jasa pemerintah versi LKPP menganut Neolib Dalam rancangan Peraturan Presiden tentang pengadaan barang Barang/Jasa yang disusun LKPP tidak menjamin pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah yang transparan dan akuntabel, pasal-pasal yang digunakan masih menggunakan pasal “karet” sehingga menimbulkan multi interpretasi dalam pelaksanaannya dan Peraturan Presiden versi LKPP ini tidak menjawab tuntutan masyarakat akan perluasan peningkatan kemampuan Usaha Kecil Menengah yang sangat memerlukan iklim usaha yang kondusif yakni:

a.terbentuknya kepranataan usaha, meliputi :

1.persyaratan usaha yang mengatur klasifikasi dan kualifikasi perusahaan;

2.standar klasifikasi dan kualifikasi keahlian dan keterampilan yang mengatur bidang dan tingkat kemampuan orang perseorangan yang bekerja pada perusahaan melakukan usaha orang perseorangan;

3.tanggung jawab professional yankni penegasan atas tanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya.

4.terwujudnya perlindungan bagi pekerja yang meliputi: kesehatan dan keselamatan kerja, serta jaminan sosial;

5.terselengaranya proses pengikatan yang terbuka dan adil, yang dilandasi oleh persaingan yang sehat;

6.pemenuhan kontrak kerja yang dilandasi prinsip kesetaraan kedudukan antar pihak dalam hak dan kewajiban dalam suasana hubungan kerja yang bersifat terbuka, timbal balik, dan sinergis yang memungkinkan para pihak untuk mendudukkan diri pada fungsi masing-masing secara konsisten.

1.tersedianya permodalan termasuk pertanggungan yang sesuai dengan karaktteristik usaha jasa;

2.terpenuhinya ketentuan tentang jaminan mutu;

3.berfungsinya Kadin, Asosiasi Perusahaan dan Asosiasi Profesi dalam memenuhi kepentingan anggotanya termasuk memperjuangkan ketentuan imbal jasa yang adil; c.berkembangnya partisipasi masyarakat, yakni timbulnya kesadaran masyarakat akanmendorong terwujudnya tertib usaha serta mampu untuk mengaktualisasikan hak dan kewajibannya;

d.terselenggaranya pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat bagi para pihak dalam penyelenggaraan pengadaan barang/jasa agar mampu memenuhi berbagai ketentuan yang dipersyaratkan ataupun kewajiban-kewajiban yang diperjanjikan;

e.perlunya Kadin dengan unsure asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi dalam pengembangan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Produksi Barang/Jasa Dalam Negeri

Untuk meningkatkan pemeberdayaan potensi pengusaha nasional secara optimal dalam penyelenggaraan pengadaan barang/jasa, baik pengguna jasa (pemerintah) dan penyedia jasa perlu mengutamakan penggunaan jasa dan barang produksi nasional/dalam negeri sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang mengenai usaha kecil, menengah. Untuk itu pengadaan barang/jasa pemerintah memerlukan pengaturan yang terencana, terarah, terpadu, dan menyeluruh, meliputi pengadaan, pengikatan (perjanjian), peran masyarakat, pembinaan, penyelesaian sengketa, sanksi, dimana pengaturan tersebut harus dilandasi oleh asas kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian,keterbukaan, kemitraan, serta keamanan demi kepentingan masyarakat,bangsa, dan negara.

Konsideran Hukum

Undang-undang bersifat komplementaritas dengan peraturan perundang-undangan lainnya, oleh karena itu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 Tentang Kamar Dagang dan Industri (KADIN) harus menjadi landasan untuk menyesuaikan ketentuan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait, mengingat pengaturan pengadaan barang/jasa harus bertujuan untuk:

a.memberikan arah pertumbuhan dan pengembangan usaha untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pengadaan barang/jasa yang berkualitas.

b.Mewujudkan tertib penyelenggaraan usah ayang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c.Mewujudkan peningkatan peran masyarakat dalam pengawasan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Dalam dokumen Index of /enm/images/dokumen (Halaman 41-45)

Dokumen terkait