• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PROFIL UNIT USAHA SYARIAH PT BNI (PERSERO), TBK

BAB V PENUTUP

E. Pengertian dan Jenis-jenis Akad Muamalah Dalam Sistem Financial Transaction Card

2. Akad Kafalah Pengertian

Kafalah menurut bahasa berarti al-Dhaman (jaminan), hamalah (beban),

dan za’amah (tanggungan). Sedangkan menurut istilah yang dimaksud dengan

kafalah atau al-Dhaman sebagaimana dijelaskan oleh para ulama adalah sebagai berikut:

a. Menururt Madzhab Hanafi bahwa kafalah memiliki dua pengertian yang pertama arti kafalah ialah:

ْيعْ أ ْي ْ أ ْف ط ْ ْيف ي إ

“Menggabungkan dzimah kepada dzimah yang lain ke dalam penagihan,

dengan jiwa, utang atau zat benda.”

Pengertian kafalah yang kedua ialah:

ْي ْصأ ْيف ْي إ

“Menggabungkan dzimah kepada dzimah yang lain dalam pokok (asal) utang.”10

b. Menururt Madzhab Maliki bahwa kafalah ialah:

ْغش ء ْ ْ ْ ع

ّح ْ ح ص غْشي ْ أ

ف ْ ي ْ ْ أءْيش ْي ع ف

10

“Orang yang mempunyai hak mengerjakan tanggungan pemberi beban serta bebannya sendiri yang disatukan, baik menanggung pekerjaan yang

sesuai (sama) maupun pekerjaan yang berbeda.”11

c. Menururt Madzhab Hanbali bahwa yang dimaksud dengan kafalah adalah:

ْي ع ْ

ْحإ ْ ْ أ ْ ْ ْ ْي ع ئ ع ْيغ ْ ْي ع ج ْ ْ

ّح ْ ح ي ّح

“Iltizam sesuatu yang diwajibkan kepada orang lain serta kekekalan benda tersebut yang dibebankan atau iltizam orang yang mempunyai hak menghadirkan dua harta (pemiliknya) kepada orang yang mempunyai hak.”12

d. Menurut Madzhab Syafi’i bahwa yang dimaksud dengan kafalah ialah:

ْحإ ْ أ ْ ْ ْيع

ْحإ ْ أ ْيغ ْ ْيف ث ّح ْ ْي ْي ْع

ْ ح ّح ْ ي ْ

“Akad yang menetapkan iltizam hak yang tetap pada tanggungan

(beban) yang lain atau menghadirkan zat beban yang dibebankan atau

menghadirkan badan oleh orang yang berhak menghadirkannya.”13

11 Ibid., hlm. 223. 12 Ibid., hlm. 224. 13 Ibid., hlm. 225.

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Madzhab Syafi’i di atas

bahwa kafalah terdiri atas tiga pengertian, yaitu: al-Kafalah al-Dayn, al- Kafalah al-‘Ain, dan al-Kafalah al-Abdan.

e. Menurut Sayyid Sabiq yang dimaksud dengan kafalah ialah proses

penggabungan tanggungan kafil menjadi beban ashil dalam tuntutan dengan benda (materi) yang sama, baik utang, barang maupun pekerjaan.

f. Menurut Imam Taqiy al-Din14 bahwa yang dimaksud dengan kafalah adalah:

ْي إ

“Mengumpulkan satu beban kepada beban lain.”

g. Menurut Hasbi ash-Shiddiqie bahwa yang dimaksud dengan kafalah ialah:

ط ْ ْيف ْي إ

“Menggabungkan dzimah kepada dzimah lain dalam

penagihan.”(1984:86)

Dasar Hukum Kafalah a. Al-Qur’an

Firman Allah SWT dalam QS. Yusuf ayat 72:

ْيع أ ْيع ْ ح ء ج ْ

ْ ع ص ْف ْ ق

.

Artinya:

14

Abi Bakar ibn Muhammad al-Taqiy al-Din, Kifayat al-akhyar, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, t.t. ), hlm. 276

“Penyeru-penyeru itu berseru, ‘Kami kehilangan piala raja dan barang siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh makanan 9seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya.”

b. Al-Hadits

ي أ

ْي ع ه ي ص ي أ

...

ق ْ ق ْيش

ْ ف

ْي ع ص قْ أ ق ْ ح ص ْي ع ْ ص ق ْي ث ث ْ ق ْي ْي ع ْ ف

ْي ع ي ف ْي ي ع ه ْ ي

.

)

ي

(

“Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW. (mayat seorang laki-laki

untuk dishalatkan)... Rasulullah SAW bertanya, ‘Apakah dia mempunyai warisan?’ Para sahabat menjawab, ‘tidak.’ Rasulullah bertanya lagi, ‘Apakah

dia mempunyai utang?’ Sahabat menjawab, ‘Ya, sejumlah tiga dinar.’

Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya, tetapi beliau sendiri tidak. Abu Qatadah lalu berkata, ‘Saya menjamin utangnya, Ya

Rasulullah.’ Maka Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut. (HR. Bukhari

No. 2127, Kitab al-Hawalah)

ح ْيف ف

.

)

ي ي

(

Rukun dan Syarat Kafalah

a. Dhamin, kafil atau za’im, yaitu orang yang menjamin di mana ia disyaratkan sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya (mahjur) dan dilakukan dengan kehendak sendiri.

b. Madmun lahu atau makful lahu, yaitu orang yang berpiutang disyaratkan dikenal oleh penjamin.

c. Madmun ‘anhu atau makful ‘anhu, yaitu orang yang berutang.

d. Madmun bihi atau makful bihi, yaitu utang, barang atau orang, disyaratkan dapat diketahui dan tetap keadaannya, baik sudah tetap atau akan tetap keadaannya.

e. Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak digantungkan kepada sesuatu dan tidak berarti sementara.

Macam-macam Kafalah

a. Kafalah bi al-Wajhi (kafalah jiwa), yaitu adanya keharusan pada pihak penjamin (al-Kafil, al-Dhamin, al-Za’im) untuk menghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang ia janjikan tanggungan (makful lah)

b. Kafalah bi al-Mal (kafalah harta), yaitu kewajiban yang harus ditunaikan oleh

dhamin atau kafil dengan pembayaran (pemenuhan) berupa harta.

1. Kafalah bi al-dayn (kafalah utang), yaitu kewajiban membayar utang yang menjadi beban orang lain. Dalam kafalah utang disyaratkan sebagai berikut:

a) Hendaknya nilai barang tersebut tetap pada waktu terjadinya transaksi jaminan, seperti utang qiradh, upah dan mahar.

b) Hendaknya barang yang dijamin diketahui menurut madzhab Syafi’i dan Ibnu Hazm bahwa seseorang tidak sah menjamin barang yang tidak diketahui, sebab perbuatan itu disebut gharar, sementara Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad berpendapat bahwa seseorang boleh menjamin sesuatu yang tidak diketahui.

2. Kafalah dengan penyerahan benda, yaitu kewajiban menyerahkan benda- benda tertentu yang ada di tangan orang lain, seperti mengembalikan barang yang dighasab dan menyerahkan barang jualan kepada pembeli.

3. Kafalah dengan ‘aib, yaitu barang yang didapati berupa harta terjual dan mendapat bahaya (cacat), karena waktu yang terlalu lama atau karena hal- hal lainnya, maka ia (pembawa barang) sebagai jaminan untuk hak pembeli pada penjual, seperti jika terbukti barang yang dijual adalah milik orang lain atau barang tersebut adalah barang gadai.

Pembayaran Dhamin

Apabila orang yang menjamin (dhamin) memenuhi kewajibannya dengan

membayar utang orang yang ia jamin, ia boleh meminta kembali kepada madmun

‘anhu apabila pembayaran itu atas izinnya, dalam hal ini para ulama bersepakat,

beban orang yang ia jamin tanpa izin orang yang dijamin bebannya, menurut

Syafi’í dan Abu Hanifah bahwa membayar utang orang yang dijamin tanpa izin

darinya adalah sunnah, dhamin tidak punya hak untuk minta ganti rugi kepada orang yang ia jamin (madmun ‘anhu), menurut madzhab Maliki bahwa dhamin

berhak menagih kembali kepada madmun ‘anhu.

Ibnu hazm berpendapat bahwa dhamin tidak berhak menagih kembali kepada madmun ‘anhu atas apa yang telah ia bayarkan, baik dengan izin madmun

‘anhumaupun tidak.15 Apabila madmun ’anhu (orang yang ditanggung) tidak ada,

kafil (dhamin) berkewajiban menjamin dan tidak dapat mengelak dari tuntutan, kecuali dengan membayar atau orang yang mengutangkan menyatakan bebas untuk kafil dari utang makful lah (orang yang mengutangkan) adalah memfasakhkan akad kafalah, sekalipun makful ‘anhu dan kafil tidak rela.

3. Akad Qardh