• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

2. Group Investigation

Group Investigation adalah bentuk pembelajaran kooperatif yang berasal dari jamannya John Dewey (1970), tetapi setelah diperbaharui dan

diteliti pada beberapa tahun terakhir ini oleh Shlomo dan Yael Sharan, serta Rachel-Lazarowitz di Israel. Group Investigation ini dikembangkan oleh Shlomo dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum dimana para siswa bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif (Slavin, 2005:25)

Group Investigation merupakan salah satu model dari pembelajaran kooperatif. Model ini bertujuan untuk membuat peserta didik lebih aktif dan kreatif serta dapat bekerjasama dengan kelompok atau timnya untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terdapat pada topik pembelajaran.

Menurut Agus Suprijono (2009:93) pembelajaran dengan metode Group Investigation dimulai dengan pembagian kelompok. Selanjutnya guru beserta peserta didik memilih topik-topik tertentu dengan permasalahan-permasalahan yang dapat dikembangkan dari topik-topik itu. Sesudah topik beserta permasalahnya disepakati, peserta didik beserta guru menentukan metode penelitian yang dikembangkan untuk memecahkan masalah. Menurut Sharan dalam Slavin (2005:24) Group Investigation, merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum dimana para siswa bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan kooperatif, diskusi kelompok serta perencanaan dan proyek kooperatif.

Menurut Slavin (2005:218-220) dalam Group Investigation, peserta didik bekerja melalui enam tahap. Pendidik mengapdatasikan pedoman-pedoman dengan latar belakang, umur, dan kemampuan para murid, sama halnya seperti penekanan waktu, tetapi pedoman-pedoman ini cukup bersifat

umum untuk dapat diaplikasikan dalam skala kondisi kelas yang luas. Pedoman tersebut yaitu :

a. Mengidentifikasikan topik dan mengatur murid kedalam kelompok. 1) Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik,

dan mengkategorikan saran-saran.

2) Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang mereka pilih.

3) Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen (bermacam-macam jenis).

4) Guru membantu dalam mengumpulkan informasi dan memfasilitasi pengaturan.

b. Merencanakan tugas yang akan dipelajari.

Para siswa merencanakan bersama mengenai apa yang dipelajari, cara mempelajari, dan pembagian tugasnya dengan tujuan untuk menginvestigasi topik tersebut.

c. Melaksanakan investigasi.

1) Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.

2) Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya.

3) Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensistesis semua gagasan.

d. Menyiapkan laporan akhir.

1) Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka.

2) Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan bagaimana mereka akan membuat presentasi.

3) Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi.

e. Mempresentasikan laporan akhir

1) Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.

2) Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif.

3) Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota kelas.

f. Evaluasi

1) Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut, mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan pengalaman-pengalaman mereka.

2) Guru dan murid berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.

3) Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.

Model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat dipakai guru untuk mengembangkan kreativitas siswa, baik secara individu maupun kelompok. Model pebelajaran ini dirancang untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran

dan berorientasi menuju pembentukan manusia sosial menurut Mafun dalam Rusman (2011:222).

Langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe group investigation menurut Rusman (2011:223).

a. Membagi siswa ke dalam kelompok kecil yang terdiri dari ± 5 siswa. b. Memberikan pertanyaan terbuka yang bersifat analitis.

c. Mengajak setiap siswa untuk berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan kelompoknya secara bergiliran searah jarum jam dalam kurun waktu yang disepakati.

Asumsi yang digunakan sebagai acuan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation, yaitu:

a. Untuk meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dapat ditempuh melalui pengembangan proses kreatif menuju suatu kesadaran dan pengembangan alat bantu yang secara eksplisit mendukung kreativitas. b. Komponen emosional lebih penting daripada intelektual, yang tak

rasional lebih penting dari pada yang rasional.

c. Untuk meningkatkan peluang keberhasilan dalam memecahkan suatu masalah harus lebih dahulu memahami komponen emosional dan irasional.

Menurut Elanie B. Johnson dalam Jamal (2012:138) kreativitas adalah berkah khusus bagi sejumlah kecil orang-orang yang luar biasa. Orang kreatif lahir dilengkapi kekuatan untuk membayangkan kemungkinan-kemungkinan di luar yang bisa dibayangkan oleh orang biasa, dan melihat hal-hal yang didak dilihat orang kebanyakan. Sedangkan menurut Julia Caeron dalam Jamal (2012:139) kreativitas adalah sifat sejati manusi.

Kreativitas adalah sebuah proses yang sama normal dan sama menakjubkannya. Kreativitas ibarat darah yang pasti ada di dalam tubuh tanpa harus dicari. Berfikir kreatif yang membutuhkan ketekunan, disiplin diri, dan perhatian penuh ini terdiri dari beberapa aktivitas mental yang mencerminkan daya pikir kreatif, antara lain:

a. Selalu mengajukan pertanyaan,

b. Selalu mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak lazim dengan pikiran terbuka.

c. Selalu membangun keterkaitan, khususnya antara hal-hal yang berbeda. d. Selalu menghubung-hubungkan berbagai hal dengan bebas.

e. Selalu menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru dan berbeda.

Kecerdasan emosional adalah himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain menurut Salovey dan Meyer dalam Anurrahman (2012:87). Beberapa bentuk kualitas emosional yang dinilai penting bagi keberhasilan, yaitu:

a. Empati

b. Mengungkapkan dan memahami perasaan c. Mengendalikan amarah

d. Kemandirian

e. Kemampuan menyesuaikan diri f. Disukai

g. Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi h. Ketekunan

i. Kesetiakawanan j. Keramahan k. Sikap hormat

Kesimpulan diatas yaitu guru harus mendorong kreativitas dan meningkatkan emosional peserta didik agar dapat berkembang dengan cepat. Tanpa kreativitas dan kecerdasan emosional maka peserta didik akan menghadapi ketatnya persaingan dan tajamnya perbedaan yang muncul. Pembelajaran keselamatan, kesehatan dan keamanan lingkungan hidup (K3LH) dapat digunakan sebagai objek untuk membangun kreativitas dan emosional peserta didik. Karena pembelajaran K3LH tidak hanya

membutuhkan pemahaman teori saja, pembelajaran K3LH juga

membutuhkan penanggapan seseorang yang terjadi di lapangan kerja. 3. Keaktifan

Pembelajaran yang baik tentunya diiringi oleh keaktifan peserta didik, sehingga pembelajaran di dalam kelas tidak terasa jenuh dan membosankan. Pembelajaran yang biasanya bersifat satu arah, dalam hal ini tidak hanya keaktifan guru, melainkan keaktifan siswa menjadi tuntutan utama. Keaktifan siswa dibentuk melalui pendekatan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan siswa untuk mencari pengetahuan dalam kegiatan belajarnya.

Belajar yang berhasil harus melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun aktivitas psikis. Aktivitas fisik ialah peserta didik giat aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Peserta didik yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya

bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran. Seluruh peranan dan kemauan dikerahkan dan diarahkan supaya daya itu tetap aktif untuk mendapatkan hasil pengajaran yang optimal. (Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, 1991:6).

Menurut Sardiman (1986:96) Dalam kegiatan belajar mengajar peserta didik harus aktif berbuat, dengan kata lain bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas, tanpa aktivitas, belajar itu tidak mungkin berlangsung baik. Di dalam aktivitas belajar ada beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan ilmu jiwa, yakni menurut pandangan ilmu jiwa lama dan ilmu jiwa modern. Menurut pandangan ilmu jiwa lama aktivitas didominasi oleh guru sedangkan menurut pandangan ilmu jiwa modern aktivitas didominasi oleh siswa.

Sekolah adalah salah satu pusat belajar, dengan demikian di sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat. Menurut Paul dalam Sardiman (1986:100) Kegiatan siswa dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. b. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi

saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, intruksi.

c. Listening activities, sebagai contoh, mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.

d. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.

e. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

f. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak.

g. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menaggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan.

h. Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

4. Prestasi Belajar

Belajar ialah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terlibat dalam berbagai bidang studi. Menurut Ghufron (2010:9) prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh siswa atau mahasiswa setelah melakukan aktivitas belajarnya yang dinyatakan dalam bentuk nilai angka atau huruf. Menurut Zainal Arifin (2012:12) prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Prestasi belajar (achievement) semakin terasa penting untuk dibahas, karena mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain:

a. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.

b. Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. c. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. d. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ektern dari suatu institusi

pendidikan.

e. Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik.

Hasil belajar diperlukan untuk mengevaluasi taraf keberhasilan dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar. Hasil belajar merupakan simbol dari prestasi belajar. Untuk dapat menganalisa prestasi belajar maka menggunakan penilaian-penilaian yang didukung oleh data objektif.

Hasil belajar di dalam kelas dapat diterapkan ke dalam situasi-situasi di luar sekolah. Dengan kata lain, murid dapat dikatakan berhasil belajar apabila ia dapat mentransferkan hasil belajarnya kedalam situasi-situasi yang sesungguhnya di dalam masyarakat (Tabrani, 1992:25).

Tentang transfer hasil belajar, kita setidak-tidaknya akan menemukan tiga teori, yaitu:

a. Teori disiplin formal

Teoti ini menyatakan bahwa ingatan, sikap, pertimbangan, imajinasi, dsb. Dapat diperkuat melalui latihan-latihan akademis.

b. Teori unsur-unsur identik

Transfer terjadi apabila di antara dua situasi atau dua kegiatan terdapat unsur-unsur yang bersamaan (identik). Latihan dalam satu situasi mempengaruhi perbuatan tingkah laku dalam situasi lainya.

c. Teori generalisasi

Teori ini memerlukan revisi terhadap teori unsur-unsur identik. Teori generalisasi menekankan kompleksitas apa yang dipelajari. Internalisasi pengertian- pengertian, keterampila, sikap-sikap, dan appresiasi dapat mengetahui kelakuan seseorang.

Prestasi belajar tergantung pada apa yang dipelajari, bagaimana bahan pelajaran intu dipelajari, dan faktor-faktor (faktor kematangan akibat umur kronologis, latar belakang kepribadian siswa, sikap dan bakat terhadap satu bidang pelajaran dsb.) yang mempengaruhi proses belajar tabrani (1992:60). Sedangkan menurut Uzer Usman (1993:10) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu:

a. Internal

1) Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini ialah pancaindra yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti mengalami sakit, cacat tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna, berfungsinya kelenjar tubuh yang membawa kelainan tingkah laku.

2) Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh yaitu faktor intelektif yang meliputi potensial (kecerdasan dan bakat). Faktor nonintelektif yang meluputi unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat kebutuhan, motifasi, emosi, dan penyusuaian diri.

b. Eksternal

1) Faktor sosial (lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, lingkungan kelompok)

2) Faktor budaya (adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian)

3) Faktor lingkungan fisik (fasilitas rumah dan fasilitas belajar) 4) Faktor lingkungan spiritual atau keagamaan.

Kesimpulan dari uraian diatas ialah, prestasi belajar merupakan nilai akhir, hasil, atau taraf keberhasilan peserta didik dalam suatu kegiatan belajar baik berupa hasil tes kemampuan pengetahuan maupun kemampuan praktik yang dinyatakan dalam bentuk angka atau huruf.

B. Kajian Keilmuan

Keselamatan (K3) merupakan instrumen yang melindungi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan resiko kecelakaan kerja (zero accident). Sebelum memulai pekerjaan maka kita harus memperhatikan keselamatan kerja baik untuk mesin maupun untuk diri sendiri.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam upaya mempersiapkan keselamatan kerja terutama untuk pengoperasian pada mesin, Gunakan

perlengkapan keamanan sebelum memulai pekerjaan seperti wearpack sebagai

pelindung badan, sepatu keselamatan sebagai pelindung pada kaki apabila tertimpa benda yang jatuh, kacamata sebagai pelindung mata dari loncatan tatal dan lain sebagainya.

Menurut Sutrisno (2010:9) pengertian keselamatan kerja tidak dapat didefinisaikan secara etimologis seperti ilmu-ilmu yang lain. Keselamatan kerja hanya dideskripsikan sebagai keadaan saat seseorang merasa aman dan sehat dalam melaksanakan tugasnya. Sedangkan menurut Euis (2009:2) K3 adalah suatu upaya guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian, dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama dibidang keselamatan, kesehatan, dan keamanan kerja dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.

K3 ini dibuat tentu mempunyai tujuan. Tujuan dibuatnya K3 secara tersirat tertera dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja yaitu:

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan

2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran 3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan

4. Memberi dan keselamatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya

5. Memberi pertolongan pada kecelakaan

6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja

7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu, ke-lembapan, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran.

8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi, dan penularan.

10. Menyelenggarakan suhu dan kelembapan udara yang baik 11. Menyelenggarakan penyenggaraan udara yang cukup 12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban

13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya.

14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutanorang, binatang, tanaman atau barang

15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan 16. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya

17. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaan menjadi bertambah tinggi.

Departemen Tenaga Kerja mensyaratkan kepada seluruh perusahaan/ industri agar setiap pekerja yang bekerja dapat bekerja dengan aman dan selamat, sesuai dengan norma‐norma keselamatan kerja. Semua hal yang menyangkut masalah keselamatan kerja telah diatur dengan Undang‐undang Keselamatan Kerja, baik mengenai tempat kerja, lingkungan kerja dan peralatan yang digunakan untuk bekerja, sedangkan langkah kerja atau prosedur kerja telah ditetapkan oleh perusahaan atau industri yang bersangkutan. Tujuan yang sama dalam membuat aturan keselamatan yaitu menciptakan situasi kerja yang aman dan selamat. Perencanaan proses produksi yang baik dan penataan peralatan (layout) tempat bekerja terus dikembangkan dengan tujuan untuk menciptakan situasi kerja yang aman bagi para pekerja dan peralatan kerja itu sendiri. Perbaikan terhadap perencanaan mesin terus dikembangkan seperti, misalnya terhadap kebisingan mesin akibat gesekan antara komponen mesin atau karena hubungan roda‐roda gigi penggerak. Suara bising pada mesin dapat

mengakibatkan rusaknya pendengaran pekerja. Alat‐alat keselamatan kerja mutlak diperlukan bagi para pekerja guna menjamin agar pekerja dapat bekerja

dengan aman. Alat keselamatan kerja tersebut harus mempunyai

persyaratan‐persyaratan tertentu, yaitu:

1. Alat‐alat keselamatan kerja tersebut sesuai dengan jenis pekerjaan dan jenis alat/mesin yang dioperasikan, sehingga efektifitas pemakaian alat keselamatan kerja benar‐benar terpenuhi.

2. Alat‐alat keselamatan kerja tersebut harus dipakai selama pekerja berada di dalam bengkel, baik mereka sedang bekerja maupun pada saat tidak bekerja dan alat keselamatan kerja tersebutharus selalu dirawat dengan baik. Sesudah peralatan keselamatan kerja tersebut diperoleh, biasanya akan timbul masalah yaitu kurang sesuainya ukuran alat keselamatan kerja tersebut dengan orang yang akan memakainya.

3. Tingkat perlindungan alat keselamatan kerja itu sendiri bagi para pekerja yang memakainya, artinya dengan menggunakan alat keselamatan kerja tersebut pekerja akan merasa aman dalam bekerja

4. Alat keselamatan kerja tersebut hendaknya dapat dirasa nyaman dipakai oleh para pekerja, sehingga menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi pekerja pada waktu bekerja.

Peralatan‐peralatan keselamatan kerja meliputi: 1. Alat pelindung kepala

Walaupun setiap pekerja diharuskan memakai pelindung kepala

(helmet), tetapi kadang‐kadang mereka melalaikannya. Pemakaian

pelindung kepala sangat diperlukan bagi para pekerja konstruksi, pekerja galangan kapal, pekerja penebang pohon, pertambangan dan industri.

Helm diklasifikasikan menjadi dua yaitu: helm yang mempunyai bagian pinggir seluruh lingkaran dan yang kedua adalah helmet dengan pinggir hanya pada bagian depannya. Dari kedua klasifikasi tersebut masih dibagi dalam empat kelas yaitu:

a. Kelas A, yaitu helm untuk keperluan umum. Helmet ini hanya mempunyai tahanan kelistrikan yang rendah.

b. Kelas B, yaitu helm untuk jenis pekerjaan dengan resiko terkena tegangan listrik yang besar (mempunyai tahanan terhadap tegangan yang tinggi), atau helmet ini tahan terhadap tegangan listrik yang tinggi. c. Kelas C adalah metallic helm, dipakai untuk pekerja yang bekerja

dengan kondisi kerja yang panas, seperti pada pengecoran logam atau

pada dapur‐dapur pembakaran.

d. Kelas D adalah helm dengan daya tahan yang kecil terhadap api, sehingga harus dihindari dari percikan api.

Gambar 1. Alat Pelindung Kepala

Alat pelindung rambut berfungsi agar rambut bisa ditutupi secara sempurna, sehingga kecelakaan kerja akibat terbelitnya rambut pada bagian‐bagian mesin yang berputar dapat dihindari.

Gambar 2. Alat Pelindung Rambut

Alat pelindung rambut atau penutup rambut yang banyak dipakai adalah sorban, jala rambut dan penutup kepala yang dapat menutup secara sempurna. Pemakaian jaring rambut kurang aman apabila pekerja tersebut bekerja pada daerah di mana percikan api sering terjadi. Syarat penutup kepala adalah:

a. Tahan terhadap bahan kimia b. Tahan panas

c. Nyaman dipakai

d. Tahan terhadap pukulan e. Ringan dan kuat

f. Berwarna menarik

g. Mempunyai ventilasi apabila tidak untuk perlindungan terhadap debu. 2. Peralatan Pelindung Kebisingan

Kegunaan peralatan pelindung kebisingan adalah untuk melindungi telinga dari kebisingan yang berlebihan, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pendengaran pekerja. Standar kebisingan yang diizinkan adalah 90 desibel menurut undang‐undang keselamatan kerja kesehatan kerja, oleh sebab itu kebisingan yang dihasilkan oleh suatu proses produksi di dalam industri harus selalu diukur dan diusahakan kurang

dari standar yang telah ditentukan agar tidak menyebabkan kerusakan pada pendengar para pekerja.

Gambar 3. Alat Pelindung Kebisingan

3. Alat Pelindung Mata

Luka pada mata dapat diakibatkan adanya bahan atau beram yang masuk ke mata akibat pekerjaan pemotongan bahan, percikan bunga api sewaktu pengelasan, debu‐debu, radiasi dari sinar ultraviolet dan lainnya. Kecelakaan pada mata dapat mengakibatkan cacat seumur hidup, di mana tidak dapat berfungsi lagi atau dengan kata lain orang menjadi buta.

Gambar 4. Alat Pelindung Mata

4. Pelindung Muka

Banyak jenis peralatan dibuat untuk melindungi muka para pekerja. Biasanya alat tersebut juga berfungsi sebagai pelindung kepala dan leher

melindungi muka dari cairan bahan kimia, logam panas dan percikan bunga api dan luka lainnya yang akan terjadi pada kepala, leher dan muka pekerja. Bahan untuk melindungi muka biasanya dari plastik transparan, sehingga masih dapat tetap melihat kegiatan yang dilakukan.

Peralatan lain yang digunakan untuk melindungi muka adalah masker las. Jenis peralatan ini digunakan untuk melindungi mata dan muka dari percikan api las dan percikan logam cair hasil pengelasan. Pada jendela kacanya dilengkapi dengan lensa tambahan untuk menjaga agar lensa yang gelap tidak akan rusak kena panas/percikan api las dan percikan logam cair hasil pengelasan.

Gambar 5. Alat Pelindung Muka

5. Alat Pelindung Tangan

Jari‐jari tangan merupakan bagian tubuh yang sering kali

mengalami luka akibat kerja, seperti: terpotong oleh pisau, luka terbakar karena memegang benda panas, tergores oleh permukaan benda kerja yang tidak halus dan masih banyak lagi bentuk luka lainnya. Untuk itu tangan dan jari‐jari sangat perlu dilindungi dengan baik, karena semua pekerjaan seluruhnya dikerjakan dengan menggunakan tangan. Di samping sarung

dari luka pedih, yaitu sejenis cream. Cream ini dioleskan pada tangan dan lengan agar kulit terhindar dari bahan‐bahan yang dapat melukai kulit.

Gambar 6. Alat Pelindung Tangan

6. Pelindung Kaki

Sepatu kerja atau pelindung kaki yang harus digunakan pada bengkel kerja mesin, harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu: harus dapat melindungi kaki pekerja dari luka kejatuhan benda kerja, terkena

beram, benda panas/pijar, bahan‐bahan kimia yang berbahaya dan

kecelakaan yang mungkin timbul dan menyebabkan luka bagi pekerja. Konstruksi sepatu kerja bengkel kerja mesin adalah pada bagian ujung sepatu dipasang atau dilapisi dengan pelat baja, agar mampu menahan benda yang jatuh menimpa kaki. Dengan adanya penahan

Dokumen terkait