• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Terhadap Anak dari Keluarga Miskin yang Tidak Bisa Mengakses Pendidikan Dasar

Dalam dokumen d adp 039732 chapter3 (Halaman 146-151)

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

C. Kajian Terhadap Anak dari Keluarga Miskin yang Tidak Bisa Mengakses Pendidikan Dasar

Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa membicarakan masalah pendidikan bagi anak dari keluarga miskin, apalagi menanganinya, bukanlah merupakan persoalan sederhana, apalagi diangap gampang. Dari hasil penelitian sebagaimana telah dideskripsikan dalam bab sebelumnya terungkap bahwa begitu banyak faktor dominan saling terkait yang sekaligus menjadi alasan anak dari keluarga miskin di Kabupaten Cianjur selama ini terpaksa meninggalkan bangku sekolah, baik karena dropout di tengah jalan, maupun karena memang tidak melanjutkan sekolah.

Beban berat ekonomi keluarga, jauhnya jarak dari tempat tinggal ke sekolah, kurangnya kesadaran anak dan orang tua akan arti pentingnya pendidikan, perasaan rendah diri atau minder dengan berbagai alasannya, lingkungan sosial dan sekolah yang kurang mendukung, rendahnya pendidikan orang tua, kurangnya dukungan masyarakat, termasuk lingkungan internal sekolah yang kurang kondusif, adalah beberapa faktor penting yang dari hasil penelitian terungkap sebagai penyebab anak dari keluarga miskin selama ini tidak bisa mengakses pendidikan dasar 9 tahun.

Yang menarik, dari hasil kajian pula terungkap bahwa masing-masing faktor tersebut tidak bisa diposisikan secara terpisah dari faktor yang lainnya, melainkan melekat atau hadir tidak terpisahkan dari satu atau bahkan semua faktor yang lainnya dalam sebuah dinamika sistem sebagaimana bisa ditelaah dalam figur di bawah ini :

Dari diagram diatas, paling tidak ada beberapa hal penting yang bisa diangkat dan dibahas. Pertama, bahwa membahas masalah ketidakmampuan ekonomi anak dari keluarga miskin dalam mengakses pendidikan dasar 9 tahun pada prinsipnya merupakan masalah yang demikian kompleks karena melibatkan banyak masalah lain yang saling yang saling terkait dan menentukan. Dan realitas kompleks itulah yang belum banyak dipertimbangkan dalam mengimplementasikan Wajar Dikdas 9 Tahun selama ini.

Kedua, di balik faktor ”ketidakmampuan anak dari keluarga miskin” yang selama ini sering dianggap sebagai penyebab utama sekaligus menjadi isu sentral, sesungguhnya terdapat banyak faktor yang satu sama lain saling

ANAK DARI KELUARGA MISKIN TDK BISA MENGAKSES PENDIDIKAN DASAR HIMPITAN EKONOMI KELUARGA RENDAHNYA PENDIDIKAN ORANG TUA – LINGKUNGAN KELUARGA SIKAP MINDER –RENDAH DIRI ANAK JAUHNYA JARAK DARI TEMPAT TINGGAL KE SEKOLAH BEBAN BERAT BIAYA SEKOLAH LINGKUNGAN SEKOLAH YANG TIDAK MENDUKUNG RENDAHNYA KESADARAN ORANG TUA AKAN ARTI PENTINGNYA PENDIDIKAN LINGKUNGAN SOSIAL DAN KULTUR YANG KURANG MENDUKUNG RENDAHNYA MOTIVASI ANAK

GAMBAR 5.6 DIAGRAM CAUSAL LOOP : FAKTOR SALING TERKAIT PENYEBAB ANAK TIDAK BISA MENGAKSES PENDIDIKAN DASAR

berkaitan dalam sebuah dinamika sistem yang melibatkan banyak aktor dan sektor.

Bahkan dari sudut pemikiran sistem sebagaimana tergambar dalam diagram, maka faktor ketidakmampuan anak dari keluarga miskin yang selama ini banyak diangkat kepermukaan, sesungguhnya hanya merupakan ”akibat yang tidak diinginkan” (unintended effect) yang muncul karena banyak faktor lain yang saling berkaitan itu. Itulah pula realitas kompleks yang selama ini belum banyak diperhitungkan dan diintervensi dalam mengimplementasikan kebijakan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin

Beberapa faktor ketidakberuntungan (disadvantages) berkait dengan kondisi ekonomi yang serba tidak memadai, ketidakberuntungan karena kelemahan fisik dan mental yang mereka miliki, ketidakberuntungan karena kerentanannya (vulnerability), ketidakberuntungan karena ketidakberdayaannya ketika harus berhadapan dengan kelompok masyarakat mampu (powerless) sampai ketidakberuntungan karena keterasingan kehidupannya dari masyarakat mampu, adalah beberapa saja yang mesti terakomodasi sekaligus terjawab dengan kebijakan atau pelayanan program yang akan dirumuskan.

Di situlah pula relavansinya untuk mengintegrasikan atau mensinergikan pelaksanaan kebijakan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun ini dengan berbagai pendekatan dan program terkait – integrated program. Keniscayaan ini ini juga relavan dengan pemikiran Chambers dengan konsepnya yang dikenal dengan sebutan ”integrated poverty” yang intinya menegaskan bahwa kemiskinan pada umumnya selalu melibatkan banyak faktor kemalangan atau

tidakberuntungan (disadvantages) yang satu sama lain saling terkait melingkari kehidupan orang miskin.

Itu sebabnya, apa pun bentuk atau rumusan kebijakan yang akan dijalankan mesti dijabarkan kedalam berbagai program yang mampu menjawab dan memecahkan persoalan-persoalan kompleks yang sering dihadapi anak dari keluarga miskin tersebut. Itulah pula yang menurut hasil penelitian dan kajian belum banyak dilakukan dalam mengimplementasikan program Wajar Dikdas 9 taun selama ini.

Program peningkatan pendapatan ekonomi keluarga atau apa pun namanya yang diharapkan bisa membantu memberdayakan sekaligus meningkatkan ekonomi keluarga miskin, adalah merupakan salah satu program yang mesti diangkat sebagai bagian integral dari dari upaya untuk mempercepat penuntasan Wajar Dikdas bagi anak dari keluarga miskin. Fakta selama inin menunjukan, tidak sedikit anak dari keluarga miskin yang terpaksa ditarik orang tuanya dari sekolah hanya karena anaknya harus membantu kerja orang tuanya.

Bukan hanya itu, program pengendalian laju pertumbuhan penduduk melalui pelaksanaan program KB, misal lain, juga harus dijadikan salah satu kebijakan yang keberhasilannya akan banyak berpengaruh dalam upaya untuk mempercepat penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun. Paling tidak, melalui akselerasi pengendalian angka kelahiran ini akan membantu meringankan beban pemerintah karena laju pertumbuhan anak usia Wajar Dikdas bisa dikendalikan sesuai dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan daya tampungnya. Bahkan dari hasil penelitian terungkap bahwa tidak jarang anak meninggalkan

bangku sekolah hanya karena untuk membantu orang tua mengurus anggota keluarga yang lainnya (mengasuh adik-adiknya yang memang banyak).

Singkatnya, karena kemiskinan mereka tidak bisa menikmati pendidikan dengan alasan jauhnya jarak dari tempat tinggal ke sekolah. Karena kemiskinan, mereka tidak bisa menikmati pendidikan dasar karena orang tuanya, atau bahkan anaknya sendiri kurang memiliki kesadaran akan arti pentingnya pendidikan. Karena kemiskinan, mereka tidak bersekolah karena merasa minder dengan teman-teman sekolah yang lainnya. Karena kemiskinan, mereka hruas meninggalkan bangku sekolah untuk membantu orang tuanya.

Karena kemiskinan, singkatnya, mereka tidak banyak memiliki peluang untuk bisa mengakses haknya untuk memperoleh pendidikan dasar sebagaimana dialami oleh teman-teman sebayanya dari keluarga mampu. Celakanya, kondisi itu diperparah oleh lingkungan sosial dan internal sekolah yang belum kondusif mendukung mereka bisa mengakses pendidikan dasarnya.

Karena begitu kompleks, luas dan beratnya masalah yang dihadapi anak dari keluarga miskin, adalah tidak mungkin jika penanganannya pun hanya mengandalkan intervensi berdasarkan kemampuan yang hanya dimiliki pemerintah. Dan di situlah pula arti pentingnya pelibatan peran serta masyarakat, tentu dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya dalam implementasi kebijakan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun ini bagi anak dari keluarga miskin.

Partsisipasi masyarakat di sini tidak selamanya harus dimaknai sebatas pemberian bantuan materi semata. Termasuk dalam pengertian partisipasi di sini adalah keterlibatan masyarakat dalam memberikan pengertian, mendorong

sekaligus menggerakan anak dari keluarga miskin untuk bisa menamatkan pendidikan dasar 9 tahunnya. Itulah pula yang selama ini belum banyak dilakukan. Padahal tidak sedikit anak dari keluarga miskin yang tidak bisa mengakses pendidikan selama ini, salah satunya, diakibatkan oleh karena masyarakat, terutama tokoh masyarakat yang belum melakukan peran dan fungsi penggerakan masyarakatnya.

Intinya, apa yang tidak bisa ditangani atau dilakukan pemerintah karena keterbatasan yang dimilikinya, atau karena kekeliruan dalam memanej dan melaksanakan program-program implementasinya, saatnya kini dan ke depan bisa dibantu oleh masyarakat. Dan itulah pula yang saat ini belum banyak dilakukan. Padahal seperti telah banyak diungkapkan oleh para pakar, tingginya partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan kebijakan yang diambil pemerintah.

Dalam dokumen d adp 039732 chapter3 (Halaman 146-151)