• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Peningkatan Akses

Dalam dokumen d adp 039732 chapter3 (Halaman 51-76)

D. Bentuk-bentuk Program Implementasi Untuk Mencapai Target Tentang bagaimana target dan arah kebijakan itu dilaksanakan secara

4. Upaya Peningkatan Akses

Berikut ini adalah deskripsi mengenai upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan akses pendidikan bagi anak dari keluarga miskin yang diwujudkan dalam berbagai bentuk pengembangan program pelayanan pendidikan alternatif yang secara khusus lebih banyak diperuntukan dalam rangka menyediakan pelayanan pendidikan bagi anak dari keluarga miskin. Upaya ini juga sekaligus merupakan penjabaran dari arah kebijakan Wajar Dikdas yang telah ditetapkan.

a. Upaya Peningkatan Akses melalui Pengembangan SMP Cerdas Seatap

Program ini pada intinya ditujukan dalam rangka memfasilitasi anak usia13-15 tahun, sebutlah lulusan SD/MI yang selama ini belum tertampung di sekolah setingkat SLTP yang ada, baik karena alasan geografis berupa jauhnya jarak domisili anak dengan sekolah, maupun karena alasan ekonomi berkait

dengan besarnya beban transportasi yang sering jadi kendala bagi anak dari keluarga miskin.

Menampung mereka yang selama ini tidak mampu mengakses SLTP yang ada, itulah tujuan dari pengembangan SMP Cerdas Seatap yang sekaligus juga merupakan program unggulan dari Program Pendanaan Kompetisi dalam rangka Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (PPK-IPM) sektor pendidikan yang digulirkan pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Gambaran konkritnya, demikian diungkapkan oleh Drs. Sulaeman Zuhdi, Ketua Satlak (Satuan Pelaksana) PPK IPM Bidang Pendidikan Kabupaten Cianjur, ketika program SMP Cerdas Seatap ini baru akan digulirkan, tahun 2006, di kabupaten Cianjur terdapat sekitar 59.722 anak lulusan SD/MI yang belum tertampung oleh faslitas SMP/MTs yang ada, atau mencapai 1.990 anak setiap kecamatannya.

Dan itulah pula yang dijadikan sasaran dari pengembangan program SMP Cerdas Seatap yang merupakan bagian dari Program PPK-IPM sektor pendidikan itu. Dijelaskan oleh Ketua Penanggung jawab Program ini, kehadiran SMP Cerdas Seatap di Kabupaten Cianjur ini diharapkan bisa menjadi pilihan yang rasional dalam rangka mengakselerasi Wajar Dikdas pada umumnya, dan membantu akses pendidikan bagi anak dari keluarga miskin pada khususnya.

Ditambahkannya, pengembangan program ini diharapkan mampu membantu mempercepat pencapaian Wajar Dikdas 9 yang ditandai dengan peningkatan angka partisipasi kasar maupun murni (APK dan APM) SLTP

sekaligus meningkatkan angka rata-rata lama sekolah (rate of years schooling) sebagaisalah satu komponen dalam peningkatan IPM.

Di bawah ini adalah gambaran mengenai kontribusi pengembangan SMP Cerdas Seatap dalam penyerapan lulusan SD/MI terhadap upaya penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun pada umumnya, dan membantu akses pendidikan bagi anak dari keluarga miskin pada khususnya, diambil dari dokumen Satuan Pelaksana (Satlak) PPK-IPM Kabupaten Cianjur sebagai berikut :

Tabel 4.12 : Perkembangan SMP Cerdas Seatap 2006-2008

TAHUN JUMLAH SEKOLAH

JUMLAH SISWA

TOTAL KELAS 7 KELAS 8 KELAS 9

2006 2007 2008 83 83 77 2.796 1.948 2.415 - 2.756 1.988 - - 2.137 2.796 4.704 6.540

Dari figur di atas nampak bahwa jumlah sekolah yang berhasil dikembangkan pada tahun pertama Program SMP Cerdas Seatap ini dirintis, bulan Agustus 2006, adalah sebanyak 83 buah sekolah dan bertahan pada angka yang sama pada tahun 2007, namun kemudian turun menjadi hanya 77 buah pada tahun 2008, berkurang sebanyak 6 buah sekolah.

Alasan penurunannya, demikian diungkapkan oleh Ketua Penanggungjawab Programnya, Drs. Sulaeman Zuhdi, adalah : pertama, 3 sekolah berganti status menjadi SMP Mandiri, 2 sekolah dinilai kurang efektif dan efisien karena sasarannya nyaris habis dan dipindahkan ke SMP reguler, sementara yang 1 sekolah yang berlokasi di Kecamatan Agrabinta, kehabisan

murid karena ada pembukaan SMP baru disekitarnya, yakni di daerah perbatasan dengan Kabupaten Sukabumi.

Dari figur di atas pula nampak bahwa pengembangan program SMP Cerdas Seatap ini, pada tahun pertamanya berhasil menampung siswa, sebutlah kelas 7 (setara dengan kelas 1 SMP/MTs) sebanyak 2.798 anak, atau sekitar 34 siswa setiap sekolahnya. Jika dibandingkan dengan jumlah anak sekolah lulusan SD/MI yang tidak tertampung pada SMP/MTs yang tersedia sebanyak 59.722 anak sebagaimana telah diungkapkan pada uraian sebelumnya, maka kehadiran SMP Cerdas Seatap pada tahun pertama berhasil menyerap sebanyak 4,7 persen sekaligus juga merupakan gambaran tentang kontribusi model sekolah ini terhadap peningkatan APK dan APM SMP

Pada tahun berikutnya, tahun 2007, pelaksanaan SMP Cerdas Seatap ini hanya mampu menampung lulusan SD/MI, sebutlah siswa baru sebanyak 1.948 anak, atau turun sebanyak 848 siswa dibanding tahun 2006. Alasannya, demikian diungkap oleh Ketua Tim Monitoring dan Evaluasi PPK-IPM, Ir Elizabet MT, berkait dengan keraguan sekaligus kekurangpercayaan masyarakat akan kelangsungan program PPK-IPM ini yang dijadwalkan hanya akan berlangsung 2 tahun. Tegasnya, masyarakat waktu itu khawatir jika anaknya kelak akan terlantar ketika pemerintah provinsi Jawa Barat menghentikan proyeknya.

Namun karena pihak pemerintah daerah berhasil meyakinkan masyarakat bahwa kelangsungan program SMP Cerdas Seatap ini akan dijamin oleh dukungan anggaran yang bersumber dari APBD Kabupaten Cianjur, bahkan akan dijadikan program tetap Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten

Cianjur, maka siswa baru (kelas 7) pada tahun berikutnya, tahun 2008, kembali meningkat menjadi 2.415 anak.

Dari tabel di atas pula nampak bahwa semakin tinggi tingkat kelas pada SMP Cerdas Seatap ini, semakin berkurang pula jumlah siswanya. Angka konkritnya, jumlah siswa yang pada tahun 2006 berada pada kelas 7 sebanyak 2.796, menurun menjadi 2.756 ketika mereka menduduki kelas 8 pada tahun 2007, dan menurun lagi menjadi hanya 2.137 ketika mereka berada pada kelas 9 pada tahun 2008, turun sekitar 30 persen.

Alasannya, demikian diaungkapkan oleh Tim Monev PPK IPM Kabupaten Cianjur, sebagiannya, terutama murid perempuan, terpaksa drop out karena dinikahkan orang tuanya, sebagiannya drop out karena lebih memilih menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke Timur Tengah karena faktor desakan ekonominya, sebagian yang lainnya pindah ke SMP atau Tsanawiyah reguler, disamping juga ada diantara mereka yang karena berbagai alasan berhenti di tengah jalan.

Sebagai bagian dari program PPK-IPM pada sektor pendidikan, banyak keuntungan bisa dipetik dari penyelenggaraan SMP Cerdas Seatap ini. Diantaranya, demikian diungkapkan oleh Kasubdin Dikdas pada Dinas P dan K Kabupaten Cianjur, Agus Maelani, bahwa dari aspek tempat, misalnya, program ini bisa dikembangkan hanya dengan menggunakan bangunan SD yang ada sehingga tidak memerlukan biaya pembangunan fisik. Bahkan karena diselenggarakan di daerah terpencil, kehadiran SMP Cerdas Seatap ini mampu mendekatkan pelayanan pendidikan dasar kepada masyarakat atau anak yang berada pada kantong-kantong drop out tingkat SLTP.

Keunggulan lainnya, penyelenggaraan SMP Cerdas Seatap ternayata juga mampu memberikan tambahan kesejahteraan para guru yang ada di daerah, termasuk guru sukarelawan (Sukwan). Gambaran konkritnya, program yang pertamanya didanai pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui program PPK-IPM ini, setiap bulannya menyediakan biaya oparasional dan transportasi yang jumlahnya berkisar antara Rp. 150.000,- sampai Rp. 200.000,- per guru per bulan, baik untuk guru bidang studi maupun transport bagi guru yang menjadi Wali Kelas di SD yang ditunjuk jadi lokasi SMP Cerdas Seatap, bahkan program ini pun menyediakan biaya transport bagi guru dalam melakukan kegiatan ekstra kulikuler.

Menurut pandangan peneliti, kegiatan SMP Cerdas Seatap ini mengandung inovasi yang penting bagi dunia pendidikan, khususnya pendidikan dasar bagi anak dari keluarga miskin. Secara nyata, kegiatan SMP Cerdas Seatap ini telah mampu mendekatkan akses pendidikan dasar kepada masyarakat sehingga memudahkan siswa untuk menjangkau lokasi belajar yang selama ini dirasakan cukup jauh. Hal ini pun membuat masyarakat menjadi lebih ringan dalam hal beban biaya transportasi dari rumah ke sekolah, jalan kaki tidak terlalu jauh, naik angkutan umum pun tidak terlalu mahal.

Selanjutnya, selain inovatif, kegiatan SMP Cerdas Seatap ini juga bisa dikatakan efisien dan efektif. Kegiatan SMP Cerdas Seatap yang berbasis kegiatan ini cukup memanfatkan sarana prasarana milik SD setempat, tenaga pengajarnya pun diambil dari sekitar sekolah SMP Cerdas Seatap tersebut. Siswa yang menjadi muridnya pun tidak harus mengenakan pakaian seragam

sekolah yang selama ini sering menjadi beban bagi anak dari keluarga miskin, meskipun sekolahnya formal.

Itulah pula kultur sekolah yang dalam banyak aspeknya menjadi kondusif dalam mendekatkan akses pelayanan pendidikan bagi anak dari keluarga miskin. Dan yang menarik, dari jumlah siswa kelas 9 tahun 2008 sebanyak 2.137 anak, sebanyak 75 persen diantaranya dinyatakan lulus mengikuti Ujian Nasional (UN), sebuah angka yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan input yang tersedia dalam penyelenggaraan SMP Cerdas Seatap ini. Itulah pula fakta yang bisa diangkat untuk menjelaskan besarnya kontribusi penyelenggaraan model pendidikan dasar model yang dikembangkan dari program PPK-IPM ini terhadap upaya percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin

b. Upaya perningkatan Akses Melalui Pengembangan SD/SMP Seatap

Jika program SMP Cerdas Seatap merupakan bagian dari program PPK- IPM yang digulirkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam rangka akselerasi peningkatan IPM, maka program SMP Seatap dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang sama namun dengan sumber pendanaan yang berbeda, yakni dari APBD tingkat II Kabupaten Cianjur. Singkatnya, Program SD/SMP Seatap ini dilakukan dalam rangka memberikan peluang yang lebih luas lagi bagi anak dari keluarga miskin dalam mengakses pendidikan dasar 9 tahun.

Seperti diungkapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur, meskipun rata-rata daya tampung sekolah pada beberapa kecamatan yang ada masih memungkinkan, namun karena distribusinya tidak merata jika dikaitkan dengan konsentrasi persebaran penduduk anak dari keluarga miskin, maka

kebijakan pengembangan SD/SMP Satu atap di Kabupaten Cianjur ini masih sangat relavan dan strategis dalam memperluas akses pendidikan bagi anak dari keluarga miskin, bahkan untuk anak yang tinggal di daerah perkotaan sekali pun. Singkatnya, kehadiran SD/SMP Seatap ini sekaligus diharapkan bisa memperkuat program SMP Cerdas Seatap seperti telah diuraikan sebelumnya.

Konkritnya, inilah realisasi dari pengembangan SD/ SMP Satu Atap, diluar SMP Cerdas Seatap, yang telah dan sedang dilaksanakan di Kabupaten Cianjur mulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.13 : Perkembangan Program SD/ SMP Seatap Kabupaten Cianjur TAHUN JML SISWA TERTAMPUNG JML ANAK SEKOLAH USIA SLTP % SISWA SMP SEATAP/ ANAK SEKOLAH USIA SLTP 2004 2005 2006 2007 2008 - - 2.796 4.704 6.540 100.803 104.632 111.435 133.094 120.130 - - 2,51 3,53 5,44 Sumber : Subdin Dikdas P dan K Kabupaten Cianjur, 2007

Dari tabel di atas nampak bahwa kehadiran program SMP Seatap sebagai salah satu program alternatif yang di Kabupaten Cianjur baru dimulai tahun 2006 memiliki kontribusi yang cukup berarti dalam meningkatkan akses pendidikan dasar 9 tahun. Dibandingkan dengan total siswa pada tingkat SLTP yang ada, pada tahun 2006 bisa memberikan kontribusi sebesar 2,51 persen, dan kemudian meningkat pada tahun 2007 menjadi 3,53 persen, dan meningkat lagi menjadi 5,53 persen pada tahun 2008. Dengan angka-angka itu saja bisa

disimpulkan bahwa kehadiran program SMP Seatap tidak sedikit sumbangannya dalam memberi kesempatan bagi anak miskin untuk mengakses pendidikan dasar 9 tahun.

c. Upaya Peningkatan Akses Melalui Pesantren Salafiyah

Optimalisasi pencapaian target Wajar Dikdas di Kabupaten Cianjur tidak hanya dilakukan di lingkungan pendidikan formal sekolah-sekolah umum, tetapi juga melibatkan dan dilaksanakan di pondok-pondok pesantren yang diselenggarakan atas kerjasma antara Pondok Pesantren Salafiyah (kajian kitab kuning). Kegiatannya, Kata Kasi Mapenda, Dra. Ida Farida pada Kantor Depag Cianjur, berupa pengintegrasian program wajar dikdas ke dalam kurikulum pesantren, seperti Paket B yang diwajibkan bagi santri-santri sesuai usianya.

Masih menurutnya, bentuk penyelenggarakan kegiatan ini dirasakan sangat membantu dalam menunjang akselerasi penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun karena banyak dari para santri yang masuk pesantren itu adalah para luiusan SD yang karena ketidakmampuan orang tuanya tidak mampu melanjutkan ke SMP atau Madrasah Tsanawiyah. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang memang atas keinginan atai dorongan orang tuanya lebih memilih pesantren ketimbang sekolah formal.

Salah satu contoh pondok pesantren yang menerapkan program ini adalah Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri yang terletak di Kecamatan Ciranjang. Peserta santri warga belajar yang ditampung di pesantren ini berasal dari desa-desa di sekitar kecamatan Ciranjang. Dalam rangka penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun, Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri ini terlibat juga menyelanggarakan program Paket B setara SLTP bagi santrinya, bahkan Paket

C setara SLTA pun dilaksanakan di pesantren ini. Yang cukup membanggakan, meskipun kegiatan pembelajaran di pondok pesantren dilaksanakan secara tutorial yang dilengkapi dengan fasilitas ICT.

Menurut data yang ada, dari banyak Pondok Pesantren yang telah menyelenggarakan Program Wajar Dikdas ini, saat ini tercatat ada sekitar 2.875 santri yang tercatat sebagai siswanya. Artinya, kehadiran Pondok Pesantren Salafiyah ini paling tidak telah menyumbangkan sebesar 2,8 persen dalam menampung anak usia 13-15 tahun yang pada tahun 2008 berjumlah 137.015 anak.

Jika ditambah dengan jumlah santri yang sedang mengikuti program yang disebut dengan Pontren Cerdas Seatap, bnetuk penyelenggaraan pendidikan dasar 9 tahun di pesantren yang sengaja dikembangkan sebagai bagian dari Program Proyek Pendanaan Kompetisi (PPK_ – IPM yang didanai Pemerintah Provinsi sebanyak 7.703 siswa, maka jumlah total siswanya menjadi 10.578 anak, atau sekitar 3 persen dibanding dengan jumlah total SLTP sederajat yang mencapai angka 344.739 anak.

d. Upaya Peningkatan Akses Melalui Pengembangan SMP Terbuka

Masih dalam rangka meningkatkan pemerataan kesempatan belajar, khususnya bagi tamatan SD/MI yang karena beberapa alasan tidak berkesempatan mengikuti pendidikan pada jenjang SLTP, serta mengacu pula kepada kebijakan yang dikembangkan oleh pemerintah pusat, maka pengembangan SMP Terbuka yang memiliki karakteristik tersendiri itu juga menjadi pilihan yang dikembangkan di Kabupaten Cianjur dalam rangka memperluas akses pendidikan dasar bagi anak dari keluarga miskin.

Menurut Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur, SMP terbuka ini tidak lain merupakan salah satu satuan penyelenggara pendidikan tiga tahun yang menggunakan kurikulum seperti SLTP regular, namun dengan pola kegiatan belajar mengajarnya yang berbeda, yakni yang menekankan kepada prinsip belajar mandiri, atau cara belajar yang dilakukan sendiri oleh siswa dan membatasi seminimal mungkin bantuan orang lain.

Itu sebabnya, media utama yang digunakannya adalah bahan belajar mandiri berupa modul yang ditunjang oleh media lain yang relavan. Adapun waktu dan tempat belajar secara kelompoknya ditentukan bersama oleh siswa dan guru pembimbingnya. Sementara waktu dan tempat belajar mandirinya ditentukan sendiri oleh siswanya.

Dijelaskan oleh Kasubdin Dikdas Dinas P dan K Kabupaten Cianjur, Drs. Agus Maelani, bahwa kehadiran jenis satuan pendidikan yang merupakan salah satu kebijakan yang berasal dari pemerintah pusat ini sengaja dikembangkan di Kabupaten Cianjur dengan maksud untuk memenuhi tuntutan pelayanan pendidikan dasar yang tidak tertampung pada SLTP reguler yang umumnya merupakan anak dari keluarga tidak mampu, disamping untuk menampung anak lainnya yang kebetulan bertempat tinggal jauh dari lokasi SLTP yang tersedia.

Lebih jauh diungkapkan, kehadiran SMP Terbuka juga sengaja dikembangkan untuk memenuhi tuntutan pelayanan pendidikan dasar bagi anak yang karena kemiskinannya, sebutlah karena harus banyak membantu beban ekopnomi keluarganya, terpaksa tidak memiliki banyak kesempatan untuk mengkuti pendidikan dasar pada sekolah reguler. Adanya fleksibilitas dalam

cara belajar siswa, cara belajar mandiri, yang memungkinkan siswa tetap bisa membantu pekerjaan orang tuanya, adalah hal lain yang dinilai sangat efektif dalam rangka mempermudah akses pendidikan bagi anak dari keluarga miskin

Menurut sumber yang ada pada Kasubdin Dikdas Dinas P dan K Kabupaten Cianjur, sampai tahun 2008 ini telah berhasil dikembangkan sebanyak 41 buah SMP Terbuka yang tersebar di 30 kecamatan yang ada di Kabupaten Cianjur dengan jumlah total murid sebanyak 9.285 siswa. Rinciannya, sebanyak 3.947 merupakan murid yang masih duduk di kelas I, sebanyak 2.710 untuk kelas 2, dan sisanya sebanyak 2.628 adalah anak yang sudah berada pada bangku sekolah kelas 3, atau kelas akhir. Bandingkan dengan jumlah total siswa SMP Terbuka pada tahun 2006 yang baru mencapai angka 1.170 siswa.

Dengan trend itu, dalam perkembangan terakhirnya kehadiran SMP terbuka ini telah memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam meningkatkan akses pendidikan bagi anak dari keluarga miskin pada khususnya, dan pencapaian Wajar Dikdas 9 tahun pada umumnya.

Persisnya, jika jumlah total anak usia 13-15 tahun (usia SLTP) pada tahun 2008 tercatat sebanyak 137.015 anak, maka kontribusi SMP Terbuka dengan jumlah siswanya yang telah mencapai angka 9.285 anak jatuh pada angka 6,77 persen, sebuah kontribusi yang secara kuantitatif cukup berarti jika diakitkan dengan upaya peningkatan APK/APM pada khususnya, dan beban berat pendidikan pemerintah Kabupaten Cianjur pada umumnya. Bahkan jika dibandingkan dengan jumlah total anak sekolah usia SLTP sebanyak 114.913,

maka kontribusi SMP Terbuka dengan jumlah siswanya sebanyak 9.285 anak itu menjadi lebih besar lagi, yakni 8,08 persen.

Namun diakui oleh Wakil Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur, besarnya kontribusi secara kuantitatif yang disumbangkan SMP Terbuka ini, tidak berarti bahwa kehadiran satuan pendidikan ini tidak memiliki masalah dan kendala. Masalah mutu yang ditandai rendahnya mutu lulusan, merupakan salah satu masalahnya. Bahkan dari aspek proses belajar mengajar dengan keterbatasan tenaga dan sarananya, termasuk kondisi sosial ekonomi para muridnya, yakni anak dari keluarga miskin dengan karakteristiknya yang begitu kompleks, merupakan masalah lain yang dihadapi dalam pengembangan SMP Terbuka.

”Murid-murid di SMP Terbuka di sini sering tidak hadir di Tempat Kegiatan Belajar (TKB) lantaran sering dipanggil orang tuanya untuk bekerja, bahkan ada yang menikah”, tegas Drs Dadang yang selama ini mengelola SMP Terbuka di Kecamatan Sukaresmi. Fakta ini sekaligus mengingatkan bahwa upaya untuk mendekatkan pelayanan dan menggratiskan pendidikan saja tidaklah cukup, karena banyak faktor lain yang selama ini belum disentuh kebijakan yang dijalankan pemerintah.

e. Upaya Peningkatan Akses Melalui Pembukaan Kelas Jauh

Jika model SMP Terbuka merupakan model penyelenggaraan pendidikan mandiri yang dilaksanakan untuk menampung akses anak yang tinggal di daerah terpencil, maka model SMP Kelas Jauh diselenggarakan di daerah atau lokasi yang memiliki banyak calon anak namun karena beberapa alasan, sebutlah karena keterbatasan anggaran, belum memungkinkan dibangun ruang kelas Baru

(RKB). Namun demikian, penyelenggaraan Kelas Jauh dilaksanakan dilokasi yang memungkinkan bisa dibangun Unit Sekolah Baru (USB) sehingga kelak, setelah dukungan yang dibutuhkannya memungkinkan – ketersediaan dukungan anggaran dan ketersediaan tanah - bisa diresmikan sebagai unit sekolah baru (USB).

Dari hasil penelitian terungkap bahwa kehadiran model pendidikan alternatif ini ternyata cukup membantu meningkatkan akses anak dari keluarga miskin. Wujudnya, jumlah anak yang memanfaatkan model pendidikan ini meningkat dari 2.968 anak pada tahun 2004 menjadi 3.124 pada tahun 2005, dan meningkat lagi menjadi 3.760 pada tahun 2006. Satu tahun berikutnya, tahun 2007, jumlahnya meningkat menjadi 3.835 anak dan meningkat lagi menjadi 3.911 anak pada tahun 2008.

Jika dibanding dengan jumlah total anak sekolah usia SLTP sebesar 114.913, maka secara kuantitatif kontribusi penyelenggaraan model SMP Kelas Jauh ini mencapai angka 3,40 persen, sebuah angka yang walaupun lebih rendah dibanding kontribusi penyelenggaraan model SMP Terbuka, namun relatif cukup efektif dalam mendukung upaya percepatan Wajar Dikdas 9 tahun. Sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang penyelenggaranya, walaupun mutu lulusan dari model sekolah ini tidak bisa disamakan dengan mutu lulusan dari sekolah reguler, namun kehadirannya cukup membantu meringankan beban pendidikan dasar bagi anak yang umumnya merukapan anak dari keluarga miskin yang karena kemiskinannya tidak mampu sekolah dilokasi yang jauh dari rumahnya.

f. Upaya Peningkatan Akses Melalui Jalur Pendidikan Non Formal

Deskripsi hasil penelitian terhadap sejumlah kasus berikut ini barangkali bisa dijadikan salah satu illustrasi untuk menggambarkan tentang bagaimana kontribusi penyelenggaraan pendidikan dasar jalur non formal dalam membantu meringankan beban anak dari keluarga miskin dalam mengakses pendidikan dasar yang menjadi haknya.

Muhamad Husaeni (18 tahun), anak ke 3 dari 6 bersaudara yang lahir dari orang tua dengan pekerjaan hanya sebagai buruh di Bandung itu, adalah salah satu anak yang cukup beruntung. Bukan semata karena ia telah berhasil menamatkan pendidikan setara SMP atau Paket B pada tahun 2007 yang lalu, namun karena motivasinya yang tinggi, ditambah karena tidak ada pungutan biaya yang membebani orang tuanya, saat ini ia juga sudah nyaris berhasil bisa menyelesaikan pendidikan setara SLTA pada program Paket C PKBM ”Mandiri Bersemi” yang beralamat di Desa dan Kecamatan Karangtengah Cianjur.

Saya ingin pintar, punya ijazah dan bekerja. Bahkan saya ingin jadi pengusaha sukses seperti orang lain, ungkapnya ketika ditanya mengenai alasannya yang mendorong ia mengikuti program pendidikan non formal. Waktu itu, pada tahun 2007, saya juga terpaksa mengikuti jalur pendidikan non formal mengingat tidak ada beban biaya yang harus dikeluarkan orang tua, disamping lokasinya tidak jauh dari tempat tinggalnya di Rt 02 Desa Hegarmanah Kecamatan Karangtengah. Ditambahkannya pula, mengikuti jalur pendidikan non formal sangat didorong orang tuanya, Parhan Silmi (48), karena

bisa dilakukan si anak sambil membantu pekerjaan rumah tangga orangtuanya di rumah.

Hal yang hampir sama juga dialami oleh anak bernama Tati Setiawati (16) yang kini duduk dibangku kelas 3 program Paket B pada PKBM Ciimbangsari. Putri dari pasangan Suryana (40) dan Siti Chadijah (35) yang sehari-harinya bekerja hanya sebagai buruh tani itu mengaku bangga kalau dirinya bisa mengikuti pendidikan setara SMP sambil bisa mengikuti pendidikan (ngaji) di Pesantran yang tidak jauh dari tempat tinggalnya di

Dalam dokumen d adp 039732 chapter3 (Halaman 51-76)