• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ho Vin My Linh (2011) : Kajian Metafora dalam Surat Kaba ( Bahasa Inggris tandingan Bahasa Vietnam )

2.4 Penelitian Yang Relevan.

2.4.1 Ho Vin My Linh (2011) : Kajian Metafora dalam Surat Kaba ( Bahasa Inggris tandingan Bahasa Vietnam )

Judul diatas membahas permasalahan bahasa yang muncul berkaitan dengan metafora yang secara produktif digunakan dalam bahasa surat kabar. Dalam penelitian ini penulis berpendapat bahwa para jurnalis sering menggunakan kemampuan bahasanya khususnya dalam penggunaan metafora. Metafora merupakan salah satu perangkat bahasa yang menimbulkan kesulitan. Menggunakan metafora dalam surat kabar memuaskan keingintahuan dan

kepuasan pembaca meski kadang menimbulkan kesulitan dalam memahaminya.

Metafora ada sebagai fakta umum di semua bahasa di dunia ini tidak bahasa Vietnam yang kemudian dibandingkan dengan bahasa Inggris dalam penggunaannya di surat kabar. Analisis ini sebagai kontribusi pada bidang linguistik khususnya mengenai persamaan dan perbedaan metafora dalam bahasa Vietnam dan bahasa Inggris dan membantu para penulis, pembaca, guru bahasa, mahasiswa, penerjemah dalam memahami kedua bahasa secara efektif.

Penelitian ini untuk menganalisis ujaran-ujaran metaforis yang terdapat dalam surat kabar berbahasa Vietnam dan bahasa Inggris dan mencari persamaan dan perbedaannya khususnya yang berkaitan dengan fitur-fitur sintaksis dan semantik. Kemudian, fitur-fitur tersebut dibandingkan dan dicari kesamaan dan perbedaannya. Akhir dari penelitiannya diperoleh implikasi yang dikaitkan dengan pembelajaran bahasa.

Untuk mencapai tujuan-tujuan yang disebutkan di atas dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut, (1) fitur-fitur sintaksis apasajakah yang terdapat dalam ujaran metaforis dalam surat kabar Vietnam dan bahasa Inggris? (2) fitur-fitur semantik apasajakah yang terdapat dalam ujaran metaforis dalam surat kabar berbahasa Vietnam dan bahasa Inggris?, dan (3) kesamaan dan perbedaan apasajakah antara metafora bahasa Vietnam dan bahasa inggris khususnya yang berkaitan dengan fitur-fitur sintaksis dan semantik? Untuk memperoleh jawaban dari ketiga rumusan tersebut, peneliti menggunakan beberapa teori metafora, antara lain Halliday (1989) khususnya

yang berkaitan dengan definisi metafora; Galperin (1981) tentang hubungan antara kamus dan makna logis kontekstual yang berdasarkan kesamaan perangkat bahasa tertentu terhadap dua konsep korespondensi; Lakoff dan Johnson (1980) khususnya yang berkaitan dengan peran metafora dalam menentukan realita bahasa sehari-hari. Dalam linguistik kognitif, metafora diartikan sebagai pemahaman suatu domain konseptual untuk domain koseptual lainnya. Lakoff (1980) yang menegaskan bahwa metafora bukan permasalahan pikiran dan alasan. Bahasa masalah kedua. Masalah yang utama justru terletak pada pemetaan.

Untuk mendapatkan firtur-fitur sintaksis, peneliti menggunakan kategorisasi frasa yang ada dalam metafora kedua bahasa tersebut. Yang dimaksud kategori frasa di sini adalah kata-kata yang secara terstruktur ada dalam membentuk metafora.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi deskriptif dan komparatif. Sampel yamg dikumpulkan dalam bentuk ujaran metafora dari berbagai surat kabar kedua bahasa yang diteliti dalam bentuk korpus sebanyak 400 sampel (200 dalam bahasa Vietnam dan 200 dalam bahasa Inggris.

Hasil analisis yang diperoleh fitur sintaksis bahasa Inggris adalah sebagai berikut:

(1) Noun phrases a) N;

c) ADJ + N; d) NP + PP (PREP + N/NP); e) NP’s + N; f) N + PP; f) COMPOUND N; (2) Adjective Phrases: a) ADJ; b) COMPOUND ADJ;

c) PAST PARTICIPLE / PRESENT PARTICIPAL; (3) Verb Phrases: a) V.

Hasil analisis fitur semantik bahasa Inggris berdasarkan pada gabungan kesamaan warna, bentuk, fungsi dan ciri, metafora dapat dikelompokkan menjadi:

(1) metafora yang merujuk pada warna; (2) metafora yang merujuk pada cuaca; (3) metafora yang merujuk pada perang; (4) metafora yang merujuk pada kesehatan; (5) metafora yang merujuk pada binatang; (6) metafora yang merujuk pada makanan; (7) metafora yang merujuk pada perjalanan; dan (8) metafora yang merujuk pada sifat.

Penelitian ini berkontribusi khususnya dalam menganalisis fitur sintaksis dan semantiknya. Metode analisis ini diterapkan dalam analisis metafora Hikayat Abdullah. Perbedaannya adalah dalam penelitian yang

dilakukan oleh Ho Vin My Linh (2011) ini dengan yang sedang peneliti lakukan adalah disamping jenis genre yang berbeda, tidak adanya bandingan makna metafora sebagai salah satu bahasa figuratif dari segi ilmu sastra dengan makna kognitif metafora dari segi kajian linguistik.

2.4.2. Abdullah, I. H. (2011), Analisis Kognitif Semantik Peribahasa Melayu Bersumberkan Anjing (Canis Familiaris) :

Makalah yang ditulis oleh Abdullah ini mengungkap secara spesifik kajian metafora dikaitkan dengan hewan. Konsep hewan yang diketengahkan ia sebut rantaian makhluk utama (RUM) dan metonimi spesifik generik yang melambangkan semantik peribahasa Melayu berkaitan dengan binatang anjing.

Penulis berpendapat bahwa mekanisme kognitif dalam berkomunikasi manusia selalu membentuk metafora dengan mengaitkan atau melibatkan hewan yang kerap ditemui dalam kehidupannya sehari-hari. Di sini penulis memilih hewan anjing yang kerap digunakan dalam peribahasa berkaitan dengan hewan yang dapat dijumpai dalam hampir semua bahasa dan budaya. Makalah ini membahas mekanisme kognitif yang membolehkan manusia membentuk peribahasa dengan melibatkan hewan dari sudut linguistik kognitif. Peneliti melambangkan metafora yang ia teliti berazaskan pada budaya rakyat (folk culture) dikaitkan dengan hirarki makhluk dalam dunia hakiki. Peneliti berpendapat bahwa mekanisme kognitif dalam berkomunikasi manusia selalu membentuk metafora dengan mengaitkan atau melibatkan hewan yang kerap ditemui dalam kehidupannya sehari-hari. Di sini penulis memilih hewan anjing yang kerap digunakan dalam teks yang diteliti, yaitu yang berkaitan

dengan budaya rakyat (folk culture). Pandangan bahwa setiap hewan secara prototipe mempunyai tingkah laku naluri masing-masing, namun secara universal dengan pengalaman manusia yang berbeda-beda dalam memperlakukan, dan memanfaatkan hewan tersebut secara berbeda, bentuk dan makna metafora yang diambil dari jenis binatang yang sama akan mempunyai makna yang berbeda pula. Makna-makna tersebut tidak terlepas dari budaya masyarakat penuturnya. Oleh sebab itu, di sini penulis disertasi ini mengambil satu budaya sebagai budaya asal metafora tersebut dibentuk, yaitu budaya Melayu. Beberapa teori digunakan dalam penelitian ini, namun yang menarik untuk ditelusur adalah teori Kövecses (2002) dan Lakoff & Turner (1989). Teori ini berfokus pada aspek mental, yaitu berasaskan satu situasi khusus dapat dipahami.

Penelitian ini menghasilkan dari 35 peribahasa Melayu yang dianalisis, 14 (40. 0%) memaparkan anjing sebagai Pelaku (protagonis) suatu perbuatan, 11 (31. 4%) memaparkan anjing sebagai objek atau antagonis perbuatan manusia. Selebihnya, 10 peribahasa (28. 6%) merujuk kepada bahagian anjing seperti ekor anjing (n = 5), mulut anjing, leher anjing, atau atribut anjing seperti tuah anjing dan semangat anjing serta objek berkaitan anjing - tali anjing (masing-masing n = 1).

Menurut pandangan Lakoff & Turner, (1989) anjing dilihat sebagai hewan yang bisa diharap dan setia. Namun berdasarkan analisis peribahasa anjing dalam penelitian ini, dari segi budaya Melayu, anjing adalah hewan yang hina, lemah dan, jahat. Oleh sebab itu diperoleh hasil bahwa ada

perbedaan antara proposisi dan skema metaforis dalam semantik metafora hewan.

Kontribusi penelitian ini terhadap penelitian yang sedang dilakukan adalah teori yang digunakan, yaitu teori Kövecses (2002) dan Lakoff & Turner (1989). Perbedaannya adalah dalam penelitian yang dilakukan oleh Abdullah, I. H. (2011) ini dengan yang sedang peneliti lakukan adalah di samping jenis genre yang berbeda, tidak adanya bandingan makna metafora sebagai salah satu bahasa figuratif dari segi ilmu sastra dengan makna kognitif metafora dari segi kajian linguistik.

Dokumen terkait