• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberadaan individu metafora

2.3 Ragam Metode Analisis Metafora

2.3.14 Keberadaan individu metafora

Dalam penelitian yang telah disebutkan di atas, keberadaan metafora itu menjadi sebuah isu pada berbagai tingkatan. Dengan studi kasus ini, analisis metafora dapat memberikan rangsangan terhadap penelitian biografi dan pada evaluasi proses terapi.

Penelitian kualitatif memperlihatkan berbagai ketegangan yang ada di dalam hubungan antara subjektivitas, refleksi diri dan ketaatan pada prosedur metode. Contohnya adalah berkisar dari Mayring (1983) dengan analisis konten berbasis aturan yang direfleksikan atas bagian subjek dari perkembangan kategori, bagi posisi yang diambil oleh Huber (2001) yang membatasi ketaatan terhadap metodologi yang kurang penting bagi penelitian dibandingkan dengan subjektivitas estetika. Ilustrasi yang dapat digambarkan dari hasil analisis tersebut adalah faktor timbal balik dalam hubungannya antara subjektivitas dan prosedur metodologi menggunakan metode penelitian yang telah dikembangkan berupa analisis metafora sistematis.

Analisis metafora sistematis berusaha membangun model berpikir, bahasa, dan tindakan. Ini mengikuti indikator yang ditemukan dalam tulisan historis terhadap filsafat yang mana model metafora itu menentukan pikiran bahkan selama paparan abstrak yang ada, termasuk dari praktek terapi di mana metafora itu digunakan sebagai komunikasi yang sangat vital yang mampu memahami pengertian yang telah ada, khususnya dalam kondisi yang lebih sulit.

Dalam kondisi penelitian yang berbeda, penelitian dalam psikologi eksperimen memperlihatkan bahwa metafora itu mempengaruhi proses kognitif dan arahan perhatian. Kontribusi bidang lingustik pada peran dan fungsi metafora, dalam bahasa tulisan dan lisan, meningkatkan berbagai bagian dalam beberapa dekade. Kontribusi dari berbagai disiplin saling berbagi kesimpulan di mana metafora memberikan orientasi pra konsepsi dengan mengacu kepada pemikiran dan pengalaman yang sulit diakses, atau hanya dapat diakses dalam bantuan analitik dalam pembahasan yang rasional. Penelitian kualitatif membutuhkan pendekatan yang memungkinkan refleksi sistematis dari metafora di mana melalui hal itu dapat diterima, berbicara, berpikir dan bertindak. Analisis sistematik dari metafora itu digambarkan atas hasil linguistik kognitif oleh Lakoff dan Johnson, menambahkan rekonstruksi sistematis step by step dari model metafora. Prosedur penelitian yang secara sistematis menganalisa pengertian metafora memanfaatkan gerakan penolakan. Dalam hal ini, literatur seringkali memuat pemahaman etimologi dan juga penekanan yang sangat ekstrim dari metafora individu yang kemudian akan dapat dijelaskan sebagai subjek yang telah ada.

Berbeda dengan hal ini, publikasi terakhir dari Lakoff dan Johnson ini mengarah pada asumsi bahwa model metafora yang membentuk kerangka kerja untuk berpikir kolektif telah dapat diidentifikasikan dalam berbagai bentuk dasar. Posisi keduanya mengarah pada tugas identifikasi metafora dan rekonstruksi pengertian kontekstual. Juga dalam kedua kasus ini tidak ada uraian metodologi sistematis dalam mengekstrak pemahaman yang telah ada.

Namun demikian, bahkan dalam menghadapi defisit analisis sistematis dari metafora, sebagai proses hermeneutik, masih tetap menjadi seni terapan. Rekonstruksi model metafora ini tidak bersifat otomatis; proses ini hanya dapat dipelajari. Pemahaman penelitian dari seseorang tentu menggambarkan sisi lingustik yang dibawa melalui rentang subjek historis; karakter sosial, pengalaman hidup dan tingkat pendidikan yang memungkinkan dan membatasi pemahaman ini. Aturan praktis untuk koleksi bahan dan prosedur pemrosesannya tidak terbatas pada peneliti, selain mengundang penemuan konsep berpikir metafora, perasaan dan tindakan yang kemudian dirajut ke dalam pemahaman multi lapisan dan disajikan dalam cara yang meyakinkan dan bisa dipahami.

Di samping optimisme ini, analisis metafora sistematis sebagai metode evaluasi hanya dapat menjadi bagian dari prosedur penelitian yang sesuai dengan subjek. Pembatasan dan kepentingan ini dalam pengembangan langkah untuk memastikan kebenaran. Prosedur yang diajukan untuk intrpretasi teks ini didasarkan atas analisis metafora dalam kerangka kerja penelitian kualitatif yang dibagi ke dalam lima tahapan sebagai berikut. Yang pertama mengidentifikasikan bidang target untuk analisis metafora. Tahapan ini tentu dapat ditemukan lebih atau kurang eksplisit dalam semua pengantar metode penelitian kualitatif : menentukan topik, memutuskan pertanyaan yang tepat dan membuat draft rencana untuk survey dan evaluasi. Analisis metafora ini membutuhkan topik yang dipilih lebih lanjut sehingga penelitian dapat dibuat untuk pengisian metafora. Kemudian lebih menarik untuk menemukan

jawaban bagi pertanyaan apakah itu lebih baik bagi analisis metafora atau metode evaluasi teks lainnya yang terhubung pada subjektif tertentu tetapi tidak disadari berbagai penelitian dalam bidang ini. Schachtner (1999) memperlihatkan bahwa dokter medis menggunakan metafora yang bersumber dari pengalaman individu. Ini mengarah pada berbagai keanekaragaman dari model metafora, yang terbukti berbagai aspek konsisten dan yang sama digunakan oleh dokter. Kajian kualitatif yang dapat dibandingkan ke dalam model penelitian kualitatif model metafora yang digunakan untuk menjelaskan aktivitas pemahaman, penelitian atau temuan mereka masih belum terlaksana.

Langkah kedua dalam proses ini, latarbelakang pengumpulan metafora yang luas dan tidak sistematis berfungsi sebagai persiapan untuk penelitian dan dokumentasi ruang lingkup budaya yang ada untuk menjelaskan fenomena yang ada. Selama fase persiapannya para peneliti berusaha mencari metafora dalam berbagai rentang bahan yang mengacu kepada topik yang diteliti (ensiklopedia, jurnal, buku yang ditulis para ahli untuk publik, dan lain-lain). Literatur akademik juga harus direkam untuk konseptualisasi metafora. Daftar yang diciptakan akan memungkinkan tinjauan awal dari konsep metafora yang sesuai yang digunakan untuk merefleksikan sebuah topik. Metodologi yang diajukan mendorong para peneliti untuk membuat catatan persaingan model metafora untuk wilayah sasaran dari bidang ilmu dan juga dari dunia sehari- hari, sehingga memberikan kesempatan untuk lebih sesuai dan pantas dalam berbagai imagi fenomena lingusitik khusus yang termasuk dalam rutinitas penelitian.

Penelitian yang tidak sistematis dalam konteks penelitian yang lebih sempit akan memberikan draft bagi rangkaian budaya yang menyoroti ketiadaan model metafora tertentu. Koleksi dalam bahasa sehari-hari dan tulisan teoretis membantu menemukan konsep yang dimanfaatkan dalam evaluasi wawancara dan teks lain. Aturan yang ada mengasumsikan bahwa teks tersedia sebagai bahan untuk analisis lebih lanjut. Langkah ini termasuk menganalisis ekspresi verbal dari sub kelompok untuk menetapkan metafora mana yang akan digunakan untuk menjelaskan bidang penelitian ini. Hal ini tentu berlangsung dalam dua tahapan, yang dimulai dengan identifikasi metafora melalui segmentasi teks dan diikuti oleh rekonstruksi konsep metafora.

Analisis dimulai dengan mengidentifikasikan metafora yang ada di dalam teks. Tugas ini tidak mudah dicapai dalam kelompok kerja sesuai dengan frase atau kata yang diidentifikasikan sebagai metafora apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : (a) Kata atau frasa dapat dipahami dalam pengertian harafiah dan konteks (b) Pengertian harafiah berasal dari area pengalaman kultural dan sensorik, dan (c) Yang kemudian ditransfer kedalam bidang yang kedua.

Prosedur praktis adalah pertama kali untuk meniru metafora yang digunakan (di dalam target itu telah diteliti termasuk konteks teks) dan kemudian memasukkannya ke dalam daftar terpisah. Bentuk teks yang lainnya kemudian direkam untuk menemukan dan mengekstrak semua uraian metafora lanjutan dari topik yang diteliti, hingga hanya menghubungkan kata, teks yang

tidak relevan dengan target dan abstrak tanpa hubungannya dengan metafora. Dalam penelitiannya, Schulze (2005) merekomendasikan dan ikut serta dalam pandangan diri sendiri. Sebelum semua wawancara lain berlangsung maka peneliti diwarancarai atas topik itu dan mengidentifikasikan dan mengekstrak metaforanya sendiri.

Logika metafora dalam rekomendasi bahasa sehari-hari, dalam kasus ini sebagai aturan pelaksanaan, kelompok menengah hingga kelompok ekstrim. Beberapa konsep metafora umum kadangkala dibedakan secara acak, baik oleh kelompok sosial maupun individu. Di sini penelitian kualitatif dapat memberlakukan rekonstruksi model metafora khusus dalam bahan kelompok dan biografi khusus pula. Proses alokasi idiom metafora ini pada konsep metafora dilanjutkan hingga semua metafora dicatat dalam konsep. Dalam disiplin penentuan kelompok semua metafora menurut referensi kolektif, ruang lingkup untuk interpretasi konsep metafora itu dibatasi oleh adanya konsep yang bersaing sehingga, ada perbedaan yang jelas antara analisis metafora sistematis dan bebas. Dalam bagian terakhir, proses ini masih tidak lengkap dan metafora ditemukan pada awalnya sebagai bagian dari interpretasi.

Formulasi dari konsep metafora ini menuntut pendekatan yang lebih kreatif dan sintesis. Aturan praktis ini untuk kemampuan subjektif adalah menemukan berbagai konstruksi lingusitik dan untuk mengidentifikasikan konsep yang telah didefinisikan. Pelatihan dan pengembangan contoh sangat membantu. Namun demikian, metode pemahaman penelitian itu tergantung pada faktor personal seperti praktik, tingkat pengetahuan akan konsep dan

biografi dan karakteristik metafora, dan kemampuan untuk mengambil keputusan termasuk perkembangan yang ada melalui bahan yang ada. Ada juga usaha untuk menemukan dan mengembangkan berbagai model yang menurut Poiaget menuntut berbagai asimialsi dan adaptasi dari bahan menggunakan sistem yang tersedia. Rekonstruksi konsep metafora untuk Lakoff dan Johnson tidak merumuskan aturan yang lebih terbuka untuk pengaruh subjektif dari pada identifikasi metafora.

Keterkaitan antara pemanfaatan keberadaan subjektif dari pengetahuan dan aturan praktis yang mengikutinya juga dibahas dalam metode evaluasi teks dengan menggunakan berbagai jarak yang lebih familiar. Divisi ini tentu terlihat di antara dua fase pengumpulan dan rekonstruksi terhadap kesiapan untuk membuat penilaian dan menghindari bahaya yang datang setelah kesimpulan pertama dari imagi lingusitik ditemukan. Sejumlah temuan eksperimen membuktikan bahwa distraksi metafora ini adalah kejadian yang sering terjadi. Analisis metafora, tidak dapat didahului sebelumnya bila teknik tidak digunakan untuk pengembangan kebiasaan membaca secara rutin. Destruksi dari struktur teks, dengan memotong frasa metafora, menghilangkan berbagai metafora yang sama dari teks dan memungkinkan penilaian dari unsur tekstual. Uraian Hitzler dari penggunaan hermeneutik umum dapat diadopsi untuk analisis metafora.

Penggunaan model metafora ini termasuk pada praktek sosial dan etno- metode komunikasi diri sendiri dan orang lain. Sangat dimungkinkan untuk melakukan analisis biografi terhadap latarbelakang kejadian kolektif dari

metafora. Imagi linguistik yang bersifat independen dan juga kurangnya satu konvensi menjadi hal yang lebih baik bila membandingkan temuan itu dengan kelompok. Proses ini sama seperti saling pengaruh di antara aturan praktis dan kemampuan subjektif.

Yang perlu dipahami adalah membangun konsep metafora seperti ‘seseorang dalam wadah?’ Frase metafora itu tentu tidak memiliki lebih dari satu titik dalam petak, yang terlihat lebih sesuai. Pengetahuan dalam konsep metafora hanya dapat digunakan bila membuat interpretasi yang dimungkinkan.

Pemahaman hermeneutik adalah proyeksi subjek ke dalam dunia dan (lingusitik, intelektual dan praktis) adalah pra syarat bagi upaya mengungkapkan koneksi lain dalam dunia yang memiliki struktur secara simbolik. Langkah-langkah dalam prosedur dan pengetahuan dari kesimpulan itu sangat dimungkinkan membantu mencapai pemahaman yang lebih baik dalam awal pembentukan pengalaman dan juga pencapaian batas yang telah ada. Pemahaman ini adalah terutama tidak sempurna; konsep kejenuhan teoretis dalam pengertian teori yang dihadirkan sebagai kriteria pragmatik untuk membawa penelitian lebih dekat.

Perbandingan konsep metafora ini diperhitungkan untuk sejumlah tindakan dan pengalaman yang berbeda. Bakrfelt (2003) misalnya dalam kajiannya terhadap metafora depresi, ditemukan dalam tulisan autobiografinya, pekerjaan yang dialami oleh berbagai penulis dalam penyakitnya antara kontrast terang dan gelap. Yang lain menjelaskannya sebagai serangan yang

mengenali mereka secara tiba-tiba. Perbandingan dari kedua konsep metafora ini mengacu kepada pengalaman penyakit yang berbeda yang digambarkan pada kecepatan yang berbeda. Penggunaan metafora dalam pengertian terang– gelap memberikan persepsi transisi sehingga memungkinkan ruang bagi manuver yang padat mungkin ketika depresi itu diangap sebagai serangan. Dalam sisi terakhir, pada sisi lain, penyakit itu lebih jelas didefinisikan sebagai musuh berbahaya dan personal dibandingkan dalam konsep metafora. Dari kondisi ini, Barkfelt mendapatkan sejumlah opsi berbeda untuk intervensi terapi dan linguistik. Tetapi secara umum, perbandingan konsep metafora dengan model aksi ini memuat beberapa bidang keilmuan khusus. Kesimpulan ini hanya dimungkinkan bila konteks ini dapat dipahami secara penuh. Barkfelt hanya mampu menarik kesimpulan karena ia mampu mengenali implikasi yang telah ada dengan apa yang telah dihasilkan.

Dokumen terkait