• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metafora Melayu klasik dalam hikayat Abdullah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metafora Melayu klasik dalam hikayat Abdullah"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1. Hikayat

Hikayat berasal dari India dan Arab, berisikan cerita kehidupan para dewi, peri, pangeran, putri kerajaan, serta raja-raja yang memiliki kekuatan gaib. Kesaktian dan kekuatan luar biasa yang dimiliki seseorang, yang diceritakan dalam hikayat kadang tidak masuk akal. Namun dalam hikayat banyak mengambil tokoh-tokoh dalam sejarah. Dan salah satu bentuk sastra karya prosa lama yang isinya berupa cerita, kisah, dongeng maupun sejarah. Umumnya mengisahkan tentang kephalawanan seseorang, lengkap dengan keanehan, kekuatan/ kesaktian, dan mukjizat sang tokoh utama. Ciri - ciri hikayat ada adalah sebagai berikut ini:

1. Berisi kisah - kisah kehidupan lingkungan istana (istana sentris) 2. Banyak peristiwa yang berhubungan dengan nilai - nilai Islam 3. Nama nama tokoh dipengaruhi oleh nama - nama Arab

4. Ditemukan tokoh dengan karakter diluar batas kewajaran karakter manusia pada umumnya

5. Tidak ada`pembagian bab atau judul

6. Juru cerita tidak pernah disebuntak secara eksplisit (anonim)

7. Sulit membedakan peristiwa yang nyata dan peristiwa yang imajinatif 8. Banyak menggunakan kosakata yang kini tidak lazim digunakan dalam

(2)

9. Seringkali menggunakan pernyataan yang berulang– ulang 10. Peristiwa seringkali tidak logis

11. Sulit memahami jalan ceritanya 12. Bersifat istana centris

13. Anonim (nama pengarang tidak di cantumkan) 14. Berkembang secara stetis

15. Bersifat imajinatif, hanya bersifat khayal 16. Lisan, karena di sebarkan lewat mulut ke mulut 17. Berbahasa klise, meniru bahasa penutur sebelumnya 18. Bersifat logis

Hikayat mencakup istilah sejarah, mistik, satire, alegori dan lain-lain. Dalam The Encyclopedia of Islam dinyatakan Gibb et all. , (1965) sebagai berikut:

Hikayat is regarded here as referring in classical Persian literature to the short prose story which cannot be said to form a true literary genre in Persian tradition, since hikayat are inserted in many other types of literary composition (history, mystic, writing’s, satire, ect. ) in addition

to the collection of hikayat properly so called. Adapununsur-unsur dalam Hikayat yaitu :

1. Unsur Intrinsik

a) Tema dan Amanat

(3)

Amanat ialah pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra. Amanat biasa disebut makna. Makna dibedakan menjadi makna niatan dan makna muatan. Makna niatan ialah makna yang diniatkan oleh pengarang bagi karya sastra yang ditulisnya. Makna muatan ialah makana yang termuat dalam karya sastra tersebut. b) Tokoh dan Penokohan

Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasanya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra.

Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh. Cara analitik, ialah cara penampilan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung.

c) Alur dan Pengaluran

Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat dan utuh.

(4)

Alur lurus ialah alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan tidak urut dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus bisa menggunakan gerak balik (backtracking), sorot balik (flashback), atau campuran keduanya.

d) Latar dan Pelataran

Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting dibedakan menjadi latar material dan sosial, sedangkan pelataran ialah teknik atau cara-cara menampilkan latar.

e) Pusat Pengisahan

Pusat pengisahan ialah dari mana suatu cerita dikisahkan oleh pencerita. Pencerita di sini adalah pribadi yang diciptakan pengarang untuk menyampaikan cerita.

2. Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain.

(5)
(6)

terkumpul bahan, sehingga buku inilah hasilnya, “Hikayat Abdullah”. Bukunya merupakan sesuatu yang baru dan dari beberapa aspek menarik sekali. Hikayat Abdullah ini mempunyai dua wujud karena terdiri dari dua naskah. Edisi pertama naskah dan edisi 1849 yang telah dicetak ulang 14 kali di Singapura, sedangkan edisi ke dua edisi 1880 dicetak dengan litografi dan dicetak ulang dengan huruf Jawi juga dalam aksara latin pada tahun 1903, 1907-1908, 1916 dan 1917. (Sweeney, 2008). Penelitian ini menggunakan edisi pertama.

2.1.2. Konsep Metafora

(7)

Keterangan ini dikutip oleh Hester dari tulisan Wheelwright dalam bukunya "Metaphor and Reality" (Bloomington, 1962:35—36) yang ditulis kembali oleh Hester dalam bukunya "The Meaning of Poetic Metaphor (1967:17). Hester juga menyebutkan bahwa metafora sangat baik karena memiliki kekuatan untuk menyatakan suatu hal, khususnya untuk menciptakan karya sastra, seperti yang dinyatakan dalam kalimat The best metaphors display a fision of diaphor and epiphor. . . gives the metaphor its power. Hester, (1976:16—17) (dalam Antara, 2007) menyebutkan metafora merujuk pada dua komplemen yang sejajar yakni epiphor dan diaphor. Epiphor berarti metafora yang mengimplikasikan makna (semantik) konteks seluas-luasnya. Diaphor berarti 'tipe yang ada dalam batin'.

(8)

Konsep metafora menurut Searle (1979) yang menyebutkan bahwa kedudukan metafora dalam keseluruhan bahasa kias atau figuratif dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu (1) metafora yang diposisikan dalam pengertian luas atau sebagai payung untuk semua bahasa kias, dan (2)-metafora dalam arti yang sempit. Posisi sebagai payung tersirat dalam pandangan yang dikonsepkan Searle (dalam Ortony, ed. 1979:92—123). Di sini Searle menyatakan istilah metafora sebagai sebuah ekspresi kebahasaan yang bermakna figuratif. Dia juga mengemukakan bahwa dua tipe teori metafora, yaitu teori perbandingan (comparison theories) dan teori interaksi semantik (semantic interaction theories). Kedua teori ini menekankan bahwa konteks yang terdapat dalam ungkapan metafora mengandung dua sisi makna, yaitu sisi yang satu bermakna metaforis dan sisi yang lainnya bermakna harafiah. Hakikat metafora menurutnya adalah membandingkan dua hal, yakni yang dibandingkan/ terbanding dengan yang dipakai untuk membandingkan/ pembanding. Hakikat pembicaraan metafora merujuk pada semua tuturan yang bermakna kias.

Konsep metafora menurut Saussure (1988:63—69) dikaitkan dengan istilah sign berarti tanda, simbol, atau lambang. Teori tanda banyak dikembangkan oleh Pierce, dalam bidang linguistik oleh Saussure.

2.1.2. Teori Metafora

(9)

diungkapkan oleh Beardsley (1981:134—135) yang menyebutkan bahwa ada tiga jenis teori yang perlu dipertimbangkan dalam kaitannya dengan metafora, yaitu: (a) teori emotif, (b) teori supervenience, dan (c) teori literal. Teori pertama, sebagai akibat intensitas emosi, memandang metafora dan bentuk-bentuk kias pada umumnya merupakan dislokasi dan disfungsi bahasa. Dilihat dari struktur bahasa formal metafora seolah-olah salah tempat, salah penggunaan, dan dengan demikian akan menimbulkan salah penafsiran. Sebaliknya, dengan pertimbangan bahwa metafora dan penyusunan bahasa sastra pada umumnya dimaksudkan untuk memperoleh makna karya secara maksimal, maka penyimpangan seperti ini justru merupakan keunggulan penggunan bahasa. 'Pisau bedah' misalnya, yang semula mengacu pada pengertian benda konkret kemudian menjadi 'dasar teori' yang digunakan untuk mengungkap suatu fenomena secara ilmiah. Ketajaman pisau bedah dirujuk sebagai ketajaman dan ketepatan pemilihan sebuah teori untuk mengungkap fenomena keilmuan secara tepat agar hasil yang diperoleh juga tepat. Ketajaman teori dalam mengungkap suatu fenomena jelas mengevokasi emosi untuk memahaminya.

(10)

Teori kedua, teori supervenience mencoba memahami kemampuan sekaligus kelebihan bahasa sastra, khususnya metafora dibandingkan dengan bahasa secara harafiah. Dalam metafora makna tidak lahir secara literal, makna tidak ada dalam kamus, sehingga seolah-olah tidak ada hubungan atara kata-kata dengan acuan, masing-masing unsur berdiri secara independen. Makna lahir secara tak terduga, seolah-olah tidak diharapkan. Metafora lebih sebagai pemecahan teka-teki. Makna literal yang terkandung lenyap, digantikan oleh makna metaforis.

Teori ketiga, teori literal merupakan teori harafiah dan sekaligus mempertentangkan bahasa sehari-hari dengan metafora itu sendiri, bahasa kias pada umumnya. 'Mobilnya seperti mobilku' misalnya, dianggap sebagai perbandingan langsung, simile, sedangkan metafora adalah kiasan (simile) tersembunyi. Beardsley (1981:138) menjelaskan bahwa simile terdiri atas dua jenis yaitu simile terbuka dan simile tertutup. Metafora dikategorikan pada simile tertutup karena memiliki cara kerja yang sama. Makna perbandingan langsung dan simile terbuka terkandung dalam konteks. Sebaliknya konteks dalam metafora secara terus menerus dihilangkan sebab kehadirannya mengurangi terjadinya produksi makna. Metafora dengan demikian bukan perbandingan tak langsung melainkan perbandingan itu sendiri. Berbeda dengan teori pertama, sebagai teori emotif, teori kedua dan ketiga bersifat kognitif.

(11)

sebab itu mereka menyebutkan bahwa metafora adalah sebagai proses kognitif eksperimental. Atas dasar proses kognitif ini, tuturan dapat dianalisis tema-temanya yang tersirat yang mempunyai makna metafora.

Metafora juga dinyatakan sebagai ekspresi linguistik. Artinya adalah bahwa metafora memiliki karakteristik bahasa dan merupakan sebuah perspektif. Di samping itu juga metafora adalah: merupakan masalah imajinasi rasionalitas. Dalam hal ini, konsep tersebut di atas tidak hanya menyangkut masalah intelektualitas tetapi juga di dalamnya memuat semua pengalaman yang alami sehingga pemahaman makna metafora didasarkan atas aspek pengalaman, di antaranya pengalaman estetika. Dengan dasar itu, keberadaan metafora dinyatakan sebagai pengungkapan jenis dari sesuatu yang bermakna figuratif dan metafora dikaitkan dengan jenis bahasa figuratif lainnya seperti personifikasi dan metonimi.

Lakoff dan Johnson (1980:53) juga menyebutkan bahwa metafora terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Ditambahkan bahwa berdasarkan pengalaman konsep metafora meliputi tiga hal, yaitu (1) ide (makna) untuk menandai sesuatu yang berupa objek, (2) ekspresi linguistik yaitu berupa kata-kata sebagai wadahnya (kontainer), dan (3) cara komunikasi atau cara penutur menyampaikan maksud secara figuratif.

(12)

berupa pemahaman dan pengungkapan jenis sesuatu yang bemakna metaforis. Untuk memahaminya sangat diperlukan penerapan dasar teori perbandingan. Dicontohkan, kalimat A adalah B akan dianggap sama maknanya dengan kalimat A sama seperti B. Pengertian ini menunjukkan bahwa metafora menduduki posisi yang lebih luas untuk semua pengertian yang mengandung makna perbandingan. Ini didasarkan atas pemahaman tentang metafora melalui proses kognitif.

(13)

mendidik anaknya secara moral spiritual, ia harus mampu pula mengajarkan ilmu pengetahuan. Dengan kalimat lain, makin singkat baris yang digunakan untuk melukiskan suatu objek, maka makin kayalah penafsiran yang dihasilkan.

Teori lain tentang metafora digagas oleh Cormac (1985) dalam bukunya berjudul “A Cognitive Theory of Metaphor” membahas tentang metafora berdasarkan proses kognitif. Dengan dasar kognitif ini metafora dipandang menduduki posisi kunci atau sebagai payung dari semua tuturan yang metaforis, baik metafora yang konvensional maupun metafora yang berbentuk struktur dari hasil imajinasi atau kreativitas. Dengan kreasi berbahasa telah tercipta keragaman bentuk metafora dengan arti yang baru.

Dari uraian konsep metafora di atas (Beardsley, 1981; Lakoff dan Johnson, 1980; Luxemburg, dkk. , 1984; dan Cormac, 1985) dapat disimpulkan bahwa metafora merupakan payung bagi semua jenis ungkapan yang mengandung konsep perbandingan. Anggapan yang mendudukkan posisi metafora bahasa Melayu Klasik sebagai payung didasarkan pada konsep perbandingan antara yang ditandai (terbanding) dengan yang menandai (pembanding).

2.2. Kerangka Teoritis 2.2.1. Parera (2004)

(14)

hewan, (3) metafora bercitra abstrak ke konkret, dan (4) metafora bercitra sinestesia atau pertukaran tanggapan/ persepsi indra. Metafora antropomorfik dalam banyak bahasa dapat dicontohkan sebagai "mulut botol", "jantung kota", "bahu jalan", dan lain-lain.

Metafora bercitra hewan biasanya digunakan juga oleh pemakai bahasa untuk menggambarkan satu kondisi atau kenyataan dalam alam.

Metafora bercitra abstrak ke konkret, adalah mengalihkan ungkapan-ungkapan yang abstrak ke ungkapan yang lebih konkret. Seringkali pengalihan ungkapan itu masih bersifat transparan tetapi dalam beberapa kasus penelusuran etimologi perlu dipertimbangkan untuk memenuhi metafora tertentu. Dicontohkan oleh Parera, secepat kilat 'satu kecepatan yang luar biasa', moncong senjata 'ujung senjata', dan lain-lain.

Metafora bercitra sinestesia, merupakan salah satu tipe metafora berdasarkan pengalihan indra, pengalihan dari satu indra ke indra yang lain. Dalam ungkapan sehari-hari orang sering mendengar ungkapan "enak didengar" untuk musik walaupun makna enak selalu dikatakan dengan indra rasa; "sedap dipandang mata" merupakan pengalihan dari indra rasa ke indra lihat.

(15)

2.2.2. Kovecses (2006)

Kovecses (2006) menekankan bahwa berdasarkan tingkatan kovensionalitasnya, ada tiga kelompok metafora, antara lain (i) fungsi, (ii) sifat, dan (iii) generalitasnya. Ia juga menyebutkan bahwa metafora konseptual merefleksikan apa yang dipersepsikan, dialami, dan dipikirkan orang tentang kenyataan dunia. Semua yang dialami, dipersepsikan, dan dipikirkan merasuk dalam memori semantik yang dapat digunakan kapan saja. Untuk dapat menggunakannya, seseorang kemudian mengaktifkan memori itu untuk direalisasikan dalam bentuk verbal yang digunakan dalam komunikasi. Sehingga ungkapan-ungkapan metaforis kadang lebih dipilih dibandingkan dengan ungkapan yang tidak metaforis karena ungkapan metaforis mengandung muatan yang diutamakan, diperhatikan, dan emosi yang ada dalam ungkapan sesuai dengan yang diinginkan pengguna ungkapan.

(16)

Dua ranah metafora konseptual berupa ranah sumber dan ranah sasaran. Ranah sumber terdiri atas konsep nyata yang digunakan untuk memahami konsep yang lebih abstrak yang menyepakati ranah sasarannya yang oleh Kovecses (2002:4) disebut dengan teori emosi dan ide. Ciri-ciri ranah tersebut sangat penting dan keduanya tidak dapat mengubah yang satu dengan lainnya. Proses metafora biasanya dari yang lebih nyata ke yang lebih abstrak bukan sebaliknya (Kovecses, 2002:6).

Metafora memiliki dua komponen, yaitu: target dan sumber. Pendapat Kovecses (2006) memperkuat pernyataan dan penjelasan Lakoff dan Johnson (1980; 2003), yang menyebutkan target biasanya lebih abstrak, dan sumber lebih konkret. Untuk dapat memahami maksud yang terkandung dalam metafora ditemukan kesamaan karakteristik yang dimiliki antara target dan sumber. Membandingkan karakteristik yang dimiliki keduanya, akan ditemukan dasar suatu metafora yang dipilih dan digunakan.

Pemilihan suatu sumber tertentu untuk suatu target dilakukan karena didasarkan pada pengalaman yang dirasakan tubuh ketika mengalami kondisi yang dirasakan, misalnya, dicontohkan oleh Kovecses (2006:117) dalam kalimat affection is warmth. Kalimat ini muncul karena ada sesuatu yang didasari oleh pengalaman ketika mendapatkan kasih sayang dari orang lain (affection), seseorang merasakan hangat (warmth), sehingga muncul metafora itu.

(17)

pengalaman, dan pikiran tentang realitas yang benar-benar ada atau yang dibayangkan ada, dengan menggunakan entitas lain yang lebih konkret atau dapat divisualisasikan atau dirasakan oleh tubuh. Oleh karena itu, menurut Kovecses (2006) ada komponen-komponen yang dapat dijelaskan, yaitu :

(1) ranah sumber, (2) ranah target, dan (3) dasar metafora.

(18)

Penjelasannya adalah apa yang dirasakan oleh tubuh ketika mendapatkan pelukan sebagai bentuk rasa sayang, misalnya, tubuh merasa hangat, nyaman, dan tenang. Apa yang dirasakan merasuk ke dalam memorinya, kemudian mencari kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana affection itu.

Selain itu, kesamaan antara sumber dan target juga dapat menunjukkan hubungan antara sumber dan target. Menurut Kovecses lagi, kesamaan tidak selalu menjadi dasar untuk menunjukkan hubungan antara target dengan sumbernya. Lebih lanjut, Kovecses (2006) menambahkan ada korespondensi konseptual yang mendasar dan esensial yang dinamakan pemetaan antara ranah sumber dan ranah target. Pemetaan harus disusun sehingga dapat menunjukkan ungkapan linguistik metaforis tertentu. Inferensi yang oleh Kovecses disebut entailment dan entailment yang potensial merupakan pemetaan tambahan. Ranah sumber sering memetakan gagasan melebihi gagasan yang ada dalam ranah target. Pemetaan tambahan dinamakan entailment atau inferensi. Aspek konsep yang terlibat dalam metafora hanya aspek tertentu yang ada baik di sumber maupun target yang ada dalam metafora; tidak semua aspek digunakan, hanya yang utama yang digunakan.

(19)

important is central , misalnya direalisasikan dengan posisi yang berbeda dengan orang yang tidak memiliki posisi sosial lebih tinggi.

Cakupan metafora konseptual sering menimbulkan model kultural atau frame yang ada di dalam pikiran. Misalnya, konsep tentang waktu, karena waktu dikonseptualisasikan sebagai entitas yang bergerak maka lahirlah metafora time is a moving path, yang menimbulkan ungkapan metaforis waktu ‘berjalan dengan cepat’, waktu sudah tiba, waktu berlari sangat cepat, dan sebagainya.

Konsep teori yang disarankan Kovecses (2004) ini digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian 5 sebagaimana termaktub dalam subbab 1.2.

2.2.3. Lakoff & Johnson (2003)

(20)

adalah pemetaan konseptual antar dua ranah yang berbeda (Kövecses, 2010; Langacker, 2008:51), yaitu aspek pengetahuan dari ranah sumber, yang umumnya lebih konkret, dipetakan untuk membentuk struktur pengetahuan ranah target, yang cenderung lebih abstrak, seperti metafora BAHAGIA ADALAH ATAS (Lakoff & Johnson, 2003). Pemetaan adalah pilar kedua dari teori metafora konseptual. . Pengetahuan ranah sumber yang dipetakan adalah khasanah prototipikal yang relevan bagi pemahaman ranah target. Pada metafora BAHAGIA ADALAH ATAS, pengetahuan dari ranah sumber, PERGERAKAN DAN ARAH KE ATAS yang dipandang berciri positif, dipetakan ke ranah target EMOSI khususnya BAHAGIA. Metafora konseptual terjelma dalam ekspresi metaforis. Di sini dicontohkan, ekspresiI‘m feelingup

dan Feeling on the top of the world (Deignan, 2005:14) adalah bukti ekspresi linguistik metaforis nyata dari metafora konseptual BAHAGIA ADALAH ATAS. Pilar ketiga menyatakan bahwa metafora mengakar pada beragam pengalaman badaniah biologis manusia serta budaya (Geeraerts, 2010:207). Dicontohkan juga, dengan berbasis pada postur tegak tubuh manusia, maka manusia memiliki skema-gambaran ATAS-BAWAH (Lakoff, 1987). Skema ini dapat berfungsi sebagai ranah sumber dan mendasari beragam perluasan makna metaforis dengan memetakannya ke beragam ranah pengalaman, misalnya ranah kuantitas (LEBIH ADALAH ATAS→ price is rising up), evaluasi (BAIK ADALAH ATAS high quality). (Lakoff & Johnson, 2003).

(21)

dalam kerangka pengalaman hidup. Pikiran manusia bekerja sesuai dengan cara tubuh berinteraksi dengan dunia. Inilah yang dimaksud dengan pengalaman (experience). Pengalaman ini bukan pengalaman perorangan, tetapi pengalaman yang berkaitan dengan pengalaman sosiokultural dan historis dari suatu komunitas. Konsep inilah yang dianut oleh salah satu cara pikir lunguistik kognitif tentang metafora.

Pada hakikatnya, perbedaan yang paling mendasar dari kedua pandangan tersebut di atas adalah dalam pandangan linguistik kognitif, metafora lebih dari sekedar gaya bahasa, sarana retorika, atau puisi, tetapi merupakan bagian dari pikiran dan tingkah laku. Linguistik kognitif memandang metafora sebagai suatu yang lebih dari itu, sesuatu yang lebih dalam dan berpengaruh. Metafora meresap di dalam kehidupan sehari-hari manusia, tidak hanya di dalam bahasa tetapi juga dalam pikiran dan tingkah laku, di mana pikiran manusia tidak hanya berisi unsur intelegensi tetapi juga berfungsi mengatur hidup manusia sampai ke hal yang sekecil-kecilnya. Metafora adalah bagian dari sistem kognisi kita sebagai manusia. Metafora adalah modus kita dalam berpikir dan bertindak. Manusia berpikir dengan melihat kemiripan satu pengalaman dengan yang lainnya. Fenomena metafora dalam bahasa adalah salah satu cara berpikir manusia.

(22)

linguistik kognitif, klausa tersebut tidak sekedar dimaknai secara tekstual atau “dipermukaan” saja seperti haknya pandangan linguistik klasik. Apabila ada metafora yang berbunyi “dunia panggung sandiwara”, hal itu harus didukung oleh sejumlah pernyataan-pernyataan yang mendukung metafora tersebut atau diwujudkan dalam bentuk metafora ekspresi linguistik.

Lebih lanjut, ada set pemetaan antara target dan sumber yang digunakan untuk menggambarkan analogi dan kesimpulan. Dalam klausa tersebut di atas, kata “dunia” dikonseptualisasikan dengan panggung/tempat pementasan karena kedua ranah tersebut memiliki sejumlah persamaan; mati laju darahku – takluk sudah hebatku – dia butakan hatiku – hilang akal sehatku. Artinya, dalam linguistik kognitif, “dunia panggung sandiwara” ini tidak sekedar sarana retorika melainkan juga merupakan bagian dari sistem pikir, yang kemudian mempengaruhi tingkah laku sehari-hari dalam konteks memandang seorang wanita misalnya.

(23)

dan JOURNEY sebagai source domain. Sementara itu, linguistik klasik akan menyebut LIFE sebagai tenor (istilah pokok) dan JOURNEY sebagai vehicle atau (istilah kedua).

Namun demikian, pada intinya, konsep pokok tentang metafora antara linguistik kognitif dengan linguistik klasik tersebut memang jauh berbeda. Metafora dalam linguistik klasik hanya berupa penghias karya sastra atau sarana retorika, sedangkan metafora dalam linguistik kognitif benar-benar merupakan bagian dari sistem berfikir manusia yang terrealisasikan dalam bentuk tingkah laku hidupnya. Bahkan dalam persamaan yang saya sebut di atas pun, kalau mau ditelusuri juga memiliki konsep awal yang berbeda. Source domain dan target domain didasarkan pada ranah/kelompok ide, sedangkan term pokok dan istilah kedua sesuai dengan namanya didasarkan pada ‘term’ istilah/hal apa yang yang dibandingkan. Demikianlah, sekalipun kedua pandangan teori tersebut berbeda, tapi seperti halnya agama meskipun tentu saja agama bukan teori, setiap teori memiliki tempat dan mimbarnya masing-masing di hati tiap-tiap penganutnya.

Konsep teori yang disarankan Kovecses (2004) dan Lakoff & Johnson, (2003) ini digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian 5 sebagaimana termaktub dalam subbab 1.2.

2.2.4. Langacker (2004)

(24)

tradisional, yang sekarang lebih sebagai metodologi kognitif yang diakui oleh para psikolog kognitif dan linguis. Metafora dalam retorika tradisional, sebagai gambaran bahasa kiasan, sekarang menjadi metodologi kognitif yang sangat penting ditandai oleh para pakar psikologi dan linguis. Eksperimentalisme internal meyakinibahwa konsep abstrak adalah metaforis. Langacker (2004) menjelaskan struktur semantik sebagai sebuah konsep struktur yang berfungsi sebagai kutub semantik sebuah ungkapan linguistik. Struktur semantik bersifat internal selama makna merupakan fenomena mental yang harus dideskripsikan dengan merujuka pada proses kognitif, dan konsep diasumsikan menjadi suatu gambaran mental atau perumpamaan. Dalam menentukan prinsip-prinsip linguistik kognitif, Langacker (2004) menyebutkan bahwa struktur semantik tidak universal; linguistik kognitif merupakan bahasa khusus untuk suatu derajat yang dapat dipertimbangkan. Struktur semantik didasarkan pada bahasa perumpamaan yang konvensional dan ditandai dengan pengetahuan struktur.

Konsep teori yang disarankan Langacker (2004) ini digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian 4 sebagaimana termaktub dalam subbab 1.2.

2.3 Ragam Metode Analisis Metafora

(25)

mengembangkan sistem yang dapat dikerjakan untuk melakukan penelitian kualitatif. Dalam disertasi ini yang diuraikan adalah dasar pendekatan dan pengajuan prosedur untuk rekonstruksi konsep metafora. Biasanya dalam kasus penelitian kualitatif, beberapa pedoman hanya dapat menunjukkan permainan antara kemampuan peneliti untuk memahami pengertian dari hal-hal yang berkaitan dengan aturan metodologi. Tinjauan interpretasi khusus mengembangkan analisis metafora yang kemungkinan besar dapat dilakukan.

Dalam metode kualitatif, bahasa berada pada satu bagian dan subjek waktu dan medium. Ini digunakan sebagai bahan yang mengacu kepada bahasa di luar konten : pola hubungan, struktur, strategi komunikatif, dan lain-lain. Lakoff dan Johnson (1980, 1999) melakukan hal ini dalam merumuskan kerangka menyeluruh sebagai linguistik kognitif. Lebih lanjut mereka menyebutkan bahwa teori metafora ini mengilhami berbagai pendekatan terhadap analisis metafora sebagai prosedur penelitian kualitatif.

2.3.1 Metafora sebagai instrumen dan kritikan

(26)

kebutuhan dan belas kasihan, serta emosi yang terjadi. Tidak diragukan lagi bahwa metafora pasar menjadi salah satu yang dominan. Dalam frase yang biasa digunakan untuk menjelaskan reformasi sistem kesehatan, kita menemukan beberapa metafora dari pemeliharaan ketika memperhitungkan distribusi dari sumber yang ada. Bagaimana diputuskan sisi dominannya, agar atau metafora pemeliharaan ? Dengan melihat dari dekat, ditemukan metafora – yang berbaur – dalam teks atas reformasi sistem kesehatan, dengan membedakan fokus yang tergantung pada konteks politik. Terlihat sangat masuk akal untuk menentukan fungsi ideologi bagi kedua uraian metafora. Pada teks Piterman, tidak membangun apakah metafora lanjutan menentukan pembahasan reformasi sehingga secara potensial membatasi atau melemahkan dampak dari metafora yang tercatat. Refleksi metode empiris adalah umumnya mengalami kekurangan dalam pendekatan; semuanya ini diarahkan pada titik yang penting ketika itu ada disini. Metafora ini diarahkan pada apa yang telah lewat, tanpa pretensi diri refleksi diferensiasi atas kemungkinan dan membatasi pemikiran metafora.

2.3.2 Metafora sebagai alat terapi

(27)

masalah klien dalam kerangka yang bersahabat dengan solusi. Pendekatan terbaru mengasumsikan bahwa pengembangan metafora solusi harus sedekat mungkin dengan bahasa klien. Di sini metafora terlihat sebagai ‘alat’ yang digunakan dengan sengaja dan secara bebas. Pembahasan metafora dalam ilmu sosial, khususnya setelah Lakoff dan Johnson, ditujukan untuk konsep metafora lainnya, salah satunya yang mengacu pada catatan yang berbeda di mana metafora itu dapat dibentuk. Sebagai individu, kelompok, dan dalam kultur yang memiliki pola pemikiran metafora tidak menyadari, yang dapat diambil sebagai sesuatu yang penting. Tujuan analisis metafora adalah untuk mengembangkan pola berpikir metafora. Lakoff dan Johnson menjelaskan konsep metafora ini sebagai “waktu adalah uang” sebagaimana ditemukan dalam kalimat berikut “Ban kempis menyita waktu saya selama satu jam’; ‘di sini tidak dapat menggunakan waktu dengan lebih menguntungkan’ dan ‘anda perlu menganggarkan waktu anda’. Mereka yang mengunakan pola metafora itu akan lebih menyadarinya; kedalamannya dalam budaya juga telah mulai diketahui. ‘dalam kultur WAKTU ADALAH UANG’ dalam berbagai cara; pesan telepon, upah per jam, sewa ruang hotel, anggaran tahunan, bunga pinjaman dan pembayaran hutang kepada masyarakat dengan waktu pelayanannya.

(28)

praktek yang terkait dengan hal ini pada tingkat kesadaran; misi ini adalah lebih mendapatkan sorotan yang kadangkala lebih kritis dari ideologi yang lebih menonjol.

2.3.3 Metafora yang digunakan untuk menjelaskan hasil penelitian kualitatif

Penelitian kualitatif akan menghasilkan besaran informasi heterogen, yang juga memuat beberapa struktur yang lebih komplek. Metafora dapat digunakan untuk mengurangi kompleksitas dan pola struktur yang jelas. Aita, McLlvain, Suman dan Crabtree (2003) menjelaskan tiga pola berpikir metafora dan aksi yaitu praktek sebagai hak monopoli (franchise), praktek sebagai misi dan praktek sebagai pemeliharaan keluarga. Sangat mengagumkan untuk melihat pada cakupan mana konsepsi metafora ini menentukan bagaimana dokter dalam institusi respektif berpikir dan bertindak. Permukaan metafora selama pembahasan dan proses evaluasi yang adalah untuk sebagian besar bagian yang ada, tidak terdokumentasi, meninggalkan kita dengan sebuah sistem yang jelas untuk mengidentifikasikan metafora. Metafora ini tidak terlalu penting berasal dari orang yang diwawancarai meskipun mereka merasa lebih baik dijelaskan oleh metafora. Di samping itu, terlihat bahwa melalui tiga lembaga yang telah ada penelitian kualitatif berfungsi sepanjang ruang lingkup kajian metafora.

(29)

Efinger (2003:37) yang menjelaskan pelatihan terhadap keputusan untuk mengakhiri hidup dengan metafora.

Aubusson (2002:65) juga berpendapat bahwa penelitian kualitatif dapat dilakukan berkaitan dengan metafora ini. Dalam melakukan hal itu, dia memanfaatkan berbagai pertimbangan bagaimana menyesuaikan metafora dengan data penelitian. Penelitian yang dilakukan tentang psikologi dan bantuan sosial dalam kerangka kerja ini (meski peneliti masih merasa skeptis) tapi sudah dapat diperlihatkan fenomena tertentu yang dapat dilihat pada beberapa metafora yang terkontradiksi. Dapat juga dicatat di sini bahwa metafora dapat digunakan untuk menunjukkan hasil penelitian kualitatif.

2.3.4 Metafora menjelaskan proses penelitian kualitatif

(30)

Berbagai metafora yang digunakan untuk proses penelitian kualitatif memperlihatkan bahwa pengurangan dari proses penelitian menjadi satu metafora secara aktual masih menjadi penyederhanaan yang tampak dipaksakan. Pada sisi lain, fakta bahwa setiap metafora terlihat memiliki genggaman (gripping) yang berpengruh terhadap penciptanya, yang memberikan hasil yang mengarah pada metafora dan implikasi kognitifnya yang belum didokumentasikan. Bagaimana cara mengurangi kompleksitas dunia secara metaforis tanpa melihat isinya? Apa model metafora yang digunakan untuk membahas penelitian kualitatif yang ada ? Rathmayr (1991) mencatat lima metafora untuk menjelaskan peneliti berbagai penelitian sosial kualitatif; pemburu, khalayak ramai, ornitolog (ahli tentang burung), detektif, dan peretas program komputer (hiker).

2.3.5 Penelitian untuk metafora khusus

(31)

dasar penelitian terhadap konstruksi sosial dari anak-anak, yang juga didasarkan atas penelitian Popper dan empat medan metafora yang tersebut di atas. Bila kita mengasumsikannya, seperti yang dilakukan oleh Lakoff dan Johnson, maka akan ada bebagai jumlah metafora yang terjalin dalam dunia sehari-hari, mengurangi wawancara untuk metafora akan spesifik yang juga memperlihatkan batasan problematik, baik secara konten maupun secara metodik. Sebagai perbandingan, Lakoff dan Johnson menghitung 24 metafora primer representatif untuk memahami dunia : Saya menemukan duapuluh konsep metafora yang berbeda dalam bahasa Jerman untuk topik penyakit jiwa yang lebih spesifik.

2.3.6 Metafora untuk proses refleksi diri dari para peneliti – atau

metafora yang diteliti

Penggunaan metafora dalam penelitian sejauh ini telah mengasumsikan bahwa kita meneliti secara langsung metafora tertentu pada metafora bentuk sadar dan material untuk memberikan hasil atau menjelaskan proses. Danziger (2000) menyuarakan pertimbangan dalam konteks sejarah psikologi, di mana teori ilmiah lahir ke dalam rangkaian pola pikir metafora, yang jarang dibentuk.

(32)

pengguna yang tidak mengarah pada metafora apa tetapi dengan beberapa ekspresi kebenaran literal.

Danziger tidak memperoleh sisi kreatif dan metafora berpikir tetapi pada kondisi laten, gambaran linguistik yang tidak dikenal sebagai metafora. Beberapa analisis telah dilaksanakan untuk bidang psikologi tertentu, sebagai metafora spirit dalam konteks penelitian yang lebih baik dan sebagai kajian komprehensif untuk psikologi dari memori yang membandingkan asal usul Perancis dengan translasi Inggris dari Piaget dan memperlihatkan bahwa beberapa metafora biologi yang selalu berubah menjadi salah satu sisi mekanika atau juga menghilangkannya bersama-sama. Pemahaman akan Piaget di antara penutur bahasa Inggris adalah sebagai hasil temuan Jurzak, yang berbeda dari pemahaman Piaget di antara penutur bahasa Perancis. Untuk penelitian kualitatif, Aite dkk. (2003) menyatakan bahwa: besarnya keinginan kita menyoroti bahasa metafora dari penelitian kita yang secara kritis mengarah pada bahasa metafora dari pekerja lapangan kita dan uraian dari praktik dan bahasa metafora untuk peserta penelitian. Chanil (1990. 1991a) menyatkaan bahwa terapis penelitian membuat mereka menyadari metafora yang mereka gunakan di dalam terapi dan melihat apakah metafora ini akan membuka pintu untuk penelitian yang ada. Demikian juga referensi yang menunjukkan bahwa penelitian ini ditentukan oleh metafora, batas kognitif dari apa yang telah ada.

(33)

menjelaskannya sebagai sesuatu yang terjadi relevan dari segi warna, sebagai hikayat, sebagai pertunjukan televisi, objek, dan juga musik, dan lain-lain. Dengan menggunakan transformasi metafora dia mampu mendapatkan narasi yang berharga dan bernilai.

Christensen dan Olson (2002) termasuk juga Zaltman (2003) mengajukan pertanyaan kepada subjek penelitian untuk memberikan gambaran yang memperlihatkan sikap dan peranan terhadap produk dengan mereka yang diwawancarai. Mereka diminta menjelaskan setiap gambaran dan pengertian, sehingga memperlakukannya sebagai sebuah metafora. Dalam membicarakan gambar, maka metafora verbal muncul dengan cerminan yang dijelaskan lebih mendalam.

2.3.7 Rekonstruksi sudut pandang metafora subjek penelitian dan juga fenomena budaya

(34)

perempuan, menggunakan metafora, sebagai sesuatu yang mengontrol suatu objek, berupa makanan , hewan atau anak. Seksualitas adalah kegilaan yang tidak terkontrol atau pelanggaran fisik. Organ seksual laki-laki dibicarakan secara metaforis sebagai senjata, sperma sebagai ‘beban’ dan ‘amunisi’. Kesan dan rekonstruksi dari dunia ini tentu membuat laki-laki berpikir dan bertindak dari segi sesuatu yang tidak terinspirasi dalam proyek penelitian dalam bidng ini.

Dalam perdebatan konstruktif dengan Lakoff dan Johnson, Quinn (1987, 1991) menemukan delapan metafora yang berbeda untuk ‘perkawinan’ di antara penduduk pribumi Amerika Serikat, di wilayah tengah Selatan. Dia menemukan metafora “kebersamaan’, ‘kekekalan’, manfaat bersama’, ‘kompatibilitas’, ‘kesulitan’, ‘usaha’, ‘keberhasilan dan kegagalan’ dan ‘resiko. Dia melihat lapisan model budaya untuk pemahaman dunia yang lebih dalam dibandingkan dengan konsep metafora; ‘metafora jauh dari produksi pemahaman, yang biasanya sangat dibatasi oleh pemahaman’. Dia juga mengkritik linguistik kognitif yang meninggalkan kesan bahwa semua pemahaman ini didominasi oleh proyeksi metafora. Quinn dapat berbagi kritikan, tetapi tidak mengikuti tesisnya bahwa ada model budaya, independensi dari ekspresi metafora dalam bahasa.

(35)

untuk membangun metafora dalam konteks masih sangat kekurangan. Sementara analisis sebelumnya juga berhubungan dengan kasus analisis kelompok, Nerlich, Hamiltoin dan Rowe (2002) yang menghadirkan analisis metafora yang digunakan oleh media dan politik dalam penanganan penyakit Kaki dan Mulut di Inggris Raya.

(36)

membantu memberikan suatu substansi (yaitu cinta, perhatian, perawatan) bagi mereka.

Yang dikembangkan analisis metafora sebagai metode alternatif di sini adalah untuk menemukan pola pikir sub-budaya dan mendefinisikannya sebagai sebuah langkah penelitian yang handal dan dapat dijalankan. Berkaitan dengan kredibilitasnya, kondisi analisis dimaksud, khususnya dalam rangkaian fakta bahwa banyak fenomena komplek berdasarkan aturan dapat dijelaskan menggunakan lebih dari satu metafora. Ketiga, dalam pendekatan yang dipaparkan di sini lebih memfokuskan pada metafora tidak sadar dari bahasa sehari-hari atau yang ditemukan dalam dokumen yang dikumpulkan dan tidak mencoba melakukan metafora sendiri ke dalam sebuah proses. Keempat, analisis metafora sistematis adalah usaha untuk mengungkapkan potensi teori lingusitik kognitif dari Lokoff dan Johnson, menggunakannya secara luas dibandingkan dengan apa yang dilakukan dalam kajian hingga sekarang ini. Dengan memaparkan latarbelakang ini, diperkenalkan asumsi dalam pendekatan Lakoff dan Johnson.

2.3.8 Asumsi sentral yang dibuat oleh Lakoff dan Johnson

Contoh dalam asumsi sentral yang dibuat oleh Lakoff dan Johnson ini memberikan kejelasan tenang asumsi yang dibuat oleh Lakoff dan Johnson :

(37)

psiko-sosial maka ada sembilan konsep yang dapat disusun. Pengalaman terhadap pemahamannya menekankan bahwa akan ada fokus penelitian dan kemudian diarahkan pada bidang penyelidikan di mana konsep metafora itu dapat dirumuskan secara khusus.

2.3.9 Homologi berpikir dan berbicara

Dalam homologi berpikir dan dan berbicara, hubungan metafora ini bukan menjadi masalah kesempatan tetapi sebagai indikasi dari pola berpikir, persepsi, komunikasi, dan aksi yang sesuai dalam semua bidang yang akan dimainkan. Lakoff dan Johnson mengasumsikan homologi berpikir dan berbicara. Hal ini menjadi titik awal bagi kemungkinan dan relevansi analisis metafora dalam ilmu sosial. Penelitian tertua dari Bock (1981) terhadap perilaku pemecahan masalah sebagaimana dianggap sebagai psikologi eksperimen, merujuk pada hubungan yang tertutup antara kognisi metafora dan juga perencanaan aksi.

2.3.10 Relevansi ilmu sosial dan psikologi

(38)

Dengan demikian dalam penelitiannya tentang AIDS, Wolf (1996) membandingkan metafora peran dari dunia pertama (misalnya membasmi penyakit dan sel pembunuh) dengan dana metafora yang digunakan di Malawi, di mana virus AIDS dikonseptualisasikan di atas semua metafora makanan; virus, yang dinyatakan sebagai cacing, memakan manusia, hanya sebagai bagian dari penyimpangan sosial yang mengambil makanan dari manusia lain dan bahan terkait dengan tubuh yang hidup.

Dalam wilayah agraria, seksualitas juga dinyatakan sebagai istilah utama dari metafora makanan. Sehingga Wolf tidak merasa terkejut menemukan bahwa paket kondom dengan gambaran perisai dan tombak, menggambarkan pahlawan Afrika tetapi pada saat yang sama menggunakan konsep Eropa untuk menyerang, bertemu tanpa berhasil dalam populasi. Mempertanyakan sejumlah laki-laki atas penerimaannya tentang kondom dia mendapatkan balasan yang secara metaforis diucapkan dalam kalimat : ‘Anda tidak dapat memakan manisan dalam bungkusannya.

2.3.11 Keberadaan metafora secara budaya

(39)

untuk krisis psikologi atau penyakit bagi semua jenis – dari Austrasten hingga Zerrissenheit.

2.3.12 Keberadaan metafora dalam sub kelompok

Dalam bidang bantuan psiko sosial profesional terdapat beberapa paper yang menganalisis metafora lingkungan spesifik dan implikasi untuk tindakan manusia. Schachtner (1999, 2002) meneliti strategi terapi dan diagnosis di antara praktisi umum dengan mengacu kepada gambar linguistik yang memandu aksi yang telah ada. Persepsi metafora dan pentahapan pada kontak antar manusia dalam psikologi berbasis bangsal telah dijelaskan oleh Buchloz dan von Kleist (1997). Survey konsep metafora yang digunakan dalam kerangka menyeluruh dari bantuan psiko-sosial ini telah disebutkan.

2.3.13 Metafora sebagai mekanisme pengarah interaksi

(40)

2.3.14 Keberadaan individu metafora

Dalam penelitian yang telah disebutkan di atas, keberadaan metafora itu menjadi sebuah isu pada berbagai tingkatan. Dengan studi kasus ini, analisis metafora dapat memberikan rangsangan terhadap penelitian biografi dan pada evaluasi proses terapi.

Penelitian kualitatif memperlihatkan berbagai ketegangan yang ada di dalam hubungan antara subjektivitas, refleksi diri dan ketaatan pada prosedur metode. Contohnya adalah berkisar dari Mayring (1983) dengan analisis konten berbasis aturan yang direfleksikan atas bagian subjek dari perkembangan kategori, bagi posisi yang diambil oleh Huber (2001) yang membatasi ketaatan terhadap metodologi yang kurang penting bagi penelitian dibandingkan dengan subjektivitas estetika. Ilustrasi yang dapat digambarkan dari hasil analisis tersebut adalah faktor timbal balik dalam hubungannya antara subjektivitas dan prosedur metodologi menggunakan metode penelitian yang telah dikembangkan berupa analisis metafora sistematis.

(41)

Dalam kondisi penelitian yang berbeda, penelitian dalam psikologi eksperimen memperlihatkan bahwa metafora itu mempengaruhi proses kognitif dan arahan perhatian. Kontribusi bidang lingustik pada peran dan fungsi metafora, dalam bahasa tulisan dan lisan, meningkatkan berbagai bagian dalam beberapa dekade. Kontribusi dari berbagai disiplin saling berbagi kesimpulan di mana metafora memberikan orientasi pra konsepsi dengan mengacu kepada pemikiran dan pengalaman yang sulit diakses, atau hanya dapat diakses dalam bantuan analitik dalam pembahasan yang rasional. Penelitian kualitatif membutuhkan pendekatan yang memungkinkan refleksi sistematis dari metafora di mana melalui hal itu dapat diterima, berbicara, berpikir dan bertindak. Analisis sistematik dari metafora itu digambarkan atas hasil linguistik kognitif oleh Lakoff dan Johnson, menambahkan rekonstruksi sistematis step by step dari model metafora. Prosedur penelitian yang secara sistematis menganalisa pengertian metafora memanfaatkan gerakan penolakan. Dalam hal ini, literatur seringkali memuat pemahaman etimologi dan juga penekanan yang sangat ekstrim dari metafora individu yang kemudian akan dapat dijelaskan sebagai subjek yang telah ada.

(42)

Namun demikian, bahkan dalam menghadapi defisit analisis sistematis dari metafora, sebagai proses hermeneutik, masih tetap menjadi seni terapan. Rekonstruksi model metafora ini tidak bersifat otomatis; proses ini hanya dapat dipelajari. Pemahaman penelitian dari seseorang tentu menggambarkan sisi lingustik yang dibawa melalui rentang subjek historis; karakter sosial, pengalaman hidup dan tingkat pendidikan yang memungkinkan dan membatasi pemahaman ini. Aturan praktis untuk koleksi bahan dan prosedur pemrosesannya tidak terbatas pada peneliti, selain mengundang penemuan konsep berpikir metafora, perasaan dan tindakan yang kemudian dirajut ke dalam pemahaman multi lapisan dan disajikan dalam cara yang meyakinkan dan bisa dipahami.

(43)

jawaban bagi pertanyaan apakah itu lebih baik bagi analisis metafora atau metode evaluasi teks lainnya yang terhubung pada subjektif tertentu tetapi tidak disadari berbagai penelitian dalam bidang ini. Schachtner (1999) memperlihatkan bahwa dokter medis menggunakan metafora yang bersumber dari pengalaman individu. Ini mengarah pada berbagai keanekaragaman dari model metafora, yang terbukti berbagai aspek konsisten dan yang sama digunakan oleh dokter. Kajian kualitatif yang dapat dibandingkan ke dalam model penelitian kualitatif model metafora yang digunakan untuk menjelaskan aktivitas pemahaman, penelitian atau temuan mereka masih belum terlaksana.

(44)

Penelitian yang tidak sistematis dalam konteks penelitian yang lebih sempit akan memberikan draft bagi rangkaian budaya yang menyoroti ketiadaan model metafora tertentu. Koleksi dalam bahasa sehari-hari dan tulisan teoretis membantu menemukan konsep yang dimanfaatkan dalam evaluasi wawancara dan teks lain. Aturan yang ada mengasumsikan bahwa teks tersedia sebagai bahan untuk analisis lebih lanjut. Langkah ini termasuk menganalisis ekspresi verbal dari sub kelompok untuk menetapkan metafora mana yang akan digunakan untuk menjelaskan bidang penelitian ini. Hal ini tentu berlangsung dalam dua tahapan, yang dimulai dengan identifikasi metafora melalui segmentasi teks dan diikuti oleh rekonstruksi konsep metafora.

Analisis dimulai dengan mengidentifikasikan metafora yang ada di dalam teks. Tugas ini tidak mudah dicapai dalam kelompok kerja sesuai dengan frase atau kata yang diidentifikasikan sebagai metafora apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : (a) Kata atau frasa dapat dipahami dalam pengertian harafiah dan konteks (b) Pengertian harafiah berasal dari area pengalaman kultural dan sensorik, dan (c) Yang kemudian ditransfer kedalam bidang yang kedua.

(45)

tidak relevan dengan target dan abstrak tanpa hubungannya dengan metafora. Dalam penelitiannya, Schulze (2005) merekomendasikan dan ikut serta dalam pandangan diri sendiri. Sebelum semua wawancara lain berlangsung maka peneliti diwarancarai atas topik itu dan mengidentifikasikan dan mengekstrak metaforanya sendiri.

Logika metafora dalam rekomendasi bahasa sehari-hari, dalam kasus ini sebagai aturan pelaksanaan, kelompok menengah hingga kelompok ekstrim. Beberapa konsep metafora umum kadangkala dibedakan secara acak, baik oleh kelompok sosial maupun individu. Di sini penelitian kualitatif dapat memberlakukan rekonstruksi model metafora khusus dalam bahan kelompok dan biografi khusus pula. Proses alokasi idiom metafora ini pada konsep metafora dilanjutkan hingga semua metafora dicatat dalam konsep. Dalam disiplin penentuan kelompok semua metafora menurut referensi kolektif, ruang lingkup untuk interpretasi konsep metafora itu dibatasi oleh adanya konsep yang bersaing sehingga, ada perbedaan yang jelas antara analisis metafora sistematis dan bebas. Dalam bagian terakhir, proses ini masih tidak lengkap dan metafora ditemukan pada awalnya sebagai bagian dari interpretasi.

(46)

biografi dan karakteristik metafora, dan kemampuan untuk mengambil keputusan termasuk perkembangan yang ada melalui bahan yang ada. Ada juga usaha untuk menemukan dan mengembangkan berbagai model yang menurut Poiaget menuntut berbagai asimialsi dan adaptasi dari bahan menggunakan sistem yang tersedia. Rekonstruksi konsep metafora untuk Lakoff dan Johnson tidak merumuskan aturan yang lebih terbuka untuk pengaruh subjektif dari pada identifikasi metafora.

Keterkaitan antara pemanfaatan keberadaan subjektif dari pengetahuan dan aturan praktis yang mengikutinya juga dibahas dalam metode evaluasi teks dengan menggunakan berbagai jarak yang lebih familiar. Divisi ini tentu terlihat di antara dua fase pengumpulan dan rekonstruksi terhadap kesiapan untuk membuat penilaian dan menghindari bahaya yang datang setelah kesimpulan pertama dari imagi lingusitik ditemukan. Sejumlah temuan eksperimen membuktikan bahwa distraksi metafora ini adalah kejadian yang sering terjadi. Analisis metafora, tidak dapat didahului sebelumnya bila teknik tidak digunakan untuk pengembangan kebiasaan membaca secara rutin. Destruksi dari struktur teks, dengan memotong frasa metafora, menghilangkan berbagai metafora yang sama dari teks dan memungkinkan penilaian dari unsur tekstual. Uraian Hitzler dari penggunaan hermeneutik umum dapat diadopsi untuk analisis metafora.

(47)

metafora. Imagi linguistik yang bersifat independen dan juga kurangnya satu konvensi menjadi hal yang lebih baik bila membandingkan temuan itu dengan kelompok. Proses ini sama seperti saling pengaruh di antara aturan praktis dan kemampuan subjektif.

Yang perlu dipahami adalah membangun konsep metafora seperti ‘seseorang dalam wadah?’ Frase metafora itu tentu tidak memiliki lebih dari satu titik dalam petak, yang terlihat lebih sesuai. Pengetahuan dalam konsep metafora hanya dapat digunakan bila membuat interpretasi yang dimungkinkan.

Pemahaman hermeneutik adalah proyeksi subjek ke dalam dunia dan (lingusitik, intelektual dan praktis) adalah pra syarat bagi upaya mengungkapkan koneksi lain dalam dunia yang memiliki struktur secara simbolik. Langkah-langkah dalam prosedur dan pengetahuan dari kesimpulan itu sangat dimungkinkan membantu mencapai pemahaman yang lebih baik dalam awal pembentukan pengalaman dan juga pencapaian batas yang telah ada. Pemahaman ini adalah terutama tidak sempurna; konsep kejenuhan teoretis dalam pengertian teori yang dihadirkan sebagai kriteria pragmatik untuk membawa penelitian lebih dekat.

(48)

mengenali mereka secara tiba-tiba. Perbandingan dari kedua konsep metafora ini mengacu kepada pengalaman penyakit yang berbeda yang digambarkan pada kecepatan yang berbeda. Penggunaan metafora dalam pengertian terang– gelap memberikan persepsi transisi sehingga memungkinkan ruang bagi manuver yang padat mungkin ketika depresi itu diangap sebagai serangan. Dalam sisi terakhir, pada sisi lain, penyakit itu lebih jelas didefinisikan sebagai musuh berbahaya dan personal dibandingkan dalam konsep metafora. Dari kondisi ini, Barkfelt mendapatkan sejumlah opsi berbeda untuk intervensi terapi dan linguistik. Tetapi secara umum, perbandingan konsep metafora dengan model aksi ini memuat beberapa bidang keilmuan khusus. Kesimpulan ini hanya dimungkinkan bila konteks ini dapat dipahami secara penuh. Barkfelt hanya mampu menarik kesimpulan karena ia mampu mengenali implikasi yang telah ada dengan apa yang telah dihasilkan.

2.4 Penelitian Yang Relevan.

2.4.1 Ho Vin My Linh (2011) : Kajian Metafora dalam Surat Kaba ( Bahasa Inggris tandingan Bahasa Vietnam )

(49)

kepuasan pembaca meski kadang menimbulkan kesulitan dalam memahaminya.

Metafora ada sebagai fakta umum di semua bahasa di dunia ini tidak bahasa Vietnam yang kemudian dibandingkan dengan bahasa Inggris dalam penggunaannya di surat kabar. Analisis ini sebagai kontribusi pada bidang linguistik khususnya mengenai persamaan dan perbedaan metafora dalam bahasa Vietnam dan bahasa Inggris dan membantu para penulis, pembaca, guru bahasa, mahasiswa, penerjemah dalam memahami kedua bahasa secara efektif.

Penelitian ini untuk menganalisis ujaran-ujaran metaforis yang terdapat dalam surat kabar berbahasa Vietnam dan bahasa Inggris dan mencari persamaan dan perbedaannya khususnya yang berkaitan dengan fitur-fitur sintaksis dan semantik. Kemudian, fitur-fitur tersebut dibandingkan dan dicari kesamaan dan perbedaannya. Akhir dari penelitiannya diperoleh implikasi yang dikaitkan dengan pembelajaran bahasa.

(50)

yang berkaitan dengan definisi metafora; Galperin (1981) tentang hubungan antara kamus dan makna logis kontekstual yang berdasarkan kesamaan perangkat bahasa tertentu terhadap dua konsep korespondensi; Lakoff dan Johnson (1980) khususnya yang berkaitan dengan peran metafora dalam menentukan realita bahasa sehari-hari. Dalam linguistik kognitif, metafora diartikan sebagai pemahaman suatu domain konseptual untuk domain koseptual lainnya. Lakoff (1980) yang menegaskan bahwa metafora bukan permasalahan pikiran dan alasan. Bahasa masalah kedua. Masalah yang utama justru terletak pada pemetaan.

Untuk mendapatkan firtur-fitur sintaksis, peneliti menggunakan kategorisasi frasa yang ada dalam metafora kedua bahasa tersebut. Yang dimaksud kategori frasa di sini adalah kata-kata yang secara terstruktur ada dalam membentuk metafora.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi deskriptif dan komparatif. Sampel yamg dikumpulkan dalam bentuk ujaran metafora dari berbagai surat kabar kedua bahasa yang diteliti dalam bentuk korpus sebanyak 400 sampel (200 dalam bahasa Vietnam dan 200 dalam bahasa Inggris.

Hasil analisis yang diperoleh fitur sintaksis bahasa Inggris adalah sebagai berikut:

(1) Noun phrases a) N;

(51)

c) ADJ + N;

d) NP + PP (PREP + N/NP);

e) NP’s + N; f) N + PP; f) COMPOUND N; (2) Adjective Phrases:

a) ADJ;

b) COMPOUND ADJ;

c) PAST PARTICIPLE / PRESENT PARTICIPAL; (3) Verb Phrases: a) V.

Hasil analisis fitur semantik bahasa Inggris berdasarkan pada gabungan kesamaan warna, bentuk, fungsi dan ciri, metafora dapat dikelompokkan menjadi:

(1) metafora yang merujuk pada warna; (2) metafora yang merujuk pada cuaca; (3) metafora yang merujuk pada perang; (4) metafora yang merujuk pada kesehatan; (5) metafora yang merujuk pada binatang; (6) metafora yang merujuk pada makanan; (7) metafora yang merujuk pada perjalanan; dan (8) metafora yang merujuk pada sifat.

(52)

dilakukan oleh Ho Vin My Linh (2011) ini dengan yang sedang peneliti lakukan adalah disamping jenis genre yang berbeda, tidak adanya bandingan makna metafora sebagai salah satu bahasa figuratif dari segi ilmu sastra dengan makna kognitif metafora dari segi kajian linguistik.

2.4.2. Abdullah, I. H. (2011), Analisis Kognitif Semantik Peribahasa Melayu Bersumberkan Anjing (Canis Familiaris) :

Makalah yang ditulis oleh Abdullah ini mengungkap secara spesifik kajian metafora dikaitkan dengan hewan. Konsep hewan yang diketengahkan ia sebut rantaian makhluk utama (RUM) dan metonimi spesifik generik yang melambangkan semantik peribahasa Melayu berkaitan dengan binatang anjing.

(53)

dengan budaya rakyat (folk culture). Pandangan bahwa setiap hewan secara prototipe mempunyai tingkah laku naluri masing-masing, namun secara universal dengan pengalaman manusia yang berbeda-beda dalam memperlakukan, dan memanfaatkan hewan tersebut secara berbeda, bentuk dan makna metafora yang diambil dari jenis binatang yang sama akan mempunyai makna yang berbeda pula. Makna-makna tersebut tidak terlepas dari budaya masyarakat penuturnya. Oleh sebab itu, di sini penulis disertasi ini mengambil satu budaya sebagai budaya asal metafora tersebut dibentuk, yaitu budaya Melayu. Beberapa teori digunakan dalam penelitian ini, namun yang menarik untuk ditelusur adalah teori Kövecses (2002) dan Lakoff & Turner (1989). Teori ini berfokus pada aspek mental, yaitu berasaskan satu situasi khusus dapat dipahami.

Penelitian ini menghasilkan dari 35 peribahasa Melayu yang dianalisis, 14 (40. 0%) memaparkan anjing sebagai Pelaku (protagonis) suatu perbuatan, 11 (31. 4%) memaparkan anjing sebagai objek atau antagonis perbuatan manusia. Selebihnya, 10 peribahasa (28. 6%) merujuk kepada bahagian anjing seperti ekor anjing (n = 5), mulut anjing, leher anjing, atau atribut anjing seperti tuah anjing dan semangat anjing serta objek berkaitan anjing - tali anjing (masing-masing n = 1).

(54)

perbedaan antara proposisi dan skema metaforis dalam semantik metafora hewan.

Kontribusi penelitian ini terhadap penelitian yang sedang dilakukan adalah teori yang digunakan, yaitu teori Kövecses (2002) dan Lakoff & Turner (1989). Perbedaannya adalah dalam penelitian yang dilakukan oleh Abdullah, I. H. (2011) ini dengan yang sedang peneliti lakukan adalah di samping jenis genre yang berbeda, tidak adanya bandingan makna metafora sebagai salah satu bahasa figuratif dari segi ilmu sastra dengan makna kognitif metafora dari segi kajian linguistik.

2.4.3. Tina Krennmayr (2011) : Metapor dalam surat kabar

(55)

kata depan yang dimaksud mempunyai pondasi makna yang sistematik dalam pikiran.

Peneliti dalam disertasi ini mengungkapkan bahwa tulisan jurnalistik kerap digunakan sebagai sumber analisis metafora. Telah banyak penelitian metafora yang mengangkat isu-isu berita di berbagai surat kabar . Dicontohkan di sini metafora yang berkaitan dengan imigran (Santa Ana, 1999); metafora komunikasi

dalam laporan berita di Inggris (Heywood & Semino, 2007); fungsi metafora perang dalam berita majalah bisnis (Koller, 2002), dan masih banyak lagi yang lainnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Krennmayr (2011) ini memberi pandangan pada penggunaan contoh konsep atau metafora linguistik dalam suregister atau pada topik-topik khusus, metafora yang digunakan di surat kabar sebagai suatu keseluruhan register. Teori yang digunakan, di samping teori dasar yang diutarakan oleh Lakoff and Johnson’s (1980), peneliti juga mengkombinasikan beberapa teori, antara lain (Boers, 1999; Cameron, 2003; Charteris-Black, 2004; Deignan, 2005; Koller, 2004; Musolff, 2006; Semino, 2002; Steen et al. , 2010).

(56)

metode ini bekerja dari bawah ke atar (bottom-up) yaitu hanya berfokus pada pengidentifikasian metafora linguistik, bukan konsep struktur.

Database yang ditemukan dikatakan sangat unik, yang dapat membuka peluang semua penelitian dalam bidang ilmu yang baru yang selama ini tidak terlalu memperhatikan pendekatan linguistik kognitif terhadap metafora – variasi bahasa metafora yang digunakan dalam jenis wacana yang berbeda. Rumusan masalah yang dikemukakan berkaitan dengan frekuensinya bahasa metafora digunakan dalam surat kabar dibanding dengan jenis register lainnya, distribusi melalui kelas kata dan hubungannya dengan register, distribusi perbedaan bentuk metafora seperti metafora langsung, tak langsung dan implisit, dan bentuk-bentuk yang bertanda.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatatif untuk memperoleh hasil perbandingan penggunaan bahasa metafora pada register yang berbeda, misalnya register berita dan fiksi khususnya pada tingkatan leksikal termasuk pada tingkatan morfologi.

(57)

Metode kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan makna metafora secara semantik kognitif. Makna metafora yang terkandung dalam tiap-tiap register disinyalir sama medan kognisinya. Dicontohkan makna kognitif dari kata perang dapat dipergunakan dalam berita bisnis, olah raga, dan juga politik. Persentase penggunaan makna kognitif pada wacana dengan genre yang berbeda tidak sama walaupun medan kognisinya sama.

Kontribusi penelitian ini terhadap penelitian yang sedang dilakukan antara lain penggunaan teori Lakoff and Johnson’s (1980) dan metode kualitatif yang sesuai. Perbedaannya adalah dalam penelitian yang digunakan oleh Krennmayr (2011) ini dengan yang sedang peneliti lakukan adalah di samping jenis genre yang berbeda, tidak adanya bandingan makna metafora sebagai salah satu bahasa figuratif dari segi ilmu sastra dengan makna kognitif metafora dari segi kajian linguistik.

2.5. Kerangka Kerja

Untuk mencapai hasil penelitian yang terarah dan sistematis perlu digambarkan kerangka kerja penelitian sesuai dengan tujuan penelitian yang diharapkan. Kerangka kerja penelitian ini memuat langkah-langkah kongkrit baik secara teoritis maupun metodologis. Setiap langkah yang dilakukan untuk mendapatkan hasil penelitian yang ilmiah harus didukung teori yang digunakan dan capaian hasil penelitian yang diharapkan.

(58)
(59)

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pedoman Penetapan Daerah Khusus dalam Pelaksanaan Kebijakan

Selanjutnya RKPD Minahasa Tenggara tahun 2017 disusun dengan berpedoman pada Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)

pada penderita diare anak di Puskesmas Rawat Inap kota Pekanbaru yaitu sebanyak 10 orang (10,41%) yang lebih banyak didapat pada anak laki-laki dengan usia 1-3 tahun..

Penerima Lisensi dengan ini menyetujui untuk mengganti rugi Pemberi Lisensi secara penuh terhadap setiap tuntutan, klaim, tindakan, kerugian, kerusakan, kewajiban, biaya dan

Masalah tersebut dapat diatasi dengan menggunakan menggunakan metode Linear Scaling, dimana dalam perhitungan centralitydipengaruhi oleh jarak node tersebut yang

Untuk maksud tersebut, bersama ini kami kirimkan daftar isian terlampir untuk diisi dan mohon segera dikirim kembali melalui email kreativitas.belmawa@qmait.com paling

Dalam hal ini, digunakan Copula Gaussian untuk menghubungkan data yang berkorelasi dengan waktu dan dengan himpunan data lainnya (dalam hal ini data return harga

Untuk menguji hipotesis mengenai perbedaan konsep diri antara remaja yang sejak masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan dipanti asuhan dengan remaja yang sejak masa