Pembuatan mi basah jagung dilakukan menggunakan ekstruder tipe LE25-30/C. Pada tahap ini dilakukan pembuatan mi basah jagung pada berbagai variabel yaitu passing (1,2,3), kadar air (70%, 75%, 80%), dan kadar Na2CO3 (0%, 0.3%, 0.6%). Suhu yang digunakan
adalah 900 dan kecepatan ulir yang digunakan adalah 130 rpm. Hal ini didasarkan pada penelitian Fahmi (2007).
Cara pembuatan mi basah jagung menggunakan ekstruder adalah sebagai berikut:
Pencampuran dan pengadukan Pencampuran dan hingga homogen pengadukan
hingga Na2CO3 larut
Pengekstrusian ( 1x, 2x, 3x passing )
Perendaman dalam air pada suhu ruang
Analisis
Gambar 7. Proses Pembuatan Mi Basah Jagung
Pencampuran tepung jagung dan air dilakukan dengan terlebih dahulu melarutkan Na2CO3 dengan air. Kemudian larutan tersebut
dicampur dengan tepung jagung dalam wadah dan diaduk secara manual hingga benar-benar homogen.
Mi yang digunakan untuk analisis pada tiap passing sepanjang 132 cm. Setelah mi keluar dari ekstruder, mi direndam dalam wadah untuk kemudian dianalisis. Waktu sejak mi keluar dari ekstruder sampai analisis + 15 menit.
Tepung jagung 175 gram Mi basah jagung Air sampai kadar air tepung basis kering (70%, 75%, 80%) Na2CO3 (0%, 0.3%, 0.6%) dari berat tepung
Parameter yang diukur pada tahap ini adalah sifat fisik mi. Parameter fisik yang diukur meliputi warna, persen elongasi, tensile strength, analisis profil tekstur, pengukuran kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP), dan derajat gelatinisasi.
Perhitungan waktu untuk tiap passing dilakukan menggunakan tepung sebanyak 175 gram yang telah ditambah akuades hingga kadar air tepung basis kering mencapai 70%.
Dicampur
Dimasukan ke dalam ekstruder, stop watch dinyalakan
Diekstrusi
Mi
Dicatat waktu saat keluar pertama = X
Ditunggu sampai tepung di hopper habis, waktu dicatat = A
Dibuang 30 cm
Dipotong 132 cm untuk analisis
Mi sisa
Dimasukan ke dalam ekstruder
Dicatat waktu ketika mi di hopper habis = B
Gambar 8. Prosedur Perhitungan Waktu Tepung jagung
175 g
Air sampai kadar air tepung basis kering 70%
Berdasarkan waktu yang dicatat, didapat X = 45.10 detik; A = 2 menit 12 detik; dan B = 1 menit 37 detik. Waktu yang diperlukan untuk passing 1 : X < waktu < X + A = 45.10 detik < waktu < 2 menit 12 detik; passing 2 : X + A < waktu < X + A + B = 2 menit 57.10 detik < waktu < 4 menit 34.10 detik; passing 3 : waktu > X + A + B = waktu > 4 menit 34.10 detik.
2. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan tiga kali ulangan. Model persamaan matematika yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijkl = μ + αi + j + k + (α )ij + ( )jk + (α )ik + (α )ijk + εijkl
Dengan :
Yijkl = respon terukur
μ = rataan umum
αi = pengaruh passing pada taraf ke-i j = pengaruh kadar Na2CO3 pada taraf ke-j k = pengaruh kadar air pada taraf ke-k
(α )ij = pengaruh interaksi antara passing pada taraf ke-i dan kadar
Na2CO3 pada taraf ke-j
( )jk = pengaruh intteraksi antara kadar Na2CO3 pada taraf ke-j dan
kadar air pada taraf ke-k
(α )ik = pengaruh interaksi antara passing pada taraf ke-i dan kadar air
pada taraf ke-k
(α )ijk = pengaruh interaksi antara passing pada taraf ke-i, kadar
Na2CO3 pada taraf ke-j, dan kadar air pada taraf ke-k
εijkl = galat percobaan untuk passing pada taraf ke-i, kadar Na2CO3
Perlakuan yang diterapkan :
A : passing dengan taraf 1, 2, dan 3
B : kadar Na2CO3 dengan taraf 0%, 0.3%, dan 0.6%
C : kadar air dengan taraf 70%, 75%, dan 80% 3. Pengamatan
a. Analisis Kimia
Analisis kimia yang dimaksud meliputi analisis proksimat, total pati, kadar amilosa, dan amilopektin. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi analisis kadar air, kadar protein kasar, lemak kasar, dan abu. Penentuan kadar karbohidrat dilakukan secara by difference.
a. 1 Analisis Kadar Air Metode Oven (Apriyantono et al., 1989)
Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang. Sejumlah sampel (sekitar lima gram) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven bersuhu 1000C selama kurang lebih enam jam atau sampai beratnya konstan. Selanjutnya cawan beserta isinya didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang. Perhitungan kadar air dilakukan dengan rumus :
kadar air (% b.b) = c – ( a- b ) x 100% c
keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir (g) b = berat cawan (g)
c = berat sampel awal (g)
a. 2 Kadar Abu (AOAC, 1995)
Cawan porselen dikeringkan dalam tanur bersuhu 400– 6000C, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3–5 g sampel ditimbang dan dimasukkan dalam cawan porselen. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas bunsen sampai
tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400–6000C selama 4–6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Kadar abu (% b.b) = c – ( a- b ) x 100% c
keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir (g) b = berat cawan (g)
c = berat sampel awal (g)
a. 3 Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC, 1995)
Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100–1100C, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel tepung ditimbang sebanyak lima gram, dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut (heksana atau dietil eter).
Refluks dilakukan selama lima jam (minimum) dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven yang bersuhu 1000C sampai beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.
Kadar lemak (%b.b) = a – b x 100% c
keterangan : a = berat labu dan sampel akhir (g) b = berat labu kosong (g)
c = berat sampel awal (g)
a. 4. Kadar Protein Metode Mikro – Kjeldahl (AOAC, 1995)
Sejumlah kecil sampel (kira–kira membutuhkan 3–10 ml HCL 0,01N atau 0,02 N) yaitu sekitar 0,1 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan 0,9 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4. Jika bobot sampel lebih
dari 15 mg, ditambahkan 0,1 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan
organik di atas 15 mg. Sampel dididihkan selama 1–1,5 jam sampai cairan menjadi jernih.
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam alat destilasi, dibilas dengan akuades, dan ditambahkan 10 ml larutan NaOH– Na2S2O3. Gas NH3 yang dihasilkan dari reaksi dalam alat destilasi
ditangkap oleh H3BO3 dalam erlenmeyer yang telah ditambahkan 3
tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian methylene blue 0,2% dalam alkohol). Kondensat tersebut kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N yang sudah distandardisasi hingga terjadi perubahan warna kondensat menjadi abu–abu. Penetapan blanko dilakukan dengan metode yang sama seperti penetapan sampel. Kadar protein dihitung dengan rumus :
Kadar N (%) = (ml HCl spl – ml HCl blk) x N HCl x 14,007 x 100 mg sampel
Kadar protein (% b.b) = % N x 6,25 (faktor konversi)
a. 5 Kadar Karbohidrat (by difference)
Kadar karbohidrat (% b.b) = 100% - ( P + KA + A + L ) Keterangan : P = kadar protein (%)
KA = kadar air (%) A = kadar abu (%) L = kadar lemak (%)
a. 6 Total Pati (AOAC, 1970)
Sebanyak 2-5 gram contoh ditimbang dan ditambahkan 50 ml akuades lalu diaduk selama 1 jam. Suspensi disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan akuades sampai volume filtrat 250 ml. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer dengan pencucian 200 ml akuades dan ditambahkan 20 ml HCl dipanaskan di atas penangas air mendidih
selama 2.5 jam. Setelah dingin dinetralkan dengan larutan NaOH 45% dan diencerkan sampai volume 500 ml, kemudian disaring. Kadar gula dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat yang diperoleh. Berat glukosa dikalikan 0.9 merupakan berat pati.
a. 7 Kadar Amilosa (Apriyantono et al., 1989)
Penentuan kadar amilosa diawali dengan pembuatan kurva standar. Sampel 40 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Lalu dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit dan didinginkan. Larutan dipipet masing-masing sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam masing-masing labu takar ditambahkan asam asetat 1 N masing-masing 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1 ml lalu ditambahkan masing-masing 2 ml larutan iod. Campuran ditepatkan hingga tanda tera dan didiamkan selama 20 menit. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kurva standar dibuat dengan memplotkan kadar amilosa pada sumbu X dan absorbansi pada sumbu Y. Kemudian dihitung persamaan linear yang menggambarkan hubungan antar keduanya. Persamaan linear yang diperoleh berupa :
Y = a + bX
Penetapan sampel dilakukan dengan menimbang 100 mg sampel dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Campuran dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit lalu dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Larutan dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod, ditepatkan sampai tanda tera, lalu didiamkan selama 20 menit. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa dihitung menggunakan persamaan linear yang diperoleh dari kurva standar.
a. 8. Kadar Amilopektin
Kadar Amilopektin = Total pati - Kadar Amilosa
b . Analisis Fisik
Analisis fisik dilakukan pada mi basah jagung. Analisis fisik yang dilakukan terhadap mi basah jagung meliputi analisis warna, elongasi, tensile strength, Texture Profile Analysis (TPA), Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP), dan derajat gelatinisasi. Sedangkan analisis fisik yang dilakukan terhadap tepung jagung berupa analisis warna.
b. 1 Analisis Warna Menggunakan Metode Hunter
Pengukuran warna dilakukan menggunakan Chromameter CR 300 Minolta. Sampel mi ditempatkan pada alas putih. Untuk sampel tepung ditempatkan pada wadah sampel tepung. Pengukuran menghasilkan nilai L dan derajat Hue. L menyatakan parameter kecerahan (warna kromatis, 0: hitam sampai 100: putih). Derajat Hue menunjukkan warna yang terllihat. Nilai hue dikelompokkan sebagai berikut : oHue 342-18 : Red purple; oHue 162-198 : Green; oHue 18- 54 : Red; oHue 306-342 : Purple; oHue 54-90 : Yellow red; oHue 270-306 : Blue purple; oHue 90-126 : Yellow; oHue 198-234 : Blue green; oHue 234-270 : Blue; oHue 126-162 : Yellow green.
b.2 Texture Profile Analysis (TPA) menggunakan alat Texture Analyzer TAXT – 2
Probe yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 35 mm. Pengaturan TAXT–2 yang digunakan adalah sebagai berikut : pre test speed 2,0 mm/s, test speed 0,1 mm/s, rupture test distance 75%, mode TPA (Texture Profile Analysis).
Seuntai sampel dengan panjang yang melebihi diameter probe diletakkan di atas landasan lalu ditekan oleh probe. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara gaya untuk mendeformasi dan waktu. Nilai kekerasan ditunjukkan dengan absolute (+) peak yaitu gaya maksimal, dan nilai kelengketan ditunjukkan dengan absolute (-) peak. Satuan kedua parameter ini adalah gram Force (gF). Sedangkan kekenyalan ditunjukkan dengan perbandingan luas area peak kedua dengan peak pertama.
Gambar 9. Kurva Profil Tekstur Mi
b.3 Analisis Persen Elongasi Menggunakan Texture Analyzer
Elongasi menunjukkan persen pertambahan panjang maksimum mi yang mengalami tarikan sebelum putus.
Sampel dililitkan pada probe dengan jarak antar probe sebesar 2 cm dan kecepatan probe 0.3 cm/s. Persen elongasi dihitung dengan rumus :
Persen elongasi = waktu putus sampel (s) x 0,3 cm/s x 100% 2 cm
b. 4 Pengukuran Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan
Penentuan KPAP dilakukan dengan cara merebus 5 gram mi dalam 150 ml air selama 3 menit lalu mi ditiriskan. Mi kemudian dikeringkan pada suhu 1000C sampai beratnya konstan, lalu ditimbang kembali. KPAP dihitung dengan rumus berikut :
KPAP = 1 – berat sampel setelah dikeringkan x 100% berat awal x (1–fraksi air contoh)
b. 5 Pengukuran Derajat Gelatinisasi
Penentuan derajat gelatinisasi diawali dengan pembuatan kurva standar yang menggambarkan hubungan antara derajat gelatinisasi dan absorbansi. Sampel yang digunakan untuk pembuatan kurva standar adalah sampel yang tergelatinisasi 0– 100%. Sampel yang tergelatinisasi 100% diperoleh dengan merebus 1 gram tepung jagung dalam 100 ml air hingga menjadi bening. Sedangkan sampel yang tidak tergelatinisasi merupakan suspensi tepung dalam air. Lalu dibuat campuran dari kedua sampel tersebut untuk memperoleh sampel dengan derajat gelatinisasi pati 20%, 40%, 60%, dan 80%. Perbandingan antara pati yang tergelatinisasi 100% dan pati yang tidak tergelatinisasi adalah 20:80 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 20%, 40:60 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 40%, 60:40 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 60%, dan 80:20 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 80%.
Tahap berikutnya adalah pembacaan absorbansi masing– masing sampel. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml lalu ditambahkan 47,5 ml akuades. Campuran ini kemudian diaduk menggunakan stirer selama satu menit dan ditambahkan 2,5 ml KOH 0,2 N dan diaduk kembali menggunakan stirer selama lima menit. Campuran ini kemudian dipipet sebanyak 10 ml dan disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm.
Supernatan yang diperoleh dipipet dan dimasukkan ke dalam dua tabung reaksi A dan B masing–masing sebanyak 0,5 ml.
Kemudian ditambahkan 0,5 ml HCl 0,5 N ke dalam kedua tabung reaksi. Sebanyak 0,1 ml iodin ditambahkan ke dalam tabung reaksi B. Lalu ke dalam kedua tabung reaksi ditambahkan akuades masing– masing sebanyak 9 ml untuk tabung A dan 8,9 ml untuk tabung B. Kedua tabung ini kemudian dikocok dan dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 625 nm. Larutan pada tabung A merupakan blanko pembacaan larutan pada tabung B.
Kurva standar dibuat dengan memplotkan derajat gelatinisasi pada sumbu X dan absorbansi pada sumbu Y. Kemudian dihitung persamaan linear yang menggambarkan hubungan antar keduanya. Persamaan linear yang diperoleh berupa :
Y = a + bX
Di mana Y merupakan absorbansi dan X merupakan derajat gelatinisasi, sedangkan a dan b merupakan konstanta.
Absorbansi sampel diukur dengan metode yang sama seperti di atas. Derajat gelatinisasinya dihitung menggunakan persamaan linear yang diperoleh dari kurva standar.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakterisasi Tepung Jagung
Jagung yang digunakan sebagai bahan untuk membuat tepung adalah P-21 (Pioneer-21). Varietas ini diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo. Umur panen varietas P-21 adalah 100 hari.
Penelitian diawali dengan proses penepungan jagung dengan menggiling pipilan jagung kering menggunakan disc mill. Pembuatan tepung jagung ini dilakukan dengan metode penggilingan semi basah seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Fahmi (2007). Pada prinsipnya penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung adalah memisahkan kulit, lembaga, tip cap, dan endosperm. Kulit merupakan bagian yang paling tinggi kandungan seratnya sehingga harus dipisahkan karena dapat membuat tepung bertekstur kasar. Lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena dapat membuat tepung mudah tengik. Tip cap merupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung, sehingga harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Sedangkan endosperm merupakan bagian jagung yang digiling menjadi tepung dan paling tinggi kandungan karbohidratnya.
Penggilingan pertama dilakukan untuk menggiling biji jagung menjadi grits menggunakan saringan 12 mesh. Selanjutnya grits direndam dalam air. Kulit ari, lembaga, tip cap, dan kotoran yang mengambang dibuang. Lalu grits didiamkan selama 30 menit untuk melunakkan endosperm sehingga lebih memudahkan proses penggilingan kedua.
Grits yang sudah direndam dan diendapkan kemudian ditiriskan dan dijemur dibawah sinar matahari hingga kadar air ±35%. Jika kadar air lebih dari 35% maka pada penggilingan kedua, bahan akan menempel pada disc mill sehingga dapat menimbulkan kemacetan pada alat. Sedangkan jika kadar air yang terlalu rendah, endosperma kembali menjadi keras dan sulit untuk ditepungkan.
Pada penggilingan kedua saringan yang dipasang pada disc mill yaitu saringan berukuran 48 mesh. Tepung yang dihasilkan pada penggilingan kedua dioven pada suhu 450C selama 30 menit kemudian diayak secara manual menggunakan ayakan 100 mesh. Kemudian tepung yang sudah diayak dihomogenkan dan dioven pada suhu 45°C selama satu malam hingga kadar airnya ±5%. Selanjutnya tepung ditimbang sebanyak 175 gram dan dikemas dalam plastik polipropilen. Lalu disusun dalam kantung plastik besar yang sudah diberi silica gel, dan disimpan di freezer.
Gambar 10. Tepung jagung P-21
Analisis yang dilakukan terhadap tepung jagung adalah analisis kimia yang meliputi analisis proksimat dan penentuan kadar karbohidrat secara by difference, total pati, amilosa-amilopektin serta analisis fisik berupa warna.
1. Komposisi kimia tepung jagung P-21
Pengujian terhadap karakteristik kimia dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi tepung jagung sebagai bahan baku utama dalam pembuatan mi basah jagung. Sifat kimia tepung jagung yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat. Komposisi kimia tepung jagung P-21 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil analisis proksimat tepung jagung P-21 Kadar Komponen (%) Kadar air 5.46 Protein 6.32 Lemak 1.73 Abu 0.31 Karbohidrat 86.18
Hasil analisis proksimat tepung jagung P-21 pada Tabel 8 menunjukkan bahwa tepung jagung yang dihasilkan memiliki kandungan lemak yang rendah yaitu 1,73 %. Kandungan lemak yang rendah disebabkan adanya proses degerminasi (pemisahan lembaga) pada saat proses penepungan. Lembaga merupakan bagian biji jagung yang kaya akan lemak sehingga akan menyebabkan tepung jagung cepat menjadi tengik bila tidak dipisahkan.
2. Total pati, amilosa, dan amilopektin
Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedang amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa (Winarno 1997). Hasil analisis kadar pati tepung jagung P-21 ditunjukkan oleh tabel 9.
Tabel 9. Kadar pati, amilosa, dan amilopektin tepung jagung P-21 Komponen Kadar (%)
amilosa 23.04 amilopektin 43.52 Total pati 66.56
3. Warna tepung jagung P-21
Tepung jagung P-21 yang dihasilkan ini memiliki derajat Hue 82.65 yang berarti tepung ini memiliki warna yellow red. Warna kuning pada tepung jagung disebabkan oleh adanya pigmen xantofil yang terdapat pada biji jagung. Xantofil termasuk dalam pigmen karotenoid yang memiliki gugus hidroksil. Warna kuning tepung jagung tentunya akan berpengaruh terhadap mi yang dihasilkan. Lebih lanjut warna kuning pada tepung jagung juga menunjukkan karakteristik khas dari mi yang dihasilkan. Fadlillah (2005) menyatakan bahwa mi jagung yang berwarna kuning merupakan keunggulan mi jagung dibandingkan mi terigu karena tidak memerlukan lagi bahan tambahan pewarna untuk menghasilkan mi yang berwarna kuning.
Tingkat kecerahan tepung jagung ditunjukkan oleh nilai L. Semakin tinggi nilai L yang terukur, semakin cerah warna aktual yang terlihat. Nilai L tepung jagung P-21 yang diukur adalah 86.20. Ini berarti bahwa tepung jagung P-21 memiliki warna yang cerah.
B. Kajian Pembuatan Mi Basah Jagung
Jagung tidak memiliki gluten seperti halnya terigu yang mampu membentuk adonan yang plastis dan kohesif, oleh karena itu diperlukan tahap pemasakan. Teknik pembuatan mi jagung dengan ekstrusi piston atau ram (Subarna dkk, 1999), dan teknik pembuatan mi dengan sistem ekstrusi ulir (Waniska et al., 2000) melalui tahap pemasakan terlebih dahulu. Sedangkan pada penelitian ini tidak dilakukan tahap pemasakan adonan terlebih dahulu karena selama berada dalam ekstruder, adonan mengalami pemasakan. Pemasakan diperlukan untuk menghasilkan adonan yang tergelatinisasi sehingga membentuk adonan mi yang lunak, kohesif, dan cukup plastis namun tidak lengket sehingga mudah dicetak menjadi untaian mi. Pada terigu, protein endospermnya terdiri atas gliadin dan glutenin yang dapat membentuk massa yang elastic-cohesive bila ditambahkan air dan diuleni tanpa perlu pemanasan,
sedangkan protein jagung tidak dapat membentuk massa yang elastic-cohesive bila ditambahkan air dan diuleni.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mi basah jagung terbagi dua yaitu bahan baku utama dan bahan tambahan. Bahan baku utama yang digunakan adalah tepung jagung. Bahan tambahan yang digunakan adalah air dan Natrium karbonat.
Pembuatan mi basah jagung diawali dengan pencampuran tepung jagung kering, Na2CO3 yang jumlahnya 0%, 0.3%, 0.6%, dan air yang
jumlahnya 70%, 75%, 80% berdasarkan berat kering. Campuran ini kemudian dimasukan ke dalam ekstruder dengan mengatur suhu dan kecepatan ekstruder. Suhu yang digunakan adalah 900C dan kecepatan ulir yang digunakan adalah 130 rpm. Hal ini didasarkan pada penelitian Fahmi (2007).
Proses gelatinisasi diawali dengan pengembangan granula pati yang terjadi saat pengadonan dan pemasakan di dalam ekstruder karena molekul- molekul air berpenetrasi ke dalam granula dan terperangkap pada susunan molekul amilosa dan amilopektin. Pengembangan granula pati berpengaruh terhadap massa adonan sehingga adonan dapat dicetak dan dibentuk.
Adonan yang telah mengalami pemasakan dan gelatinisasi, kemudian dicetak menjadi untaian mi saat keluar melalui lubang / die ekstruder dengan ukuran diameter die 2.5 mm. Mi yang dihasilkan kemudian direndam di dalam air bersuhu normal, dengan tujuan mengurangi penguapan yang berlebihan akibat perbedaan suhu yang besar dari dalam ekstruder dengan suhu diluar ekstruder. Selain itu agar mi tidak saling menempel dan melekat dengan mi lainnya.
Untaian mi yang telah diperoleh harus dimatangkan lebih lanjut dengan cara perebusan. Penundaan perebusan dapat menyebabkan untaian mi menjadi keras akibat adanya proses retrogradasi. Perebusan merupakan proses yang bertujuan mematangkan mi. Selama perebusan, mi akan mengalami proses gelatinisasi sempurna sehingga tekstur mi akan menjadi lebih lunak, kenyal, dan elastis. Pada penelitian ini perebusan mi basah jagung dilakukan selama 3 menit. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Fahmi (2007), yang menyatakan bahwa waktu perebusan mi basah jagung yang baik yaitu selama
3 menit, karena mi yang dihasilkan sudah matang. Sedangkan waktu perebusan selama 2 menit menghasilkan mi yang masih keras karena belum matang secara sempurna dan waktu perebusan selama 4 menit menghasilkan mi yang matang namun terlalu lunak sehingga mudah patah. Mi yang telah direbus, direndam dengan air dingin selama sepuluh detik. Perendaman ini diperlukan untuk mengurangi kelengketan antar untaian mi. Setelah perendaman mi ditiriskan.
Gambar 11. Mi basah jagung