• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Gelatinisasi

2. Suhu Gelatinisasi

Fennema (1996) menyatakan bahwa suhu atau titik gelatinisasi adalah titik saat sifat birefrigence pati mulai menghilang. Suhu gelatinisasi tidak sama pada berbagai jenis pati. Suhu gelatinisasi pada berbagai jenis pati ditunjukkan oleh Tabel 5.

Tabel 5. Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati Sumber pati Suhu gelatinisasi (oC)

Beras 65-73 Ubi jalar 82-83 Tapioka 59-70 Jagung 61-72 Gandum 53-64 Sumber: Fennema (1996)

Gambar 3. Mekanisme gelatinisasi pati (Harper, 1981)

Granula pati tersusun dari amilosa (berpilin) dan amilopektin (bercabang)

Masuknya air merusak kristalinitas amilosa dan merusak helix. Granula membengkak

Adanya panas dan air menyebabkan

pembengkakan tinggi. Amilosa berdifusi keluar dari granula

Granula mengandung amilopektin, rusak dan terperangkap dalam matriks amilosa membentuk gel

Suhu gelatinisasi diawali dengan pembengkakan yang irreversible granula pati dalam air panas dan diakhiri tepat ketika granula pati telah kehilangan sifat kristalnya Dalam suatu larutan pati, suhu gelatinisasi berupa kisaran. Hal ini disebabkan populasi pati yang bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan energi yang diperlukan untuk mengembang. Selain itu, suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh ukuran amilosa amilopektin serta keadaan media pemanasan.

3. Sifat Birefringence

Dengan pengamatan di bawah mikroskop (polarizing microscope) dapat diketahui keberadaan sifat birefringence pati, yaitu sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi, sehingga terlihat kristal gelap terang. Intensitas birefringence pati sangat tergantung dari derajat dan orientasi kristal. Pati yang mempunyai kadar amilosa tinggi, intensitas sifat birefringencenya lemah jika dibandingkan dengan pati dengan kadar amilopektin tinggi (Hoseney, 1998).

Pati mentah dan belum mendapat perlakuan jika diamati di bawah mikroskop polarisasi akan memperlihatkan pola birefringence yang jelas daerah gelap terangnya. Sedangkan pada pati yang dipanaskan bersama air, sifat birefringence secara bertahap akan hilang tergantung suhu dan waktu yang digunakan. Jika suhu yang digunakan di atas suhu gelatinisasi, maka hilangnya sifat birefringence disebabkan oleh pecahnya molekul pati sehingga granula pati kehilangan sifat merefleksikan cahayanya. Penetrasi panas menyebabkan peningkatan derajat ketidakteraturan, dan meningkatnya molekul pati yang terpisah, serta penurunan sifat kristal (Hoseney, 1998).

E. Ekstrusi 1. Ekstruder

Ekstruder adalah alat untuk mencetak bahan melalui proses ekstrusi (Harper, 1981). Ekstruder terdiri atas berbagai bentuk, yang paling sederhana adalah ekstruder tipe ram atau piston.

Ekstrusi pemasakan dapat digambarkan sebagai proses dimana bahan pangan yang mengandung pati dan protein dimasak dan diadon menjadi adonan yang viskos dan plastis. Panas yang digunakan dalam proses pemasakan dapat berasal dari injeksi uap (secara langsung), dari jaket pemanas (secara tidak langsung), dan berasal dari energi mekanik yang timbul dari gesekan adonan selama proses ekstrusi (Harper, 1981).

Ekstruder dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat termodinamika, kadar air, sifat fungsional, dan jumlah ulir. Menurut Harper (1981), berdasarkan sifat fungsional, ekstruder terdiri atas pasta extruder, high- pressure forming extruder, low–shear cooking extruder, coolet extruder, dan high–shear cooking extruder. Secara termodinamika, ekstruder terbagi atas tiga jenis yaitu : autogenous yaitu ekstruder yang menghasilkan panas dengan mengkonversi energi mekanik pada aliran proses; isotermal ekstruder; dan polythropic yaitu ekstruder yang prinsip kerjanya menggabungkan antara autogenous ekstruder dan isotermal ekstruder dimana panas diperoleh dari konversi energi mekanik dan dari transfer panas. Berdasarkan kadar air, ekstruder terbagi atas low moisture extruder dengan kadar air bahan sampai 20%, intermediate moisture extruder dengan kadar air bahan 20-28%, dan high moisture extruder dengan kadar air bahan lebih dari 28%. Berdasarkan jumlah ulirnya, ekstruder terbagi atas ekstruder berulir tunggal dan ekstruder berulir ganda.

Ekstruder berulir tunggal terdiri atas ulir yang berputar pada barel silinder. Ekstruder ulir tunggal dapat diklasifikasikan menjadi : high shear ekxtruder (untuk produk–produk sereal sarapan pagi dan makanan ringan), medium shear extruder (untuk produk–produk semi basah), dan low shear extruder (untuk pasta dan produk–produk daging). Biaya investasi dan biaya operasi ekstruder berulir tunggal lebih rendah daripada biaya

ekstruder berulir ganda, selain itu tidak dibutuhkan tenaga ahli untuk pengoperasian dan perawatan ekstruder berulir tungggal (Fellows, 2000).

Menurut Smith (1981) ekstruder berulir tunggal dibagi atas tiga kelompok yaitu Low Shear, Medium Shear, dan High Shear. Jenis-jenis ekstruder tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Klasifikasi Ekstruder Ulir Tunggal (Smith, 1980)

Kategori Low

Shear

Medium Shear

High Shear

Kadar Air Produk (%) 25 – 75 15 – 30 5 – 8 Densitas produk (g/ 100ml) 32 – 80 16 – 51 3.2 – 20 Suhu barrel maksimum (°C) 20 – 65 55 – 145 110 – 180 Tekanan barrel maksimum

(kg / cm2) 6 – 63 21 – 42 42 – 84 Kecepatan ulir (rpm) 100 200 200 Produk khas Produk pasta daging Roti, makanan ternak Snack, breakfast cereal

Sedangkan ekstruder ulir ganda dapat diklasifikasikan berdasarkan arah perputaran ulirnya, terdiri dari co-rotating screw extruder (ekstruder dengan arah perputaran ulir yang searah) dan counter rotating screw extruder (ekstruder dengan arah perputaran ulir yang berlawanan). Ekstruder dengan ulir yang co-rotating banyak diaplikasikan dalam proses pengolahan pangan. Beberapa kelebihan ekstruder ulir ganda yaitu : memiliki kontrol yang lebih baik terhadap tranfer panas dibandingkan ekstruder ulir tunggal, dapat menangani bahan pangan yang sangat basah, lengket, dan berminyak, serta dapat menggunakan bahan pangan dengan ukuran partikel yang bervariasi (Fellows, 1990).

Gambar 4. Bagian-Bagian Penting Alat Ekstruder Tunggal

2. Proses Ekstrusi

Ekstrusi adalah proses pengolahan pangan yang mengkombinasikan beberapa proses secara berkesinambungan antara lain pencampuran, pemasakan, pengadonan, shearing, dan pembentukan (Fellows, 2000). Dalam proses ekstrusi, adanya aliran adonan adalah karena pengaruh tekanan ’shear’ (σ), dimana tekanan ’shear’ tergantung pada kecepatan ’shear’ dan viskositas bahan. Pada aliran newtonian terjadi hubungan linear antara tekanan ’shear’ dan kecepatan ’shear’. Aliran seperti ini biasanya terdapat pada aliran gas. Pada bahan pangan, karena mengandung senyawa-senyawa biopolimer seperti pati dan protein, sifat alirannya mengikuti kaedah non-newtonian (Harper, 1981).

Keuntungan proses pemasakan dengan metoda ekstrusi antara lain produktivitas tinggi, biaya produksi rendah, bentuk produk khas, produk lebih bervariasi walaupun dari bahan baku yang sama, pemakaian energi rendah serta mutu produk lebih tinggi karena menggunakan suhu tinggi dengan waktu yang singkat sehingga kerusakan nutrisi dapat dikurangi (Fellows, 2000). Selain itu, produk yang dihasilkan seragam, peralatannya mudah diotomatisasi, dan tidak banyak limbah.

3. Ekstrusi Pasta

Pada umumnya, pasta terbuat dari semolina. Pembuatan pasta cukup sederhana. Air dicampur dengan semolina untuk mendapatkan kadar air 31%. Semolina yang telah dicampur air kemudian dimasukan ke dalam ekstruder. Ulir yang terdapat di dalam ekstruder mengadon campuran dan mendorongnya keluar melalui die. Selanjutanya pasta yang keluar melalui die dikeringkan dan dikemas (Hoseney, 1998).

Pasta diekstrusi pada berbagai bentuk dan ukuran. Kecepatan aliran adonan melalui die sangatlah penting karena adanya fluktuasi kecepatan aliran adonan melalui die dapat menyebabkan variasi pada ukuran produk.

F. Mi Basah

Dokumen terkait