• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 PEMBAHASAN

5.3 Kajian Pengembangan I nvestasi pada Pemanfaatan Sumberdaya

Overfishing” adalah gejala awal daripada kelebihan investasi dan tidak bekerjanya sistem manajemen perikanan (Hilborn, 2002). Didasarkan pada hasil analisis

biologi terlihat bahwa kondisi produksi aktual pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah perairan Kabupaten Cirebon pada tahun 1988 dan pada periode tahun 1998 – 2006 telah menunjukkan kondisi overfishing (lihat Tabel 12), namun pada periode lainnya terlihat bahwa tingkat pemanfaatan produksi aktualnya masih berada dibawah dari kondisi lestarinya. Di sisi lain, didasarkan pada hasil analisis bioeconomic terlihat bahwa kondisi rata-rata produksi aktual pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah perairan Kabupaten Cirebon belum menunjukkan kondisi over fishing (karena tingkat keseimbangan produksi pada rezim – rezim lestari, MEY dan OD belum dilampaui).

Upaya pengembangan investasi harus diperhitungkan dengan baik, lebih – lebih pada rezim pengelolaan Optimasi Dinamis yang telah memasukkan variabel discount rate sebagai alat kontrolnya terhadap kondisi pemanfaatan sumberdayanya. Semakin tinggi discount rate maka secara tidak langsung selalu akan mengakibatkan terjadinya pengurasan terhadap stok sumberdaya dapat pulih (McKelvey, 1985). Prioritas upaya pengembangan investasi dapat dilakukan pada rezim OD, kemudian disusul pada rezim

MEY dan terakhir pada rezim lestarinya.

5.3.1 Kondisi mikro usaha penangkapan jaring udang

Kondisi usaha penangkapan jaring udang yang dilakukan oleh nelayan di wilayah Kabupaten Cirebon termasuk dalam katagori usaha perikanan skala kecil. Kriteria usaha kecil sesuai dengan definisi Undang-undang No.9 Tahun 1995 adalah usaha produktif dengan skala kecil. Usaha Kecil memiliki kriteria kekayaan bersih paling tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), kekayaan Usaha Kecil ini tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Usaha Kecil memiliki hasil penjualan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun dan bangkable untuk memperoleh kredit dari bank maksimal di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai maksimal Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Kondisi ril di lapangan menunjukkan bahwa usaha penangkapan jaring udang yang dilakukan oleh nelayan di wilayah Kabupaten Cirebon sangat bergantung pada

tengkulak yang berperan sebagai peminjam dana investasi untuk pembiayaan operasi penangkapan. Oleh karena peran yang dilakukan oleh tengkulak tersebut amat penting, maka udang hasil tangkapan nelayan harus dijual kepada tengkulak tersebut. Nelayan jaring udang tidak merasa keberatan dengan proses penjualan hasil tangkapan yang demikian, bahkan nelayan merasakan adanya hutang budi karena telah dipinjami oleh tengkulak sehingga kegiatan operasi penangkapan dapat berlangsung. Dengan adanya proses yang demikian, maka di seluruh pusat – pusat komunitas nelayan jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon tidak dijumpai adanya proses lelang dalam sistem penjualan udang hasil tangkapan nelayan.

Kegiatan usaha penangkapan udang yang dilakukan oleh nelayan jaring udang itu sendiri berada dalam kondisi yang menguntungkan. Kajian investasi terhadap program motorisasi armada penangkapan jaring udang menunjukkan bahwa semua kriteria investasinya adalah layak (feasible). Hal tersebut tidak serta merta dapat dikatakan bahwa perlu adanya penambahan armada penangkapan jaring udang. Mengingat dalam hasil analisis trend terhadap upaya penangkapan jaring udang (effort) memperlihatkan hasil yang menurun, maka pengembangan investasi yang harus dilakukan adalah prioritas utama untuk memotorisasi armada penangkapan jaring udang yang masih belum menggunakan motor tempel.

Kegiatan usaha penangkapan udang yang dilakukan oleh nelayan jaring udang pada dasarnya telah memberikan keuntungan, namun keuntungan tersebut lebih dirasakan oleh tengkulak yang meminjamkan dana operasionalnya. Bila nelayan jaring udang tidak meminjam biaya operasi penangkapannya pada tengkulak, maka mereka dapat menjual udang hasil tangkapannya dengan tingkat harga yang lebih tinggi melalui proses lelang. Untuk memutus mata rantai ketergantungan nelayan jaring udang terhadap tengkulak, maka perlu kiranya solusi kelembagaan yang dapat menggantikan peran tengkulak tersebut. Oleh karenanya diperlukan adanya suatu lembaga (institusi) keuangan yang berperan dapat memberikan pinjaman biaya operasi penangkapan pada nelayan di satu sisi, sementara di sisi lainnya lembaga tersebut dapat menerima udang hasil tangkapan nelayan dengan tingkat harga yang lebih baik melalui proses lelang. Oleh karenanya prioritas kedua dalam upaya pengembangan investasi terhadap armada penangkapan jaring udang adalah untuk menyediakan dana investasi bagi kebutuhan operasi penangkapan.

Bila prioritas kedua dapat dilakukan, program pengembangan investasi terhadap armada penangkapan jaring udang selanjutnya adalah perbaikan pada semua fasilitas fungsional (terutama TPI – tempat pelelangan ikan) yang terdapat di PPP dan setiap PPI dimana nelayan jaring udang terkonsentrasi. Hal tersebut sangat penting guna dapat menarik perhatian konsumen dan mempercepat proses penjualan udang hasil tangkapan nelayan.

Sehubungan dengan upaya peningkatan investasi pada kegiatan usaha penang- kapan jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon, hal–hal yang dapat mendukung upaya tersebut adalah upaya pemerintah agar dapat : (1) mensosialisasikan terhadap peraturan pelelangan, (2) menyediakan informasi harga ikan yang up to date, (3) men- jalin kerjasama dengan lembaga keuangan, (4) menjalin hubungan baik dengan tokoh masyarakat setempat, dan (5) mempermudah urusan hak-hak nelayan (Narutomo, 2005).

Pada dasarnya program pengembangan investasi pada usaha penangkapan jaring udang sangat didukung pula oleh pemerintah, terbukti dengan adanya dana

stimulus fiscal dari APBN pada tahun anggaran 2009 yang mencapai 58 milyar rupiah bagi kepentingan sektor perikanan laut. Diharapkan dengan adanya dana stimulus fiscal dari APBN tersebut dapat dimanfaatkan bagi pengembangan investasi pada ketiga prioritas tersebut di atas. Pengembangan investasi terhadap kegiatan usaha penangkapan udang yang dilakukan oleh nelayan jaring udang perlu didukung dengan

political will yang kuat, mengingat nilai I COR (incremental capital output ratio) sektor perikanan menunjukkan tingkat efisiensi investasi yang tinggi (Deputi bidang sda dan lingkungan hidup, Direktorat Kelautan dan Perikanan).

5.3.2 Kapasitas pengembangan investasi terhadap armada penangkapan jaring udang Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan pendekatan model bioeconomic

diperoleh bahwa upaya pengembangan investasi pada unit penangkapan jaring udang hanya dimungkinkan dilakukan pada rezim lestari. Pada prioritas utama program pengembangan investasi terhadap motorisasi unit penangkapan jaring udang, hal tersebut sangat feasible untuk dilakukan mengingat kondisi tersebut tidak akan menambah unit penangkapan jaring udang yang baru. Diharapkan dengan program motorisasi unit penangkapan jaring udang armada penangkapan jaring udang dapat

beroperasi di perairan lepas pantai dan dapat memiliki kemampuan tangkap dari alat tangkap yang beroperasi di perairan pantai. Upaya penangkapan pada perairan lepas pantai akan memberikan hasil tangkapan yang lebih tinggi daripada perairan pantai karena kemampuan tangkap dari alat tangkap yang beroperasi di perairan lepas pantai lebih tinggi dibandingkan dengan alat tangkap yang beroperasi di perairan pantai (Amron, 2005).

Pengembangan investasi pada program motorisasi armada penangkapan dapat ditujukan terhadap : pembaharuan ijin usaha yang dapat membatasi usaha baru masuk, penggantian kapal yang sudah ada dengan yang berukuran lebih besar, menambah kekuatan kapal, perluasan kapasitas palkah, penambahan alat – alat navigasi elektronik atau penambahan alat – alat elektronik penemu ikan yang kesemuanya dimaksudkan untuk menambah kekuatan armada penangkapan (Weninger dan McConnell, 2000).

Prioritas pengembangan investasi unit penangkapan jaring udang dapat dilakukan pada rezim OD yang dapat memiliki kapasitas maksimum hingga mencapai Rp 5 613 665 696,01 setara dengan pengembangan terhadap 306 unit jaring udang yang baru. Sementara bila pengembangan investasi diprioritaskan kembali pada motorisasi unit penangkapan, maka kapasitas investasi tersebut dapat dialokasikan pada 1 247 unit motor tempel baru. Upaya pengembangan investasi tersebut masih dimungkinkan karena rasio c/ p = 0,4 (usaha penangkapan dengan menggunakan alat tangkap jaring udang masih memperoleh profit/ keuntungan). Upaya pengembangan investasi unit penangkapan jaring udang sebanyak 306 unit akan membuka lapangan pekerjaan terhadap 918 hingga 1 224 orang nelayan, bahkan lebih besar lagi bila upaya tersebut dilakukan pada rezim lestari.

Dokumen terkait