KAJI AN I NVESTASI UNI T PENANGKAPAN
DALAM UPAYA PEMANFAATAN SUMBERDAYA UDANG PENAEI D
SECARA BERKELANJUTAN DI PERAI RAN CI REBON,
JAWA BARAT
D I N A R W A N
SEKOLAH PASCASARJANA
I NSTI TUT PERTANI AN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DI SERTASI
DAN SUMBER I NFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul Kajian I nvestasi Unit Penangkapan Dalam Upaya Pemanfaatan Sumberdaya Udang Penaeid Secara Berkelanjutan di Perairan Cirebon, Jawa Barat adalah murni karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Desember 2011
Dinarwan
ABSTRACT
DI NARWAN. Studies on Fishing Unit I nvestment for Sustainable Penaeid Shrimp Resource Management in the Cirebon Waters, West Java. Supervised by Daniel R.
Monintja, Akhmad Fauzi and Ernani Lubis.
Penaeid shrimp production which collected from the Cirebon’s fishers estimated to be over fished, but the result of research indicates that by using bio economic
model approach, the rate of shrimp resource exploitation at the present time (the
harvest = 4 174 994 kg, the effort = 2 181 shrimp fishing units) are still safe from
overfishing condition, so that investment opportunity of shrimp fishing units are able
to be carried out. At the first priority (at the OD – optimasi dinamik regime), investment opportunity on shrimp fishing unit could be carried out up to Rp
5,613,665,696.01 equivalent to increase 306 new shrimp fishing units or to motorize
1247 shrimp fishing units which were not use the motor. At the second priority (at
the MEY regime), investment opportunity on shrimp fishing unit could be carried out up to Rp 3,633,226,321.00 equivalent to increase 198 new shrimp fishing units or to
motorize 807 shrimp fishing units which were not use the motor. At the third priority
(at the sustainable regime), investment opportunity on shrimp fishing unit could be carried out up to Rp 6, 815,399,701.88 equivalent to increase 372 new shrimp fishing
units or to motorize 1515 shrimp fishing units which were not use the motor.
The investment opportunity on shrimp fishing unit have to give priorities to : (i)
increases the services of fishing port infrastructure in accordance with Per.16/ MEN/
2006, (ii) motorizes of shrimp fishing unit which still not use the machine, and (iii)
RI NGKASAN
DI NARWAN. Kajian I nvestasi Unit Penangkapan Dalam Upaya Pemanfaatan
Sumberdaya Udang Penaeid Secara Berkelanjutan di Perairan Cirebon, Jawa Barat.
Dibimbing oleh Daniel R. Monintja, Akhmad Fauzi dan Ernani Lubis.
Wilayah Cirebon dikenal sebagai Kota Udang. Produksi udang penaeid hasil tangkapan nelayan Cirebon diduga telah melampaui kondisi lestarinya, sehingga
sumberdaya udang di wilayah tersebut mengarah pada kondisi over fishing. Oleh karenanya kontrol dan evaluasi sangat diperlukan dalam upaya pengelolaan
sumberdaya udang yang lestari dan pengembangan kondisi investasi.
Penelitian bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya udang
penaeid, menetapkan peluang pengembangan investasi armada jaring udang, dan menganalisis ketersediaan dan pelayanan jasa prasarana pelabuhan perikanan.
Penelitian ini menggunakan data time series perikanan pada periode 1983 – 2006. Data primer diperoleh melalui wawancara terhadap 90 nelayan jaring udang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan model bioekono-mi tingkat pemanfaatan sumberdaya udang penaeid rata-rata produksi aktualnya sebesar 4 174 994 kg dengan penggunaan 2 181 unit armada jaring udang ternyata
masih relatif aman dari kondisi over fishing. Kapasitas pengembangan investasi armada jaring udang prioritas utama dapat dilakukan pada rezim OD (Optimasi Dinamik) hingga senilai Rp 5 613.665.696,01 setara dengan penambahan 306 unit
armada jaring udang baru atau motorisasi 1247 unit armada jaring udang yang
belum menggunakan motor ; prioritas kedua dapat dilakukan pada rezim MEY
(Maximum Economics Yield) hingga senilai Rp 3.633.226.321,00 setara dengan penambahan 198 unit armada jaring udang baru atau motorisasi 807 unit armada
jaring udang yang belum menggunakan motor ; prioritas ketiga dapat dilakukan pada
rezim lestari hingga senilai Rp 6.815.399.701,88 setara dengan penambahan 372 unit
armada jaring udang baru atau motorisasi 1515 unit armada jaring udang yang
belum menggunakan motor.
Upaya pengembangan investasi haruslah didukung melalui program-program
: (i) perbaikan akses perhubungan darat menuju ke dan dari PPP dan PPI yang
kondisinya buruk, (ii) pelayanan pemenuhan kebutuhan BBM dan es yang diinginkan
dana kebutuhan operasional penangkapan ikan yang dibutuhkan nelayan jaring
udang agar ketergantungan pada tengkulak dapat diputus.
Upaya pengembangan investasi haruslah diprioritaskan pada : (i) peningkatan
pelayanan fungsi dan peranan PPP/ PPI yang tertera dalam Per.16/ MEN/ 2006
sehing-ga hal tersebut menjadi prioritas kerja dalam upaya pemanfaatannya terkait
pengem-bangan investasi di wilayah tersebut, (ii) program motorisasi armada jaring udang,
© Hak Cipta milik I PB, Tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang – Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar
I PB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
KAJI AN I NVESTASI UNI T PENANGKAPAN
DALAM UPAYA PEMANFAATAN SUMBERDAYA UDANG PENAEI D
SECARA BERKELANJUTAN DI PERAI RAN CI REBON,
JAWA BARAT
Oleh :
D I N A R W A N
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA
I NSTI TUT PERTANI AN BOGOR
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup :
1. Prof. Dr. I r. Ari Purbayanto, MSc.
Guru Besar Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan I lmu Kelautan, I PB.
2. Dr. I r. Sugeng Hari Wisudo, MSc.
Staf Pengajar Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan I lmu Kelautan, I PB.
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka :
1. Dr. H. I w an Setiaw an, MSi.
Direktur Bisnis pada Gabungan Koperasi Pesisir Nusantara
2. Dr. Maman Hermaw an, MSc.
Direktur Direktorat Pengembangan Produk Nonkonsumsi,
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan,
D I S E R T A S I
Judul Disertasi : Kajian I nvestasi Unit Penangkapan Dalam Upaya
Pemanfaatan Sumberdaya Udang Penaeid Secara
Berkelanjutan Di Perairan Cirebon, Jawa Barat
Nama Mahasiswa : Dinarwan
N I M : C. 561020011
Program Studi : Teknologi Kelautan
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. I r. Daniel R. Monintja Ketua
Prof. Dr. I r. Akhmad Fauzi, M.Sc. Dr. I r. Ernani Lubis, DEA Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Teknologi Kelautan
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat, karunia dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Disertasi ini. Disertasi yang
berjudul Kajian I nvestasi Unit Penangkapan Dalam Upaya Pemanfaatan Sumberdaya
Udang Penaeid Secara Berkelanjutan Di Perairan Cirebon, Jawa Barat ini merupakan
hasil penelitian yang telah dilaksanakan selama periode Maret 2006 s/ d Maret 2007.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. I r. Daniel R. Monintja ; Prof. Dr. I r. Akhmad Fauzi, M.Sc. dan Dr. I r.
Ernani Lubis, DEA selaku pembimbing yang telah memberikan banyak saran dan
pengarahan didalam penyelesaian penulisan hasil penelitian.
2. Prof. Dr. I r. Sjafrida Manuwoto, M.Sc. selaku mantan Dekan Sekolah Pascasarja-
na I nstitut Pertanian Bogor yang telah mengusahakan pemberian bantuan dana
pendidikan dan penelitian melalui BPPS pada periode 2002 – 2005.
Disadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Disertasi ini masih terdapat
kekurangan yang menyebabkan Disertasi ini belum sempurna. Penulis
meng-harapkan adanya kritik dan saran membangun dari siapa saja yang menelaah
Disertasi ini guna penyempurnaannya. Akhir kata semoga Disertasi ini bermanfaat
bagi pembuat kebijakan pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan,
terutama bagi pembuat kebijakan pengelolaan perikanan tangkap di wilayah
kewenangan pesisir Cirebon.
Bogor, Desember 2011
RI WAYAT HI DUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 Agustus 1963
sebagai anak ke – 4 dari 10 bersaudara dari pasangan
Soekarmadji (Alm) dan Siti Habsah (Almh). Pada Juni Tahun
1982 penulis lulus dari SMAN I Cimahi dan pada tahun yang sama
diterima di I PB melalui jalur masuk Proyek Perintis I I . Pada Juli
tahun 1983 penulis diterima di Fakultas Perikanan I PB dan pada
Januari 1984 penulis diterima di Jurusan Sosial Ekonomi
Perikanan, Fakultas Perikanan I PB. Penulis menamatkan pendidik-
an sarjana dan memperoleh ijazah pada tahun 1987. Pada tahun 1989 penulis
melanjutkan studi pascasarjana (S – 2) di Program Studi Ekonomi Pertanian (EPN)
I PB melalui bantuan beasiswa TMPD dan memperoleh ijazah pada tahun 1993. Pada
tahun 2002 penulis berkesempatan pula untuk melanjutkan studi pascasarjana (S –
3) di Program Studi Teknologi Kelautan (TKL) I PB melalui bantuan beasiswa BPPS.
Saat ini penulis bekerja sebagai salah satu tenaga pengajar di Program Studi
Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan (Dept. PSP) Fakultas Perikanan dan I lmu Kelautan I PB.
Penulis menikah dengan Sufirany pada 15 Juni 1992 dan telah dikaruniai satu putri
bernama Rizkian Magistasari yang lahir pada 3 Mei 1993 dan saat ini sedang
mengikuti perkuliahan pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen (FEM) – I PB semester kelima.
Sebuah artikel penulis telah diterbitkan dengan judul Optimalisasi Pengelolaan Perikanan Tangkap Jaring Udang di Perairan sekitar Cirebon Utara, Jawa Barat pada Jurnal Perikanan dan Kelautan, Volume 5 Nomor 2, November 2009 yang diterbitkan
oleh : Kerjasama Universitas Negeri Papua, Northern Territory University, Latrobe
University dengan Jurusan Perikanan – Fakultas Peternakan Perikanan Dan I lmu
Kelautan – Universitas Negeri Papua Manokwari. Artikel penulis lainnya berjudul
Pengkajian I nvestasi Unit Penangkapan dalam Upaya Pemanfaatan Sumberdaya Udang Penaeid Secara Berkelanjutan di Perairan Cirebon Utara, Jawa Barat telah diterbitkan pada Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, Volume 10 Nomor 1,
Maret 2010 yang diterbitkan oleh : Kerjasama Masyarakat Sains Kelautan dan
Perikanan I ndonesia (MSKPI ) dan Fakultas Perikanan dan I lmu Kelautan – I PB.
DAFTAR I SI
Halaman
RI NGKASAN KATA PENGANTAR
DAFTAR I SI ……….. xi
DAFTAR TABEL ……… xiii
DAFTAR GAMBAR ………. xv
DAFTAR LAMPI RAN ……… xvi
1 PENDAHULUAN ……… 1
1.1 Latar Belakang ……….……….……… 1
1.2 Perumusan Masalah ……… 3
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……… 5
1.4 Hipotesis ……….. 5
1.5 Kerangka Pemikiran ……… 7
2 TI NJAUAN PUSTAKA ……… 19
2.1 Hasil Tangkapan Udang Penaeid ……… 19
2.2 Klasifikasi Alat Tangkap Jaring Udang ………. 19
2.3 Perahu Motor Tempel ……….……….……… 20
2.4 Biologi Udang Penaeid ………. 21
2.5 Operasional Penangkapan Udang ……….. 21
2.6 Sumberdaya (Udang) ……… 21
2.7 Pembangunan Perikanan Tangkap yang Berkelanjutan ………. 22
2.8 Model Bioekonomi ……….. 24
2.9 Kapasitas Perikanan (Fishing Capacity) ……….. 26
2.10 Penyebab dan Konsekuensi dari Overkapasitas ………. 27
2.11 Pengukuran Kuantitatif dan Kualitatif terhadap Overkapasitas ……. 28
2.12 I nvestasi Pada Perikanan ……….. 29
2.13 Pelabuhan Perikanan ……… 30
3 METODOLOGI PENELI TI AN ……… 32
3.1 Metode Penelitian ……… 32
3.2 Daerah dan Waktu Penelitian ……….. 33
3.3 Sumber dan Jenis Data ……….……… 33
3.4 Tehnik Pengambilan Contoh ……… 33
3.5 Analisis ……….……….. 35
3.5.1 Analisis untuk mengetahui kondisi pemanfaatan sumberdaya udang dan penentuan kondisi pemanfaatan optimumnya …. 35 3.5.2 Analisis investasi unit penangkapan jaring udang ………. 44
3.5.3 Analisis pemanfaatan pusat-pusat pendaratan armada jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon ……… 45
4 HASI L DAN ANALI SI S ……….……….……….. 46
4.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian ………. 46
4.1.2 Potensi sumberdaya perikanan, musim dan daerah
penangkapan ………..……… 47
4.1.3 Prasarana perikanan laut ……… 49
4.1.4 Rumah tangga perikanan (RTP) ………. 50
4.1.5 Armada unit penangkapan jaring udang ………. 51
4.1.6 Produksi (hasil tangkapan) udang dan produksi (hasil tangkapan) udang per upaya penangkapan jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon ……….. 52
4.2 Analisis model bioekonomi ……… 55
4.2.1 Analisis biologi ………..……… 55
4.2.2 Analisis ekonomi ………. 58
4.2.3 Analisis optimasi pemanfaatan sumberdaya udang ………….. 66
4.2.4 Analisis investasi …………..……….. 71
4.3 Analisis Ketersediaan Prasarana Pelabuhan Perikanan ……….. 73
4.4 Analisis SWOT Pelabuhan Perikanan ……… 75
5 PEMBAHASAN ……….. 86
5.1 Hubungan antara Produksi – Effort - CPUE ……… 86
5.2 Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya Udang Pendekatan Model Bioeconomic ……….. 88
5.2.1 Rezim pengelolaan sustainable yield ……….. 89
5.2.2 Rezim pengelolaan open access ……… 90
5.2.3 Rezim pengelolaan sole owner (MEY) ……… 90
5.2.4 Rezim pengelolaan optimasi dinamis ………. 91
5.3 Kajian Pengembangan I nvestasi pada Pemanfaatan Sumberdaya Udang dengan Pendekatan Model Bioeconomic ……… 92
5.3.1 Kondisi mikro usaha penangkapan jaring udang ………. 92
5.3.2 Kapasitas pengembangan investasi terhadap armada penang kapan jaring udang ……….. 94
5.4 Pemanfaatan PPP dan PPI ……… 95
6 KESI MPULAN DAN SARAN ………. 99
6.1 Kesimpulan ……….. 99
6.2 Saran ……….. 100
DAFTAR PUSTAKA ………. 102
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di
I ndonesia dan Laut Jawa ……….. 1
2. Klasifikasi pelabuhan perikanan di I ndonesia ………. 30
3. Jumlah contoh (sample) armada unit alat tangkap jaring udang …….. 34
4. Matrix analisis SWOT ……… 45
5. Musim penangkapan komoditas udang di wilayah pesisir Cirebon ... 48
6. Penyebaran prasarana perikanan laut di wilayah pesisir Cirebon,
Tahun 2007 ……… 50
7. Perkembangan armada unit penangkanan jaring udang di wilayah
pesisir Cirebon, Periode 1983 - 2006 ..…………..……… 51
8. Kebutuhan tenaga kerja pada masing – masing unit penangkapan
jaring udang di wilayah pesisir Cirebon, 2006/ 2007 .……….. 52
9. Tingkat produksi (hasil tangkapan) udang di wilayah Kabupaten
Cirebon, Periode 1983 - 2006 ……….. 53
10. Tingkat produksi (hasil tangkapan) udang per upaya penangkapan
jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon, periode 1983 – 2006
54
11. Hasil pendugaan parameter biologi udang penaeid di wilayah
Kabupaten Cirebon, Tahun 2007 ……… 55
12. Gambaran produksi hasil tangkapan udang kondisi aktual dan lestari
di wilayah Kabupaten Cirebon, Periode 1983 – 2006 ………. 57
13. Rata – rata besaran komponen biaya produksi penangkapan per unit
jaring udang (effort) di wilayah Kabupaten Cirebon, Tahun 2006 ……. 58 14. Rente ekonomi aktual pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah
Kabupaten Cirebon, Periode 1992 – 2006 ………. 61
15. Rente ekonomi lestari pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah
Kabupaten Cirebon, Periode 1992 - 2006 ……….………. 62
16. Rente ekonomi aktual dan lestari pemanfaatan sumberdaya udang di
wilayah Kabupaten Cirebon, Periode 1992 - 2006 ……….……….. 64
17. Depresiasi sumberdaya udang di wilayah perairan Kabupaten
Cirebon, periode 1992 – 2006 ………. 65
18. Hasil analisis optimasi pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah
perairan Kabupaten Cirebon, Tahun 2006 ………. 67
19. Potensi pengembangan armada unit penangkapan jaring udang di
wilayah perairan Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat ..…………. 70
20. Optimalisasi investasi unit penangkapan jaring udang pada rezim
pengelolaan sumberdaya ikan di wilayah Kabupaten Cirebon .………. 72
22. Matrix faktor–faktor strategi eksternal (EFAS) PPI ………... 80
23. Matrix faktor–faktor strategi internal (I FAS) PPI ……… 85
24. Produksi actual, produksi lestari udang hasil tangkapan dan tingkat pemanfaatannya terhadap kondisi MSY dengan pendekatan model
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Kurva hasil tangkap - upaya (yield - effort curve) perikanan tangkap . 8
2. Kurva perikanan bebas tangkap ……….. 10
3. Model statik Gordon - Schaefer ……….. 13
4. Kerangka pemikiran penelitian ……….. 18
5. Hubungan antara input dan output perikanan ……… 25
6. Keseimbangan bioekonomi Gordon – Schaefer ……….. 25
7. Kondisi kapasitas jumlah armada penangkapan ……….. 27
8. Diagram kontrol umpan balik untuk kasus modal yang irreversible ….. 44
9. Tingkat produksi udang aktual dan lestari di wilayah Kabupaten Cirebon ……….. 58
DAFTAR LAMPI RAN
Halaman
1. Gambar sketsa lokasi penelitian di wilayah Pesisir Utara Cirebon ..……. 106
2. Rekapitulasi data primer ……….……….. 107
3. Algoritma Fox ……….. 108
4. Komponen biaya tetap rata – rata dan biaya variabel rata – rata per unit penangkapan dogol (effort) di Kabupaten Cirebon, Tahun 2006 … 110 5. Komponen biaya tetap rata – rata dan biaya variabel rata – rata per unit penangkapan trammel net (effort) di Kabupaten Cirebon, Tahun 2006 ……….. 111
6. Komponen biaya tetap rata – rata dan biaya variabel rata – rata per unit penangkapan jarring klitik (effort) di Kabupaten Cirebon, Tahun 2006 ……….. 112
7. Biaya total per standard effort jaring udang per tahun ..……….. 113
8. Harga output riel ….……….. 114
9. Keragaan finansial dan rente ekonomi armada jaring udang di wilayah Cirebon ……….. 115
10. Keluaran model bioekonomi ……….. 116
11. Analisis regressi CPUE dan effort ……….……… 118
12. Tabel faktor – faktor strategi eksternal (EFAS) .……….. 119
13. Tabel faktor – faktor strategi internal (I FAS) ….……….. 120
14. Pembobotan faktor eksternal pelabuhan perikanan .……….. 121
15. Pembobotan faktor internal pelabuhan perikanan .………..………….. 122
16. Matrix profil kompetitif ……….……….. 123
17. Matrix SWOT ……….……….. 124
18. Pemandangan tempat tambat labuh armada penangkapan jaring udang di sepanjang sungai ………….….……… 125
19. Pemandangan salah satu lokasi TPI di PPI Gebang yang sedang tidak beraktivitas ………. 126
20. Lokasi SPBU di salah satu PPI yang sudah hampir 2 tahun tidak berfungsi ……… 127
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
I ndonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumberdaya udang
laut yang sangat besar, yakni sekitar 78 800 ton per tahun yang terdiri dari
74 000 ton per tahun untuk udang penaeid dan 4 800 ton per tahun untuk
lobster (Komnasperikanan, 1998). Gambaran besarnya potensi lestari
sumber-daya udang laut tersebut secara rinci dapat diperhatikan pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1 Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di I ndonesia dan Laut Jawa
Sumberdaya udang
I ndonesia Laut Jawa
Potensi lestari (ton/ tahun)
Pemanfaatan (% )
Potensi lestari (ton/ tahun)
Pemanfaatan (% )
Udang penaeid
Lobster
74 000
4 800
131,93
49,58
10 800
500
102,78
26
Sumber : Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut, 1998.
Pemanfaatan terhadap komoditi udang penaeid banyak dilakukan oleh
industri perikanan rakyat. Terlihat jelas bahwa pemanfaatan terhadap udang penaeid telah melampaui kondisi maximum sustainable yield (MSY) . Walaupun tingkat pemanfaatan terhadap udang penaeid telah melampaui MSY-nya, proses pemanfaatan melalui upaya penangkapan masih tetap dilakukan oleh masyarakat
nelayan. Hal ini dimungkinkan karena upaya penangkapan udang tersebut
merupakan sumber pendapatan hidup masyarakat nelayan dan mereka
melakukan kegiatan penangkapan tersebut karena udang penaeid memiliki tingkat harga jual yang relatif tinggi (rata-rata Rp 12 000,00 per kg di tingkat
nelayan – kasus Cirebon pada tahun 2007).
Memperhatikan potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang penaeid di kawasan perairan Laut Jawa seperti tampak pada Tabel 1 di atas, terlihat bahwa tingkat pemanfaatannya telah melampaui kondisi MSY (potensi sebesar 10 800 ton per tahun, sedangkan pemanfaatannya sebesar 11 100 ton
periode tahun 1997 – 2007, didapatkan hasil perhitungan MSY udang di WPP 712 (wilayah Laut Jawa) sebesar 211 500 ton. Didasarkan pada penggunaan alat
tangkap dogol sebagai acuan diperoleh nilai upaya optimal sebesar 15 300 kapal
(PRPT – BRKP, KKP 2010).
Sebagai sebuah wilayah yang dikenal sebagai Kota Udang, Cirebon
merupakan wilayah yang memiliki potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya
udang yang juga relatif besar. Khusus terhadap besarnya tingkat pemanfaatan
sumberdaya udang di wilayah perairan Cirebon, dapat diperlihatkan (data tahun
2005) bahwa betapa besarnya jumlah armada penangkapan udang yang sudah
mencapai 1 507 unit untuk alat tangkap dogol, 1 016 unit untuk alat tangkap
trammel net dan 982 unit untuk alat tangkap jaring klitik. Sementara produksi
hasil tangkapan yang diperoleh mencapai 6 430,61 ton dari alat tangkap dogol,
4 336,923 ton dari alat tangkap trammel net dan 4 187,374 ton dari alat tangkap
jaring klitik. Bila diperhatikan kondisi tersebut, kontribusi pemanfaatan
sumberdaya udang dari wilayah Cirebon sudah mencapai 134,73 % dari potensi
sumberdaya udang wilayah Laut Jawa (Komnasperikanan, 1998). Hal ini
mem-pertegas bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya udang penaeid di wilayah
Cirebon telah melampaui kondisi MSY-nya.
Walaupun kondisi pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah Cirebon
telah melampaui kondisi MSY-nya, namun kegiatan investasi pada unit alat tangkap jaring udang masih berlangsung hingga saat ini. Kegiatan operasi
penangkapan pada unit alat tangkap jaring udang seluruhnya melibatkan usaha
perikanan rakyat. Kegiatan investasi akan melahirkan adanya kegiatan produktif
bagi masyarakat yang melakukannya. Pada era saat ini, dimana kondisi
perekonomian makro berada dalam situasi yang tidak menentu, kegiatan
investasi banyak ditujukan pada sektor agribisnis (termasuk perikanan laut)
mengingat permintaan ekspor produk agribisnis (terutama udang) masih relatif
besar. Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa saat ini eksportir
memprediksi harga ekspor udang Indonesia di pasar internasional akan naik, hal
ini antara lain disebabkan karena meningkatnya permintaan (khususnya dari
Amerika Serikat dan Jepang) sebagai dampak mulai redanya perang AS – I rak
kejahatan bioterorisme) terhadap diberlakukannya Undang-Undang Bioterorisme
yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat.
Kegiatan investasi dapat mengeksploitasi berlebihan terhadap
sumber-daya udang bila kegiatan investasi tersebut tidak dikontrol dengan baik. I klim
investasi pada unit penangkapan jaring udang yang tidak dikontrol akan
mengakibatkan terjadinya pemanfaatan berlebihan (pengurasan) terhadap
sumberdaya udang. Apabila hal tersebut terjadi, maka bukannya kesejahteraan
yang akan diperoleh nelayan namun sebaliknya akan mengakibatkan kerugian
pada mereka karena upaya penangkapan per unit alat tangkapnya akan semakin
rendah.
Mengingat kegiatan investasi pada unit alat tangkap jaring udang akan
mengakibatkan terhadap kelangsungan upaya pemanfaatan sumberdaya udang,
maka agar pemanfaatan terhadap sumberdaya udang tersebut dapat
berkelanjutan diperlukan adanya analisis kapasitas investasi terhadap
pengem-bangan unit alat penangkapan jaring udang dalam upaya pengelolaan
sumberdaya udang yang berkelanjutan di wilayah perairan pesisir Cirebon.
Di sisi lain, sebagai prasarana pendukung terhadap keberhasilan iklim
investasi pada sektor perikanan laut umumnya di wilayah Cirebon, pihak
pelabuhan perikanan senantiasa berupaya melengkapi berbagai fasilitas fisiknya
dan memberikan pelayanan jasa secara maksimal. Khusus terhadap iklim
investasi pada perikanan udang di wilayah Cirebon perlu kiranya dikaji lebih
mendalam keterkaitan langsung maupun tidak langsung dari pelabuhan
perikanan, sehingga dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi kedua
belah pihak.
1.2 Perumusan Masalah
Program motorisasi dan modernisasi unit alat penangkapan jaring udang
merupakan salah satu cara untuk dapat meningkatkan produksi udang laut
melalui pembelian seperangkat investasi baru berupa satu unit armada
penangkapan yang terdiri dari kapal (perahu), mesin motor tempel dan alat
tangkap jaring udang sehingga pendapatan nelayan dapat ditingkatkan. Di
lapangan, unit alat penangkapan jaring udang yang digunakan oleh nelayan
trammel net, jaring klitik atau ada pula yang menggunakan dogol dalam upaya
untuk menangkap udang dengan menggunakan perahu yang bermesin motor
tempel yang beragam pula kekuatannya.
Program motorisasi dan modernisasi unit alat penangkapan jaring udang ini
dengan demikian akan terkait dengan investasi pada masing-masing unit alat
tangkap yang dikembangkan. Program pengembangan investasi ini harus
dikontrol dan dimonitor sedemikian rupa sehingga program ini diharapkan tidak
sampai merusak kondisi potensi lestari sumberdaya udang yang ada. Kenyataan
menunjukkan bahwa kuantitas potensi lestari sumberdaya udang penaeid di
wilayah perairan Laut Jawa telah dilampaui oleh kuantitas tingkat pemanfaatan
sumberdaya udang hanya dari wilayah pesisir Cirebon. Pada kondisi yang
demikian terlihat jelas bahwa bila investasi baru terhadap unit alat penangkapan
jaring udang dilakukan, maka sumberdaya udang akan semakin terkuras dan
dikhawatirkan justru tingkat pendapatan usaha penangkapan nelayan jaring
udang akan semakin menurun. Dengan alasan tersebut maka perlu adanya
pengelolaan yang baik terhadap upaya pemanfaatan sumberdaya udang agar
berkelanjutan. Oleh karenanya sehubungan dengan permasalahan seperti
tersebut di atas perlu kiranya diketahui :
(1) Bagaimanakah kondisi pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah perairan
pesisir Cirebon, apakah masih memungkinkan investasi baru untuk program
pengembangan melalui motorisasi dan modernisasi unit alat tangkapnya ?.
Hal ini sangat terkait dengan kepentingan aspek manajemen sumberdaya
udang (aspek biologis) terhadap pengelolaan sumberdaya udang yang
dikehendaki agar berkelanjutan.
(2) Apakah program motorisasi dan modernisasi unit alat penangkapan jaring
udang ini secara kuantitas masih perlu terus dilakukan ekspansi
pengem-bangannya ?. Hal ini sangat terkait dengan aspek pengembangan iklim
investasi (kapasitas investasi) pada kegiatan usaha penangkapan udang.
(3) Dari aspek prasarana yang disediakan oleh pemerintah, apakah pelayanan
jasa dari pelabuhan perikanan telah dapat memberikan kontribusinya
terhadap pengoperasian alat tangkap jaring udang ?. Begitu pula sebaliknya
seberapa besar manfaat yang dapat diberikan dari pengoperasian alat
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian yang mengombinasikan kepentingan berbagai aspek (biologis,
teknis, ekonomi dan sosial) merupakan penelitian yang relatif dibutuhkan,
mengingat permasalahan di lapangan kebanyakan merupakan kombinasi dari
faktor-faktor tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk :
(1) Mengetahui kondisi pemanfaatan sumberdaya udang dan menentukan
kondisi pemanfaatan optimumnya.
(2) Menentukan kapasitas pengembangan investasi pada program motorisasi
unit alat tangkap jaring udang yang disesuaikan dengan keberlanjutan
pengelolaan sumberdaya udangnya.
(3) Menentukan upaya pengelolaan pelabuhan perikanan di pusat–pusat penda-
ratan armada jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon.
Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan :
(1) Dapat merupakan sumbangan pemikiran kepada para pembuat kebijakan
didalam pelaksanaan berbagai program pengelolaan perikanan tangkap yang
ditujukan pada peningkatan kesejahteraan nelayan, khususnya nelayan jaring
udang di wilayah regional Cirebon,
(2) Sebagai kontrol dan monitoring terhadap tingkat pemanfaatan sumberdaya
udang di wilayah Cirebon dan terhadap tingkat pemanfaatan prasarana dan
sarana pelabuhan perikanan di wilayah tersebut.
(3) Sebagai sumber data yang dapat dimanfaatkan pada penelitian lebih lanjut
menyangkut pengembangan I PTEKS alat tangkap jaring udang apabila upaya
pengembangannya masih dimungkinkan.
1.4 Hipotesis
Pada penelitian ini hipotesis yang digunakan adalah hipotesis nol yang
me-nyatakan bahwa usaha penangkapan udang di wilayah perairan pesisir Cirebon
sudah over fishing (terutama economical over fishing yang mana tingkat panda-patan usaha penangkapan nelayan sudah merugi ( ≤ 0). Hipotesis
pemban-dingnya (hipotesis satu) menyatakan bahwa usaha penangkapan udang di
wilayah perairan pesisir Cirebon tidak over fishing, dalam pengertian bahwa ting-kat pendapatan usaha penangkapan nelayan masih menguntungkan ( > 0).
sifat sumberdaya perikanan laut sebagai milik bersama (common property) menjadikan adanya bebas tangkap, oleh karenanya tidak ada pembatasan bagi
siapapun yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut. Masuknya
nelayan baru pada usaha penangkapan ikan akan terus berlangsung hingga
tercapai keseimbangan pada saat keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan
sumberdaya laut tersebut akan hilang ( 0 ).
Pada kurva perikanan bebas tangkap , yaitu pada fungsi hasil tangkapan
yang berbentuk parabola dan biaya penangkapan per unit upaya (effort) konstan, apabila tingkat upaya penangkapan terus bertambah, maka penerimaan
total yang merupakan fungsi dari hasil tangkapan akan bertambah sampai
tercapai keseimbangan, yaitu penerimaan total dari pemanfaatan sumberdaya
laut sama dengan biaya total penangkapan yang dikeluarkan per unit upaya
penangkapan. Dengan kata lain keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya
perikanan laut akan hilang ( 0 ). Hal ini disebabkan oleh karena laju
peningkatan upaya penangkapan ikan tidak seimbang dengan pertumbuhan
alami sumberdaya perikanan, sehingga stok ikan akan berkurang dan akhirnya
akan mengakibatkan turunnya hasil tangkapan nelayan.
Secara ekonomis, penurunan hasil tangkapan ikan akan mengurangi pula
keuntungan usaha nelayan secara keseluruhan, karena penerimaan (revenue) yang diperoleh tidak sebanding dengan biaya (cost) yang dikeluarkan. Hilangnya keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya perikanan
laut, juga dapat disebabkan oleh besarnya biaya penangkapan per satuan upaya
(effort). Dengan biaya penangkapan yang tinggi, keuntungan akan berkurang walaupun hasil tangkapan yang diperoleh belum melebihi tingkat maximum sustainable yield (MSY).
Usaha penangkapan udang yang dilakukan oleh nelayan di wilayah pesisir
Cirebon terlihat senantiasa berkembang. Terjadinya perkembangan tersebut
perlu dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan permasalahan overfishing, baik biological overfishing maupun economic overfishing pada masa yang akan datang. Clark (1976) mengemukakan bahwa untuk mengatasi permasalahan
pemerintah daerah (Pemda) melalui dinas perikanan. Dengan demikian dalam
konsep di atas Pemerintah Daerah Wilayah Cirebon dapat berperan sebagai
pemilik tunggalsumberdaya udang di wilayah perairan pesisir Cirebon.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dibuat
konsepsi-konsepsi yang memuat :
(1) Apakah kondisi usaha penangkapan udang di wilayah perairan pesisir Cirebon
dapat dikelola dengan mengoptimumkan jumlah upaya penangkapannya,
jumlah stok sumberdaya udang di perairan pesisir Cirebon dan hasil
tangkapan udangnya ?
(2) Apakah kondisi aktual penangkapan udang di wilayah perairan pesisir Cirebon
sudah mencapai penangkapan berlebih (overfishing), baik secara biologi (biological overfishing) maupun secara ekonomi (economic overfishing) ? (3) Apakah kegiatan investasi baru masih diperlukan untuk kegiatan usaha
pe-nangkapan udang di wilayah perairan pesisir Cirebon tersebut ?
(4) Apakah pelabuhan perikanan yang berada di sekitar pemukiman nelayan
jaring udang sudah dapat dimanfaatkan secara maksimal ?
1.5 Kerangka Pemikiran
Fungsi pertumbuhan logistik perikanan :
Populasi ikan dalam periode tertentu akan mengalami perubahan ukuran
yang dinyatakan dengan perubahan cadangan sumberdaya dari populasi
tersebut. Perubahan ukuran populasi dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu
faktor alami (seperti : ketidak-tersediaan makanan, adanya predator, perubahan
lingkungan fisik perairan, dan sebagainya) dan faktor non alami (karena
keterlibatan manusia dalam usaha penangkapan ikan di perairan bebas).
Perubahan cadangan sumberdaya ikan secara alami dipengaruhi oleh
pertumbuhan logistik ikan yang dapat dinyatakan dalam sebuah fungsi :
F (b) = rb (1 – b/ K) …..……… (1)
dimana : F (b) = fungsi pertumbuhan logistik ikan
r = konstanta pertumbuhan intrinsik (alamiah) ikan K = konstanta daya dukung perairan
b = cadangan sumberdaya ikan (biomas ikan)
Upaya penangkapan ikan yang dilakukan oleh manusia dapat dinyatakan dalam
h = ӨbI ……….…….…… (2)
dimana : h = hasil tangkapan ikan
I = upaya penangkapan (effort)
b = cadangan sumberdaya ikan (biomas)
Ө = koefisien daya tangkap (catchability)
Berdasarkan persamaan (1) dan (2) di atas, maka perubahan cadangan
sumberdaya ikan dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
∂b/∂t = rb (1 – b/ K) – ӨbI .……… (3)
Persamaan (3) menunjukkan hubungan antara fungsi pertumbuhan logistik ikan
dengan fungsi hasil tangkap. Persamaan ini merupakan persamaan ordinary differential equation (ODE) yang untuk tujuan pengelolaan perikanan persamaan tersebut perlu ditransformasi menjadi persamaan yang dapat diamati
(observable). Persamaan yang observable menggambarkan hubungan antara output (yield – y) dan input (E) dalam bentuk persamaan kuadrat terhadap E
yang dikenal sebagai persamaan yield – effort lestari dan menghasilkan kurva
yield – effort lestari (sustainable yield effort curve) (Fauzi, 2010) seperti dapat dilihat di bawah ini.
Yield
Ymsy MSY
Effort
Emsy Emax
Gambar 1. Kurva Hasil Tangkap – Upaya Lestari (Sustainable Yield – Effort Curve)
Dalam perspektif model Schaefer, pengelolaan sumberdaya ikan yang terbaik
Asumsi – asumsi yang berhubungan dengan kurva hasil tangkap – upaya lestari
di atas adalah (Azis 1989) :
(1) Kelimpahan populasi adalah faktor yang hanya menyebabkan perbedaan
dalam laju pertambahan populasi alami tahunan.
(2) Hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) adalah sepadan dengan cadangan sumberdaya ikan.
(3) Laju mortalitas penangkapan ikan seketika adalah sepadan dengan upaya
penangkapan.
(4) Jenjang waktu (time lag) antara pemijahan dan recruitment tidak mempunyai pengaruh terhadap populasi ikan.
(5) Ada hubungan linear antara hasil tangkap (yield) dengan upaya penangkapan (effort).
Perikanan bebas tangkap (Open access fishery) :
Clark (1976) menjelaskan bahwa kondisi perikanan bebas tangkap (open access fishery) adalah kondisi dimana siapapun dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan di suatu wilayah perairan tanpa adanya pembatasan. Dalam
kondisi perikanan bebas tangkap, tingkat upaya penangkapan (fishing effort) akan meningkat sampai tercapainya keseimbangan dimana keuntungan yang
diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya laut tersebut tidak ada lagi ( = 0 ).
Gordon (1957) yang diacu dalam Clark (1976) menggambarkan kondisi
perikanan bebas tangkap dalam sebuah kurva yang didasarkan pada kurva hasil
– tangkap (Yield – Effort Curve), dengan memasukkan variabel harga ikan per satuan hasil tangkapan dan biaya per satuan upaya penangkapan. Dengan
asumsi bahwa harga ikan per satuan hasil tangkapan adalah konstan, maka total
penerimaan yang didapat oleh nelayan adalah :
TR = p.Yt ……… (4)
dimana : TR = penerimaan total
p = harga ikan per satuan hasil tangkap Yt = hasil tangkap pada waktu t
Untuk biaya total upaya penangkapan dapat dinyatakan dalam persamaan :
TC = c.Et ……….……… (5)
dimana : TC = biaya penangkapan total
Dari kedua persamaan tersebut di atas, maka dapat diturunkan persamaan
keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya perikanan sebagai berikut :
= ( p.Yt ) - ( c.Et ) ……….……… (6)
dimana = keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya perikanan
Persamaan keuntungan pemanfaatan sumberdaya perikanan di atas dapat
dituliskan dalam bentuk lain, yaitu :
= p.q.Xt.Et – c.Et
= (p.q.Xt – c ) Et ……….…… (7)
Pada kondisi bebas tangkap, keseimbangan bionomi terjadi pada saat = 0,
sehingga persamaan (7) menjadi : (p.q.Xt – c ) Et = 0
p.q.Xt – c = 0
p.q.Xt = c
Xt = c/ pq ……… (8)
Persamaan (8) merupakan formula untuk menduga besarnya cadangan
sumberdaya ikan pada keseimbangan bionomi.
Kurva hasil tangkap – upaya yang telah dikombinasi dengan variabel harga ikan
dan biaya penangkapan dapat digambarkan dalam sebuah kurva seperti tampak
di bawah ini.
Revenue,
Cost
ymsy MSY ymey MEY
TC
Y Bionomi
Equilibrium
TR
Emey Emsy E Effort
Gambar 2. Kurva perikanan bebas tangkap
Pada gambar 2. di atas terlihat bahwa titik keseimbangan bionomi (bionomic equilibrium) akan terjadi pada saat penerimaan total (TR) sama dengan biaya total (TC), sehingga keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya
perikanan menjadi nol ( = 0 ). Dengan demikian dua kesimpulan yang
berkaitan dengan perikanan bebas tangkap, seperti yang dikemukakan oleh
Gordon (1957) yang diacu dalam Clark (1976) dapat dijadikan sebagai
narasumber, yaitu :
(1) Seyogianya tidak ada tingkat upaya penangkapan yang melebihi
keseimbangan E, karena dalam kondisi tersebut penerimaan total (TR) lebih
kecil dari Biaya Total (TC), sehingga keuntungan yang diperoleh dari
pemanfaatan sumberdaya akan negatip. Bila terjadi kondisi dimana tingkat
upaya penangkapan melebihi keseimbangan E, kondisi demikian dikenal
sebagai pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berlebih secara ekonomi
(economic overfishing).
(2) Pada tingkat upaya penangkapan yang lebih kecil dari titik keseimbangan E,
maka nelayan dapat meningkatkan upaya penangkapannya (secara mikro)
atau program pengembangan motorisasi dan modernisasi armada
penangkapan ikan dapat dilakukan (secara makro). Hal ini dapat dilakukan
karena masih ada keuntungan yang dapat diperoleh dari pemanfaatan
sumberdaya perikanan. Upaya peningkatan tersebut seyogianya berlangsung
hingga tercapai pada titik keseimbangan bionomi.
Permodelan bioekonomi :
Clark (1985) mengemukakan bahwa untuk dapat mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya perikanan di suatu wilayah perairan, maka konsep
yang harus dikembangkan adalah konsep kepemilikan tunggal, sehingga
cadangan sumberdaya perikanan di suatu wilayah perairan tertentu dianggap
sebagai modal (asset) oleh pihak pemilik tunggal yang dalam hal ini dapat diwakili oleh pemerintah daerah. Pemilik tunggal mempunyai tujuan untuk
memaksimumkan keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya perikanan pada
jangka panjang. Tujuan yang akan dicapai oleh pemilik tunggal sumberdaya
adalah memaksimumkan nilai kini (present value) dari keuntungan yang akan diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya perikanan. Untuk mencapai tujuan
sumberdaya perikanan laut yang merupakan gabungan antara model – model
biologi dan ekonomi.
Model bioekonomi pertama kali diperkenalkan oleh Scott Gordon (seorang
ekonom Kanada). Pada dasarnya Gordon menggunakan pendekatan ekonomi
dalam menganalisis optimalisasi pengelolaan sumberdaya perikanan dengan
dukungan pendekatan biologi yang telah dilakukan oleh Schaefer. Dengan latar
belakang demikian, maka model bioekonomi tersebut akhirnya dikenal sebagai
Model Bioekonomi Gordon – Schaefer (GS). Model Bioekonomi Gordon –
Schaefer (GS) pada dasarnya didekati dari Model Surplus Produksi yang
dikembangkan oleh Graham (1935). Pada Model Surplus Produksi pertumbuhan
populasi ikan diasumsikan mengikuti fungsi pertumbuhan logistiknya yang mana
perubahan stok ikannya sangat tergantung dari pertumbuhan alamiah ikan (r),
stok ikan (x) dan daya dukung perairan (K) (Fauzi 2004).
Model Bioekonomi Gordon – Schaefer adalah pendekatan yang relatif
sederhana dalam menganalisis optimalisasi pengelolaan sumberdaya perikanan.
Pendekatan tersebut bertujuan untuk menganalisis aspek ekonomi dengan
kendala aspek biologi sumberdaya ikan. Output dari hasil analisis Model
Bioekonomi Gordon – Schaefer yang utama adalah menetapkan berapa besar
tingkat input produksi (jumlah unit armada penangkapan, gross tone dan besaran lamanya trip melaut) yang harus dikendalikan agar dapat menghasilkan
manfaat ekonomi yang sebesar – besarnya (Fauzi 2004).
Pada perikanan bebas tangkap, manfaat bersih atau rente ekonomi
perikanan akan bernilai positip bila tingkat upaya (effort) aktual kurang dari tingkat upaya (effort) kondisi open access dan akan menjadi nol bila biaya total (total cost) sama dengan penerimaan totalnya (total revenue). Wilayah dibawah kurva total revenue dan diatas kurva total cost merupakan nilai rente ekonomi. Rente ekonomi akan maksimum bila slope kurva total cost bersinggungan dengan kurva total revenue. Kondisi tersebut dikenal dengan istilah Maximum Economic Yield (MEY) (Seijo et al. 1998).
Gambaran Model Bioekonomi seperti diuraikan di atas adalah merupakan
gambaran model yang statik. Pada model yang statik tersebut perbedaan nilai
uang pada masa sekarang dan yang akan datang belum diperhitungkan. Secara
Sustainable Yield (MSY) dan Maximum Economic Yield (MEY) pada model statik tersebut di atas dapat diperlihatkan pada gambar berikut ini.
Stock
a. Stock ikan lestari
Effort
Yield
b. Produksi lestari
Effort
Cost, Revenue
c. Penerimaan total lestari dan biaya total
TC = cE
TR = pH
Effort
MEY MSY OA
Pada konsep model dinamik yang dikembangkan oleh Clark dan Munro,
unsur waktu menjadi sangat penting ; oleh karena nilai uang pada saat sekarang
berbeda dengan nilai uang pada masa yang akan datang. Oleh karenanya
keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya perikanan juga dipengaruhi oleh
tingkat potongan (discount rate). Dengan demikian cadangan sumberdaya perikanan yang dianggap sebagai modal tersebut dipengaruhi pula oleh tingkat
potongan (discount rate) pada suatu saat tertentu.
Pada model dinamik, pengelolaan sumberdaya ikan dapat diartikan sebagai
penghitungan tingkat upaya dan tingkat produksi optimal dengan
memperhitung-kan discounted present value (DPV) dari surplus sosial yang maksimum. Kondisi tersebut dicapai pada saat manfaat marginal dari sumberdaya ikan sama dengan
biaya marginalnya (Fauzi 2004). Pada kondisi discount rate yang semakin tinggi, maka tingkat upaya akan cenderung semakin menurun sehingga kondisi
cadangan stock ikan akan semakin meningkat. Sebaliknya, bila discount rate
semakin rendah, maka tingkat upaya akan cenderung semakin meningkat dan
kondisi cadangan stock ikan akan semakin menurun. Tingkat optimal dari upaya
dan produksi pada model dinamik terletak diantara keseimbangan sole owner
atau private property dan open access.
I nvestasi pada perikanan :
Kegiatan operasi penangkapan ikan membutuhkan adanya investasi.
I nvestasi tersebut diperlukan untuk membeli seperangkat kapal ikan, mesin –
mesin penggerak dan unit alat tangkap ikan. Pengkajian investasi pada
perikanan mengasumsikan pada model kepemilikan tunggal, dimana investasi
dapat bersifat reversible dan irreversible. Investasi yang bersifat reversible
mengandung arti bahwa pemilik dapat membeli atau menjual terhadap barang –
barang investasinya dengan bebas. I nvestasi yang bersifat irreversible
mengandung arti bahwa pemilik tidak bebas dalam melakukan proses jual – beli
barang – barang investasinya (Clark 1985).
Pada kasus kepemilikan tunggal perikanan, misal K = Kt adalah nilai
asset modal tetap yang dimiliki oleh pemilik perikanan pada waktu t. Dinamika
penyesuaian modal dimodelkan melalui persamaan sebagai berikut :
dimana It menunjukkan tingkat pemakaian investasi pada modal dan konstanta
0 yang menunjukkan tingkat penyusutan. Tingkat pemakaian investasi It
ditentukan oleh pemilik dibawah kendala – kendala tertentu.
Banyaknya upaya penangkapan (effort) yang dapat digunakan oleh pemilik adalah proporsional dengan ukuran alat tangkapnya, atau dengan kata
lain proporsional dengan modal Kt. Kemudian diperoleh bahwa Emax = Kt,
sehingga upaya penangkapan Et karenanya dibatasi oleh : 0 Et Kt ……… (10)
Dengan memperkenalkan modal Kt pada model, timbul pemahaman alami
terhadap simbol Emax , dimana sebelumnya hanya memiliki arti khusus. Bila cK
menunjukkan biaya modal (Rp/ unit penangkapan standar). I nvestasi pada
tingkat It (unit penangkapan standar/ tahun), kemudian dimasukkan biaya pada
tingkat cKIt (Rp/ tahun), maka aliran penerimaan bersih pada pemilik perikanan
diberikan sebagai berikut :
t = p.q (Xt) Xt – c Et - cKIt ……… (11)
Seperti sebelumnya, dihipotesakan bahwa pemilik akan mencoba
memaksimumkan nilai sekarangnya (NPV) sebagai berikut :
∞ -δt
Maxi e пtdt ………. (12) It,Et 0
Maksimumisasi tersebut sesuai (tunduk) dengan kondisi (untuk t ≥ 0) :
dXt/ dt = G (Xt) – q (Xt) Xt Et ……… (13)
dKt/ dt = It – Kt ………. (14)
Xt ≥ 0 ……… (15)
0 Et Kt ……… (16)
X0, K0 telah ada (given) ……….. (17)
juga mungkin terkendala pada tingkat pemakaian investasi It.
Pada kasus dimana investasi pada kapal penangkapan ikan bersifat
reversible – dalam pengertian pemilik dapat membeli atau menjual pada tingkat harga cK tanpa batas, maka dalam kondisi demikian tidak ada kendala terhadap
It. Pada kondisi investasi bersifat reversible terbukti bahwa pemilik tidak akan pernah menyewakan kapalnya yang tidak ia pakai. Oleh karena itu kita akan
Hubungan investasi dan biaya dapat digambarkan di bawah ini.
∞ -δt ∞ -δt
e cKItdt = cK e (dKt/ dt + Kt ) dt
0 0
∞ -δt
= cK e (δ + )Ktdt – cKK0 0
∞ -δt
= cK (δ + ) e Etdt – cKK0 0
Akhirnya diperoleh bahwa :
∞ -δt
Maxi Et e (p.q.Xt – ctotal) Etdt ………. (19) 0
dimana ctotal = c + (δ + ) cK ……….. (20)
I nvestasi It telah hilang (hal itu diberikan melalui persamaan It = dEt/ dt + Et),
dan hanya Et yang tertinggal untuk ditentukan. Juga keseluruhan biaya yang
dikeluarkan oleh pemilik sekarang dapat dikatakan dalam satu terminologi yaitu :
ctotal Et = [ c + (δ + ) cK] Et ……… (21)
Dengan kata lain, bila modal bersifat reversible, biaya – biaya modal menjadi biaya variabel. Oleh karenanya modal dapat dimasukkan sebagai biaya variabel
total seperti sama halnya pada pembayaran bunga dan penyusutan.
Bila X*total menunjukkan keseimbangan optimal daripada tingkat biomas,
maka X*total ditentukan melalui aturan dasar persamaan tingkat optimal daripada
biomas, namun dengan c digantikan oleh ctotal. Bila K*total sebagai modal (yaitu
kapasitas armada) yang diperlukan untuk pemanenan hasil yang berkelanjutan
pada tingkat X = X*total, maka diperoleh bahwa :
G(X*total)
K*total = E*total = ……….. (22) q(X*total) (X*total)
Solusi (X*total, K*total) juga akan terbukti penting didalam masalah modal yang
irreversible.
Pada kasus modal yang irreversible, maka It ≥ 0 ……… (23) Hal tersebut mengasumsikan bahwa tidak ada penjualan kembali di pasar,
walaupun terhadap kelebihan kapasitas. Notasi X*vardigunakan untuk optimal
biomas bila hanya biaya variabel yang diperhitungkan. Kemudian bila c < ctotal
Perbedaan X*var dapat dilihat berikut ini : Anggap untuk sementara bahwa
pemilik memiliki cukup kapal : K0 > K*var. Bila kapal – kapal tidak dapat dijual,
biaya – biaya tetap menjadi tidak relevan terhadap pembuatan – pembuatan
keputusan yang akan datang dari pemilik. Oleh karenanya, biomas optimal
adalah menjadi X*var. Walaupun demikian, modal awal K0 menyusut pada tingkat
- kapal yang lusuh hilang di laut, dan sebagainya. Pada dasarnya kita memiliki
Kt < K*var. Hasil yang lestari pada X = X*var tidak mungkin lagi terjadi kecuali jika
kapal baru dibawa. Kapal baru melibatkan biaya – biaya tetap dan biomas
optimal bila biaya – biaya tetap relevan dengan X*total. Oleh karena itu
keberadaan dari modal yang irreversible nampaknya memberikan kenaikan pada dua solusi keseimbangan optimal.
Pengkajian investasi pada pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak akan
terlepas dari masalah – masalah penetapan upaya penangkapan (effort) dan penetapan keseimbangan daripada pemanfaatan tingkat biomas ikan. Oleh
karenanya kajian investasi pada perikanan juga akan terkait langsung dengan
pemodelan bioekonomi.
Secara sederhana, kerangka pemikiran akan pentingnya pengkajian
terhadap pengembangan investasi unit armada penangkapan jaring udang dalam
upaya pengelolaan sumberdaya udang yang berkelanjutan di perairan pesisir
Cirebon, dan keterkaitannya dengan pengelolaan pelabuhan perikanan dapat
Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian
Kondisi Open Access
Fisheries
Common Properties Fisheries - Produksi > MSY - Penurunan tingkat pendapatan - Konflik sosial - Kerusakan SDI
Monitoring & Control Pengelolaan SDI
Over fishing
Sustain Resources : a. Rezim OA b. Rezim MSY c. Rezim MEY d. Rezim OD
Peluang I nvestasi Prasarana
Pelabuhan Perikanan
Criteria I nvestasi
Pengembangan I nvestasi
Pengendalian upaya penangkapan : - Pengkayaan stock (stock
enhancement)
2 TI NJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Tangkapan Udang Penaeid
Sumiono dan Suman (1988) mengemukakan bahwa setelah beberapa
tahun berlakunya penghapusan trawl, telah berkembang penggunaan trammel net dan pukat pantai (semacam dogol) atau beach seine untuk menangkap udang oleh nelayan. Adanya perubahan alat tangkap tersebut juga
mengakibat-kan perubahan komposisi hasil tangkapan udang, yaitu tidak tertangkap lagi
udang dari jenis katagori krosok (Metapenaeopsis spp, Parapenaeopsis spp,
Solenocera spp). Sementara itu katagori dogol (Metapenaeus ensis,
Metapenaeus dobsoni) mendominasi hasil tangkapan Trammel Net yang diikuti dengan katagori jerbung (Penaeus merguiensis, Penaeus indicus, Penaeus chinensis, Penaeus monodon dan Penaeus semisulcatus). Perubahan komposisi hasil tangkapan ini menimbulkan iklim usaha yang baik bagi masyarakat nelayan,
karena dengan adanya penghapusan trawl memberikan dampak positif terhadap berkembangnya motorisasi armada nelayan tradisional dan diversifikasi unit alat
tangkapnya.
Data produksi perikanan laut daerah Kabupaten Cirebon tahun 2007
memperlihatkan bahwa jenis-jenis udang penaeid yang dominan terdapat di perairan Cirebon adalah : udang jerbung (penaeus merguensis), udang krosok atau udang dogol (metapenaeus sp).
Harahap (2000) mengemukakan bahwa kegiatan usaha penangkapan jaring
udang dengan menggunakan trammel net berada dalam kondisi yang masih layak untuk dikembangkan. Total penerimaan dapat menutup total biayanya
dengan perolehan R/ C sebesar 1,54 dan pay back periode sebesar 1,29 tahun. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi penangkapan
udang untuk memperbaiki kesejahteraan nelayan tradisional dapat dikatakan
berhasil.
2.2 Klasifikasi Alat Tangkap Jaring Udang
Pada dasarnya pemberian nama jaring udang adalah penamaan daerah
yang disesuaikan dengan jenis hasil tangkapannya. Menurut klasifikasinya
jaring udang merupakan jenis alat tangkap yang berinduk pada alat tangkap
20
(Hartono 1991, yang diacu dalam Dinarwan 1993) :
Floating gillnet :
- Fixed floating gillnet - Drift floating gillnet Midwater gillnet
Bottom gillnet
Oleh karena penamaan jaring udang diambil dari istilah daerah dimana penelitian
ini dilakukan, maka katagori jaring udang yang dimaksud adalah semua jenis
jaring yang dapat digunakan untuk menangkap udang. Adapun jaring udang
yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah : jaring dogol, trammel net dan
jaring klitik. Didalam klasifikasinya jaring klitik dan trammel net termasuk dalam jenis jaring bottom gillnet, sehingga untuk kedua jenis jaring tersebut dapat dikatakan sebagai shrimp bottom gillnet. Lain dengan kedua jenis jaring udang yang telah disebutkan di atas, jaring dogol tidak termasuk kedalam klasifikasi
gillnet, namun jaring dogol dapat diklasifikasikan kedalam pukat kantong lingkar.
2.3 Perahu Motor Tempel
Perahu yang digunakan oleh nelayan di wilayah perairan pesisir Cirebon
semuanya terbuat dari kayu. Nelayan setempat membagi perahu menjadi dua
tipe yakni : perahu tipe sopea dan tipe compreng. Perbedaan utama dari kedua tipe tersebut adalah terletak pada ukuran perahu dan bentuk linggi perahu. Untuk ukuran panjang (L) yang sama, maka kedalaman (D) perahu tipe sopea
lebih dalam dibandingkan dengan tipe compreng. Bentuk linggi pada perahu
tipe sopea memiliki ukuran lebar yang sama dari ujung bawah sampai ujung atas, sehingga menyerupai bentuk balok ; sedangkan untuk perahu tipe compreng bentuk linggi-nya menyerupai setengah lingkaran dari ujung linggi
bawah sampai ujung linggi atas (Dinarwan 1993).
Sejak tahun 1984 hingga saat ini perahu yang digunakan oleh nelayan di
wilayah pesisir Cirebon didominasi oleh perahu motor tempel. Dominasi
penggunaan perahu motor tempel ini disebabkan karena adanya program
motorisasi perahu-perahu jukung. Selain alasan tersebut, dominasi penggunaan
perahu motor tempel juga menandakan kelas tertentu status sosial seseorang
21
2.4 Biologi Udang Penaeid
Udang laut mengalami dua fase kehidupan, yaitu fase di tengah laut dan
fase di perairan muara. Fase di tengah laut adalah fase dewasa, kawin dan
bertelur. Beberapa saat sebelum kawin, udang betina terlebih dahulu berganti
kulit. I nduk yang telah matang telur dapat ditemui di dasar laut berpasir atau
berlumpur pada kedalaman sekitar 6 – 45 m. I nduk yang matang telur biasanya
memijah pada malam hari dan telurnya diletakan di dasar laut. Diduga udang
penaeid berpijah sepanjang tahun, namun terdapat puncak pada bulan – bulan
tertentu. Kira – kira 12 jam setelah dikeluarkan, telur menetas menjadi larva
yang pada stadium pertama disebut nauplius. Setelah mengalami pergantian kulit beberapa kali, nauplius kemudian menjadi zoea. Pada stadium zoea, larva mulai mengambil makanan dari sekitarnya. Kemudian bentuk zoea akan berubah lagi menjadi mysis yang kemudian bermetamorfosa menjadi stadium post larva. Anakan udang ini bersifat planktonik dan kemudian beruaya ke pantai
(cende-rung ke perairan muara sungai). Dari post larva kemudian masuk pada stadium
juvenil (juwana). Udang muda segera akan kembali ke laut untuk tumbuh menjadi besar, dewasa dan akhirnya memijah. Dari menetas sampai mencapai
stadium post larva diperlukan waktu sebulan. Dari post larva sampai stadium juwana diperlukan waktu selama 3 – 4 bulan, sedangkan dari stadium juwana
hingga mencapai dewasa diperlukan waktu selama delapan bulan (Nontji 2005).
2.5 Operasional Penangkapan Udang
Kegiatan penangkapan udang dilakukan pada pagi dini hari hingga siang
hari. Operasi penangkapan dilakukan di wilayah fishing ground yang berjarak tidak terlalu jauh dari garis pantai (± 5 – 6 km arah vertikal). Kegiatan
penangkapan dilakukan oleh perahu – perahu motor tempel yang memiliki 3 – 4
orang nelayan.
2.6 Sumberdaya (udang)
Rees 1990 yang diacu dalam Fauzi 2004, menyatakan bahwa sesuatu dapat
dikatakan sebagai sumber daya bila memiliki karakteristik sebagai berikut :
(1) Terdapat pengetahuan, teknologi atau keterampilan (skill) untuk dapat memanfaatkannya.
22
Sehubungan dengan kedua kriteria tersebut di atas, maka udang merupakan
komoditi yang dapat dikatakan sebagai suatu sumberdaya.
Sumberdaya udang termasuk sumberdaya yang dapat diperbarui (flow) dimana terdapat beberapa konsep pengukuran tentang ketersediaannya. Rees
1990 yang diacu dalam Fauzi 2004, menyatakan bahwa konsep – konsep
pengukuran ketersediaan sumberdaya yang dapat diperbarui adalah sebagai
berikut :
(1) Potensi maksimum sumberdaya, yaitu pemahaman untuk mengetahui potensi
atau kapasitas sumberdaya guna menghasilkan barang dan jasa dalam
jangka waktu tertentu yang umumnya didasarkan pada perkiraan ilmiah.
Pengukuran ini lebih didasarkan pada kemampuan biofisik alam tanpa
mempertimbangkan kendala sosial ekonomi.
(2) Kapasitas lestari (sustainable capacity atau sustainable yield), yaitu pengukuran yang didasarkan pada kemampuan untuk menyediakan
kebutuhan bagi generasi kini dan juga generasi mendatang.
(3) Kapasitas penyerapan (absorptive capacity), yaitu pengukuran yang didasarkan pada kemampuan sumberdaya alam dapat pulih untuk menyerap
limbah akibat aktivitas manusia.
(4) Kapasitas daya dukung (carrying capacity), yaitu pengukuran kapasitas yang didasarkan pada kapasitas maksimum dari lingkungan untuk dapat
mendukung suatu pertumbuhan organisme.
Wilayah perairan Kabupaten Cirebon termasuk kedalam wilayah
penge-lolaan perikanan (WPP) 712. Ditunjau dari penyebaran geografisnya, maka
udang penaeid mendominasi penyebaran kelompok jenis udang yang tertangkap di wilayah Cirebon. Berdasarkan analisis data statistik perikanan periode 1997 –
2007 diperoleh hasil perhitungan MSY untuk udang sebesar 211 500 ton. Namun kondisi pemanfaatan sumberdaya udang di WPP 712 diduga telah melampaui
tingkat pemanfaatan optimalnya (PRPT – BRKP, KKP tahun 2010).
2.7 Pembangunan Perikanan Tangkap yang Berkelanjutan
Konsep dasar dari sustainability adalah pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak menguras atau merusak secara permanen. Oleh karenanya perlu
diketahui berapa besar kapasitas daya dukung dari sumberdaya alam tersebut.
23
kondisi optimal dari suatu kegiatan perikanan tangkap sangat diperlukan, lebih
lagi buat penentu kebijakan agar dapat meminimisasi biaya korbanan dalam
memperoleh keuntungan ekonomi optimal yang lestari (Hartwick 1986).
Konsep dasar pembangunan perikanan tangkap yang berkelanjutan
haruslah mengandung empat (4) aspek penting (Charles 1993, yang diacu dalam
Fauzi 2005), yaitu :
(1) Ecological sustainability (keberlanjutan ekologis), yaitu memelihara keberlanjutan stok ikan sehingga tidak melewati daya dukungnya, dalam
pengertian bahwa kapasitas dan kualitas ekosistem dapat ditingkatkan.
(2) Socioeconomic sustainability (keberlanjutan sosial ekonomi), yaitu memper-tahankan keberlanjutan tingkat kesejahteraan masyarakat, baik secara
individu maupun secara kolektif.
(3) Community sustainability (keberlanjutan komunitas), yaitu mempertahankan keberlanjutan kesejahteraan dari sisi masyarakat.
(4) I nstitutional sustainability (keberlanjutan institusional), yaitu memelihara aspek finansial dan administrasi yang sehat yang merupakan prasyarat dari
ketiga pembangunan yang berkelanjutan di atas.
Scoones (1989), membagi daya dukung lingkungan kedalam dua (2) jenis,
yaitu daya dukung ekologis (ecological carrying capacity) dan daya dukung ekonomi (economical carrying capacity). Daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum mahluk hidup pada suatu lahan yang dapat didukung tanpa
mengaki-batkan kematian karena faktor kepadatan dan terjadinya kerusakan lingkungan
secara permanen. Daya dukung ekonomi adalah tingkat produksi yang
membe-rikan keuntungan maksimum dengan penentuan tujuan usaha secara ekonomi.
Masalah keberlanjutan menjadi semakin penting ketika populasi ikan di
dunia menjadi semakin terbatas, hasil tangkapan ikan semakin berkurang dan
hampir 70% stok ikan dunia mengalami overexploited atau depleted. Adapun faktor – faktor yang dapat menyebabkan kondisi overexploited tersebut adalah : (i) Adanya perubahan teknologi penangkapan ikan yang dapat meningkatkan
hasil dan mengurangi biaya penangkapan ikan, (ii) Adanya faktor lingkungan
seperti polusi, (iii) Adanya alat tangkap dengan produk bycatch yang tinggi, serta (iv) Adanya kegagalan pengaturan perikanan untuk dapat mencegah terjadinya
24
2.8 Model Bioekonomi
I stilah bioekonomi d