• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian investasi unit penangkapan dalam upaya pemanfaatan sumberdaya udang penaeid secara berkelanjutan di Perairan Cirebon, Jawa Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian investasi unit penangkapan dalam upaya pemanfaatan sumberdaya udang penaeid secara berkelanjutan di Perairan Cirebon, Jawa Barat."

Copied!
216
0
0

Teks penuh

(1)

KAJI AN I NVESTASI UNI T PENANGKAPAN

DALAM UPAYA PEMANFAATAN SUMBERDAYA UDANG PENAEI D

SECARA BERKELANJUTAN DI PERAI RAN CI REBON,

JAWA BARAT

D I N A R W A N

SEKOLAH PASCASARJANA

I NSTI TUT PERTANI AN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DI SERTASI

DAN SUMBER I NFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul Kajian I nvestasi Unit Penangkapan Dalam Upaya Pemanfaatan Sumberdaya Udang Penaeid Secara Berkelanjutan di Perairan Cirebon, Jawa Barat adalah murni karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Desember 2011

Dinarwan

(3)

ABSTRACT

DI NARWAN. Studies on Fishing Unit I nvestment for Sustainable Penaeid Shrimp Resource Management in the Cirebon Waters, West Java. Supervised by Daniel R.

Monintja, Akhmad Fauzi and Ernani Lubis.

Penaeid shrimp production which collected from the Cirebon’s fishers estimated to be over fished, but the result of research indicates that by using bio economic

model approach, the rate of shrimp resource exploitation at the present time (the

harvest = 4 174 994 kg, the effort = 2 181 shrimp fishing units) are still safe from

overfishing condition, so that investment opportunity of shrimp fishing units are able

to be carried out. At the first priority (at the OD – optimasi dinamik regime), investment opportunity on shrimp fishing unit could be carried out up to Rp

5,613,665,696.01 equivalent to increase 306 new shrimp fishing units or to motorize

1247 shrimp fishing units which were not use the motor. At the second priority (at

the MEY regime), investment opportunity on shrimp fishing unit could be carried out up to Rp 3,633,226,321.00 equivalent to increase 198 new shrimp fishing units or to

motorize 807 shrimp fishing units which were not use the motor. At the third priority

(at the sustainable regime), investment opportunity on shrimp fishing unit could be carried out up to Rp 6, 815,399,701.88 equivalent to increase 372 new shrimp fishing

units or to motorize 1515 shrimp fishing units which were not use the motor.

The investment opportunity on shrimp fishing unit have to give priorities to : (i)

increases the services of fishing port infrastructure in accordance with Per.16/ MEN/

2006, (ii) motorizes of shrimp fishing unit which still not use the machine, and (iii)

(4)

RI NGKASAN

DI NARWAN. Kajian I nvestasi Unit Penangkapan Dalam Upaya Pemanfaatan

Sumberdaya Udang Penaeid Secara Berkelanjutan di Perairan Cirebon, Jawa Barat.

Dibimbing oleh Daniel R. Monintja, Akhmad Fauzi dan Ernani Lubis.

Wilayah Cirebon dikenal sebagai Kota Udang. Produksi udang penaeid hasil tangkapan nelayan Cirebon diduga telah melampaui kondisi lestarinya, sehingga

sumberdaya udang di wilayah tersebut mengarah pada kondisi over fishing. Oleh karenanya kontrol dan evaluasi sangat diperlukan dalam upaya pengelolaan

sumberdaya udang yang lestari dan pengembangan kondisi investasi.

Penelitian bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya udang

penaeid, menetapkan peluang pengembangan investasi armada jaring udang, dan menganalisis ketersediaan dan pelayanan jasa prasarana pelabuhan perikanan.

Penelitian ini menggunakan data time series perikanan pada periode 1983 – 2006. Data primer diperoleh melalui wawancara terhadap 90 nelayan jaring udang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan model bioekono-mi tingkat pemanfaatan sumberdaya udang penaeid rata-rata produksi aktualnya sebesar 4 174 994 kg dengan penggunaan 2 181 unit armada jaring udang ternyata

masih relatif aman dari kondisi over fishing. Kapasitas pengembangan investasi armada jaring udang prioritas utama dapat dilakukan pada rezim OD (Optimasi Dinamik) hingga senilai Rp 5 613.665.696,01 setara dengan penambahan 306 unit

armada jaring udang baru atau motorisasi 1247 unit armada jaring udang yang

belum menggunakan motor ; prioritas kedua dapat dilakukan pada rezim MEY

(Maximum Economics Yield) hingga senilai Rp 3.633.226.321,00 setara dengan penambahan 198 unit armada jaring udang baru atau motorisasi 807 unit armada

jaring udang yang belum menggunakan motor ; prioritas ketiga dapat dilakukan pada

rezim lestari hingga senilai Rp 6.815.399.701,88 setara dengan penambahan 372 unit

armada jaring udang baru atau motorisasi 1515 unit armada jaring udang yang

belum menggunakan motor.

Upaya pengembangan investasi haruslah didukung melalui program-program

: (i) perbaikan akses perhubungan darat menuju ke dan dari PPP dan PPI yang

kondisinya buruk, (ii) pelayanan pemenuhan kebutuhan BBM dan es yang diinginkan

(5)

dana kebutuhan operasional penangkapan ikan yang dibutuhkan nelayan jaring

udang agar ketergantungan pada tengkulak dapat diputus.

Upaya pengembangan investasi haruslah diprioritaskan pada : (i) peningkatan

pelayanan fungsi dan peranan PPP/ PPI yang tertera dalam Per.16/ MEN/ 2006

sehing-ga hal tersebut menjadi prioritas kerja dalam upaya pemanfaatannya terkait

pengem-bangan investasi di wilayah tersebut, (ii) program motorisasi armada jaring udang,

(6)

© Hak Cipta milik I PB, Tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang – Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar

I PB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

(7)

KAJI AN I NVESTASI UNI T PENANGKAPAN

DALAM UPAYA PEMANFAATAN SUMBERDAYA UDANG PENAEI D

SECARA BERKELANJUTAN DI PERAI RAN CI REBON,

JAWA BARAT

Oleh :

D I N A R W A N

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

I NSTI TUT PERTANI AN BOGOR

(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup :

1. Prof. Dr. I r. Ari Purbayanto, MSc.

Guru Besar Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

Fakultas Perikanan dan I lmu Kelautan, I PB.

2. Dr. I r. Sugeng Hari Wisudo, MSc.

Staf Pengajar Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

Fakultas Perikanan dan I lmu Kelautan, I PB.

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka :

1. Dr. H. I w an Setiaw an, MSi.

Direktur Bisnis pada Gabungan Koperasi Pesisir Nusantara

2. Dr. Maman Hermaw an, MSc.

Direktur Direktorat Pengembangan Produk Nonkonsumsi,

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan,

(9)

D I S E R T A S I

Judul Disertasi : Kajian I nvestasi Unit Penangkapan Dalam Upaya

Pemanfaatan Sumberdaya Udang Penaeid Secara

Berkelanjutan Di Perairan Cirebon, Jawa Barat

Nama Mahasiswa : Dinarwan

N I M : C. 561020011

Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. I r. Daniel R. Monintja Ketua

Prof. Dr. I r. Akhmad Fauzi, M.Sc. Dr. I r. Ernani Lubis, DEA Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Kelautan

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat, karunia dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Disertasi ini. Disertasi yang

berjudul Kajian I nvestasi Unit Penangkapan Dalam Upaya Pemanfaatan Sumberdaya

Udang Penaeid Secara Berkelanjutan Di Perairan Cirebon, Jawa Barat ini merupakan

hasil penelitian yang telah dilaksanakan selama periode Maret 2006 s/ d Maret 2007.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. I r. Daniel R. Monintja ; Prof. Dr. I r. Akhmad Fauzi, M.Sc. dan Dr. I r.

Ernani Lubis, DEA selaku pembimbing yang telah memberikan banyak saran dan

pengarahan didalam penyelesaian penulisan hasil penelitian.

2. Prof. Dr. I r. Sjafrida Manuwoto, M.Sc. selaku mantan Dekan Sekolah Pascasarja-

na I nstitut Pertanian Bogor yang telah mengusahakan pemberian bantuan dana

pendidikan dan penelitian melalui BPPS pada periode 2002 – 2005.

Disadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Disertasi ini masih terdapat

kekurangan yang menyebabkan Disertasi ini belum sempurna. Penulis

meng-harapkan adanya kritik dan saran membangun dari siapa saja yang menelaah

Disertasi ini guna penyempurnaannya. Akhir kata semoga Disertasi ini bermanfaat

bagi pembuat kebijakan pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan,

terutama bagi pembuat kebijakan pengelolaan perikanan tangkap di wilayah

kewenangan pesisir Cirebon.

Bogor, Desember 2011

(11)

RI WAYAT HI DUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 Agustus 1963

sebagai anak ke – 4 dari 10 bersaudara dari pasangan

Soekarmadji (Alm) dan Siti Habsah (Almh). Pada Juni Tahun

1982 penulis lulus dari SMAN I Cimahi dan pada tahun yang sama

diterima di I PB melalui jalur masuk Proyek Perintis I I . Pada Juli

tahun 1983 penulis diterima di Fakultas Perikanan I PB dan pada

Januari 1984 penulis diterima di Jurusan Sosial Ekonomi

Perikanan, Fakultas Perikanan I PB. Penulis menamatkan pendidik-

an sarjana dan memperoleh ijazah pada tahun 1987. Pada tahun 1989 penulis

melanjutkan studi pascasarjana (S – 2) di Program Studi Ekonomi Pertanian (EPN)

I PB melalui bantuan beasiswa TMPD dan memperoleh ijazah pada tahun 1993. Pada

tahun 2002 penulis berkesempatan pula untuk melanjutkan studi pascasarjana (S –

3) di Program Studi Teknologi Kelautan (TKL) I PB melalui bantuan beasiswa BPPS.

Saat ini penulis bekerja sebagai salah satu tenaga pengajar di Program Studi

Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan

Sumberdaya Perikanan (Dept. PSP) Fakultas Perikanan dan I lmu Kelautan I PB.

Penulis menikah dengan Sufirany pada 15 Juni 1992 dan telah dikaruniai satu putri

bernama Rizkian Magistasari yang lahir pada 3 Mei 1993 dan saat ini sedang

mengikuti perkuliahan pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen (FEM) – I PB semester kelima.

Sebuah artikel penulis telah diterbitkan dengan judul Optimalisasi Pengelolaan Perikanan Tangkap Jaring Udang di Perairan sekitar Cirebon Utara, Jawa Barat pada Jurnal Perikanan dan Kelautan, Volume 5 Nomor 2, November 2009 yang diterbitkan

oleh : Kerjasama Universitas Negeri Papua, Northern Territory University, Latrobe

University dengan Jurusan Perikanan – Fakultas Peternakan Perikanan Dan I lmu

Kelautan – Universitas Negeri Papua Manokwari. Artikel penulis lainnya berjudul

Pengkajian I nvestasi Unit Penangkapan dalam Upaya Pemanfaatan Sumberdaya Udang Penaeid Secara Berkelanjutan di Perairan Cirebon Utara, Jawa Barat telah diterbitkan pada Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, Volume 10 Nomor 1,

Maret 2010 yang diterbitkan oleh : Kerjasama Masyarakat Sains Kelautan dan

Perikanan I ndonesia (MSKPI ) dan Fakultas Perikanan dan I lmu Kelautan – I PB.

(12)

DAFTAR I SI

Halaman

RI NGKASAN KATA PENGANTAR

DAFTAR I SI ……….. xi

DAFTAR TABEL ……… xiii

DAFTAR GAMBAR ………. xv

DAFTAR LAMPI RAN ……… xvi

1 PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang ……….……….……… 1

1.2 Perumusan Masalah ……… 3

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……… 5

1.4 Hipotesis ……….. 5

1.5 Kerangka Pemikiran ……… 7

2 TI NJAUAN PUSTAKA ……… 19

2.1 Hasil Tangkapan Udang Penaeid ……… 19

2.2 Klasifikasi Alat Tangkap Jaring Udang ………. 19

2.3 Perahu Motor Tempel ……….……….……… 20

2.4 Biologi Udang Penaeid ………. 21

2.5 Operasional Penangkapan Udang ……….. 21

2.6 Sumberdaya (Udang) ……… 21

2.7 Pembangunan Perikanan Tangkap yang Berkelanjutan ………. 22

2.8 Model Bioekonomi ……….. 24

2.9 Kapasitas Perikanan (Fishing Capacity) ……….. 26

2.10 Penyebab dan Konsekuensi dari Overkapasitas ………. 27

2.11 Pengukuran Kuantitatif dan Kualitatif terhadap Overkapasitas ……. 28

2.12 I nvestasi Pada Perikanan ……….. 29

2.13 Pelabuhan Perikanan ……… 30

3 METODOLOGI PENELI TI AN ……… 32

3.1 Metode Penelitian ……… 32

3.2 Daerah dan Waktu Penelitian ……….. 33

3.3 Sumber dan Jenis Data ……….……… 33

3.4 Tehnik Pengambilan Contoh ……… 33

3.5 Analisis ……….……….. 35

3.5.1 Analisis untuk mengetahui kondisi pemanfaatan sumberdaya udang dan penentuan kondisi pemanfaatan optimumnya …. 35 3.5.2 Analisis investasi unit penangkapan jaring udang ………. 44

3.5.3 Analisis pemanfaatan pusat-pusat pendaratan armada jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon ……… 45

4 HASI L DAN ANALI SI S ……….……….……….. 46

4.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian ………. 46

(13)

4.1.2 Potensi sumberdaya perikanan, musim dan daerah

penangkapan ………..……… 47

4.1.3 Prasarana perikanan laut ……… 49

4.1.4 Rumah tangga perikanan (RTP) ………. 50

4.1.5 Armada unit penangkapan jaring udang ………. 51

4.1.6 Produksi (hasil tangkapan) udang dan produksi (hasil tangkapan) udang per upaya penangkapan jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon ……….. 52

4.2 Analisis model bioekonomi ……… 55

4.2.1 Analisis biologi ………..……… 55

4.2.2 Analisis ekonomi ………. 58

4.2.3 Analisis optimasi pemanfaatan sumberdaya udang ………….. 66

4.2.4 Analisis investasi …………..……….. 71

4.3 Analisis Ketersediaan Prasarana Pelabuhan Perikanan ……….. 73

4.4 Analisis SWOT Pelabuhan Perikanan ……… 75

5 PEMBAHASAN ……….. 86

5.1 Hubungan antara Produksi – Effort - CPUE ……… 86

5.2 Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya Udang Pendekatan Model Bioeconomic ……….. 88

5.2.1 Rezim pengelolaan sustainable yield ……….. 89

5.2.2 Rezim pengelolaan open access ……… 90

5.2.3 Rezim pengelolaan sole owner (MEY) ……… 90

5.2.4 Rezim pengelolaan optimasi dinamis ………. 91

5.3 Kajian Pengembangan I nvestasi pada Pemanfaatan Sumberdaya Udang dengan Pendekatan Model Bioeconomic ……… 92

5.3.1 Kondisi mikro usaha penangkapan jaring udang ………. 92

5.3.2 Kapasitas pengembangan investasi terhadap armada penang kapan jaring udang ……….. 94

5.4 Pemanfaatan PPP dan PPI ……… 95

6 KESI MPULAN DAN SARAN ………. 99

6.1 Kesimpulan ……….. 99

6.2 Saran ……….. 100

DAFTAR PUSTAKA ………. 102

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di

I ndonesia dan Laut Jawa ……….. 1

2. Klasifikasi pelabuhan perikanan di I ndonesia ………. 30

3. Jumlah contoh (sample) armada unit alat tangkap jaring udang …….. 34

4. Matrix analisis SWOT ……… 45

5. Musim penangkapan komoditas udang di wilayah pesisir Cirebon ... 48

6. Penyebaran prasarana perikanan laut di wilayah pesisir Cirebon,

Tahun 2007 ……… 50

7. Perkembangan armada unit penangkanan jaring udang di wilayah

pesisir Cirebon, Periode 1983 - 2006 ..…………..……… 51

8. Kebutuhan tenaga kerja pada masing – masing unit penangkapan

jaring udang di wilayah pesisir Cirebon, 2006/ 2007 .……….. 52

9. Tingkat produksi (hasil tangkapan) udang di wilayah Kabupaten

Cirebon, Periode 1983 - 2006 ……….. 53

10. Tingkat produksi (hasil tangkapan) udang per upaya penangkapan

jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon, periode 1983 – 2006

54

11. Hasil pendugaan parameter biologi udang penaeid di wilayah

Kabupaten Cirebon, Tahun 2007 ……… 55

12. Gambaran produksi hasil tangkapan udang kondisi aktual dan lestari

di wilayah Kabupaten Cirebon, Periode 1983 – 2006 ………. 57

13. Rata – rata besaran komponen biaya produksi penangkapan per unit

jaring udang (effort) di wilayah Kabupaten Cirebon, Tahun 2006 ……. 58 14. Rente ekonomi aktual pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah

Kabupaten Cirebon, Periode 1992 – 2006 ………. 61

15. Rente ekonomi lestari pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah

Kabupaten Cirebon, Periode 1992 - 2006 ……….………. 62

16. Rente ekonomi aktual dan lestari pemanfaatan sumberdaya udang di

wilayah Kabupaten Cirebon, Periode 1992 - 2006 ……….……….. 64

17. Depresiasi sumberdaya udang di wilayah perairan Kabupaten

Cirebon, periode 1992 – 2006 ………. 65

18. Hasil analisis optimasi pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah

perairan Kabupaten Cirebon, Tahun 2006 ………. 67

19. Potensi pengembangan armada unit penangkapan jaring udang di

wilayah perairan Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat ..…………. 70

20. Optimalisasi investasi unit penangkapan jaring udang pada rezim

pengelolaan sumberdaya ikan di wilayah Kabupaten Cirebon .………. 72

(15)

22. Matrix faktor–faktor strategi eksternal (EFAS) PPI ………... 80

23. Matrix faktor–faktor strategi internal (I FAS) PPI ……… 85

24. Produksi actual, produksi lestari udang hasil tangkapan dan tingkat pemanfaatannya terhadap kondisi MSY dengan pendekatan model

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kurva hasil tangkap - upaya (yield - effort curve) perikanan tangkap . 8

2. Kurva perikanan bebas tangkap ……….. 10

3. Model statik Gordon - Schaefer ……….. 13

4. Kerangka pemikiran penelitian ……….. 18

5. Hubungan antara input dan output perikanan ……… 25

6. Keseimbangan bioekonomi Gordon – Schaefer ……….. 25

7. Kondisi kapasitas jumlah armada penangkapan ……….. 27

8. Diagram kontrol umpan balik untuk kasus modal yang irreversible ….. 44

9. Tingkat produksi udang aktual dan lestari di wilayah Kabupaten Cirebon ……….. 58

(17)

DAFTAR LAMPI RAN

Halaman

1. Gambar sketsa lokasi penelitian di wilayah Pesisir Utara Cirebon ..……. 106

2. Rekapitulasi data primer ……….……….. 107

3. Algoritma Fox ……….. 108

4. Komponen biaya tetap rata – rata dan biaya variabel rata – rata per unit penangkapan dogol (effort) di Kabupaten Cirebon, Tahun 2006 … 110 5. Komponen biaya tetap rata – rata dan biaya variabel rata – rata per unit penangkapan trammel net (effort) di Kabupaten Cirebon, Tahun 2006 ……….. 111

6. Komponen biaya tetap rata – rata dan biaya variabel rata – rata per unit penangkapan jarring klitik (effort) di Kabupaten Cirebon, Tahun 2006 ……….. 112

7. Biaya total per standard effort jaring udang per tahun ..……….. 113

8. Harga output riel ….……….. 114

9. Keragaan finansial dan rente ekonomi armada jaring udang di wilayah Cirebon ……….. 115

10. Keluaran model bioekonomi ……….. 116

11. Analisis regressi CPUE dan effort ……….……… 118

12. Tabel faktor – faktor strategi eksternal (EFAS) .……….. 119

13. Tabel faktor – faktor strategi internal (I FAS) ….……….. 120

14. Pembobotan faktor eksternal pelabuhan perikanan .……….. 121

15. Pembobotan faktor internal pelabuhan perikanan .………..………….. 122

16. Matrix profil kompetitif ……….……….. 123

17. Matrix SWOT ……….……….. 124

18. Pemandangan tempat tambat labuh armada penangkapan jaring udang di sepanjang sungai ………….….……… 125

19. Pemandangan salah satu lokasi TPI di PPI Gebang yang sedang tidak beraktivitas ………. 126

20. Lokasi SPBU di salah satu PPI yang sudah hampir 2 tahun tidak berfungsi ……… 127

(18)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

I ndonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumberdaya udang

laut yang sangat besar, yakni sekitar 78 800 ton per tahun yang terdiri dari

74 000 ton per tahun untuk udang penaeid dan 4 800 ton per tahun untuk

lobster (Komnasperikanan, 1998). Gambaran besarnya potensi lestari

sumber-daya udang laut tersebut secara rinci dapat diperhatikan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di I ndonesia dan Laut Jawa

Sumberdaya udang

I ndonesia Laut Jawa

Potensi lestari (ton/ tahun)

Pemanfaatan (% )

Potensi lestari (ton/ tahun)

Pemanfaatan (% )

Udang penaeid

Lobster

74 000

4 800

131,93

49,58

10 800

500

102,78

26

Sumber : Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut, 1998.

Pemanfaatan terhadap komoditi udang penaeid banyak dilakukan oleh

industri perikanan rakyat. Terlihat jelas bahwa pemanfaatan terhadap udang penaeid telah melampaui kondisi maximum sustainable yield (MSY) . Walaupun tingkat pemanfaatan terhadap udang penaeid telah melampaui MSY-nya, proses pemanfaatan melalui upaya penangkapan masih tetap dilakukan oleh masyarakat

nelayan. Hal ini dimungkinkan karena upaya penangkapan udang tersebut

merupakan sumber pendapatan hidup masyarakat nelayan dan mereka

melakukan kegiatan penangkapan tersebut karena udang penaeid memiliki tingkat harga jual yang relatif tinggi (rata-rata Rp 12 000,00 per kg di tingkat

nelayan – kasus Cirebon pada tahun 2007).

Memperhatikan potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang penaeid di kawasan perairan Laut Jawa seperti tampak pada Tabel 1 di atas, terlihat bahwa tingkat pemanfaatannya telah melampaui kondisi MSY (potensi sebesar 10 800 ton per tahun, sedangkan pemanfaatannya sebesar 11 100 ton

(19)

periode tahun 1997 – 2007, didapatkan hasil perhitungan MSY udang di WPP 712 (wilayah Laut Jawa) sebesar 211 500 ton. Didasarkan pada penggunaan alat

tangkap dogol sebagai acuan diperoleh nilai upaya optimal sebesar 15 300 kapal

(PRPT – BRKP, KKP 2010).

Sebagai sebuah wilayah yang dikenal sebagai Kota Udang, Cirebon

merupakan wilayah yang memiliki potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya

udang yang juga relatif besar. Khusus terhadap besarnya tingkat pemanfaatan

sumberdaya udang di wilayah perairan Cirebon, dapat diperlihatkan (data tahun

2005) bahwa betapa besarnya jumlah armada penangkapan udang yang sudah

mencapai 1 507 unit untuk alat tangkap dogol, 1 016 unit untuk alat tangkap

trammel net dan 982 unit untuk alat tangkap jaring klitik. Sementara produksi

hasil tangkapan yang diperoleh mencapai 6 430,61 ton dari alat tangkap dogol,

4 336,923 ton dari alat tangkap trammel net dan 4 187,374 ton dari alat tangkap

jaring klitik. Bila diperhatikan kondisi tersebut, kontribusi pemanfaatan

sumberdaya udang dari wilayah Cirebon sudah mencapai 134,73 % dari potensi

sumberdaya udang wilayah Laut Jawa (Komnasperikanan, 1998). Hal ini

mem-pertegas bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya udang penaeid di wilayah

Cirebon telah melampaui kondisi MSY-nya.

Walaupun kondisi pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah Cirebon

telah melampaui kondisi MSY-nya, namun kegiatan investasi pada unit alat tangkap jaring udang masih berlangsung hingga saat ini. Kegiatan operasi

penangkapan pada unit alat tangkap jaring udang seluruhnya melibatkan usaha

perikanan rakyat. Kegiatan investasi akan melahirkan adanya kegiatan produktif

bagi masyarakat yang melakukannya. Pada era saat ini, dimana kondisi

perekonomian makro berada dalam situasi yang tidak menentu, kegiatan

investasi banyak ditujukan pada sektor agribisnis (termasuk perikanan laut)

mengingat permintaan ekspor produk agribisnis (terutama udang) masih relatif

besar. Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa saat ini eksportir

memprediksi harga ekspor udang Indonesia di pasar internasional akan naik, hal

ini antara lain disebabkan karena meningkatnya permintaan (khususnya dari

Amerika Serikat dan Jepang) sebagai dampak mulai redanya perang AS – I rak

(20)

kejahatan bioterorisme) terhadap diberlakukannya Undang-Undang Bioterorisme

yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat.

Kegiatan investasi dapat mengeksploitasi berlebihan terhadap

sumber-daya udang bila kegiatan investasi tersebut tidak dikontrol dengan baik. I klim

investasi pada unit penangkapan jaring udang yang tidak dikontrol akan

mengakibatkan terjadinya pemanfaatan berlebihan (pengurasan) terhadap

sumberdaya udang. Apabila hal tersebut terjadi, maka bukannya kesejahteraan

yang akan diperoleh nelayan namun sebaliknya akan mengakibatkan kerugian

pada mereka karena upaya penangkapan per unit alat tangkapnya akan semakin

rendah.

Mengingat kegiatan investasi pada unit alat tangkap jaring udang akan

mengakibatkan terhadap kelangsungan upaya pemanfaatan sumberdaya udang,

maka agar pemanfaatan terhadap sumberdaya udang tersebut dapat

berkelanjutan diperlukan adanya analisis kapasitas investasi terhadap

pengem-bangan unit alat penangkapan jaring udang dalam upaya pengelolaan

sumberdaya udang yang berkelanjutan di wilayah perairan pesisir Cirebon.

Di sisi lain, sebagai prasarana pendukung terhadap keberhasilan iklim

investasi pada sektor perikanan laut umumnya di wilayah Cirebon, pihak

pelabuhan perikanan senantiasa berupaya melengkapi berbagai fasilitas fisiknya

dan memberikan pelayanan jasa secara maksimal. Khusus terhadap iklim

investasi pada perikanan udang di wilayah Cirebon perlu kiranya dikaji lebih

mendalam keterkaitan langsung maupun tidak langsung dari pelabuhan

perikanan, sehingga dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi kedua

belah pihak.

1.2 Perumusan Masalah

Program motorisasi dan modernisasi unit alat penangkapan jaring udang

merupakan salah satu cara untuk dapat meningkatkan produksi udang laut

melalui pembelian seperangkat investasi baru berupa satu unit armada

penangkapan yang terdiri dari kapal (perahu), mesin motor tempel dan alat

tangkap jaring udang sehingga pendapatan nelayan dapat ditingkatkan. Di

lapangan, unit alat penangkapan jaring udang yang digunakan oleh nelayan

(21)

trammel net, jaring klitik atau ada pula yang menggunakan dogol dalam upaya

untuk menangkap udang dengan menggunakan perahu yang bermesin motor

tempel yang beragam pula kekuatannya.

Program motorisasi dan modernisasi unit alat penangkapan jaring udang ini

dengan demikian akan terkait dengan investasi pada masing-masing unit alat

tangkap yang dikembangkan. Program pengembangan investasi ini harus

dikontrol dan dimonitor sedemikian rupa sehingga program ini diharapkan tidak

sampai merusak kondisi potensi lestari sumberdaya udang yang ada. Kenyataan

menunjukkan bahwa kuantitas potensi lestari sumberdaya udang penaeid di

wilayah perairan Laut Jawa telah dilampaui oleh kuantitas tingkat pemanfaatan

sumberdaya udang hanya dari wilayah pesisir Cirebon. Pada kondisi yang

demikian terlihat jelas bahwa bila investasi baru terhadap unit alat penangkapan

jaring udang dilakukan, maka sumberdaya udang akan semakin terkuras dan

dikhawatirkan justru tingkat pendapatan usaha penangkapan nelayan jaring

udang akan semakin menurun. Dengan alasan tersebut maka perlu adanya

pengelolaan yang baik terhadap upaya pemanfaatan sumberdaya udang agar

berkelanjutan. Oleh karenanya sehubungan dengan permasalahan seperti

tersebut di atas perlu kiranya diketahui :

(1) Bagaimanakah kondisi pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah perairan

pesisir Cirebon, apakah masih memungkinkan investasi baru untuk program

pengembangan melalui motorisasi dan modernisasi unit alat tangkapnya ?.

Hal ini sangat terkait dengan kepentingan aspek manajemen sumberdaya

udang (aspek biologis) terhadap pengelolaan sumberdaya udang yang

dikehendaki agar berkelanjutan.

(2) Apakah program motorisasi dan modernisasi unit alat penangkapan jaring

udang ini secara kuantitas masih perlu terus dilakukan ekspansi

pengem-bangannya ?. Hal ini sangat terkait dengan aspek pengembangan iklim

investasi (kapasitas investasi) pada kegiatan usaha penangkapan udang.

(3) Dari aspek prasarana yang disediakan oleh pemerintah, apakah pelayanan

jasa dari pelabuhan perikanan telah dapat memberikan kontribusinya

terhadap pengoperasian alat tangkap jaring udang ?. Begitu pula sebaliknya

seberapa besar manfaat yang dapat diberikan dari pengoperasian alat

(22)

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian yang mengombinasikan kepentingan berbagai aspek (biologis,

teknis, ekonomi dan sosial) merupakan penelitian yang relatif dibutuhkan,

mengingat permasalahan di lapangan kebanyakan merupakan kombinasi dari

faktor-faktor tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk :

(1) Mengetahui kondisi pemanfaatan sumberdaya udang dan menentukan

kondisi pemanfaatan optimumnya.

(2) Menentukan kapasitas pengembangan investasi pada program motorisasi

unit alat tangkap jaring udang yang disesuaikan dengan keberlanjutan

pengelolaan sumberdaya udangnya.

(3) Menentukan upaya pengelolaan pelabuhan perikanan di pusat–pusat penda-

ratan armada jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon.

Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan :

(1) Dapat merupakan sumbangan pemikiran kepada para pembuat kebijakan

didalam pelaksanaan berbagai program pengelolaan perikanan tangkap yang

ditujukan pada peningkatan kesejahteraan nelayan, khususnya nelayan jaring

udang di wilayah regional Cirebon,

(2) Sebagai kontrol dan monitoring terhadap tingkat pemanfaatan sumberdaya

udang di wilayah Cirebon dan terhadap tingkat pemanfaatan prasarana dan

sarana pelabuhan perikanan di wilayah tersebut.

(3) Sebagai sumber data yang dapat dimanfaatkan pada penelitian lebih lanjut

menyangkut pengembangan I PTEKS alat tangkap jaring udang apabila upaya

pengembangannya masih dimungkinkan.

1.4 Hipotesis

Pada penelitian ini hipotesis yang digunakan adalah hipotesis nol yang

me-nyatakan bahwa usaha penangkapan udang di wilayah perairan pesisir Cirebon

sudah over fishing (terutama economical over fishing yang mana tingkat panda-patan usaha penangkapan nelayan sudah merugi ( ≤ 0). Hipotesis

pemban-dingnya (hipotesis satu) menyatakan bahwa usaha penangkapan udang di

wilayah perairan pesisir Cirebon tidak over fishing, dalam pengertian bahwa ting-kat pendapatan usaha penangkapan nelayan masih menguntungkan ( > 0).

(23)

sifat sumberdaya perikanan laut sebagai milik bersama (common property) menjadikan adanya bebas tangkap, oleh karenanya tidak ada pembatasan bagi

siapapun yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut. Masuknya

nelayan baru pada usaha penangkapan ikan akan terus berlangsung hingga

tercapai keseimbangan pada saat keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan

sumberdaya laut tersebut akan hilang (  0 ).

Pada kurva perikanan bebas tangkap , yaitu pada fungsi hasil tangkapan

yang berbentuk parabola dan biaya penangkapan per unit upaya (effort) konstan, apabila tingkat upaya penangkapan terus bertambah, maka penerimaan

total yang merupakan fungsi dari hasil tangkapan akan bertambah sampai

tercapai keseimbangan, yaitu penerimaan total dari pemanfaatan sumberdaya

laut sama dengan biaya total penangkapan yang dikeluarkan per unit upaya

penangkapan. Dengan kata lain keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya

perikanan laut akan hilang (   0 ). Hal ini disebabkan oleh karena laju

peningkatan upaya penangkapan ikan tidak seimbang dengan pertumbuhan

alami sumberdaya perikanan, sehingga stok ikan akan berkurang dan akhirnya

akan mengakibatkan turunnya hasil tangkapan nelayan.

Secara ekonomis, penurunan hasil tangkapan ikan akan mengurangi pula

keuntungan usaha nelayan secara keseluruhan, karena penerimaan (revenue) yang diperoleh tidak sebanding dengan biaya (cost) yang dikeluarkan. Hilangnya keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya perikanan

laut, juga dapat disebabkan oleh besarnya biaya penangkapan per satuan upaya

(effort). Dengan biaya penangkapan yang tinggi, keuntungan akan berkurang walaupun hasil tangkapan yang diperoleh belum melebihi tingkat maximum sustainable yield (MSY).

Usaha penangkapan udang yang dilakukan oleh nelayan di wilayah pesisir

Cirebon terlihat senantiasa berkembang. Terjadinya perkembangan tersebut

perlu dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan permasalahan overfishing, baik biological overfishing maupun economic overfishing pada masa yang akan datang. Clark (1976) mengemukakan bahwa untuk mengatasi permasalahan

(24)

pemerintah daerah (Pemda) melalui dinas perikanan. Dengan demikian dalam

konsep di atas Pemerintah Daerah Wilayah Cirebon dapat berperan sebagai

pemilik tunggalsumberdaya udang di wilayah perairan pesisir Cirebon.

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dibuat

konsepsi-konsepsi yang memuat :

(1) Apakah kondisi usaha penangkapan udang di wilayah perairan pesisir Cirebon

dapat dikelola dengan mengoptimumkan jumlah upaya penangkapannya,

jumlah stok sumberdaya udang di perairan pesisir Cirebon dan hasil

tangkapan udangnya ?

(2) Apakah kondisi aktual penangkapan udang di wilayah perairan pesisir Cirebon

sudah mencapai penangkapan berlebih (overfishing), baik secara biologi (biological overfishing) maupun secara ekonomi (economic overfishing) ? (3) Apakah kegiatan investasi baru masih diperlukan untuk kegiatan usaha

pe-nangkapan udang di wilayah perairan pesisir Cirebon tersebut ?

(4) Apakah pelabuhan perikanan yang berada di sekitar pemukiman nelayan

jaring udang sudah dapat dimanfaatkan secara maksimal ?

1.5 Kerangka Pemikiran

Fungsi pertumbuhan logistik perikanan :

Populasi ikan dalam periode tertentu akan mengalami perubahan ukuran

yang dinyatakan dengan perubahan cadangan sumberdaya dari populasi

tersebut. Perubahan ukuran populasi dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu

faktor alami (seperti : ketidak-tersediaan makanan, adanya predator, perubahan

lingkungan fisik perairan, dan sebagainya) dan faktor non alami (karena

keterlibatan manusia dalam usaha penangkapan ikan di perairan bebas).

Perubahan cadangan sumberdaya ikan secara alami dipengaruhi oleh

pertumbuhan logistik ikan yang dapat dinyatakan dalam sebuah fungsi :

F (b) = rb (1 – b/ K) …..……… (1)

dimana : F (b) = fungsi pertumbuhan logistik ikan

r = konstanta pertumbuhan intrinsik (alamiah) ikan K = konstanta daya dukung perairan

b = cadangan sumberdaya ikan (biomas ikan)

Upaya penangkapan ikan yang dilakukan oleh manusia dapat dinyatakan dalam

(25)

h = ӨbI ……….…….…… (2)

dimana : h = hasil tangkapan ikan

I = upaya penangkapan (effort)

b = cadangan sumberdaya ikan (biomas)

Ө = koefisien daya tangkap (catchability)

Berdasarkan persamaan (1) dan (2) di atas, maka perubahan cadangan

sumberdaya ikan dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :

∂b/∂t = rb (1 – b/ K) – ӨbI .……… (3)

Persamaan (3) menunjukkan hubungan antara fungsi pertumbuhan logistik ikan

dengan fungsi hasil tangkap. Persamaan ini merupakan persamaan ordinary differential equation (ODE) yang untuk tujuan pengelolaan perikanan persamaan tersebut perlu ditransformasi menjadi persamaan yang dapat diamati

(observable). Persamaan yang observable menggambarkan hubungan antara output (yield – y) dan input (E) dalam bentuk persamaan kuadrat terhadap E

yang dikenal sebagai persamaan yield – effort lestari dan menghasilkan kurva

yield – effort lestari (sustainable yield effort curve) (Fauzi, 2010) seperti dapat dilihat di bawah ini.

Yield

Ymsy MSY

Effort

Emsy Emax

Gambar 1. Kurva Hasil Tangkap – Upaya Lestari (Sustainable Yield – Effort Curve)

Dalam perspektif model Schaefer, pengelolaan sumberdaya ikan yang terbaik

(26)

Asumsi – asumsi yang berhubungan dengan kurva hasil tangkap – upaya lestari

di atas adalah (Azis 1989) :

(1) Kelimpahan populasi adalah faktor yang hanya menyebabkan perbedaan

dalam laju pertambahan populasi alami tahunan.

(2) Hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) adalah sepadan dengan cadangan sumberdaya ikan.

(3) Laju mortalitas penangkapan ikan seketika adalah sepadan dengan upaya

penangkapan.

(4) Jenjang waktu (time lag) antara pemijahan dan recruitment tidak mempunyai pengaruh terhadap populasi ikan.

(5) Ada hubungan linear antara hasil tangkap (yield) dengan upaya penangkapan (effort).

Perikanan bebas tangkap (Open access fishery) :

Clark (1976) menjelaskan bahwa kondisi perikanan bebas tangkap (open access fishery) adalah kondisi dimana siapapun dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan di suatu wilayah perairan tanpa adanya pembatasan. Dalam

kondisi perikanan bebas tangkap, tingkat upaya penangkapan (fishing effort) akan meningkat sampai tercapainya keseimbangan dimana keuntungan yang

diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya laut tersebut tidak ada lagi ( = 0 ).

Gordon (1957) yang diacu dalam Clark (1976) menggambarkan kondisi

perikanan bebas tangkap dalam sebuah kurva yang didasarkan pada kurva hasil

– tangkap (Yield – Effort Curve), dengan memasukkan variabel harga ikan per satuan hasil tangkapan dan biaya per satuan upaya penangkapan. Dengan

asumsi bahwa harga ikan per satuan hasil tangkapan adalah konstan, maka total

penerimaan yang didapat oleh nelayan adalah :

TR = p.Yt ……… (4)

dimana : TR = penerimaan total

p = harga ikan per satuan hasil tangkap Yt = hasil tangkap pada waktu t

Untuk biaya total upaya penangkapan dapat dinyatakan dalam persamaan :

TC = c.Et ……….……… (5)

dimana : TC = biaya penangkapan total

(27)

Dari kedua persamaan tersebut di atas, maka dapat diturunkan persamaan

keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya perikanan sebagai berikut :

 = ( p.Yt ) - ( c.Et ) ……….……… (6)

dimana  = keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya perikanan

Persamaan keuntungan pemanfaatan sumberdaya perikanan di atas dapat

dituliskan dalam bentuk lain, yaitu :

 = p.q.Xt.Et – c.Et

 = (p.q.Xt – c ) Et ……….…… (7)

Pada kondisi bebas tangkap, keseimbangan bionomi terjadi pada saat  = 0,

sehingga persamaan (7) menjadi : (p.q.Xt – c ) Et = 0

p.q.Xt – c = 0

p.q.Xt = c

Xt = c/ pq ……… (8)

Persamaan (8) merupakan formula untuk menduga besarnya cadangan

sumberdaya ikan pada keseimbangan bionomi.

Kurva hasil tangkap – upaya yang telah dikombinasi dengan variabel harga ikan

dan biaya penangkapan dapat digambarkan dalam sebuah kurva seperti tampak

di bawah ini.

Revenue,

Cost

ymsy MSY ymey MEY

TC

Y Bionomi

Equilibrium

TR

Emey Emsy E Effort

Gambar 2. Kurva perikanan bebas tangkap

(28)

Pada gambar 2. di atas terlihat bahwa titik keseimbangan bionomi (bionomic equilibrium) akan terjadi pada saat penerimaan total (TR) sama dengan biaya total (TC), sehingga keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya

perikanan menjadi nol ( = 0 ). Dengan demikian dua kesimpulan yang

berkaitan dengan perikanan bebas tangkap, seperti yang dikemukakan oleh

Gordon (1957) yang diacu dalam Clark (1976) dapat dijadikan sebagai

narasumber, yaitu :

(1) Seyogianya tidak ada tingkat upaya penangkapan yang melebihi

keseimbangan E, karena dalam kondisi tersebut penerimaan total (TR) lebih

kecil dari Biaya Total (TC), sehingga keuntungan yang diperoleh dari

pemanfaatan sumberdaya akan negatip. Bila terjadi kondisi dimana tingkat

upaya penangkapan melebihi keseimbangan E, kondisi demikian dikenal

sebagai pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berlebih secara ekonomi

(economic overfishing).

(2) Pada tingkat upaya penangkapan yang lebih kecil dari titik keseimbangan E,

maka nelayan dapat meningkatkan upaya penangkapannya (secara mikro)

atau program pengembangan motorisasi dan modernisasi armada

penangkapan ikan dapat dilakukan (secara makro). Hal ini dapat dilakukan

karena masih ada keuntungan yang dapat diperoleh dari pemanfaatan

sumberdaya perikanan. Upaya peningkatan tersebut seyogianya berlangsung

hingga tercapai pada titik keseimbangan bionomi.

Permodelan bioekonomi :

Clark (1985) mengemukakan bahwa untuk dapat mengoptimalkan

pemanfaatan sumberdaya perikanan di suatu wilayah perairan, maka konsep

yang harus dikembangkan adalah konsep kepemilikan tunggal, sehingga

cadangan sumberdaya perikanan di suatu wilayah perairan tertentu dianggap

sebagai modal (asset) oleh pihak pemilik tunggal yang dalam hal ini dapat diwakili oleh pemerintah daerah. Pemilik tunggal mempunyai tujuan untuk

memaksimumkan keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya perikanan pada

jangka panjang. Tujuan yang akan dicapai oleh pemilik tunggal sumberdaya

adalah memaksimumkan nilai kini (present value) dari keuntungan yang akan diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya perikanan. Untuk mencapai tujuan

(29)

sumberdaya perikanan laut yang merupakan gabungan antara model – model

biologi dan ekonomi.

Model bioekonomi pertama kali diperkenalkan oleh Scott Gordon (seorang

ekonom Kanada). Pada dasarnya Gordon menggunakan pendekatan ekonomi

dalam menganalisis optimalisasi pengelolaan sumberdaya perikanan dengan

dukungan pendekatan biologi yang telah dilakukan oleh Schaefer. Dengan latar

belakang demikian, maka model bioekonomi tersebut akhirnya dikenal sebagai

Model Bioekonomi Gordon – Schaefer (GS). Model Bioekonomi Gordon –

Schaefer (GS) pada dasarnya didekati dari Model Surplus Produksi yang

dikembangkan oleh Graham (1935). Pada Model Surplus Produksi pertumbuhan

populasi ikan diasumsikan mengikuti fungsi pertumbuhan logistiknya yang mana

perubahan stok ikannya sangat tergantung dari pertumbuhan alamiah ikan (r),

stok ikan (x) dan daya dukung perairan (K) (Fauzi 2004).

Model Bioekonomi Gordon – Schaefer adalah pendekatan yang relatif

sederhana dalam menganalisis optimalisasi pengelolaan sumberdaya perikanan.

Pendekatan tersebut bertujuan untuk menganalisis aspek ekonomi dengan

kendala aspek biologi sumberdaya ikan. Output dari hasil analisis Model

Bioekonomi Gordon – Schaefer yang utama adalah menetapkan berapa besar

tingkat input produksi (jumlah unit armada penangkapan, gross tone dan besaran lamanya trip melaut) yang harus dikendalikan agar dapat menghasilkan

manfaat ekonomi yang sebesar – besarnya (Fauzi 2004).

Pada perikanan bebas tangkap, manfaat bersih atau rente ekonomi

perikanan akan bernilai positip bila tingkat upaya (effort) aktual kurang dari tingkat upaya (effort) kondisi open access dan akan menjadi nol bila biaya total (total cost) sama dengan penerimaan totalnya (total revenue). Wilayah dibawah kurva total revenue dan diatas kurva total cost merupakan nilai rente ekonomi. Rente ekonomi akan maksimum bila slope kurva total cost bersinggungan dengan kurva total revenue. Kondisi tersebut dikenal dengan istilah Maximum Economic Yield (MEY) (Seijo et al. 1998).

Gambaran Model Bioekonomi seperti diuraikan di atas adalah merupakan

gambaran model yang statik. Pada model yang statik tersebut perbedaan nilai

uang pada masa sekarang dan yang akan datang belum diperhitungkan. Secara

(30)

Sustainable Yield (MSY) dan Maximum Economic Yield (MEY) pada model statik tersebut di atas dapat diperlihatkan pada gambar berikut ini.

Stock

a. Stock ikan lestari

Effort

Yield

b. Produksi lestari

Effort

Cost, Revenue

c. Penerimaan total lestari dan biaya total

TC = cE

TR = pH

Effort

MEY MSY OA

(31)

Pada konsep model dinamik yang dikembangkan oleh Clark dan Munro,

unsur waktu menjadi sangat penting ; oleh karena nilai uang pada saat sekarang

berbeda dengan nilai uang pada masa yang akan datang. Oleh karenanya

keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya perikanan juga dipengaruhi oleh

tingkat potongan (discount rate). Dengan demikian cadangan sumberdaya perikanan yang dianggap sebagai modal tersebut dipengaruhi pula oleh tingkat

potongan (discount rate) pada suatu saat tertentu.

Pada model dinamik, pengelolaan sumberdaya ikan dapat diartikan sebagai

penghitungan tingkat upaya dan tingkat produksi optimal dengan

memperhitung-kan discounted present value (DPV) dari surplus sosial yang maksimum. Kondisi tersebut dicapai pada saat manfaat marginal dari sumberdaya ikan sama dengan

biaya marginalnya (Fauzi 2004). Pada kondisi discount rate yang semakin tinggi, maka tingkat upaya akan cenderung semakin menurun sehingga kondisi

cadangan stock ikan akan semakin meningkat. Sebaliknya, bila discount rate

semakin rendah, maka tingkat upaya akan cenderung semakin meningkat dan

kondisi cadangan stock ikan akan semakin menurun. Tingkat optimal dari upaya

dan produksi pada model dinamik terletak diantara keseimbangan sole owner

atau private property dan open access.

I nvestasi pada perikanan :

Kegiatan operasi penangkapan ikan membutuhkan adanya investasi.

I nvestasi tersebut diperlukan untuk membeli seperangkat kapal ikan, mesin –

mesin penggerak dan unit alat tangkap ikan. Pengkajian investasi pada

perikanan mengasumsikan pada model kepemilikan tunggal, dimana investasi

dapat bersifat reversible dan irreversible. Investasi yang bersifat reversible

mengandung arti bahwa pemilik dapat membeli atau menjual terhadap barang –

barang investasinya dengan bebas. I nvestasi yang bersifat irreversible

mengandung arti bahwa pemilik tidak bebas dalam melakukan proses jual – beli

barang – barang investasinya (Clark 1985).

Pada kasus kepemilikan tunggal perikanan, misal K = Kt adalah nilai

asset modal tetap yang dimiliki oleh pemilik perikanan pada waktu t. Dinamika

penyesuaian modal dimodelkan melalui persamaan sebagai berikut :

(32)

dimana It menunjukkan tingkat pemakaian investasi pada modal dan  konstanta

 0 yang menunjukkan tingkat penyusutan. Tingkat pemakaian investasi It

ditentukan oleh pemilik dibawah kendala – kendala tertentu.

Banyaknya upaya penangkapan (effort) yang dapat digunakan oleh pemilik adalah proporsional dengan ukuran alat tangkapnya, atau dengan kata

lain proporsional dengan modal Kt. Kemudian diperoleh bahwa Emax = Kt,

sehingga upaya penangkapan Et karenanya dibatasi oleh : 0  Et Kt ……… (10)

Dengan memperkenalkan modal Kt pada model, timbul pemahaman alami

terhadap simbol Emax , dimana sebelumnya hanya memiliki arti khusus. Bila cK

menunjukkan biaya modal (Rp/ unit penangkapan standar). I nvestasi pada

tingkat It (unit penangkapan standar/ tahun), kemudian dimasukkan biaya pada

tingkat cKIt (Rp/ tahun), maka aliran penerimaan bersih pada pemilik perikanan

diberikan sebagai berikut :

t =  p.q (Xt) Xt – c  Et - cKIt ……… (11)

Seperti sebelumnya, dihipotesakan bahwa pemilik akan mencoba

memaksimumkan nilai sekarangnya (NPV) sebagai berikut :

-δt

Maxi  e пtdt ………. (12) It,Et 0

Maksimumisasi tersebut sesuai (tunduk) dengan kondisi (untuk t ≥ 0) :

dXt/ dt = G (Xt) – q (Xt) Xt Et ……… (13)

dKt/ dt = It – Kt ………. (14)

Xt ≥ 0 ……… (15)

0  Et  Kt ……… (16)

X0, K0 telah ada (given) ……….. (17)

juga mungkin terkendala pada tingkat pemakaian investasi It.

Pada kasus dimana investasi pada kapal penangkapan ikan bersifat

reversible – dalam pengertian pemilik dapat membeli atau menjual pada tingkat harga cK tanpa batas, maka dalam kondisi demikian tidak ada kendala terhadap

It. Pada kondisi investasi bersifat reversible terbukti bahwa pemilik tidak akan pernah menyewakan kapalnya yang tidak ia pakai. Oleh karena itu kita akan

(33)

Hubungan investasi dan biaya dapat digambarkan di bawah ini.

-δt ∞ -δt

 e cKItdt = cK  e (dKt/ dt + Kt ) dt

0 0

∞ -δt

= cK e (δ + )Ktdt – cKK0 0

∞ -δt

= cK (δ + )  e Etdt – cKK0 0

Akhirnya diperoleh bahwa :

∞ -δt

Maxi Et  e (p.q.Xt – ctotal) Etdt ………. (19) 0

dimana ctotal = c + (δ + ) cK ……….. (20)

I nvestasi It telah hilang (hal itu diberikan melalui persamaan It = dEt/ dt + Et),

dan hanya Et yang tertinggal untuk ditentukan. Juga keseluruhan biaya yang

dikeluarkan oleh pemilik sekarang dapat dikatakan dalam satu terminologi yaitu :

ctotal Et = [ c + (δ + ) cK] Et ……… (21)

Dengan kata lain, bila modal bersifat reversible, biaya – biaya modal menjadi biaya variabel. Oleh karenanya modal dapat dimasukkan sebagai biaya variabel

total seperti sama halnya pada pembayaran bunga dan penyusutan.

Bila X*total menunjukkan keseimbangan optimal daripada tingkat biomas,

maka X*total ditentukan melalui aturan dasar persamaan tingkat optimal daripada

biomas, namun dengan c digantikan oleh ctotal. Bila K*total sebagai modal (yaitu

kapasitas armada) yang diperlukan untuk pemanenan hasil yang berkelanjutan

pada tingkat X = X*total, maka diperoleh bahwa :

G(X*total)

K*total = E*total = ……….. (22) q(X*total) (X*total)

Solusi (X*total, K*total) juga akan terbukti penting didalam masalah modal yang

irreversible.

Pada kasus modal yang irreversible, maka It ≥ 0 ……… (23) Hal tersebut mengasumsikan bahwa tidak ada penjualan kembali di pasar,

walaupun terhadap kelebihan kapasitas. Notasi X*vardigunakan untuk optimal

biomas bila hanya biaya variabel yang diperhitungkan. Kemudian bila c < ctotal

(34)

Perbedaan X*var dapat dilihat berikut ini : Anggap untuk sementara bahwa

pemilik memiliki cukup kapal : K0 > K*var. Bila kapal – kapal tidak dapat dijual,

biaya – biaya tetap menjadi tidak relevan terhadap pembuatan – pembuatan

keputusan yang akan datang dari pemilik. Oleh karenanya, biomas optimal

adalah menjadi X*var. Walaupun demikian, modal awal K0 menyusut pada tingkat

 - kapal yang lusuh hilang di laut, dan sebagainya. Pada dasarnya kita memiliki

Kt < K*var. Hasil yang lestari pada X = X*var tidak mungkin lagi terjadi kecuali jika

kapal baru dibawa. Kapal baru melibatkan biaya – biaya tetap dan biomas

optimal bila biaya – biaya tetap relevan dengan X*total. Oleh karena itu

keberadaan dari modal yang irreversible nampaknya memberikan kenaikan pada dua solusi keseimbangan optimal.

Pengkajian investasi pada pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak akan

terlepas dari masalah – masalah penetapan upaya penangkapan (effort) dan penetapan keseimbangan daripada pemanfaatan tingkat biomas ikan. Oleh

karenanya kajian investasi pada perikanan juga akan terkait langsung dengan

pemodelan bioekonomi.

Secara sederhana, kerangka pemikiran akan pentingnya pengkajian

terhadap pengembangan investasi unit armada penangkapan jaring udang dalam

upaya pengelolaan sumberdaya udang yang berkelanjutan di perairan pesisir

Cirebon, dan keterkaitannya dengan pengelolaan pelabuhan perikanan dapat

(35)
[image:35.842.112.753.129.470.2]

Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian

Kondisi Open Access

Fisheries

Common Properties Fisheries - Produksi > MSY - Penurunan tingkat pendapatan - Konflik sosial - Kerusakan SDI

Monitoring & Control Pengelolaan SDI

Over fishing

Sustain Resources : a. Rezim OA b. Rezim MSY c. Rezim MEY d. Rezim OD

Peluang I nvestasi Prasarana

Pelabuhan Perikanan

Criteria I nvestasi

Pengembangan I nvestasi

Pengendalian upaya penangkapan : - Pengkayaan stock (stock

enhancement)

(36)

2 TI NJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Tangkapan Udang Penaeid

Sumiono dan Suman (1988) mengemukakan bahwa setelah beberapa

tahun berlakunya penghapusan trawl, telah berkembang penggunaan trammel net dan pukat pantai (semacam dogol) atau beach seine untuk menangkap udang oleh nelayan. Adanya perubahan alat tangkap tersebut juga

mengakibat-kan perubahan komposisi hasil tangkapan udang, yaitu tidak tertangkap lagi

udang dari jenis katagori krosok (Metapenaeopsis spp, Parapenaeopsis spp,

Solenocera spp). Sementara itu katagori dogol (Metapenaeus ensis,

Metapenaeus dobsoni) mendominasi hasil tangkapan Trammel Net yang diikuti dengan katagori jerbung (Penaeus merguiensis, Penaeus indicus, Penaeus chinensis, Penaeus monodon dan Penaeus semisulcatus). Perubahan komposisi hasil tangkapan ini menimbulkan iklim usaha yang baik bagi masyarakat nelayan,

karena dengan adanya penghapusan trawl memberikan dampak positif terhadap berkembangnya motorisasi armada nelayan tradisional dan diversifikasi unit alat

tangkapnya.

Data produksi perikanan laut daerah Kabupaten Cirebon tahun 2007

memperlihatkan bahwa jenis-jenis udang penaeid yang dominan terdapat di perairan Cirebon adalah : udang jerbung (penaeus merguensis), udang krosok atau udang dogol (metapenaeus sp).

Harahap (2000) mengemukakan bahwa kegiatan usaha penangkapan jaring

udang dengan menggunakan trammel net berada dalam kondisi yang masih layak untuk dikembangkan. Total penerimaan dapat menutup total biayanya

dengan perolehan R/ C sebesar 1,54 dan pay back periode sebesar 1,29 tahun. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi penangkapan

udang untuk memperbaiki kesejahteraan nelayan tradisional dapat dikatakan

berhasil.

2.2 Klasifikasi Alat Tangkap Jaring Udang

Pada dasarnya pemberian nama jaring udang adalah penamaan daerah

yang disesuaikan dengan jenis hasil tangkapannya. Menurut klasifikasinya

jaring udang merupakan jenis alat tangkap yang berinduk pada alat tangkap

(37)

20

(Hartono 1991, yang diacu dalam Dinarwan 1993) :

Floating gillnet :

- Fixed floating gillnet - Drift floating gillnetMidwater gillnet

Bottom gillnet

Oleh karena penamaan jaring udang diambil dari istilah daerah dimana penelitian

ini dilakukan, maka katagori jaring udang yang dimaksud adalah semua jenis

jaring yang dapat digunakan untuk menangkap udang. Adapun jaring udang

yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah : jaring dogol, trammel net dan

jaring klitik. Didalam klasifikasinya jaring klitik dan trammel net termasuk dalam jenis jaring bottom gillnet, sehingga untuk kedua jenis jaring tersebut dapat dikatakan sebagai shrimp bottom gillnet. Lain dengan kedua jenis jaring udang yang telah disebutkan di atas, jaring dogol tidak termasuk kedalam klasifikasi

gillnet, namun jaring dogol dapat diklasifikasikan kedalam pukat kantong lingkar.

2.3 Perahu Motor Tempel

Perahu yang digunakan oleh nelayan di wilayah perairan pesisir Cirebon

semuanya terbuat dari kayu. Nelayan setempat membagi perahu menjadi dua

tipe yakni : perahu tipe sopea dan tipe compreng. Perbedaan utama dari kedua tipe tersebut adalah terletak pada ukuran perahu dan bentuk linggi perahu. Untuk ukuran panjang (L) yang sama, maka kedalaman (D) perahu tipe sopea

lebih dalam dibandingkan dengan tipe compreng. Bentuk linggi pada perahu

tipe sopea memiliki ukuran lebar yang sama dari ujung bawah sampai ujung atas, sehingga menyerupai bentuk balok ; sedangkan untuk perahu tipe compreng bentuk linggi-nya menyerupai setengah lingkaran dari ujung linggi

bawah sampai ujung linggi atas (Dinarwan 1993).

Sejak tahun 1984 hingga saat ini perahu yang digunakan oleh nelayan di

wilayah pesisir Cirebon didominasi oleh perahu motor tempel. Dominasi

penggunaan perahu motor tempel ini disebabkan karena adanya program

motorisasi perahu-perahu jukung. Selain alasan tersebut, dominasi penggunaan

perahu motor tempel juga menandakan kelas tertentu status sosial seseorang

(38)

21

2.4 Biologi Udang Penaeid

Udang laut mengalami dua fase kehidupan, yaitu fase di tengah laut dan

fase di perairan muara. Fase di tengah laut adalah fase dewasa, kawin dan

bertelur. Beberapa saat sebelum kawin, udang betina terlebih dahulu berganti

kulit. I nduk yang telah matang telur dapat ditemui di dasar laut berpasir atau

berlumpur pada kedalaman sekitar 6 – 45 m. I nduk yang matang telur biasanya

memijah pada malam hari dan telurnya diletakan di dasar laut. Diduga udang

penaeid berpijah sepanjang tahun, namun terdapat puncak pada bulan – bulan

tertentu. Kira – kira 12 jam setelah dikeluarkan, telur menetas menjadi larva

yang pada stadium pertama disebut nauplius. Setelah mengalami pergantian kulit beberapa kali, nauplius kemudian menjadi zoea. Pada stadium zoea, larva mulai mengambil makanan dari sekitarnya. Kemudian bentuk zoea akan berubah lagi menjadi mysis yang kemudian bermetamorfosa menjadi stadium post larva. Anakan udang ini bersifat planktonik dan kemudian beruaya ke pantai

(cende-rung ke perairan muara sungai). Dari post larva kemudian masuk pada stadium

juvenil (juwana). Udang muda segera akan kembali ke laut untuk tumbuh menjadi besar, dewasa dan akhirnya memijah. Dari menetas sampai mencapai

stadium post larva diperlukan waktu sebulan. Dari post larva sampai stadium juwana diperlukan waktu selama 3 – 4 bulan, sedangkan dari stadium juwana

hingga mencapai dewasa diperlukan waktu selama delapan bulan (Nontji 2005).

2.5 Operasional Penangkapan Udang

Kegiatan penangkapan udang dilakukan pada pagi dini hari hingga siang

hari. Operasi penangkapan dilakukan di wilayah fishing ground yang berjarak tidak terlalu jauh dari garis pantai (± 5 – 6 km arah vertikal). Kegiatan

penangkapan dilakukan oleh perahu – perahu motor tempel yang memiliki 3 – 4

orang nelayan.

2.6 Sumberdaya (udang)

Rees 1990 yang diacu dalam Fauzi 2004, menyatakan bahwa sesuatu dapat

dikatakan sebagai sumber daya bila memiliki karakteristik sebagai berikut :

(1) Terdapat pengetahuan, teknologi atau keterampilan (skill) untuk dapat memanfaatkannya.

(39)

22

Sehubungan dengan kedua kriteria tersebut di atas, maka udang merupakan

komoditi yang dapat dikatakan sebagai suatu sumberdaya.

Sumberdaya udang termasuk sumberdaya yang dapat diperbarui (flow) dimana terdapat beberapa konsep pengukuran tentang ketersediaannya. Rees

1990 yang diacu dalam Fauzi 2004, menyatakan bahwa konsep – konsep

pengukuran ketersediaan sumberdaya yang dapat diperbarui adalah sebagai

berikut :

(1) Potensi maksimum sumberdaya, yaitu pemahaman untuk mengetahui potensi

atau kapasitas sumberdaya guna menghasilkan barang dan jasa dalam

jangka waktu tertentu yang umumnya didasarkan pada perkiraan ilmiah.

Pengukuran ini lebih didasarkan pada kemampuan biofisik alam tanpa

mempertimbangkan kendala sosial ekonomi.

(2) Kapasitas lestari (sustainable capacity atau sustainable yield), yaitu pengukuran yang didasarkan pada kemampuan untuk menyediakan

kebutuhan bagi generasi kini dan juga generasi mendatang.

(3) Kapasitas penyerapan (absorptive capacity), yaitu pengukuran yang didasarkan pada kemampuan sumberdaya alam dapat pulih untuk menyerap

limbah akibat aktivitas manusia.

(4) Kapasitas daya dukung (carrying capacity), yaitu pengukuran kapasitas yang didasarkan pada kapasitas maksimum dari lingkungan untuk dapat

mendukung suatu pertumbuhan organisme.

Wilayah perairan Kabupaten Cirebon termasuk kedalam wilayah

penge-lolaan perikanan (WPP) 712. Ditunjau dari penyebaran geografisnya, maka

udang penaeid mendominasi penyebaran kelompok jenis udang yang tertangkap di wilayah Cirebon. Berdasarkan analisis data statistik perikanan periode 1997 –

2007 diperoleh hasil perhitungan MSY untuk udang sebesar 211 500 ton. Namun kondisi pemanfaatan sumberdaya udang di WPP 712 diduga telah melampaui

tingkat pemanfaatan optimalnya (PRPT – BRKP, KKP tahun 2010).

2.7 Pembangunan Perikanan Tangkap yang Berkelanjutan

Konsep dasar dari sustainability adalah pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak menguras atau merusak secara permanen. Oleh karenanya perlu

diketahui berapa besar kapasitas daya dukung dari sumberdaya alam tersebut.

(40)

23

kondisi optimal dari suatu kegiatan perikanan tangkap sangat diperlukan, lebih

lagi buat penentu kebijakan agar dapat meminimisasi biaya korbanan dalam

memperoleh keuntungan ekonomi optimal yang lestari (Hartwick 1986).

Konsep dasar pembangunan perikanan tangkap yang berkelanjutan

haruslah mengandung empat (4) aspek penting (Charles 1993, yang diacu dalam

Fauzi 2005), yaitu :

(1) Ecological sustainability (keberlanjutan ekologis), yaitu memelihara keberlanjutan stok ikan sehingga tidak melewati daya dukungnya, dalam

pengertian bahwa kapasitas dan kualitas ekosistem dapat ditingkatkan.

(2) Socioeconomic sustainability (keberlanjutan sosial ekonomi), yaitu memper-tahankan keberlanjutan tingkat kesejahteraan masyarakat, baik secara

individu maupun secara kolektif.

(3) Community sustainability (keberlanjutan komunitas), yaitu mempertahankan keberlanjutan kesejahteraan dari sisi masyarakat.

(4) I nstitutional sustainability (keberlanjutan institusional), yaitu memelihara aspek finansial dan administrasi yang sehat yang merupakan prasyarat dari

ketiga pembangunan yang berkelanjutan di atas.

Scoones (1989), membagi daya dukung lingkungan kedalam dua (2) jenis,

yaitu daya dukung ekologis (ecological carrying capacity) dan daya dukung ekonomi (economical carrying capacity). Daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum mahluk hidup pada suatu lahan yang dapat didukung tanpa

mengaki-batkan kematian karena faktor kepadatan dan terjadinya kerusakan lingkungan

secara permanen. Daya dukung ekonomi adalah tingkat produksi yang

membe-rikan keuntungan maksimum dengan penentuan tujuan usaha secara ekonomi.

Masalah keberlanjutan menjadi semakin penting ketika populasi ikan di

dunia menjadi semakin terbatas, hasil tangkapan ikan semakin berkurang dan

hampir 70% stok ikan dunia mengalami overexploited atau depleted. Adapun faktor – faktor yang dapat menyebabkan kondisi overexploited tersebut adalah : (i) Adanya perubahan teknologi penangkapan ikan yang dapat meningkatkan

hasil dan mengurangi biaya penangkapan ikan, (ii) Adanya faktor lingkungan

seperti polusi, (iii) Adanya alat tangkap dengan produk bycatch yang tinggi, serta (iv) Adanya kegagalan pengaturan perikanan untuk dapat mencegah terjadinya

(41)

24

2.8 Model Bioekonomi

I stilah bioekonomi d

Gambar

Gambar sketsa lokasi penelitian di wilayah Pesisir Utara Cirebon ..…….
Gambar 1.  Kurva Hasil Tangkap – Upaya Lestari
Gambar 2.   Kurva perikanan bebas tangkap
Gambar 4   Kerangka pemikiran penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh size terhadap struktur modal seperti dijelaskan oleh Hamzah, dkk (2008) bahwa size atau ukuran perusahaan adalah menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang

Apakah terapi tambahan Transcranial Magnetic Stimulation pada pasien skizofrenia efektif untuk mengurangi frekuensi merokok..

saling  mengenal  barulah  diberikan  penjelasan  apa  yang  akan  di  lakukan  dalam  konseling  ini.  Setelah  paham  akan  tujuannya  maka  siswa  di 

Program Studi S1 Manajemen : Reza Mulia Sari, MM Kepala Unit Penjaminan Mutu Internal4. Program Studi S1 Hukum : Fenisi

[r]

MENURUT ORGANI SASI / BAGI AN ANGGARAN, UNI T ORGANI SASI , PUSAT,DAERAH DAN KEWENANGAN. KODE PROVINSI KANTOR PUSAT KANTOR

Kalo keluargaku sendiri, darahnya itu dah campuran, jadi mereka terhadap suku Jawa tidak banyak berkomentar, tetapi karena aku banyak bergaul dengan orang Tionghoa ketika

Pemimpin yang demokratis dan memiliki sikap terbuka adalah khalifah ..... Ali bin