• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pustaka

Penelitian mengenai good university governance merupakan salah satu bentuk topik yang selalu diangkat dalam penelitian pada bidang akuntansi.

Dalam hal ini menyangkut bagaimana peran auditor internal pada peningkatan mutu pendidikan bangsa.

Penelitian terdahulu

Nama Peneliti Judul Metodologi Hasil penelitian

Novi dyah

Universitas

Kuantitatif Auditor internal dan pengendalian

A. Stewardship Theory

Dasar teori yang digunakan dalam riset ini merupakan teori tata laksana (Stewarship theory). Teori ini memandang manajemen selaku pihak yang bisa dipercaya untuk berperan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan publik

pada biasanya ataupun shareholders pada spesialnya. Teori stewardship bisa diterapkan pada riset akuntansi zona publik semacam organisasi pemerintahan salah satunya pada perguruan tinggi. Akuntansi organisasi zona publik sudah dipersiapkan untuk penuhi kebutuhan data untuk ikatan antara stewards dengan principals. Akuntansi selaku penggerak (driver) berjalannya transaksi bergerak kearah yang terus menjadi lingkungan serta diiringi dengan tumbuhnya spesialisasi dalam akuntansi serta pertumbuhan organisasi zona publik.

Keadaan semakin kompleks dengan bertambahnya tuntutan hendak akuntabilitas pada perguruan tinggi yang terdapat di Indonesia.

Teori ini mengasumsikan ikatan yang kokoh antara kesuksesan organisasi dengan kepuasan owner. Steward hendak melindungi serta mengoptimalkan kekayaan organisasi dengan kinerja industri, sehingga dengan demikian fungsi utilitas hendak optimal. Asumsi penting dari stewardship merupakan manajer meluruskan tujuan yang cocok dengan tujuan owner.

Tetapi demikian tidak berarti steward tidak memiliki kebutuhan hidup (Raharjo, 2007). Dalam riset ini teori stewarship jadi perihal berarti pada pencapaiam Good Univeristy Governance. Karena pada hakikatnya manusia diharapkan bisa dipercaya, sanggup bertindak dengan penuh tanggung jawab, mempunyai integritas serta kejujuran terhadap pihak lain. Transparansi serta akuntabilitas memiliki kedudukan besar untuk menujukkan kepada pihak eksternal ialah pemerintahan serta masyarakat bahwa pengelolaan perguruan tinggi telah berjalan dengan baik. Dengan mengedapankan kepentingan

bersama dan komitmen organisasi yang maksimal supaya tercapai tujuan yang diharapkan.

B. Teori Pengawasan

Menurut Terry (2006) mengartikan pengawasan selaku mendeterminasi apa yang sudah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja serta apabila butuh, dengan mempraktikkan tidankan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan cocok dengan rencana yang sudah diresmikan. Menurut Terry (2010), pengawasan ialah salah satu dari 4 fungsi manajemen, sebagaimana berikut ini, ialah: fungsi perencanaan (Planning), fungsi pengorganisasian (Organizing), fungsi penerapan (Actuating), dan fungsi pengawasan (Controlling).

Pengawasan adalah salah satu fungsi penting dalam fungsi manajemen.

Perihal ini disebabkan tanpa pengawasan, fungsi yang lain tidak hendak berjalan secara efektif, efisien serta optimal. Boleh dikatakan kalau tiap-tiap fungsi manajemen tersebut adalah satu kesatuan yang merata serta sistemik, sehingga saling mempengaruhi serta ketergantungan satu sama lain.

Pengawasan juga ialah suatu metode supaya tujuan bisa tercapai dengan baik (Griffin, 2004). Dalam riset ini konsep pengawasan digunakan bukan suatu industri namun suatu lembaga yang bertugas mempelajari serta mengevaluasi suatu sistem akuntansi dan memperhitungkan kebijakan manajemen yang dilaksanakan.

C. Audit Internal

Perguruan tinggi yang sanggup mengelola sumber energi secara pas hendak sanggup memenuhi tuntutan mutu pendidikan. Bermacam upaya terus dicoba demi tercapainya visi serta misi perguruan tinggi. Untuk itu butuh diadakan pengawasan serta pengecekan pada tiap langkah aktivitas dalam manajemen ialah mulai dari sesi perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan hingga dengan Akuntansi pengendalian. Tidak hanya pada tahap-tahap dalam manajemen, pengawasan serta pengecekan pula dibutuhkan pada seluruh kebijakan serta prosedur yang dilaksanakan oleh tiap unit-unit dari perguruan tinggi. Dengan demikian dibutuhkan terdapatnya suatu regu ataupun sekelompok staf dari bermacam unit yang bertugas untuk melaksanakan audit internal ialah mengecek, mengawasi serta membagikan anjuran revisi apabila dibutuhkan.

Audit Internal adalah suatu fungsi evaluasi independen dalam suatu organisasi yang bertujuan untuk menguji serta mengevaluasi dari seluruh kegiatan-kegiatan yang dicoba organisasi tersebut, sehingga manajemen puncak bisa mempunyai sumber data dari tiap unit yang dimilikinya. Untuk itu pemeriksa internal ataupun audit internal hendak melaksanakan analisis, evaluasi serta memberikan saran- saran (Tugiman, 1997: 5). Menurut Mulyadi (2002: 210- 211), tanggung jawab audit internal berkaitan dengan fungsi audit internal, dengan melaksanakan aktivitas evaluasi yang leluasa, dengan metode mengecek akuntansi, keuangan, serta aktivitas lain, untuk membagikan jasa buat manajemen dalam melakukan tanggung jawab mereka. Aktivitas yang

dicoba dengan menyajikan analisis, evaluasi, saran, serta komentar-komentar berarti terhadap aktivitas manajemen, audit intern menyediakan jasa tersebut.

Menurut Lawrence B. Sawyer diterjemahkan oleh Desi Adhariani (2005:109) langkah-langkah yang harus dilakukan audit internal ialah:

1. Penentuan Risiko

Audit internal harus memiliki pemahaman mengenai proses penentuan risiko dan sarana yang digunakan untuk melakukannya serta audit internal juga harus menginput hasil penentuan risiko ke dalam program audit untuk memastikan bahwa kontrol-kontrol yang dibutuhkan benar diterapkan untuk mengurangi risiko.

2. Melaksanakan Survei Pendahuluan

Audit internal harus memastikan bahwa waktu dan upaya yang dihabiskan untuk survei pendahuluan bisa produktif. Survei pendahuluan yang baik akan menghasilkan program audit yang tepat dan program audit yang tepat akan menunjang keberhasilan audit.

3. Menyusun Program Audit

Program audit internal merupakan pedoman bagi auditor dan merupakan satu kesatuan dengan supervisi audit dalam pengambilan langkah-langkah audit tertentu. Langkah-langkah audit dirancang untuk mengumpulkan bahan bukti audit dan untuk memungkinkan audit internal mengemukakan pendapat mengenai efisiensi, keekonomisan, dan efektivitas aktivitas yang akan diperiksa. Program tersebut berisi arahan-arahan pemeriksaan dan evaluasi

informasi yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan-tujuan audit dalam ruang lingkup penugasan audit.

4. Melaksanakan Pekerjaan lapangan I

Melaksanakan proses pekerjaan lapangan merupakan proses untuk mendapatkan keyakinan secara sistematis dengan mengumpulkan bahan bukti secara objektif mengenai operasi entitas, mengevaluasinya, dan melihat apakah operasi tersebut memenuhi standar yang dapat diterima dan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, dan menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan oleh manajemen.

5. Melaksanakan Pekerjaan lapangan II

Dengan penerapan teknik-teknik audit seperti melakukan pengamatan, mengajukan pertanyaan, menganalisis, memverifikasi, dan mengevaluasi diterapkan pada beragam kondisi.

6. Menentukan kelemahan yang ada melalui temuan audit

Temuan audit merupakan penyimpangan-penyimpangan dari norma-norma atau kriteria yang dapat diterima. Temuan audit bisa memiliki bermacam-macam bentuk dan ukuran. Temuan tersebut dapat menggambarkan:

a. Tindakan-tindakan yang seharusnya diambil, tetapi tidak dilakukan, seperti pengiriman yang dilakukan tetapi tidak tertagih.

b. Tindakan-tindakan yang dilarang, seperti pegawai yang mengalihkan sewa dari perlengkapan perusahaan ke perusahaan kontrak pribadi untuk kepentingannya sendiri.

c. Tindakan-tindakan tercela, seperti membayar barang dan perlengkapan pada tarif yang telah diganti yang lebih rendah pada kontrak yang lebih menguntungkan.

d. Sistem yang tidak memuaskan, seperti diterimanya tindak lanjut yang seragam untuk klaim asuransi yang belum diterima padahal klaim tersebut bervariasi dalam jumlah dan signifikansinya.

7. Menyiapkan kertas kerja

Kertas kerja berisi catatan informasi yang diperoleh dan analisis yang dilakukan selama proses audit. Kertas kerja disiapkan sejak saat audit pertama kali memulai penugasannya hingga mereka menelaah tindakan perbaikan dan mengakhiri proyek audit. Kertas kerja berisi dokumentasi atas langkah-langkah berikut ini dalam proses audit:

a. Rencana audit, termasuk program audit.

b. Pemeriksaan dan evaluasi kecukupan dan efektivitas sistem kontrol internal.

c. Prosedur-prosedur audit yang dilakukan, informasi yang diperoleh, dan kesimpulan yang dicapai.

d. Penelaahan kertas kerja oleh penyedia e. Laporan audit

f. Tindak lanjut dari tindakan perbaikan.

Kuntadi (2009) apabila auditor internal berkualitas atau berperan dengan baik maka pengendalian internal akan lebih baik dan dengan sendirinya kinerja organisasi akan semakin meningkat. Soh dan Nonna (2011) dalam

penelitiannya memberikan wawasan mengenai peranan dan tanggung jawab internal auditor (IA) serta fungsi dan faktor-faktor yang dianggap perlu untuk menjamin efektivitasnya. Dalam menjalankan tugas auditor internal harus mengacu pada Standar Auditor Internal. Standar tersebut dikeluarkan oleh Institute of Internal Audit (IIA) atau dikenal dengan Professional Practices Framework (PPF) yang meliputi Standar Profesional Audit Internal (SPAI).

D. Good university Governance

Good governance sudah jadi perihal yang berarti untuk tiap entitas dikala ini, tidak cuma zona swasta, zona publik serta pemerintahan juga memperhitungkan perihal ini. Good governance jadi salah satu perlengkapan ukur ataupun patokan untuk stakeholder dalam mengambil keputusan paling utama keputusan berinvestasi. Perihal ini sudah dibuktikan lewat bermacam riset yang dicoba oleh peneliti-peneliti lebih dahulu. Apalagi pada tingkatan international ataupun nasional sudah dicoba evaluasi ataupun pemeringkatan good governance pada entitas swasta ataupun pemerintahan (Handayani, 2012).

Good university governance (GUG) ialah konsep yang diadopsi dari good corporate governance (GCG). Good university governance ialah suatu konsep yang timbul sebab pemahaman kalau penyelenggaraan pendidikan tinggi serta institusi perguruan tinggi memanglah tidak bisa disamakan dengan penyelenggaraan suatu negera ataupun korporasi, yang membedakannya merupakan nilai-nilai luhur pendidikan yang wajib dilindungi dalam penerapannya. Prinsip akuntabilitas serta transparansi merupakan prinsip dasar untuk membawa sebuah perguruan tinggi mengarah kepada good university governance. Menguasai prinsip-prinsip dasar dalam good university

governance hendak memacu buat mencari wujud yang terbaik suatu perguruan tinggi yang sangat dekat dengan para sivitas akademika (Maryono, 2014).

Pelaksanaan tata kelola perguruan tinggi yang baik (good university governance) secara tidak berubah serta berkesinambungan bisa meningkatkan budaya kualitas dan pelayanan akademik serta non akadmik suatu perguruan tinggi sehingga diharapkan berkontribusi pada pencitraan yang positif, unggul, serta kualitas daya saing yang besar. Penerapan tata kelola yang baik pula sejalan dengan jadwal reformasi keuangan negera yang hadapi perpindahan paradigma dari penganggaran tradisnional mengarah penganggarn berbasis kinerja. Kegiatan pengelolaan anggaran tidak lepas dari kegiatan tata kelola (governance) sebuah organisasi. Dengan konsep good governance, tata kelola perguruan tinggi fyang baik (good university governance) relevan dengan prinsip good corporate governance (GCG). Prinsip-prinsip tersebut meliputi:

transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan keadilan. Prinsip GCG tersebut dapat diterapkan dalam mengelola sebuah perguruan tinggi (Wijatno, 2009).

Pendidikan tinggi yang bermutu ialah pendidikan tinggi yang bisa menciptakan lulusan yang sanggup secara aktif meningkatkan potensinya serta menciptakan ilmu pengetahuan ataupun teknologi yang berguna buat mansyarakat, bangsa serta negera. Tingginya standar pengelolaan ditambah persaingan antar perguruan tinggi yang terus menjadi ketat, sehingga pengelola dituntut buat teliti dalam membaca tren ke depan, supaya program serta kebijakan yang diterapkan betul- betul cocok dengan kebutuhan warga serta penggunanya. Tidak hanya itu, aspek manajemen harus dijalankan secara pas

serta teliti. Dalam kaitan ini, hingga 5 prinsip universal tata kelola organisasi yang lebih diketahui dengan good corporate governance yang setelah itu diadaptasi selaku karakteristik ataupun prinsip good university governance (GUG) bisa disodorkan selaku suatu jawaban utama. Menurut Abdul (2016) lima prinsip tersebut adalah “Transparency, Accountability, responsibility, Indefendency, dan Fairness”

1. Transparency (Keterbukaan Informasi) secara sederhana diartikan sebagai keterbukaan informasi. Perusahaan atau lembaga dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu kepada segenap Stakeholders.

2. Accountability (Akuntabilitas); yang dimaksud adalah kejelasan fungsi, struktur, system, hak, kewajiban, wewenang dan pertanggung jawaban elemen organinsasi.

3. Responsibility (Pertanggung jawaban) berupa kepatuhan organisasi terhadap peraturan yang berlaku, seperti kepatuhan terhadap pajak, keselamatan kerja, kesehatan, lingkungan sosial dan sebagainya.

4. Independency (kemandirian); ada kemandirian dalam mengelola oraganisasi secara profesional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

5. Fairness (Kesetaraan dan kewajaran); prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai peraturan yang berlaku.

Dalam melaksanakan perannya, SPI harus berpedoman pada standar profesi audit intern. Menurut Tugiman (1997: 16), standar profesi audit intern meliputi independensi kemampuan profesional, lingkup pekerjaan audit intern, pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, serta manajemen bagian audit intern.

E. Satuan Pengawasan Internal

Menurut BPK dalam Peraturan BPK tahun 2007 No 1, satuan pengawas an intern merupakan unit organisasi pada Badan Usaha Milik Negera ataupun B adan Usaha Milik Daerah yang memiliki tugas serta guna melaksanakan penga wasan dalam lingkup kewenangannya. Fungsi pengawasan serta pengendalian i ni bertujuan untuk mendorong dipatuhinya segala kebijakan, rencana dan prose dur yang telah diresmikan. Fungsi tersebut dilaksanakan melalui suatu pengece kan internal atau yang lebih dikenal dengan audit internal. Peraturan Menteri Pe ndidikan Nasional Republik Indonesia No 47 Tahun 2011 pasal 3 tentang Satua n Pengawasan Intern (SPI) di area departemen pedidikan nasional. Saat ini Satu an Pengawasan Intern (SPI) selaku salah satu fitur sistem pengawasan, dituntut berfokus pada pencapaian governance, manajemen resiko serta pengendalian, b ukan lagi pada pekerjaan administratif. Dengan demikian keberadaan Satuan Pe ngawasan Intern (SPI) di Indonesia wajib dimengerti oleh seluruh pihak. Seluru h elemen wajib mengenali apakah Satuan Pengawasan Intern (SPI) sudah berfu ngsi dengan baik dalam melaksanakan tugasnya (Lukman, 2012). Menurut Pera turan Menteri Agama Republik Indonesia No 25 Tahun 2017 tentang Satuan Pe ngawasan Internal Pada PTKIN menarangkan bahwa satuan pengawasan intern al merupakan faktor pengawas yang menjalankan fungsi pengawasan non akade mik untuk serta atas nama perguruan tinggi keagamaan negeri.

Satuan Pengawasan Intern (SPI) Satuan pengawasan intern ialah pengawasan manajerial yang fungsinya mengukur serta mengevaluasi sistem pengendalian dengan tujuan menolong seluruh anggota manajemen dalam mengelola secara efisien pertanggungjawaban dengan metode menyediakan analisis rekomendasi, serta komentar-komentar yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang sudah ditelaah (Sitompul, 2008: 18). Dalam melakukan kedudukannya, SPI wajib berpedoman pada standar profesi audit intern.

Menurut Tugiman (1997: 16), standart profesi audit intern meliputi tindependensi keahlian handal, lingkup pekerjaan audit intern, penerapan aktivitas pengecekan, dan manajemen bagian audit intern.

F. Peran Satuan Pengawas Internal dalam upaya mewujudkan Good Unversity Governance

Good university governance (GUG) ialah langkah yang bisa mendukung pencapaian mutu suatu perguruan tinggi. Menurut Wijatno (2009: 119), pencapaian good university governance (GUG) bisa diukur lewat sebagian penanda ialah transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta keadilan. Pada prakteknya, keseluruhannya prinsip tersebut wajib diterapkan buat mewujudkan suatu tata kelola universitas yang baik (Puspitarini, 2012).

Dalam rangka menjamin keberlangsungan usaha perguruan tinggi, pengelola butuh mempraktikkan konsep good governance dalam pengelolaan perguruan tinggi yang diketahui dengan good university governance (GUG). Kedudukan audit internal dalam perihal ini satuan pengawas internal wajib lebih diberdayakan baik secara internal (manajemen) ataupun eksternal (stakeholder) supaya memiliki donasi yang lebih besar dalam mewujudkan good uniiversity

governance tersebut. Pemberdayaan auditor antara lain: uraian good governance yang lebih baik, tanggungjawab yang lebih besar serta kebebasan mengkreasi pekerjaan dalam menolong stakeholder tetapi tidak menyalahi etika profesi yang terdapat (Trisnaningsih, 2007).

Pengelolaan perguruan tinggi yang baik hendak bisa menjamin keberlangsungan usaha perguruan tinggi dalam jangka panjang. Secara simpel good university governance bisa kita pandang selaku pelaksanaan prinsip-prinsip dasar konsep good governance dalam system serta proses pengelolaan institusi perguruan tinggi lewat bermacam penyesuaian yang dicoba bersumber pada nilai- nilai yang wajib dijunjung besar dalam penyelenggaraan perguruan tinggi secara spesial serta pendidikan secara universal. Pelaksanaan good university governance diyakini bisa meminimalkan terbentuknya fraud karena dalam perguruan tinggi. Sebab mekanisme good university governance hendak menimbulkan sesuatu skema pengawasan serta pertanggung jawaban terhadap pengelolaan perguruan tinggi. Dalam perihal ini guna pengawasan serta pengendalian internal suatu perguruan tinggi bisa dicoba oleh Kementerian Audit Internal. Tidak hanya itu audit internal diperlukan buat memperhitungkan akuntabilitas serta kepatuhan manajemen terhadap kebijakan serta peraturan yang berlaku untuk kepentingan para pemangku kepentingan. Perihal inipun butuh dicoba dalam pengelolaan perguruan tinggi supaya dapat menciptakan ekonomis, efesiensi serta efektivitas (3E). Oleh sebab itu, auditor internal dipandang mempunyai kedudukan berarti dalam upaya mewujudkan penciptaan

perguruan tinggi yang sanggup mempunyai pengelolaan yang baik good university governance (GUG).

G. E-SMS, Upaya Peningkatan Tata Kelola menuju Good University Governance (GUG)

Delegasi dari Unit Teknologi Informasi Pangkalan Data (TIPD) IAIN Parepare, e-SMS merupakan aplikasi manajemen yang diharapkan dapat menggerakkan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) mewujudkan Governance University, Teaching University, Research University dan Global University. Dalam kegiatan rapat koordinasi percepatan pengisian Elektronik Sistem Manajemen Strategis (E-SMS) yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pendidikan Kementerian Agama RI di Hotel Grand Aston, Yogyakarta. Kegiatan ini berlangsung mulai tanggal 11 sampai 13 April 2019.

(Djalil, 2019). Elektronik Strategic Management System (e-SMS) ini merupakan upaya pemeringkatan bagi PTKIN dalam rangka peningkatan tata kelola menuju Good University Governance (GUG), kunci utama kesuksesan pengisian Dashboard e-SMS ini adalah kerjasama yang baik antara seluruh stakeholder di masing-masing unit kerja, terutama pimpinan untuk menghadirkan jawaban yang tepat beserta bukti-bukti pendukung yang dimilikinya.

Gambar 1.1

Berdasarkan data tabel pada capaian nilai e-sms unit utama periode 2021 dapat diketahui bahwa Fakultas Tarbiyah mencapai skor 1.064,14 dengan persentase capaian nilai e-sms sebesar 42,73% dan persentase kelengkapan pengisian instrumen e-sms sebesar 100%. Fakultas Syariah mencapai skor 733,37 dengan persentase capaian nilai e-sms sebesar 29,33% dan persentase kelengkapan pengisian instrumen e-sms sebesar 46,78%. Fakultas Adab mencapai skor 421,84 dengan persentase capaian nilai e-sms sebesar 16,87%

dan persentase kelengkapan pengisian instrumen e-sms sebesar 22,41%.

Sedangkan Fakultas Ushuluddin mencapai skor 222,00 dengan persentase capaian nilai e-sms sebesar 8,88% dan persentase kelengkapan pengisian instrumen e-sms sebesar 39,42%. Dengan kata lain hanya Fakultas Tarbiyah

yang memiliki persentase kelengkapan pengisian instrumen e-sms sebesar 100% pada STAIN Majene.

Gambar 1.2

Berdasarkan data tabel pada capaian nilai e-sms unit pendukung periode 2021 dapat diketahui bahwa pada bagian Lembaga Penjaminan Mutu memperoleh skor 600,69 dengan persentase capaian nilai e-sms sebesar 75,09%

dan persentase kelengkapan pengisian instrumen e-sms sebesar 100%. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat memperoleh skor 406,12 dengan persentase capaian nilai e-sms sebesar 40,61% dan persentase kelengkapan pengisian instrumen e-sms sebesar 100%. Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data memperoleh skor 372,75 dengan persentase capaian nilai e-sms sebesar 53,25% dan persentase kelengkapan pengisian instrumen e-sms sebesar

100%. Biro AUK memperoleh skor 325,17 dengan persentase capaian nilai e-sms sebesar 64,26% dan persentase kelengkapan pengisian instrumen e-e-sms sebesar 100%. Sedangkan pada unit Satuan Pengawas Internal memperoleh skor 322,69 dengan persentase capaian nilai e-sms sebesar 46,1% dan persentase kelengkapan pengisian instrumen e-sms sebesar 100%. Dengan kata lain sebagian besar unit pendukung bisa mencapai persentase kelengkapan pengisian instrumen e-sms sebesar 100% pada STAIN Majene (kemenag.go.id, 2021).

H. Undang-Uundang PMA Nomor 25

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724):

1. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.

2. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.

3. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing

sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

4. Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing.

5. Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.

6. Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.

7. Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis.

8. Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.

9. Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum.

10. Pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan

perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.

11. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

12. Pemerintah pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

13. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

I. Kerangka Pikir

Dalam rangka menjamin keberlangsungan usaha Perguruan Tinggi, pengelola perlu menerapkan konsep good governance dalam pengelolaan Perguruan Tinggi yang dikenal dengan good university governance (GUG).

Pengelolaan perguruan tinggi yang baik akan dapat menjamin keberlangsungan usaha perguruan tinggi dalam jangka panjang.

Penerapan GUG diyakini dapat meminimalkan terjadinya fraud karena

Penerapan GUG diyakini dapat meminimalkan terjadinya fraud karena

Dokumen terkait