• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Para ahli manajemen sumber daya manusia memberikan berbagai macam definisi atau pengertian mengenai manajemen sumber daya manusia sebagai berikut :

a. Menurut T Hani Handoko (2008:4) manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan individu maupun tujuan organisasi.

b. Menurut Gary Dessler yang di kutip dari buku memahami aspek-aspek pengelolaan sumber daya manusia dalam organisasi (2006:4)

human resource management means the policies and practices one needs to carry out the people or human resource aspects of management positions, including recruiting, screening, training, rewarding and apparasing.

c. Menurut Hasibuan (2002:10) manajemen sumber daya manusia adalah seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

d. Menurut Simamora (2004:4) manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberi balas jasa, dan pengelolaan individu, anggota organisasi atau kelompok karyawan.

2. Pengertian Mutu Kehidupan Kerja

Mutu kehidupan kerja merupakan pendekatan manajemen yang terus menerus diarahkan pada peningkatan kualitas kerja. Program mutu kehidupan kerja pada dasarnya mencari cara untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan menciptakan pekerjaan yang lebih baik atau tercapainya kinerja yang tinggi. Mutu kehidupan kerja mencakup aktifitas-aktifitas yang ada di dalam perusahaan, yang diarahkan untuk meningkatkan suatu kondisi kehidupan kerja yang dapat membangkitkan semangat para pekerja dalam melaksanakan tugas mencapai sasaran perusahaan.

Ada dua pandangan mengenai maksud dari kualitas kehidupan kerja. Pandangan pertama mengatakan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah sejumlah keadaan dan praktek dari tujuan organisasi. Contohnya: pengayaan kerja, penyeliaan yang demokratis, keterlibatan pekerja dan kondisi kerja yang aman. Sementara yang lainnya menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah persepsi-persepsi karyawan bahwa mereka ingin merasa aman, secara relatif merasa puas dan mendapat kesempatan mampu tumbuh dan berkembang selayaknya manusia (Wayne, 1992 dalam Noor Arifin, 1999). Konsep kualitas kehidupan kerja mengungkapkan pentingnya penghargaan terhadap manusia dalam lingkungan kerjanya. Dengan demikian peran penting dari kualitas kerja adalah mengubah iklim

kerja agar organisasi secara teknis dan manusiawi membawa kepada kualitas kehidupan kerja yang lebih baik (Luthans, 1995 dalam Noor Arifin, 1999). Beberapa ahli mengemukakan definisi mutu kehidupan kerja seperti berikut :

a. Menurut Nawawi (2001:67) mutu kehidupan kerja adalah program yang mencakup cara untuk meningkatkan kulitas kehidupan dengan menciptakan pekerjaan yang lebih baik.

b. Menurut Ivancevich (2007:183) kualitas kehidupan kerja adalah filosofi dan praktik manajemen yang meningkatkan harga diri karyawan, memperkenalkan perubahan budaya, dan menyediakan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.

c. Menurut Sjafri Mangkuprawira dan Aida Vitalaya (2007:105) mutu kehidupan kerja adalah tingkat kepuasan, motivasi, keterlibatan, dan pengalaman komitmen perseorangan mengenai kehidupan mereka dalam bekerja.

d. Siagian (1996:320) berpendapat bahwa sebagai suatu konsep mutu kehidupan berkarya dapat dikatakan sebagai upaya yang sistematis dalam kehidupan organisasional melalui mana para pekerja turut diberi kesempatan untuk menemukan cara mereka bekerja dan yang mereka berikan kepada organisasi dalam rangka mencapai tujuan dan berbagai sasarannya.

e. Menurut Dessler (1986:476) kualitas kehidupan kerja adalah keadaan di mana para pegawai dapat memenuhi kebutuhan mereka yang penting dengan bekerja dalam organisasi, dan kemampuan untuk melakukan hal itu bergantung pada apakah terdapat adanya:

1) Perlakuan yang fair, adil, dan sportif terhadap para pegawai.

2) Kesempatan bagi tiap pegawai untuk menggunakan kemampuan secara penuh.

3) Kesempatan untuk mewujudkan diri, yaitu untuk menjadi orang yang mereka rasa mampu mewujudkannya.

4) Kesempatan bagi semua pegawai untuk berperan secara aktif dalam pengambilan keputusan-keputusan penting yang melibatkan pekerjaan mereka.

Mutu kehidupan kerja mencoba untuk memperbaiki kualitas kehidupan para pekerja, tidak dibatasi pada perubahan konteks suatu pekerjaan tapi juga termasuk memanusiakan lingkungan kerja untuk memperbaiki martabat dan harga diri pekerja (Harvey & Brown, 1992 dalam Arifin, 1999:90). Dalam kaitan dengan penciptaan martabat manusia, mutu kehidupan kerja menciptakan lingkungan dan iklim kerja yang memanusiakan manusia, sehingga manusia lebih di lihat pada harkat dan martabat kemanusiaannya, bukan hanya sebagai alat, inilah yang merupakan peran penting dalam penciptaan mutu kehidupan kerja.

Fokus usaha-usaha mutu kehidupan kerja bukan hanya pada bagaimana orang dapat melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam arti peningkatan produktifitas belaka, melainkan juga bagaimana pekerjaan dapat menyebabkan pekerja menjadi lebih baik dalam hal pemenuhan kesejahteraan maupun martabat mereka.

3. Ciri-Ciri Mutu Kehidupan Kerja

Ciri-ciri mutu kehidupan kerja menurut Gesser yang diterjemahkan oleh Dharma (1992:476) mengemukakan bahwa :

a. Perlakuan yang fair, adil, dan sportif terhadap pegawai. Maksudnya adalah bahwa setiap pegawai mempunyai hak yang sama yaitu pembagian beban kerja yang adil dan merata, sistem penghargaan dan hukuman sama rata tidak membeda-bedakan tiap pegawai dan kesempatan untuk meningkatkan prestasi kerja.

b. Kesempatan bagi pegawai menggunakan kemampuannya secara penuh dan kesempatan untuk mewujudkan diri yaitu untuk menjadi orang yang mereka rasa mampu untuk mewujudkannya. Maksudnya adalah pemberian kesempatan yang penuh kepada pegawai dalam penyelesaian tugas, kesempatan dalam melakukan pekerjaan yang lebih khusus, serta adanya pendelegasian tugas dan wewenang.

c. Komunikasi terbuka dan saling mempercayai di antara semua pegawai. Maksudnya adalah hubungan antara atasan dan bawahan serta sesama pegawai yang dilandasi saling terbuka dan percaya.

d. Kesempatan bagi semua pegawai untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan-keputusan penting yang melibatkan pekerjaan mereka. Maksudnya adalah partisipasi dan tanggung jawab pegawai dalam pengambilan keputusan.

e. Kompensasi yang cukup dan adil. Maksudnya adalah pemberian gaji, bonus dan insentif yang sesuai dengan kinerja pegawai akan memberikan rangsangan untuk motivasi kerja pegawai.

f. Lingkungan yang aman dan sehat. Lingkungan tempat bekerja yang menyangkut rasa aman, kesehatan dan ketersediaan fasilitas kerja yang dapat menunjang aktivitas kerja pegawai selama melakukan pekerjaannya.

4. Indikator Mutu Kehidupan Kerja

Ada beberapa indikator dalam pengukuran kualitas kehidupan kerja yang dikembangkan oleh Walton (dalam Zin 2004) antara lain sebagai berikut:

a.Pelatihan dan Pengembangan

Yaitu terdapatnya kemungkinan untuk mengembangkan kemampuan dan tersedianya kesempatan untuk menggunakan keterampilan atau pengetahuan yang dimiliki karyawan. Pengembangan sumber daya manusia merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan organisasi, agar pengetahuan (knowledge), kemampuan (ability), dan keterampilan (skill) mereka sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang

mereka lakukan. Dengan kegiatan pengembangan ini, maka diharapkan dapat memperbaiki dan mengatasi kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik, sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang digunakan organisasi. Pelatihan dan Pengembangan merupakan dua konsep yang sama yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan, tetapi di lihat dari tujuannya, umumnya kedua konsep tersebut dapat dibedakan. Pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang spesifik pada saat ini dan pengembangan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan datang, yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan kegiatan lain untuk mengubah perilaku kerja.

Menurut Robbins (2001) kemampuan (ability) merupakan suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Seluruh kemampuan seorang individu pada hakikatnya tersusun dari dua perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.

1) Kemampuan Intelektual

Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk kegiatan mental. Misal tes IQ dirancang untuk menentukan kemampuan intelektual umum seseorang. Tujuh dimensi yang membentuk kemampuan intelektual adalah kemahiran berhitung, pemahaman verbal, kecakapan prespeptual, penalaran induktif,

visualisasi ruang dan ingatan (memori). Pekerjaan berbeda-beda dalam tuntutannya bagi pemangku pekerjaan itu untuk menggunakan kemampuan intelektual mereka. Makin banyak tuntutan pemrosesan informasi dalam suatu pekerjaan, makin banyak kecerdasan umum dan kemampuan verbal diperlukan untuk melakuakan pekerjaan itu dengan sukses.

2) Kemampuan Fisik

Kemampuan fisik yang khusus memiliki makna penting untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kurang menuntut keterampilan dan yang lebih terbakukan dengan sukses. Misalnya pekerjaan yang keberhasilannya menuntut stamina, kecekatan tangan, kekuatan tungkai, atau bakat-bakat serupa menuntut manajemen untuk mengenali kapabilitas fisik seorang karyawan. Terdapat sembilan kemampuan fisik dasar yang dilibatkan dalam melakukan tugas-tugas jasmani yaitu kekuatan dinamis, kekuatan tubuh, kekuatan statis, keluwesan eksten, keluwesan dinamis, koordinasi tubuh, keseimbangan dan stamina.

Kemampuan mengandung berbagai unsur, seperti keterampilan manual dan intelektual bahkan sampai pada sifat-sifat pribadi yang dimiliki. Unsur-unsur ini juga mencerminkan pendidikan, latihan, dan pengalaman yang di tuntut sesuai dengan perincian kerja. Kemampuan sesungguhnya merupakan suatu unsur pelaksanaan kerja yang diperlukan untuk memungkinkan para karyawan bekerja dengan cara tertentu.

Ada dua tujuan utama program latihan dan pengembangan karyawan. Pertama, latihan dan pengembangan dilakukan untuk menutup

“gap” antara kecakapan atau kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan. Kedua, program-program tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang telah ditetapkan.

b. Partisipasi

Yaitu adanya kesempatan untuk berpartisipasi atau terlibat dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan. Menurut Davis dan Newstrom (1985:179) partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan itu. Cara-cara untuk meningkatkan partisipasi antara lain:

1) Mengikutsertakan mereka secara langsung dalam proses pengambilan keputusan dan perencanaan.

2) Menjelaskan tentang maksud tujuan keputusan dan perencanaan yang dikeluarkan.

3) Meminta tanggapan dan saran tentang keputusan dan perencanaan yang dikelurkan.

4) Meminta informasi tentang segala sesuatu dari mereka dalam usaha membuat keputusan dan perencanaan.

5) Memberikan kesempatan untuk ikut memiliki saham. 6) Meningkatkan pendelegasian wewenang.

c. Sistem Imbalan yang Inovatif

Yaitu bahwa imbalan yang diberikan kepada karyawan memungkinkan mereka untuk memuaskan berbagai kebutuhannya sesuai dengan standar hidup karyawan yang bersangkutan dan sesuai dengan standar pengupahan dan penggajian yang berlaku dipasaran kerja. Menurut Sofyandi (2008:158) kompensasi merupakan suatu bentuk biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dengan harapan bahwa perusahaan akan memperoleh imbalan dalam bentuk prestasi kerja dari karyawannya. Seirama dengan itu, Simamora (1999:24) mengemukakan bahwa kompensasi merupakan apa yang di terima oleh karyawan sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi. Nawawi (2001:60) juga mengemukakan bahwa kompensasi bagi organisasi merupakan penghargaan atau ganjaran pendapatan pekerja yang telah memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuannya melalui kegiatan yang disebut bekerja.

1)Bentuk-bentuk kompensasi

a) Kompensasi Langsung (direct compensation)

Kompensasi langsung artinya adalah suatu balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawan karena telah memberikan prestasinya demi kepentingan bersama. Kompensasi ini diberikan,

karena berkaitan secara langsung dengan pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan tersebut. Sebagai contoh: upah/gaji, insentif/bonus dan tunjangan jabatan.

b) Kompensasi Tidak Langsung (indirect compensation)

Kompensasi tidak langsung artinya pemberian kompensasi kepada karyawan sebagai tambahan yang didasarkan kepada kebijakan pimpinan dalam rangka upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan. sebagai contoh: tunjangan hari raya, tunjangan pensiun, tunjangan kesehatan, dan termasuk fasilitas-fasilitas yang diberikan perusahaan.

2) Tujuan Kompensasi

Menurut Handoko (2000:156) tujuan pemberian kompensasi adalah untuk memperoleh personalia yang qualified, mempertahankan karyawan, menjamin keadilan, menghargai perilaku yang diinginkan, mengendalikan biaya, dan memenuhi peraturan legal.

a) Memperoleh Personalia yang Qualified

Penetapan standar kompensasi yang tinggi akan mampu menarik pelamar yang berkualitas tinggi. Pelamar yang di maksud di sini dapat berasal dari dalam maupun luar perusahaan.

b) Mempertahankan Karyawan

Pemberian kompensasi yang tinggi akan menurunkan tingkat turn over karyawan.

c) Menjamin Keadilan

Keadilan dalam pemberian kompensasi harus mempertimbangkan konsistensi internal dan konsistensi eksternal. Apabila kompensasi diberikan secara adil maka akan memberikan kepuasan kerja bagi karyawan.

d) Menghargai Perilaku yang Diinginkan

Hal ini akan mempengaruhi prestasi kerja, meningkatkan pengalaman dan rasa tanggung jawab karyawan.

e) Mengendalikan Biaya

Pemberian kompensasi harus tepat agar tidak terjadi underpay atau

overpay. Underpay akan menimbulkan ketidakpuasan, sedangkan

overpay akan memberatkan beban perusahaan. f) Memenuhi Peraturan Legal

Pemberian kompensasi hendaknya memenuhi peraturan legal agar tidak terjadi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. d. Lingkungan Kerja

Yaitu tersedianya lingkungan kerja yang kondusif untuk bekerja. Lingkungan kerja di dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan, karena lingkungan kerja dalam perusahaan berhubungan langsung dengan para karyawan yang melaksanakan proses produksi di dalam perusahaan yang bersangkutan. Perencanaan lingkungan kerja

yang baik akan dapat menghasilkan lingkungan kerja yang memuaskan bagi karyawan perusahaan, sehingga produktifitas kerja karyawan perusahaan tersebut dapat dipertahankan pada tingkat yang tinggi. Menurut Nitisemito (2001:183) lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan dan dapat mempengaruhi karyawan dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja di bagi menjadi dua bagian yaitu :

1)Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat di bagi dalam dua kategori, yakni lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan seperti pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya, dan lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.

2) Lingkungan kerja non fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja.

5. Pengertian Prestasi Kerja

Menurut Peter dan Yeni Salim dalam kamus besar bahasa Indonesia (1991:190) prestasi kerja merupakan hasil kerja yang diperoleh dari melaksanankan tugas yang dibebankan kepada seseorang. Menurut Bernardin dan Russel (1993:378) definisi prestasi kerja adalah performance is defined as the record of outcome produced on a specified job function or activity during a specified time period, artinya prestasi kerja didefinisikan sebagai catatan dari hasil-hasil yang diperoleh melalui fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama tempo waktu tertentu. Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa prestasi kerja lebih menekankan pada hasil atau yang diperoleh dari sebuah pekerjaan sebagai kontribusi pada perusahaan. Sementara itu menurut Hasibuan (2002:87) prestasi kerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu.

Hasil dan kualitas prestasi kerja yang maksimal tidak dapat dilepaskan oleh hasil yang di bangun oleh pihak manajemen perusahaan, ini karena tidak mungkin suatu prestasi kerja yang bagus itu bisa diperoleh tanpa ada penanganan yang serius dan mendalam dari pihak manajemen perusahaan. Hal ini seperti yang dikemukakan Taylor dalam artikel “hubungan antara strategi bisnis dan strategi SDM dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan” bahwa manajemen perlu melakukan beberapa tindakan untuk menjamin agar perusahaan mampu menghadapi berbagai masalah di masa

depan. Salah satu pihak yang memiliki peran penting di manajemen tersebut adalah manajer, karena manajer merupakan salah satu pihak yang paling bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang akan terjadi di perusahaan. Ini disebabkan salah satu hasil kualitas kinerja itu juga ditentukan oleh kemampuan seorang manajer dalam membangun dan mengendalikan suasana tempat kerja menjadi lebih baik. Sebagaimana ditegaskan oleh Stoner, freeman dan Gilbert Jr (1995:9) kinerja merupakan “management performance is the measures of how efficient and effective a manager is how well he or she determines and achieve appropriate objectives”.

6. Tujuan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja memiliki sejumlah tujuan dalam berorganisasi diantaranya : a. Manajemen menggunakan penilaian untuk mengambil keputusan

personalia secara umum. Penilaian memberikan informasi yang berhubungan dengan pengambilan keputusan yang penting dalam hal promosi, transfer, ataupun pemberhentian.

b. Penilaian memberikan penjelasan tentang pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan.

c. Penilaian dapat dijadikan sebagai kriteria untuk program seleksi dan pengembangan yang disahkan.

d. Penilaian kinerja juga untuk memenuhi tujuan umpan balik yang ada terhadap para pekerja tentang bagaimana organisasi memandang kinerja mereka.

e. Penilaian kinerja digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan atau menentukan penghargaan.

7. Indikator Prestasi Kerja :

a. Kedisiplinan kerja. b. Kehadiran kerja. c. Motivasi kerja. d. Kebersamaan tim.

e. Keharmonisan hubungan atasan dan bawahan.

f. Hasil karya berupa tangible (produktivitas) dan intangible (kepuasan kerja).

g. Tingkat pendapatan. h. Tingkat karir.

i. Tingkat kesejahteraan.

8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja merupakan suatu konstruksi multidimensi yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor intrinsik karyawan (personal/individual) dan ekstrinsik yaitu kepemimpinan, sistem, tim, dan situasional. Uraian rincian faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1) Faktor personal, meliputi unsur pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh tiap individu karyawan.

2) Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan team leader

dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan kerja kepada karyawan.

3) Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan, dan keeratan anggota tim.

4) Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja, dan kultur kinerja dalam organisasi.

5) Faktor kontekstual (situasional), meliputi tekanan dan perubahan eksternal dan internal.

Pada gambar II.1 kinerja individu dipengaruhi oleh faktor-faktor pengetahuan, keterampilan, motivasi dan peran individu yang bersangkutan. Kinerja individu ini akan mempengaruhi kinerja kelompok dan akhirnya kinerja kelompok juga akan mempengaruhi kinerja organisasi. Kinerja kelompok juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terkait dengan karateristik tim. Sementara kinerja organisasi dipengaruhi oleh beragam karateristik organisasi.

Gambar II.1

Pengaruh Kinerja Individu dan Kelompok Terhadap Kinerja Organisasi

Dokumen terkait