• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

Pada bagian ini akan diketengahkan kerangka acuan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam melaksanakan penelitian. Pada dasarnya tinjauan pustaka dilakukan untuk mengetahui sasaran penelitian secara teoritis, dan pada bagian ini akan diuraikan landasan teoritis yang dapat menjadi kerangka acuan dalam melakukan penilitian. Landasan yang dimaksud ialah teori yang merupakan kajian kepustakaan dari berbagai literature yang relevan dengan masalah yang akan diteliti oleh penulis.

1. Pengertian Analisis

Analisis merupakan sebuah proses yang sisitematis, yang mempersyaratkan kedisiplinan serta keuletan. penganalisis, dalam hal ini peneliti, perlu memiliki sikap yang tekun dan tidak cepat bepurus asa, memiliki kesabaran yang cukup tangguh untuk memperhatikan, merekam, mencatat, mengelompokkan, dan memilah-milah data dengan teliti, serta mencoba mencari kaitannya satu dengan yang lain dalam keseluruhan fenomena yang diakuinya. Dalam cara kerjanya, penganalisis harus menekankan pada upaya merduksi kerumitan data yang diperoleh dalam setiap pendekatan yang digunakannya, dan mengarahkan pada interprestasi yang mantap untuk memilih mana data yang mantap untuk memilih mana data yang menjadi kasus dan mana data yang terkait dengan kasus

Analisis merupakan suatu kegiatan reflektif, bertujuan untuk bergerak dari data ke tahapan konseptual. Kegiatan ini sangat berguna bagi penelusuran refleksi tersebut (dengan menggunakan catatan lapangan/catatan harian yang terjadwal). Rekaman yang terkunci menjadi gambar besar, tetapi juga member penganalisis senantiasa harus membangun pemahamannya secara dialogis, mempertanyakan dan mencari jawaban secara reflektifndari teori, konsep, fakta, dan realitas dalam kaitannya secara timbale balik, dan dalam konteksnya secara menyeluruh. Tujuan luas dari analisis adalah mencari makna dan memahaminya.analisis bermula dengan meletakkan dan memperhitungkan semua data dalam rangka memperoleh pemahaman yang menyeluruh. Data kemudian di bagi ke dalam unik-unik kebermaknaan dengan cara dikelompokkan atau dikategorikan, namun tetap berkaitan secara menyeluruh perlu di pertahankan.

Dalam kegiatan analisis, data senantiasa perlu di kategorisasikan baik dalam kaitannya dengan beberapa system yang disusun, misalnya, kriteria yang berkaitan dengan pertanyaan penelitian dan/atau kerangka konseptual maupun “diinterogasi” melalui proses induktif yang memunculkan kategori-kategori sebagai hasilnya. Peneliti juga perlu memiliki pertimbangan yang jelas dan tersurat bagi kriteria yang digunakannya dalam analisis, sehingga criteria tersebut dapat diterapakan secara tetap dan tidak berubah-ubah.

Peralatan intelektual yang utama dalam melaksanakan analisis adalah perbandingan. Tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan ini yaitu, mencari dan menemukan kesamaan-kesamaan dan/atau perbedaan-perbedaan dengan cara melakukan upaya perbandingan dan pengembangan kontras. Cara ini akan

bergunadalam rangka membentuk kategori, menegaskan batas-batas, menemukan ketidak tetapan, mencari pola dan hubungan-hubungan, dan memberikan gambaran yang lebih besar di balik rincian-rincian khusus. Analisis merupakan suatu kegiatan yang bersifat eklektik. Peneliti harus bermain dengan data, dan kemudian ia harus membenamkan diri dan menghayati data itu dengan seksama. Keterlibatan kreatif seorang penelitidalam hal ini menjadi persyaratan penting, namun demikian semua upaya yang dilakukan itu harus ditulis bagi pertanggungjawaban analisis.

Terdapat berbagai sarana visual untuk memilih dan menyusun data ketika melaksanakan analisis, misalnya, sebuah matrik, peta pemikiran, diagram jejaring, dan lain-lain; bagi suatu teks dapat juga dilakukan dengan cara menandai, member pengodean dengan warna (berkaitan dengan kriteria), menambahkan catatan-catatan dan komentar, penyajian grafis, kartu tik (catatan-catatan). Untuk melaksanakan analisis, peneliti dapat mencoba sarana yang berbeda-beda. Pertimbangan penting untuk hal ini yaitu penyajian yang berpariasi itu bertujuan memberi informasi atau gambaran yang lebih jelas, mudah dipahami dan ringkas, tetapi dengan muatan informasi yang padat. Proses seperti ini bersifattentatifdan harus dipersiapkan sejak awal, tampa perlu jauh-jauhsebelumnya menguncinya jadi sebuah kesimpulan.

Dalam banyak wilayah penelitian (yang mencakup kajian tentang manusia, hasil penelitian perlu dinegosiasi antara peneliti dan pelaku yang menjadi sasaran kajiannya. Negosiasi perlu dilakukan dalam rangkah memperoleh makana yang dimiliki bersama dan masyarakat yang menjadi sasaran kajian.

Berkaitan dengan hal itu, disarangkan agar peneliti tetap berfikir skeptic dan waspada terhadap bukti-bukti yang terbatas. Jika bukti tidak memadai, maka peneliti harus mengakuinya.

Penganalisis perlu nsenantiasa mengembangkan strategi alternative, misalnya bekerja dengan dua cara; bergerak secara cepat dan imaginative untuk menciptakan wawasan di satu sisi, dan bekerja dengan hati-hati dan metodologis guna merapatkan pembacaan dan fefleksi pada sisi yang lain. Suatu interprestasi berkembang atau bergerak dengan perlahan baik secara visual maupun wacana. Berkaitan dengan hal ini, sangat penting bagi seorang penganalisis untuk melihat kembali data mentah hasil penelitian lapangan untuk meyakinkan bahwa sebuah “mata rantai bukti” dan rangkaian pemahamannya jelas serta dapat di pertanggungjawabkan.

Hasil analisis menunjukkan beberapa jenis sistesis dan interprestasi pada tahapan yang lebih tinggi. Walaupun ban yak analisis mengambil bagian di dalamnya, tujuan akhir analisis adalah memunculkan suatu gambaran menyeluruh yang lebih luas, misalnya sebuah ringkasan yang terpadu, deskripsi pola/tema, identifikasi struktur yang mendasar, konsep atau teori baru, dan makna baru/alternatif. Analisi tidak pernah tuntas dan benar-benar berakhir. Analisis merupakan suatu kegiatan yang melengkapi suatu tahapan ketika pertanyaan ataau butir khusus telah diarahkan. Dengan demikian menjadi penting bagi peneliti untuk menytakan ruang lingkup atau batas-batas analisisnya. Analisis berakhir hanya sesudah data baru tidak lagi menumbuhkan wawasan baru yang lebih dalam, (Rohidi, 2012 : 230-233).

Marshal dan Rossman Rohidi dalam, (2012 : 233) Merinci prosedur analitik secara khusus kedalam tujuh tahapan, yaitu: (a) mengorganisasi data, (b) masuk dan membenamkan diri dalam data, (c) mengembangkan kategori dan tema, (d) mengode data, (e) menawarkan interprestasi melalui memo-memo analitik; (f) mencari pemahaman alternative, dan (g) menulis laporan atau format lainnya untuk menunjukkan kajiannya, setiap tahapan analisis data memerlukan reduksi data, ketika tumpukan data yang dikumpulkan di susun kedalam satuan-satuan data yang teratur, dan interpretasi, ketika peneliti melekatkan makan dan pemahamannya pada karya seni, tindakan-tindakan pelaku, dan peristiwa dalam kajiannya.

2. Pengertian Bentuk

Bentuk adalah struktur artikulasi sebuah hasil kesatuan yang menyeluruh dari suatu hubungan yang saling terkait, istilah penyajian sering didefenisikan cara menyajikan, proses dan penampilan.

Bentuk adalah merupakan totalitas dari pada karya seni itu sendiri. Bentuk itu merupakan organisasi atau suatu kesatuan dari komposisi dengan unsur pendukung karya lainnya. Ini di jelaskan lebih lanjut oleh Dharsono, bahwa ada dua macam bentuk yaitu :

1. Bentuk Visual

Bentuk Visual sifatnya “arsitektural” yaitu bentuk fisik dari sebuah karya seni atau kesatuan dari unsur-unsur pendukung karya seni tersebut.

2. Bentuk Khusus

Bentuk khusus yaitu bentuk yang tercipta karena adanya hubungan timbal balik antara nilai-nilai yang di pancarkan oleh fenomena bentuk fisik terhadap tanggapan kesadaran emosional, atau yang disebut “arsitektonik, Darsono dalam Meisar Ashari (2014 : 4)

Sementara itu menurut Situmorang, (2008: 34) Bentuk adalah sebuah istilah inklusif yang memiliki beberapa makna. Ia dapat merujuk pada penampilan eksternal yang dapat dikenali, seperti kursi atau tubuh manusia yang mendudukinya. Ia juga secara bias secara tidak langsung merujuk pada suatu kondisi khusus dimana sesuatu bertindak atau memanifestasikan dirinya sendiri, misalnya ketika kita membicarakan tentang air didalam bentuk es atau uap.

Bentuk fisik sebuah karya dapat diartikan sebagai konkritisasi dari sabject matter tersebut dan bentuk psikis sebuah karya merupakan susunan dari kesan hasil tanggapan. Hasil tanggapan yang terorganisir dari kekuatan proses imajinasi seorang penghayat itulah, maka akan terjadilah sebuah bobot karya atau arti (ini) sebuah karya seni disebut juga makna, (Dharsono, 2007 : 33)

3. Pengertian Fungsi

a. Fungsi dan Nilai-nilai dalam senjata tradisional

Bagi orang, setidaknya ada tiga fungsi yang terkandung dalam senjata tradisional, Syakni fungsi artistik, fungsi spiritual, dan fungsi keamanan. Fungsi artistik berhubungan dengan seni yang terkandung pada senjata tradisional, di mana senjata tradisional di perlukan bukan hanya perkakas, melainkan selayaknya

perhiasan. Untuk menunjang penampilannya, senjata-senjata tradisional yang senantiasa dirawat dengan apik, oleh sang pemilik disematkan sedemikian rupa di tubuhnya, baik di pinggang sebelah kanan atau kiri, dengan derajat kecodongan tertentu.

b. Fungsi spiritual

Fungsi spiritual, juga mengandung arti bahwa si pemilik memakai senjata sebagai pusaka yang memiliki tuah, yang bisa mengirim energi tertentu kepadanya. Bahkan konon, dahulu adalah biasa bagi seorang ayah untuk memintakan seorang empu (panre besi) untuk membuat senjata tertentu untuk anaknya, agar pusaka itu bisa membangun kerakter si anak dan berhasil merai cita-citanya. Penyerahan senjata dari ayah pada anaknya juga berarti sebuah pengakuan akan kedewasaan si anak, yang dianggap telah mampu bertanggung jawab.

c. Fungsi keamanan

Fungsi keamana tidak lain adalah bahwa senjata merupakan sarana untuk membentengi si pemilik dari ancaman-ancaman yang bias mencelakakannya. Dalam bahasa sederhana, senjata merupakan untuk berjaga-jaga dan melindungi diri

4. Eksplantasi Badik / Kawali

a. Pengertian Badik / Kawali

Badik atau kawali adalah senjata tajam yang berasal dari Sulawesi dan paling banyak digunakan oleh masyarakat Bugis Bone. Badik diposisikan di bawah Keris, untuk itu banyak sekali masyarakat Bugis Bone yang memiliki Badik dengan tidak memandang strata sosial dari pemakai. Begitu umum dan kuatnya pemakaian Badik bagi suku Bugis Bone sehingga dikatakan bahwa Badik adalah teman setia lelaki Bugis Bone. Sama halnya dengan Keris, Badik juga didapat secara turun temurun dan terutama apabila si penerima ingin merantau atau beranjak dewasa. Hingga saat ini masih dapat dijumpai pande (Panre) Badik di daerah Sulawesi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pekerjaan menempa senjata adalah pekerjaan yang sangat tua umurnya, Pekerjaan pembuatan senjata tajam oleh pandai besi (Panre besi) dalam masyarakat merupakan pekerjaan yang di pandang terkemuka di pandang tinggi bukan saja karna kepandaiannya menempah besi atau baja, akan tetapi karna keahliannya memberi watak tertentu kepada senjata yang dibuatnya untuk memberi pengaruh kepada pemesannya. Serta kesanggupannya berhubungan dengan dewa-dewa atau roh-roh gaib di daerah bugis dikenal macam macam Badik yang mereka Sebut “ Kawali ” seperti Kawali Gecong, Kawali Cippa Cikedong dan sebagainya.

Menurut pandangan orang Bugis Bone, setiap jenis badik memiliki kekuatan sakti (gaib). Kekuatan ini dapat mempengaruhi kondisi, keadaan, dan proses kehidupan pemiliknya. Sejalan dengan itu, terdapat kepercayaan bahwa

badik juga mampu menimbulkan ketenangan, kedamaian, kesejahteraan dan kemakmuran ataupun kemelaratan, kemiskinan dan penderitaan bagi yang menyimpannya. Untuk kekuatan yang ada pada badik adalah ditentukan oleh doa atau pembuatannya..

b. Jenis badik/kawali

Secara umum badik terdiri atas tiga bagian, yakni hulu (gagang) dan bilah (besi), serta sebagai pelengkap adalah warangka atau sarung badik. Disamping itu, terdapat pula pamor yang dipercaya dapat mepengaruhi kehidupan pemiliknya.

1. Kawali / Badik Cippa Cikedong

Gambar 1. Kawali Cippa Cikedong

(Sumber : http://iqbalxnrl.blogspot.com/2012/11/macam-macam-badiksenjata-khas-bugis.html#ixzz2zAf9b140)

Kawali ini merupakan salah satu dari jenis Kawali yang memiliki pamor yang sangat indah dan memiliki karakteristik tersendiri, jenis badik ini berasal dari tanah Luwu karena bentuk fisik dari Kawali ini agak membungkuk (hampir sama dengan jenis badik Luwu) keindahan yang dimiliki Kawali ini terdapat pada bilahnya yang memiliki retakan pada tengah bilah Badik dari punggung Badik/kawali. Tuahnya adalah membuat pemiliknya disenangi oleh siapa saja yang melihatnya.

2. Kawali / Badik Lagecong

Gambar 2. kawali lagecong

(Sumber : http://iqbalxnrl.blogspot.com/2012/11/macam-macam-badiksenjata-khas-bugis.html#ixzz2zAf9b140)

Kawali lagecong, Kawali bugis satu ini dikenal sebagai Kawali perang, banyak orang mencarinya karna sangat begitu terkenal dengan mosonya (racunnya), banyak orang percaya bahwa semua alat perang akan tunduk pada Kawali gecong tersebut. Panjang gecong biasanya sejengkalan orang dewasa, pamor lonjong, bentuknya lebih pipih, tipis tapi kuat. Dan dilihat dari gambar sebelumnya (gambar 2) Ragam Hias pada sarung Kawali lagecong ini lebih sederhana, karena kurangnya ukiran pada sarung Kawali ini kelihatan simpel dan sederhana.

3. Kawali / Badik Raja (gecong raja, bontoala)

Gambar 3. kawali raja

(Sumber : http://iqbalxnrl.blogspot.com/2012/11/macam-macam-badiksenjata-khas-bugis.html#ixzz2zAf9b140)

Kawali ini bilahnya agak besar ukurannya 20-25 cm, bentuk bilahnya agak membungkuk dari hulu agak kecil kemudian melebar kemudian meruncing. Ragam Hias pada sarung Kawali raja (lihat gambar 3) sangat jelas terlihat, hampir seluruh permukaan sarung badik dipenuhi dengan ukiran-ukiran yang bermotif.

Kawali ini bagaikan terpisah dari bagian kiri dan kanan dan juga pada bilah Kawali ada lubang kecil.

Pada bagian sarung badik (lihat gambar 5) terlihat hanya logam polos tanpa dihiasi ukiran atau pola-pola ragam hias,hanya ada sedikit ukiran pada kayu bagian atas sarung Kawali.

5. Motif Hias Senjata Tradisional.

Motif senjata tradisional beraneka ragam dari motif senjata tradisional itu yang menyebabkan perbedaan-perbedaan nama senjata tradisional. setiap motif itu mengandung makna dan fungsi tersendiri. bahkan tidak sedikit masyarakat mempercayai kagaiban di setiap motif senjata tradisional

Salah satu contoh motif senjata tradisional suku Bugis Bone. yaitu badik “kawali” yaitu Kawali Lagemme’ Silampa yang memiliki motif berupa urat (ure„) yang membujur dari pangkal ke ujung. Memiliki makna tersebut senantiasa akan memberikan keselamatan dan kesejahteraan dalam kehidupannya bersama dengan segenap kaum kerabatnya. Sedangkan Kawali Lasabbara memiliki makna untuk mendapatkan kesabaran

Bila dipercaya terdapat kawali yang mengandung kebaikan, demikian pun sebaliknya terdapat kawali yang mengandung kesialan. Kawali suke puli adalah kawali yang dianggap amat buruk bagi siapapun, Kawali Latemmewa merupakan badik yang sangat tidak baik, karena dipercaya badik ini tidak dapat menjaga wibawa dan kehormatan pemiliknya, bahkan kawali ini dapat membunuh orang yang memilikinya.

Sejalan dengan kepercayaan tersebut, terdapat Kawali Lamalomo Malaweng Tappi’enngi yang memiliki motif berupa guratan tanda panah pada bagian pangkalnya. Dipercaya, pemilik badik ini seringkali terlibat dalam perbuatan zina. Badik ini memiliki kepercayaan yang berlawanan dengan Kawali Lamalomo Rialawengeng. Konon kabarnya pemilik kawali seperti ini seringkali istrinya melakukan perzinahan dengan lelaki lain.

Kawali bagi masyarakat Sulawesi Selatan mempunyai kedudukan yang tinggi. Badik/kawali bukan hanya berfungsi sekedar sebagai senjata tikam, melainkan juga melambangkan status, pribadi dan karakter pembawanya. Kebiasaan membawa Badik/kawali di kalangan masyarakat terutama suku bugis Bone dan Makassar merupakan pemandangan yang lazim ditemui sampai saat ini. Kebiasaan tersebut bukanlah mencerminkan bahwa masyarakat Sulawesi Selatan khususnya suku bugis Bone dan Makassar adalah masyarakat yang gemar

berperang atau suka mencari keributan melainkan lebih menekankan pada makna simbolik yang terdapat pada badik/kawali tersebut.

Dokumen terkait