• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. KAJIAN PUSTAKA

1. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2009) mendefinisikan hasil belajar sebagai suatu perbuatan tingkah laku yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan menurut Nawawi (dalam buku Susanto, 2012) menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Secara sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.

Menurut Bloom (dalam buku Parwati, 2018) membagi hasil belajar ke dalam tiga ranah hasil yaitu :

a. Ranah kognitif

Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir seseorang. Dalam Taksonomi Bloom yang dikembangkan pada tahuan 1956, dikenal ada enam jenjang ranah kognitif yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi.

b. Ranah afektif

Ranah afektif berhubungan dengan minat, perhatian, sikap, emosi, penghargaan, proses, internalisasi dan pembentukan karakteristik diri. Krathwohl, Bloom, dan Masia (1964) membagi ranah afektif dalam lima jenjang yaitu penerimaan (receiving), penanggapan (responding), penghargaan (valuing), pengorganisasian (organization), dan penjatidirian (characterization).

c. Ranah psikomotor

Ranah psikomotor berhubungan dengan kemampuan gerak atau manipulasi yang bukan disebabkan oleh kematangan biologis, kemampuan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh yang lain.

Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah keberhasilan yang sudah di capai setiap siswa setelah menerima proses pembelajaran dengan kemampuan yang sudah dimiliki siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Dalam penelitian ini peneliti fokus kepada satu aspek yaitu aspek kognitif.

Berdasarkan pengertian hasil belajar siswa, maka dipengaruhi oleh dua faktor. Menurut Waslimah (2007 : 158), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1. Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.

2. Faktor eksternal berasal dari luar diri peserta didik yang memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.

Berdasarkan faktor-faktor yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak hanya satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar, melainkan dua jenis faktor. Kedua jenis faktor tersebut adalah faktor intrenal yang mempengaruhi hasil belajar yaitu kecerdasan, minat dan perhatian dalam diri siswa untuk tertarik pada suatu kegiatan belajar. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu keluarga dan suasana pembelajaran yang sedang berlangsung di dalam kelas.

2. Pengertian Minat belajar a. Pengertian Minat

Minat merupakan faktor psikologis yang terdapat pada setiap orang. Menurut Eveline Siregar (2010 : 176) minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar untuk sesuatu. Menurut Reber (dalam buku Baharuddin, 2015) minat bukanlah istilah yang populer dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusaatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan. Sementara itu menurut Slameto (2015:180) berpendapat bahwa

minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan sesuatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri, yang dapat berupa seseorang, suatu obyek, suatu situasi, suatu aktivitas dan lain sebagainya. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, maka akan semakin besar minat belajarnya.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa minat merupakan kecenderungan dari hati seseorang untuk melakukan aktivitas pada kegiatan (belajar) tanpa ada yang menyuruh dari luar individu. Minat dapat membuat seseorang memilikegairahan dan keinginan dalam melakukan kegiatan (belajar) yang disebabkan oleh perasaan senang dalam dirinya.

b. Pengertian belajar

Menurut Slameto (2015 : 2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut R. Gagne (dalam buku Susanto, 2012) mengungkapkan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Sementara itu menurut Cronbach (dalam buku Syaiful Bahri Djamarah, 2011) berpendapat bahwa learning is shown by chage in behavior as a result of experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.

Berdasarkan pengertian belajar diatas, maka peneliti menyimpulkan bahwa belajar adalah kegiatan (belajar) seseorang dalam memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.

Jadi dari pengertian minat dan belajar menurut teori diatas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa minat belajar merupakan suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas seseorang dalam melakukan kegiatan (belajar) tanpa ada yang menyuruh untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalamannya sendiri. Minat belajar sangat berpengaruh dengan pencapaian hasil belajar yang diraih siswa. Siswa yang memiliki minat belajar yang tinggi maka ia akan mendapatkan hasil belajar yang tinggi, sebaliknya siswa yang tidak memiliki minat belajar maka ia akan mendapatkan hasil belajar yang rendah.

c. Ciri-ciri minat belajar

Hurlock (dalam buku Susanto, 2012) menyebut ada tujuh ciri minat belajar yang masing-masing dalam hal ini tidak dibedakan antara ciri minat secara spontan maupun terpola. Ciri-ciri ini, sebagai berikut :

1. Minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan mental. Minat disemua bidang berubah selama terjadi perubahan fisik dan mental, misalnya perubahan minat dalam hubungannya dengan perubahan usia. 2. Minat tergantung pada kegiatan belajar. Kesiapan belajar merupakan

3. Minat tergantung pada kesempatan belajar. Kesempatan belajar merupakan faktor yang sangat berharga, sebab tidak semua orang dapat menikmatinya.

4. Perkembangan minat mungkin terbatas. Keterbatasan ini mungkin dikarenakan keadaan fisik yang tidak memungkinkan.

5. Minat dipengaruhi budaya. budaya sangat mempengaruhi, sebab jika budaya sudah mulai luntur mungkin minat juga ikut luntur.

6. Minat berbobot emosional. Minat berhubungan dengan perasaan, maksudnya bila suatu objek dihayati sebagai sesuatu yang sangat berharga, maka akan timbul perasaan senang yang akhirnya dapat diminatinya.

7. Minat berbobot egosentris, artinya jika seseorang senang terhadap sesuatu, maka akan timbul hasrat untuk memilikinya.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa dari masing-masing ciri minat belajar di atas dapat mempengaruhi kegiatan belajar siswa. Jika kegiatan belajar selalu disertai minat maka siswa akan mendapatkan hasil yang memuaskan terhadap kegiatan belajarnya. Berbeda halnya dengan jika kegiatan belajar tanpa disertai minat, maka kegiatan belajar akan terasa membosankan dan tidak akan memperoleh hasil yang memuaskan terhadap pengalaman dan perubahan tingkah laku pada diri siswa tersebut.

d. Pembentukan minat belajar

Minat secara psikologis banyak dipengaruhi oleh perasaan senang dan tidak senang yang terbentuk pada fase perkembangan fisik dan psikologis anak. Setiap jenis minat berpengaruh dalam pemenuhan kebutuhan sehingga makin kuat terhadap kebutuhan sesuatu. Dalam kaitan ini Slameto (1995 : 181), menyebutkan bahwa intensitas kebutuhan yang dilakukan oleh individu akan berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya minat individu yang bersangkutan. Jadi seorang siswa akan memiliki minat ketika ia dapat mempelajari masalah-masalah sosial, apabila inteligensinya telah berkembang sampai pada taraf yang diperlukan dalam memahami fakta dan gejala sosial dalam kehidupan sehari-hari (dalam buku Susanto, 2012).

Adapun menurut Sukartini, (1986 : 63), mengungkapkan bahwa perkembangan minat tergantung pada kesempatan belajar yang dimiliki oleh seseorang. Dengan kata lain, bahwa perkembangan minat sangat tergantung pada lingkungan dan orang-orang dewasa yang erat pergaulannya dengan mereka, sehingga secara langsung akan berpengaruh pula terhadap kematangan psikologisnya (dalam buku Susanto, 2012). Lingkungan bermain, teman sebaya, dan pola asuh orang tua merupakan pengaruh dari minat seorang siswa. Disamping itu, lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan pola pergaulan akan merangsang tumbuhnya minat baru yang dimiliki oleh siswa secara lebih terbuka.

Berdasarkan uraian singkat di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa perkembangan minat sangat tergantung pada lingkungan seperti

teman sebaya, pola asuh orang tua, dan lingkungan bermain sehingga akan berpengaruh pula terhadap kematangan psikologis siswa.

e. Pengaruh minat terhadap kegiatan belajar siswa

Minat merupakan faktor yang sangat penting dalam kegiatan belajar siswa. Menurut Sardiman, 2007:27 (dalam buku Susanto, 2012) yang menyatakan bahwa proses belajar itu akan berjalan lancar kalau disertai dengan minat. Begitu juga menurut William James dalam Uzer Usman, 2000:27 (dalam buku Susanto, 2012), menyatakan bahwa minat belajar merupakan faktor utama yang menentukan derajat keaktifan belajar siswa. Jadi, dapat ditegaskan bahwa suatu kegiatan belajar yang akan dilakukan tetapi tidak sesuai dengan minat siswa akan mendapatkan hasil belajar rendah. Namun, dengan adanya minat dalam kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa, maka siswa akan mendapatkan hasil belajar yang tinggi atau kepuasan batin dari belajar yang telah dilakukan.

Dari uraian di atas, maka semakin jelas bahwa minat berdampak terhadap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang. Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar minat dimungkinkan akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pernyataan ini didukung oleh pendapat Hartono, 2005:14 (dalam buku Susanto, 2012) yang menyatakan bahwa minat memberikan sumbangan besar terhadap keberhasilan belajar peserta didik. Bahan pelajaran, pendekatan, ataupun metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan minat peserta didik menyebabkan hasil belajar tidak optimal.

Berdasarkan uraian singkat diatas, maka peneliti menyimpulkan bahwa minat belajar siswa merupakan faktor yang sangat penting dalam proses belajar yang berpengaruh juga pada hasil belajar siswa yang akan dicapai.

3. Pelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Matematika merupakan salah satu dari lima bidang ke-SD-an yang diajarkan di sekolah dasar. Menurut Johnson & Rising, 1972 (dalam buku Runtukahu, 2013), mengungkapkan bahwa matematika adalah pengetahuan terstruktur, dimana sifat dan teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur-unsur yang didefinisikan atau tidak didefinisikan berdasarkan aksioma, sifat, atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya. Selain itu Johnson dan Rising menyatakan bahwa matematika ialah simbol tentang berbagai gagasan dengan menggunakan istilah-istilah yang didefinisikan secara cermat, jelas, dan akurat. Adapun menurut Beth & Piaget, 1956 (dalam buku Runtukahu, 2013), mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan matematika adalah pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai struktur abstrak dan hubungan antar-struktur tersebut sehingga terorganisasi dengan baik. Dipihak lain, Reys dkk, 2002 (dalam buku Runtukahu, 2013) mengatakan bahwa matematika adalah studi tentang pola dan hubungan, cara berpikir dengan strategi organisasi, analisis dan sintesis, seni, bahasa, dan alat untuk memecahkan masalah-masalah abstrak dan praktis.

Berdasarkan pengertian matematika yang telah diuraikan di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa matematika sangat perlu diberikan kepada siswa dari mereka sudah mulai masuk sekolah dasar untuk

membekali cara berpikir dengan strategi organisasi, analisis dan sintesis, seni, bahasa, dan alat dalam memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga merupakan ilmu deduktif tentang pola keteraturan dan struktur yang terorganisasi yang ditekankan pada angka dan mengoperasikan angka tersebut.

a. Tujuan Matematika di Sekolah Dasar

Tujuan dari pelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Menurut Depdiknas, 2001:9 (dalam buku Susanto, 2012), tujuan pelajaran matematika agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonse, dan mengaplikasikan konsep atau algoritme .

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menfasirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pelajaran Matematika di sekolah dasar siswa diharapkan dapat memahami konsep dari Matematika, dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari secara kritis dan sistematis, serta dapat belajar terampil seperti berhitung, bernalar, aktif, dan kreatif.

b. Ruang lingkup mata pelajaran matematika

Adapun ruang lingkup pada mata pelajaran matematika yaitu bilangan, bilangan geometri, dan pengukuran. Abdurrahman, 1996 (dalam buku Bandi Delphie, 2009:3), menyebutkan bahwa mata pelajaran matematika yang di ajarkan di sekolah dasar mencakup tiga cabang yaitu aritmatika, aljabar, dan geometri. Kompetensi dalam bilangan ditekankan pada kemampuan memahami konsep bilangan bulat dan konsep, operasi hitung dan sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehar-hari. Dalam hal ini peneliti melakukan penelitian di kelas IV SDN Karangmloko 1. Peneliti mengambil tema FPB dan KPK dan subtema FPB 2 bilangan dan 3 bilangan, peneliti juga mengambil materi dari KD 3.6 “Menjelaskan dan menentukan faktor persekutuan, faktor persekutuan terbesar (FPB), kelipatan persekutuan, dan kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari dua bilangan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari”.

4. Krakteristik Siswa Sekolah dasar

Pada masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada

masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal. Siswa sekolah dasar merupakan masa transisi dari sekolah taman kanak-kanak (TK) ke sekolah dasar (Susanto, 2012 : 70). Pertumbuhan dan perkembangan pada siswa merupakan bagian dari pengetahuan yang harus dimiliki oleh setiap guru. Menurut Sumantri, 2005 (dalam buku Susanto, 2012), pentingnya memperlajari perkembangan peserta didik baik guru sebagai berikut :

a. Kita akan memperoleh ekspektasi yang nyata tentang anak dan remaja. b. Pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak membantu kita untuk

merespons sebagaimana mestinya pada perilaku tertentu pada seorang anak.

c. Pengetahuan tentang perkembangan anak akan membantu mengenali berbagai penyimpangan dari perkembangan yang normal.

d. Dengan mempelajari perkembangan anak akan membantu memahami diri sendiri.

Perkembangan dan pertumbuhan pada anak meliputi pada aspek fisik dan mental. Perkembangan mental itu meliputi perkembangan intelektual, emosi, bahasa, dan moral keagamaan. Pada tahap perkembangan ini berkaitan dengan tahapan perkembangan kognitif siswa dalam setiap kelompok umurnya, sebagaimana dikemukakan oleh Piaget, 1950 (dalam buku Susanto, 2012), yang menyatakan bahwa setiap tahapan perkembangan kognitif tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda secara garis besarnya dikelompokkan kepada empat tahap yaitu :

a. Tahap sensori motor (usia 0-2 tahun), pada tahap ini belum memasuki usia sekolah.

b. Tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun), pada tahap ini kemampuan skema kognitifnya masih terbatas. Peserta didik suka meniru perilaku orang lain. Perilaku yang ditiru terutama perilaku orang lain (khususnya orang tua dan guru) yang ia pernah lihat ketika orang lain itu merespons terhadap perilaku orang, keadaan, dan kejadian yang dihadapi pada masa lampau. Peserta didik mulai mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimat-kalimat pendek secara efektif. c. Tahap operasional konkret (usia 7-15 tahun), pada tahap ini peserta didik suda mulai memahami aspek-aspek kumulatif materi, misalnya volume dan jumlah; mempunyai kemampuan memahami cara mengombinasikan beberapa golongan benda bervariasi tingkatannya. Selain itu peserta didik sudah mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.

d. Tahap operasional formal (usia 11-15 tahun), pada tahap ini peserta didik sudah menginjak usia remaja, perkembangan kognitif peserta didik pada tahap ini telah memiliki kemampuan mengoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif baik secara simultan (serentak) maupun berurutan. Dari definisi yang telah diuraikan diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa siswa sekolah dasar berada pada tahapan perkembangan kognitif pada tahap operasional konkret. Hal ini tentu membuat sifat atau karakteristik anak SD akan berbeda dengan tahap perkembangan yang lainnya. Dalam hal ini juga karakteristik siswa SD perlu

bimbingan dalam mengenal siapa dirinya dan membandingkan dirinya dengan teman sebayanya. Jika dalam proses tersebut tanpa bimbingan siswa akan cenderung sukar dalam beradaptasi dengan lingkungannya.

5. Model PBL

Menurut Duch (1995), PBL atau PBM adalah model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan (dalam Shoimin, 2014:130). Finkle Torp (1995) menyatakan bahwa PBM merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik (dalam Shoimin, 2014:130).

Berdasarkan definisi diatas maka dapat diartikan bahwa PBL atau PBM merupakan suasana pembelajaran yang akan diarahkan oleh suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, in Liu (2005) menjalaskan karakteristik dari PBM, (dalam Shoimin, 2014:130) yaitu :

a. Learning is student-centered

Proses pembelajaran dalam PBL lebih enitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori

konstruktivisme dimana siswa di dorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.

b. Authentic problem form the organizing focus learning

Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti. c. New information is acquired through self-directed learning

Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui semua pengetahuan prasyaratnya sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.

d. Learning occurs in small groups

Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaboratif, PBM dilaksanakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.

e. Teachers act as facilitators

Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Meskipun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswadan mendorong mereka agar mencapai target yang hendak dicapai.

Langkah-langkah model PBL menurut Shoimin (2014:131) yaitu : a. Orientasi siswa kepada masalah

Kegiatan yang pertama dilakukan dalam model ini adalah dijelaskannya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai oleh guru,selanjutnya disampaikannya terkait logistik yang dibutuhkan,diajukannya suatu masalah yang harus dipecahkan siswa, memotivasi para siswa agar dapat terlibat secara langsung untuk melakukan aktivitas pemecahan masalah yang menjadi pilihannya.

b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Guru dapat melakukan perannya untuk membantu siswa dalam mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang terkait dengan masalah yang disajikan.

c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru melakukan usaha untuk mendorong siswa dalam mengumpulkan informasi yang relevan, mendorong siswa untuk melakukan eksperimen, dan untuk mendapat pencerahan dalam pemecahan masalah.

d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu para siswa-siswinya dalam melakukan perencanaan dan penyiapan karya yang sesuai misalnya laporan, video atau model, serta guru membantu para siswa untuk berbagi tugas antar anggota dalam kelompoknya.

e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Guru membantu para siswa dalam melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dalam setiap proses yang mereka gunakan.

Kelebihan model PBL atau PBM menurut Shoimin (2014:132) yaitu : a. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah

dalam situasi nyata.

b. Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar.

c. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi.

d. Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok.

e. Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik dari perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi.

f. Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri. g. Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah

dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka.

h. Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.

Kekurangan model PBL atau PBM menurut Shoimin (2014:132) yaitu : a. PBM tidak dapat diterapakan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian

pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah.

b. Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian kelas.

Dokumen terkait