• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Prestasi Belajar Siswa

Prestasi belajar terdiri dari dua kata, yaitu prestasi dan belajar. Masing-masing memiliki arti sendiri. Berikut ini berbagai definisi mengenai prestasi dan belajar.

1) Pengertian Belajar

Kata belajar identik dengan kegiatan menghafalkan catatan, membaca buku, bahkan mengingat-ingat materi pelajaran/pengetahuan. Sehingga apa yang akan dipelajari mudah hilang setelah pengetahuan itu dipergunakan. Pemahaman tentang belajar tersebut hanyalah makna sempit saja.

Jika dicermati kata belajar tidak hanya berhenti pada kegiatan mengingat ataupun menghafal. Belajar merupakan suatu proses atau kegiatan yang ditandai dengan perubahan tingkah laku yang positif dari orang yang belajar. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:17), belajar berarti 1. Berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; 2. Berlatih; 3. Berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.

3) Pengertian Prestasi

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:895), prestasi berarti hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan). Pengertian dari akademis adalah hasil pelajaran yang

diperoleh dari kegiatan belajar di sekolah atau perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian belajar penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lainnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru; hasil kerja yang dicapai oleh seseorang melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. 1. Prestasi Belajar adalah hasil yang diraih/didapat setelah seseorang

melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.

2. Prestasi Belajar juga berubahnya tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman belajar menurut pandangan Skinner. Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi baik. Sebaliknya bila ia tidak belajar maka responnya menurut Sukirin tidak baik. Menurut Sukirin dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Psykologi Pendidikan dikemukakan sebagai berikut : Belajar adalah suatu kegiatan yang disengaja untuk mengubah tingkah laku, sehingga diperoleh kecakapan baru (Sukirin, 1978:36)

Dari beberapa pendapat tersebut dapat dirumuskan belajar adalah suatu proses kognitif yang terjadi secara aktif untuk memperoleh pengetahuan sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang diharapkan. Perilaku yang positif menuju kemajuan. 2. Cooperative Learning dengan Teknik Jigsaw

Cooperative Learning yaitu suatu pendekatan yang mencakup kelompok kecil dari siswa yang bekerja sama sebagai suatu tim untuk memecahkan masalah, menyelesaikan tugas, atau menyelesaikan suatu tujuan bersama (Artzt dan Newman dalam Asma 2006: 11). Sementara Slavin dalam Asma (2006: 11) mendefinisikan belajar kooperatif adalah siswa belajar bersama, saling menyumbang pemikiran dan bertanggungjawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok. Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang terstruktur dan sistematis, di mana kelompok-kelompok kecil bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Falsafah yang mendasari model pembelajaran gotong royong dalam pendidikan adalah falsafah homo homini socius yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial (Lie, 2008: 28). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Cooperative Learning adalah salah satu pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Dalam pembelajaran ini siswa bekerja sama dengan siswa yang lain dalam kelompok yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling membantu dalam memahami materi pelajaran. Dalam Cooperative Learning, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok

belum menguasai bahan pelajaran. Menurut Asma (2006: 12) tujuan dari Cooperative Learning adalah untuk pencapaian hasil belajar, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Pada Cooperative Learning, terdapat beberapa unsur yang saling terkait satu sama lainnya.

Menurut Roger dan David Johnson dalam Lie (2006: 32) menyatakan bahwa ada lima unsur dasar yang terdapat dalam struktur

Cooperative Learning agar mencapai hasil maksimal yaitu :

a. Saling ketergantungan positif, keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha dan tanggung jawab setiap kelompok, oleh karena itu sesama anggota kelompok harus merasa terikat dan saling tergantung positif

b. Tanggung jawab perseorangan, setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk menguasai materi pelajaran karena keberhasilan belajar kelompok ditentukan dari seberapa besar sumbangan hasil belajar secara perseorangan.

c. Tatap muka, interaksi yang terjadi melalui diskusi akan memberikan keuntungan bagi semua anggota kelompok karena memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing anggota kelompok. Inti dari interaksi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.

d. Komunikasi antar anggota, karena dalam setiap tatap muka terjadi diskusi, maka keterampilan berkuminkasi antar anggota kelompok sangatlah penting. Keberhasilan suatu kelompok tergantung pada kesediaan para anggota untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini merupakan proses panjang. Namun proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional siswa.

e. Evaluasi proses kelompok, keberhasilan belajar dalam kelompok ditentukan oleh proses kerja kelompok. Dalam penerapan pembelajaran kooperatif tidak terlepas dari langkah-langkah yang harus dilakukan supaya pembelajaran dapat berjalan dengan baik. 2) Teknik Jigsaw

Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson dan rekan-rekannya sebagai model Cooperative Learning. Teknik menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Dalam penerapan Jigsaw, siswa dibagi kelompok dengan empat atau lima anggota kelompok belajar heterogen. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari, menguasai bagian tertentu bahan yang diberikan kemudian menjelaskan pada anggota kelompoknya. Dengan demikian terdapat rasa saling membutuhkan dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Para anggota dari kelompok lain yang bertugas mendapat topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut kelompok ahli. Kemudian anggota tim ahli kembali ke kelompok asal dan mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dan didiskusikan di dalam kelompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman kelompoknya sendiri.

Menurut Trianto (2009: 73), langkah-langkah dalam

Cooperative Learning Teknik Jigsaw adalah :

a. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok beranggotakan 4 sampai 5 orang yang disebut kelompok asal).

b. Tiap orang dalam tim diberi bahan materi dan tugas yang berbeda dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya.

c. Anggota dari kelompok yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk kelompok baru (kelompok ahli)

d. Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang materi yang mereka kuasai.

Penggunaan model Cooperative Learning dengan Jigsaw ini dapat dijadikan salah satu pilihan dalam menjawab permasalahan tentang kurangnya minat siswa dalam pembelajaran matematika. siswa diajak untuk mempelajari konsep tertentu dengan suasana yang menyenangkan sehingga prestasi dapat meningkat.

Dalam standar proses pendidikan, pembelajaran didesain untuk membelajarkan siswa. Artinya, sistem pembelajaran menempatkan siswa sebagai subyek belajar. Dengan kata lain, pembelajaran ditekankan atau berorientasi pada aktivitas siswa. Beberapa unggulan jigsaw yaitu : (a) setiap siswa akan memiliki tanggung jawab akan tugasnya, (b) mengembangkan kemampuan siswa mengungkapkan ide atau gagasan dalam memecahkan masalah tanpa takut membuat salah, (c) dapat meningkatkan kemampuan sosial: mengembangkan rasa harga diri dan hubungan interpersonal yang positif, (d) waktu pelajaran lebih efisien dan efektif, dan (e) dapat berlatih berkomunikasi dengan baik.

3. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. (KBBI, 1996: 14)

Sependapat dengan pernyataan tersebut Soetomo (1993: 68) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan

tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain. (Soetomo, 1993: 120)

Dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 bab 1 pasal 1 ayat 20 “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar suatu lingkungan belajar”. Melalui proses tersebut diharapkan tercipta hubungan yang baik, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Siswa juga dapat merasakan manfaat dari proses tersebut untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik.

Pembelajaran matematika di kelas dipandang sebagai suatu proses aktif dan sangat di pengaruhi oleh apa yang sebenarnya ingin dipelajari anak. Dari pandangan ini hasil belajar bukan semata-mata bergantung pada apa yang disajikan guru, melainkan dipengaruhi oleh interaksi antara berbagai informasi yang diminati kepada anak dan bagaimana anak mengolah informasi berdasarkan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya. Pada dasarnya, matematika adalah pemecahan masalah karena itu, matematika sebaiknya diajarkan melalui berbagai masalah yang ada disekitar siswa dengan memperhatikan usia dan pengalaman yang mungkin dimiliki siswa.

Menurut pandangan konstruktivisme belajar adalah proses aktif belajar mengonstruksi arti. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang

dipelajari dengan pengertian yang sudah dipumyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan (Suparno1997: 61). Ini berati bahawa kegiatan belajar adalah kegiatan aktif, dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari dan bertanggungjawab atas hasil belajarnya.

Dalam hal belajar mengajar matematika, perlu diketahui karakteristik matematika. Dengan mengetahui karakteristik matematika, maka seharusnya dapat pula diketahui bagaimana belajar dan mengajar matematika. Karakteristik matematika yang dimaksud adalah objek matematika bersifat abstrak, materi matematika disusun secara hirarkis, dan cara penalaran matematika adalah deduktif.

Objek matematika bersifat abstrak, maka belajar matematika memerlukan daya nalar yang tinggi. Demikian pula dalam mengajar matematika guru harus mampu mengabstraksikan objek-objek matematika dengan baik sehingga siswa dapat memahami objek matematika yang diajarkan.

Materi matematika disusun secara hirarkis artinya suatu topik matematika akan merupakan prasyarat bagi topik berikutnya. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu topik matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi proses belajar mengajar matematika tersebut.

Ini berarti proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara kontinyu. Karena dalam belajar matematika memerlukan materi prasyarat untuk memahami materi

berikutnya, maka dalam mengajar matematika guru harus mengidentifikasikan materi-materi yang menjadi prasyarat suatu topik mata pelajaran matematika.

4. Proses Belajar Matematika di SD Menggunakan Model Kooperatif Teknik Jigsaw

Siswa Sekolah Dasar umumnya berumur antara 6 atau 7 tahun samapi 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget (dalam Heruman, 2007: 1), mereka berada dalam fase operasional kongkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat terikat dengan objek yang bersifat kongkret.

Dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek kongkret yang dapat ditangkap oleh panca indera. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa.

Pada proses penanaman konsep dasar, yang dalam hal ini pada proses pengenalan, guru hendaknya menggunakan media atau alat peraga dalam rangka membantu pola pikir siswa. Hal ini dimaksudkan agar menjadi jembatan untuk menghubungkan kearah kemampuan kognitif siswa dari yang kongkret kearah konsep ayang abstrak (Heruman, 2007:1). Setelah proses penanaman konsep dilalui, maka dapat dilanjutkan pada

pembelajaran dalam rangka pemahaman konsep dan pembinaan keterampilan.

Jigsaw didesain selain meningkatkan rasa tanggung jawab siswa secara individu juga dituntut saling ketergantungan yang positif (saling membantu) terhadap teman sekelompoknya. Pada akhir pembelajaran diberkan tes pada siswa secara individual. Materi yang diteskan meliputi materi yang telah dibahas.

Kunci pembelajaran kooperatif teknik jigsaw adalah interdependensi setiap siswa terhadap anggota kelompok yang memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan tes dengan baik.

Dokumen terkait