• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

Teori Perkembangan Anak

Perkembangan anak adalah penyempurnaan dan peningkatan fungsi secara kualitas (Syaodih dalam Sutirna, 2013: 13). Proses perkembangan menurut Werner (dalam Suhada, 2017: 3) berlangsung dari keadaan yang global dan kurang berdiferensiasi sampai pada keadaan diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Istilah perkembangan menurut Slavin (2019: 50) mengacu pada cara orang tumbuh, menyesuaikan diri, dan berubah sepanjang perjalanan hidupnya melalui perkembangan kepribadian, perkembangan sosio emosi, perkembangan kognisi (pemikiran), dan perkembangan bahasa.

Pandangan Piaget tentang perkembangan kognisi menyatakan bahwa kecerdasan atau kemampuan kognisi anak mengalami kemajuan melalui empat tahap yang jelas. Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, pandangan tentang perkembangan kognisi sebagai proses ketika anak secara aktif membangun sistem pengertian dan pemahaman tentang realitas melalui pengalaman dan interaksi mereka (Berk dalam Slavin, 2019: 55). Piaget membagi perkembangan kognisi anak dan remaja menjadi empat tahap: sensorimotor, pra-operasi, operasi konkret, dan operasi formal. Berikut ini adalah uraian dari keempat tahap tersebut:

a. Tahap sensorimotor (sensorimotor stage), yaitu tahap perkembangan anak pada usia 0 – 2 tahun. Tahap ini ditandai dengan seorang individu berinteraksi dengan lingkungannya melalui alat indera dan kemampuan motorik mereka.

Tahap sensorimotor anak didasarkan pada pengalaman langsung. Menurut Owens (dalam Sutirna, 2013: 28) mengatakan bahwa secara berangsur-angsur anak mulai mampu mempresentasikan realita melalui simbol dan menemukan cara-cara memenuhi keinginannya. Kegiatan pada tahap sensori motor misalnya berkedip terhadap rangsangan cahaya terang, menirukan gerakan tertentu, mengambil sesuatu dengan menarik kursi, dan mengenal

teman-temannya. Perkembangan penting dari tahap sensorimotor adalah kemampuan memahami keajegan objek yaitu pemahaman bahwa objek tertentu ada sekalipun tidak terlihat.

b. Tahap praoperasi (preoperasinal stage), yaitu tahap perkembangan anak pada usia 2 hingga 7 tahun. Tahap ini ditandai anak mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk memikirkan sesuatu dan dapat menggunakan simbol untuk melambangkan objek ke dalam pikiran (Masley dalam Slavin, 2019: 57).

Salah satu penemuan Piaget yang paling awal dan terpenting ialah bahwa anak kecil tidak mempunyai pemahaman tentang prinsip konservasi. Prinsip konservasi yaitu konsep bahwa sifat tertentu objek (bobot) akan tetap sama walaupun terjadi perubahan sifat lain (panjang). Salah satu karakteristik tugas konservasi yaitu keterpusatan (centration): memberikan perhatian hanya pada satu aspek situasi. Selanjutnya, reversibilitasi yaitu kemampuan melakukan pengoperasian pikiran dan kemudian membalik pemikiran seseorang untuk kembali ke titik semula. Akhirnya, pemikiran anak pra-operasi bersifat egosentris. Pada tahap ini, anak percaya bahwa setiap orang melihat dunia tepat seperti yang mereka lihat.

c. Tahap operasi konkret (concrete operational stage) terjadi pada anak usia 7 hingga 11 tahun. Tahap ini ditandai dengan anak berkembang kemampuannya untuk bernalar logis dan memahami konservasi tetapi hanya dapat menggunakan kedua kemampuan ini dalam menghadapi situasi yang sudah tidak asing lagi. Salah satu tugas terpenting yang dipelajari dalam tahap operasi konkret adalah pengurutan (seriation) atau menyusun sesuatu ke deret yang logis. Setelah kemampuan pengurutan diperoleh, anak-anak dapat menguasai kemampuan terkait yang dikenal sebagai transitivitas. Transitivitas merupakan kemampuan pada perkembangan kognisi untuk individu dapat menyusun dan membandingkan objek-objek ke dalam pikiran.

d. Tahap operasi formal (formal operation stage) terjadi pada anak usia 11 tahun hingga dewasa. Tahap ini ditandai dengan munculnya kemampuan menghadapi situasi yang potensial atau hipotesis dan secara abstrak untuk dapat bernalar secara logis. Istilah Piaget mengenai penalaran hipotesis

deduktif mewujudkan konsep bahwa remaja dapat mengembangkan hipotesis mengenai cara untuk memecahkan masalah dan mencapai kesimpulan secara sistematis (Santrock, 2014: 50)

Berdasarkan teori Piaget (Slavin, 2019), siswa yang menjadi objek penelitian adalah siswa kelas V SD yang berumur 10 hingga 11 tahun. Pada usia 10 hingga 11 tahun menurut teori Piaget berada pada tahap operasi konkret, sehingga lebih mudah belajar menggunakan benda-benda nyata di sekitarnya. Pengurutan juga mempermudah siswa untuk belajar sehingga dapat meningkatkan kreativitas dan hasil belajarnya. Hal yang dimaksud adalah penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dalam belajar untuk meningkatkan kreativitas dan hasil belajar siswa kelas V dengan materi pokok perpindahan panas di SD Negeri Banyubiru 1.

Kreativitas

a. Pengertian Kreativitas

Downing (dalam Sani, 2019: 6) mengungkapkan bahwa kreativitas dapat didefinisikan sebagai proses untuk menghasilkan sesuatu yang baru dari elemen yang ada dengan menyusun kembali elemen tersebut. Sependapat dengan Downing, Nurlaela & Ismiyati (2015: 9) mengungkapkan “kreativitas adalah sebuah kemampuan untuk memikirkan dan menemukan sesuatu yang baru, menciptakan gagasan-gagasan baru dengan cara mengombinasikan, mengubah, atau menerapkan ide-ide yang telah ada.”. Sedangkan Semiawan dan Munandar berpendapat bahwa kreativitas merupakan kemampuan untuk memberikan gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah (Masganti Sit, 2016:

1).

Berdasarkan pernyataan kedua ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kreativitas merupakan sebuah kemampuan memikirkan dan menemukan sesuatu yang baru dengan cara menyatukan dan menerapkan ide-ide yang telah ada.

Gagasan atau sesuatu yang baru tersebut diterapkan untuk pemecahan suatu masalah dalam proses belajar mengajar.

b. Karakteristik Kreativitas

Sani (2019: 72) mengatakan ciri-ciri siswa yang kreatif adalah sebagai berikut:

1) Mengemukakan ide-ide yang tidak dipikirkan oleh siswa lain

2) Memiliki keingintahuan yang besar dan Panjang akal.

3) Terbuka terhadap pengalaman baru.

4) Suka melakukan eksperimen atau mencoba mengubah hal-hal yang sudah ada.

5) Menyukai cara tersendiri dalam menunjukkan pemahamannya.

6) Mengajukan pertanyaan yang kelihatannya menyimpang atau aneh.

7) Mengajukan tugas yang bersifat terbuka dan menantang.

8) Lebih suka mendiskusikan ide yang daripada fakta.

9) Lebih suka mencoba cara baru untuk menyelesaikan permasalahan, daripada cara yang sudah dipelajari/diketahui secara umum.

Sedangkan menurut Munandar (2009: 36-37) menjelaskan ciri-ciri siswa yang kreatif adalah sebagai berikut:

1) Imajinatif

2) Mempunyai prakarsa 3) Mempunyai minat luas 4) Mandiri dalam berpikir 5) Melit

6) Senang berpetualang 7) Penuh Energi

8) Percaya diri

9) Bersedia mengambil risiko

10) Berani dalam pendirian dan keyakinan

Berdasarkan penjelasan Sani dan Munandar, peneliti menyimpulkan beberapa indikator kreativitas adalah a) ide-ide yang dihasilkan tidak umum/ unik, b) lebih suka mencoba cara baru untuk menyelesaikan permasalahan, daripada cara yang sudah dipelajari/ diketahui secara umum, c) mempunyai rasa keindahan yang dalam, d) memberikan banyak gagasan atau usul terhadap suatu masalah, dan e) mempunyai daya imajinasi.

Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pengajaran (Jihad &

Haris, 2012: 15). Sependapat dengan Jihad & Haris, Rusman (2017: 129) menyatakan “Hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.” Sedangkan menurut Suprijono (dalam Thobroni, 2015: 20), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan.

Berdasarkan pernyataan ketiga ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku dan sejumlah pengalaman diri seseorang secara nyata setelah dilakukan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar dapat dilihat dari tiga aspek yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor siswa. Ranah kognitif siswa meliputi nilai dan pengertian setelah dilakukan proses belajar mengajar.

b. Faktor-faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar

Menurut Munadi (dalam Rusman, 2017: 130-131) faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar meliputi faktor internal dan faktor eksternal, yaitu:

1) Faktor Internal

Faktor internal yang memengaruhi hasil belajar siswa dikategorikan menjadi dua yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologis. Kedua kategori faktor internal tersebut dijabarkan sebagai berikut:

a) Faktor fisiologis, merupakan kondisi kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan sebagainya. Hal tersebut dapat memengaruhi siswa dalam menerima materi pelajaran.

b) Faktor psikologis siswa pada dasarnya berbeda-beda setiap individunya, tentunya hal ini dapat memengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis, meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal dikategorikan menjadi dua yaitu faktor lingkungan dan faktor instrumental. Kedua kategori faktor eksternal tersebut dijabarkan sebagai berikut:

a) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Belajar pada tengah hari yang memiliki ventilasi udara kurang tentunya berbeda dengan belajar di pagi hari dengan udara yang masih sejuk dan segar. Hal tersebut dapat memengaruhi hasil belajar siswa.

b) Faktor Instrumental

Faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan berupa kurikulum, sarana, dan guru. Peneliti menggunakan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kreativitas dan hasil belajar siswa.

c. Klasifikasi Hasil Belajar

Perumusan aspek-aspek kemampuan yang menggambarkan output peserta didik yang dihasilkan dari proses pembelajaran dapat digolongkan ke dalam tiga klasifikasi berdasarkan taksonomi Bloom. Menurut Bloom (dalam Rusman, 2017:

131), tujuan pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam tiga ranah (domain), yaitu:

1) Domain kognitif, berkenaan dengan kemampuan dan kecakapan-kecakapan intelektual berpikir. Intelektual berpikir terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan (kemampuan mengingat kembali), pemahaman (kemampuan untuk memahami materi tertentu), penerapan (kemampuan untuk menerapkan informasi menggunakan konsep dalam praktik), analisis (kemampuan menguraikan suatu materi menjadi bagian-bagiannya), sintesis (kemampuan memproduksi), dan evaluasi (kemampuan menilai untuk tujuan tertentu berdarkan kriteria yang jelas).

2) Domain afektif, berkenaan dengan sikap, kemampuan dan penguasaan segi emosional, yaitu perasaan, sikap, dan nilai. Ranah afektif terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan (keinginan untuk mengunjungi fenomena khusus), jawaban (partisipasi siswa aktif), penelitian (sesuatu yang memiliki manfaat), organisasi

(mengaitkan nilai satu dengan yang lain, menyelesaikan antar konflik, membangun system nilai internal ynang konsisten), dan internalisasi (sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu).

3) Domain psikomotor, berkenaan dengan suatu keterampilan atau gerakan fisik. Ranah psikomotor terdiri dari enam aspek yaitu persepsi (kemampuan menggunakan saraf sensori dalam menginterpretasikan dalam memperkirakan sesuatu), kesiapan (kemampuan untuk mempersiapkan diri, baik mental, fisik, dan emosi dalam menghadapi sesuatu), reaksi yang diarahkan (kemampuan untuk memulai keterampilan yang kompleks dengan bimbingan uji coba), reaksi natural (kemampuan menggunakan keterampilan dengan tingkat yang lebih sulit), reaksi yang kompleks (kemampuan untuk melakukan kemahirannya dalam melakukan sesuatu, semua Tindakan dilakukan secara spontan), adaptasi (kemampuan mengembangkan keahlian dan memodifikasi pola sesuai yang dibutuhkan).

Dalam penelitian ini aspek yang diukur adalah aspek kognitif. Aspek kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi. Pemilihan aspek tersebut karena subjek yang diteliti adalah kelas V dengan materi panas dan perpindahannya yang menggunakan variabel hasil belajar.

Model Pembelajaran

Menurut Joyce & Weil (dalam Rusman, 2017: 244) model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka Panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Sependapat dengan Joyce

& Weil, Winataputra (dalam Sugiyanto, 2010: 3) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Berdasarkan penjelasan kedua ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola atau rencana konseptual yang menggambarkan jalannya proses belajar mengajar secara sistematis. Model

pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar untuk merencanakan aktivitas belajar mengajarnya agar mencapai tujuan pembelajaran.

a. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Tan (dalam Rusman, 2012: 232) Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada. Sedangkan, menurut Duch (dalam Shoimin, 2014) Pembelajaran Berbasis Masalah adalah model yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan.

Berdasarkan pernyataan kedua ahli tersebut, peneliti menyimpulkan Pembelajaran Berbasis Masalah adalah model pembelajaran dengan ciri khas adanya permasalahan nyata yang kompleks bahkan sesuatu yang baru sebagai lingkup untuk peserta didik belajar berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan permasalahan serta memperoleh pengetahuan.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Ibrahim, Nur, & Ismail (dalam Rusman 2012: 243) langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:

1) Orientasi siswa pada masalah

Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecah masalah.

2) Mengorganisasi siswa untuk belajar

Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3) Membimbing pengalaman individual/kelompok

Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya.

5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.

Sedangkan menurut Putra (2013: 78-81) langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:

1) Mengorientasikan siswa pada masalah

Guru menginformasikan tujuan pembelajaran, menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadi pertukaran ide yang terbuka, mengarahkan kepada pertanyaan atau masalah, dan mendorong siswa mengekspresikan ide-ide secara terbuka.

2) Mengorganisasikan siswa agar belajar

Guru membantu siswa dalam menemukan konsep konsep berdasarkan masalah, mendorong keterbukaan, proses-proses demokrasi, dan cara belajar siswa aktif, menguji pemahaman siswa atas konsep yang ditemukan.

3) Memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok

Guru memberi kemudahan pengerjaan siswa dalam mengerjakan atau menyelesaikan masalah, mendorong kerja sama dan penyelesaian tugas-tugas, mendorong dialog dan diskusi dengan teman, membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang berkaitan dengan masalah, membantu siswa merumuskan hipotesis, dan membantu siswa dalam memberikan solusi.

4) Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja

Guru membimbing siswa dalam mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKS), dan membimbing siswa dalam menyajikan hasil kerja.

5) Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah

Guru membantu siswa mengkaji ulang hasil pemecahan masalah, memotivasi siswa agar terlibat dalam pemecahan masalah, dan mengevaluasi materi.

Berdasarkan pernyataan kedua ahli tersebut, peneliti menyimpulkan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:

1) Mengorientasikan siswa pada masalah

Guru menginformasikan tujuan pembelajaran, menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadi pertukaran ide yang terbuka, mengarahkan kepada pertanyaan atau masalah, dan mendorong siswa mengekspresikan ide-ide secara terbuka.

2) Mengorganisasikan siswa agar belajar

Guru membantu siswa dalam menemukan konsep konsep berdasarkan masalah, mendorong keterbukaan, proses-proses demokrasi, dan cara belajar siswa aktif, menguji pemahaman siswa atas konsep yang ditemukan.

3) Memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok

Guru memberi kemudahan pengerjaan siswa dalam mengerjakan atau menyelesaikan masalah, mendorong kerja sama dan penyelesaian tugas-tugas, mendorong dialog dan diskusi dengan teman, membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang berkaitan dengan masalah, membantu siswa merumuskan hipotesis, dan membantu siswa dalam memberikan solusi.

4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya.

5) Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah

Guru membantu siswa mengkaji ulang hasil pemecahan masalah, memotivasi siswa agar terlibat dalam pemecahan masalah, dan mengevaluasi materi.

c. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Shoimin (2014: 132) kelebihan dan kekurangan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:

Kelebihan

1) Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata.

2) Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar.

3) Pembelajaran berfokus pada masalah.

4) Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok.

5) Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan.

6) Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri.

7) Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah.

8) Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.

Kekurangan

1) PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi.

2) Dalam satu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

Pendekatan Saintifik

Rusman (2017: 422) mengemukakan bahwa pendekatan saintifik adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa melalui kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membuat jejaring pada kegiatan pembelajaran di sekolah. Sedangkan Putra (2013: 41) pendekatan saintifik merupakan langkah-langkah yang tersusun secara sistematik untuk memperoleh suatu kesimpulan ilmiah.

Berdasarkan penjelasan kedua ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan saintifik adalah pendekatan aktivitas siswa terhadap sesuatu yang diteliti dengan cara mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membuat kerangka pada kegiatan pembelajaran untuk memperoleh kesimpulan ilmiah secara sistematik.

Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya, pendapat ini diungkapkan Darmojo (dalam Samatowa, 2011: 2). Pendapat lain dikemukakan oleh Samatowa (2011: 3) bahwa IPA atau science disebut sebagai ilmu tentang alam yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini. Nash (dalam Samatowa, 2011: 3) mengemukakan cara IPA mengamati dunia ini bersifat analis, lengkap, cermat serta menghubungkannya antara suatu fenomena dengan fenomena lain, sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif

yang baru tentang objek yang diamatinya. Sains adalah pengetahuan yang mempelajari, menjelaskan, serta menginvestigasi fenomena alam dengan segala aspeknya yang bersifat empiris (Putra, 2013: 51).

Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari, menjelaskan, dan menginvestigasi tentang alam dan fenomena didalamnya yang berhubungan seluruhnya dan bersifat empiris.

Perpindahan Panas

Panas merupakan salah satu bentuk energi. Panas dapat berpindah dari tempat satu ke tempat lain, juga dari benda satu ke benda lainnya. Proses tersebut dinamakan perpindahan panas atau perambatan panas. Sumantoro (2009: 146) berpendapat bahwa panas dapat berpindah dari suhu tinggi ke suhu yang lebih rendah. Panas dapat berpindah melalui tiga cara yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.

a) Perpindahan Panas secara Konduksi

Sumantoro (2009: 147) mengungkapkan bahwa perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas pada benda padat tanpa diikuti perpindahan bagian-bagian dari benda itu. Contoh perpindahan panas secara konduksi dalam kehidupan sehari-hari yaitu mengaduk gula dalam teh panas, memasak menggunakan panci aluminium. Ujung sendok aluminium menjadi panas ketika mengaduk teh panas, demikian halnya dengan ibu memasak menggunakan panci.

Panas yang dipindahkan secara konduksi dipengaruhi oleh zat perantaranya. Ada zat yang bersifat konduktor (mudah menghantarkan panas) yaitu besi, aluminium dan baja. Ada pula zat yang bersifat isolator (sukar menghantarkan panas) yaitu kayu, karet, dan kain (Irene & Khristiyono, 2016:

84).

b) Perpindahan Panas secara Konveksi

Perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan panas melalui suatu zat perantara, sedangkan bagian-bagian zat itu ikut berpindah tempat.

(Hermana & Sulistyowati, 2009: 104). Konveksi dibedakan menjadi dua yaitu

konveksi alamiah dan konveksi paksa. Konveksi alamiah adalah konveksi yang terjadi pada zat cair dan gas yang disebabkan oleh terjadinya perubahan massa jenis zat cair dan gas akibat adanya perubahan tekanan udara, sedangkan konveksi paksa adalah aliran udara atau zat cair yang dipaksa mengalir dengan menggunakan alat. Contoh konveksi alami yaitu terjadinya angin darat dan angin laut, sedangkan contoh konveksi paksa yaitu merebus air dan memompa balon.

c) Perpindahan Panas secara Radiasi

Perpindahan panas secara radiasi adalah perpindahan panas yang tidak memerlukan zat perantara. Perpindahan panas secara radiasi biasanya terjadi pada pancaran cahaya yaitu cahaya matahari yang masuk hingga bumi menyebabkan panas di bumi. Perpindahan panas secara radiasi tidak hanya berasal dari matahari saja, tetapi juga sumber panas lainnya. Panas dipancarkan oleh sumber yang mengeluarkan panas tergantung suhu benda dan sifat permukaan benda penerima panas. Pancaran panas yang mengenai suatu benda atau permukaan bumi akan dipantulkan, diterima, atau diserap. Contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari yaitu menjemur pakaian basah di bawah terik matahari dan menetaskan telur unggas menggunakan lampu.

Dokumen terkait