1. Pembelajaran IPA
Pembelajaran merupakan kegiatan pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap pada diri seseorang ketika berinteraksi dengan informasi dan lingkungan. Rezba (2006 :4) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran IPA dalam era baru menekankan pada
“science as a ways of thinking and investigating, as well as a body knowledge”. Sejalan dengan pemikiran tersebut, pembelajaran sains (IPA) merupakan sesuatu yang harus “dilakukan” oleh siswa bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa sebagaimana yang dikemukakanNational Science Educational Standart(1996: 20) bahwa ”Learning science is an active process. Learning science is something student to do, not something that is done to them”. Dengan demikian, dalam pembelajaran sains siswa dituntut untuk belajar aktif yang terimplikasikan dalam kegiatan secara fisik ataupun mental, tidak hanya mencakup aktivitashands-ontetapi jugaminds-on.
Pembelajaran sains semestinya memberikan kesempatan siswa untuk berpartisipasi aktif. Guru hendaknya dapat mengembangkan proses pembelajaran aktif sehingga partisipasi siswa dalam pembelajaran dapat meningkat. Hal tersebut dikarenakan kegiatan aktif siswa merupakan titik awal dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran merupakan kegiatan pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap pada diri seseorang ketika berinteraksi dengan informasi dan lingkungan. Dengan adanya partisipasi yang optimal maka pengalaman belajar yang diperoleh akan semakin mantap dan pencapaian tujuan belajar lebih efektif dan efisien.
Pembelajaran yang berpusat pada guru sudah saatnya beralih menjadi berpusat pada siswa. Pembelajaran berpusat pada siswa memandang siswa sebagai komponen terpenting dalam sistem dan proses pengajaran sehingga siswa dapat mengembangkan dan menentukan cara-cara belajarnya. Proses keterlibatan siswa dalam pembelajaran akan memungkinkan terjadinya asimilasi dan akomodasi kognitif dalam pencapaian pengetahuan, perbuatan, serta pengalaman langsung terhadap balikannya dalam pembentukan keterampilan dan penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan nilai dan sikap. Hal tersebut mengakibatkan hasil belajar yang lebih
bermakna. Pembelajaran yang lebih bermakna tersebut dapat dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan inkuiri.
Pembelajaran IPA hendaknya dilaksanakan secara terpadu. Pengertian terpadu dalam penelitian ini lebih merujuk pada makna yang dianjurkan Depdiknas (2011: 3) yaitu pembelajaran IPA terpadu dilaksanakan sebagai upaya agar peserta didik dapat memahami obyek secara utuh (holistik) dan dapat memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari secara kontekstual. Materi diajarkan dengan memadukan beberapa bidang kajian dalam IPA agar peserta didik dapat berpikir holistik.
Pembelajaran IPA terpadu untuk mengoptimalkan keterampilan dan sikap dalam IPA lebih ditekankan dalam kurikulum 2013 yang sebentar lagi akan diterapkan., kompetensi inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi 1), sikap sosial (kompetensi 2), pengetahuan (kompetensi 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar (KD) dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif.
2. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar Kerja Siswa adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang biasanya berupa petunjuk atau langkah-langah untuk menyelesaikan tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. LKS termasuk dalam bahan ajar. Iif Khoiru Ahmadi,dkk. (2011: 208) menyatakan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Azhar Arsyad (2009: 87) menyatakan bahwa LKS termasuk media pembelajaran berbasis cetakan. Teks berbasis cetakan menuntut perhatian saat perancangan yaitu: (1) konsistensi, (2) format, (3) organisasi, (4) daya tarik, (5) ukuran huruf, serta (6) penggunaan spasi kosong.
Poppy Kamalia Devi, dkk. (2009: 36), menyebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan LKS dari segi penyajian dan segi tampilan. Dari segi penyajian terdiri dari: (1) judul LKS harus sesuai degan materinya, (2) materi sesuai dengan perkembangan anak, (3) materi disajikan secara sistematis dan logis, (4) materi disajikan secara sederhana dan jelas, seta (5) menunjang keterlibatan dan kemauan peserta didik untuk ikut aktif. Selanjutnya, dari segi tampilan LKS harus memperhatikan, yaitu: (1)
7
penyajian sederhana, jelas dan mudah dipahami, (2) gambar dan grafik sesuai dengan konsepnya, (3) tata letak gambar, tabel dan pertanyaan harus tepat, (4) judul, keterangan, instruksi, pertanyaan harus jelas, serta (5) mengembangkan minat dan mengajak peserta didik untuk berpikir.
Langkah-langkah menyiapkan LKS menurut Depdiknas (2005:5) adalah sebagai berikut: (1) analisis kurikulum; (2) menyusun kebutuhan LKS; (c) menentukan judul-judul LKS; (4) penulisan LKS yang meliputi perumusan kompetensi dasar, menentukan alat penilaian, penyusunan materi, dan menentukan struktur LKS.
3. PendekatanGuided Inquiry
Pendekatan inkuiri merupakan pendekatan pembelajaran yang berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara berpikir ilmiah. Menurut Martin et al (2005: 184-185), inkuiri adalah penggunaan proses-proses sains, pengetahuan ilmiah, dan sikap-sikap ilmiah untuk menganalisa suatu permasalahan dan berpikir kritis. Sedangkan menurut Kuhlthau, C.C, Maniotes, L.K, & Caspari, A.K (2007:2),Inquiry is an approach to learning whereby students find and use a variety sources of information and ideas to increase their understanding of a problem, topic, or issue. Jadi, pendekatan inkuiri adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membentuk pemahaman konsep-konsep sains, belajar bagaimana mempelajari sesuatu, menjadi seseorang pembelajar yang mandiri untuk meningkatkan kemampuan berpikir secara ilmiah. Hasil dari pembelajaran inkuiri, siswa dapat memahami cara menemukan sendiri konsep-konsep dan melakukan eksperimennya sendiri atau menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh pada lingkungannya.
Trowbridge dan Bybee (1986: 185-186) menyatakan bahwa apabila peserta didik tidak memiliki cukup pengalaman dalam pembelajaran menggunakan inkuiri, maka pembelajaran dilakukan secara tersusun terlebih dahulu. Setelah mereka memiliki pengalaman dalam penyelidikan, penyusunan tersebut harus dikurangi. Guided Inquiry
merupakan istilah dengan kondisi pembelajaran pada awalnya dilakukan dengan sangat tersusun. Prinsip-prinsip dalam guided inquiry menurut Kuhlthau, C.C, Maniotes, L.K, & Caspari, A.K (2007:25) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1.Six Principles of Guided Inquiry The Six Principles of Guided Inquiry
Children learn by being actively engaged in and reflecting on an experience Children learn by building on what they already know
Children develop higher-order thingking through guidance at critical points in the learning process
Children have different ways and modes of learning Children learn through social interaction with others
Children learn through social interaction and experience in accord with their cognitive
Berdasarkan prinsip-prinsip dari pendekatan guided inquiry seperti pada Tabel 1, dapat disimpulkan bahwa melalui guided inquiry siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi selama proses pembelajaran. Berpikir kritis, kreatif dan pemecahan masalah termasuk dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi.
4. Keterampilan Berpikir
Keterampilan berpikir merupakan keterampilan dalam menggabungkan sikap-sikap, pngetahuan-pengetahuan, dan keterampilan-keterampilan yang memungkinkan seseorang untuk dapat membentuk lingkungannya agar lebih efektif. Keterampilan berpikir dapat dibedakan menjadi berpikir kritis dan berpikir kreatif.
Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis situasi yang kompleks dengan menggunakan objektifitas dan konsistensi sebagai standar. Berpikir kritis berbeda dengan berpikir “unreflective”, yaitu mengambil keputusan, menerima suatu pernyataan, membuat keputusan tanpa pertimbangan lebih matang. Berpikir kritis membutuhkan intepretasi dan evaluasi dari suatu pengamatan, komunikasi dan sumber informasi lainnya. Berpikir kritis juga membutuhkan kemampuan dalam membuat asumsi, membuat suatu hubungan, dan dalam mengambil kesimpulan (Fisher, 13-14).
Berdasarkan beberapa definisi dan karakteristik berpikir kritis dapat diamati bahwa terdapat kemiripan sifat pengembangan berpikir kritis dengan karakteristik inkuiri. Peserta didik dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis melalui pembelajaran menggunakan pendekatan inkuiri.
Berpikir kreatif akan mudah diwujudkan dalam lingkungan belajar yang secara langsung memberikan peluang bagi siswa untuk berpikir terbuka dan fleksibel tanpa adanya rasa takut atau malu. Sebagai contoh, situasi belajar yang dibentuk harus
9
memfasilitasi terjadinya diskusi, mendorong seseorang untuk mengungkapkan ide atau gagasan. Carin & Sund (1975: 307) mengemukakan untuk menimbulkan kreativitas dalam pembelajaran perlu memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut: (1) mengembangkan kepercayaan yang tinggi dan meminimalisir ketakutan; (2) mendorong terjadinya komunikasi secara bebas; (3) mengadakan pembatasan tujuan dan penilaian secara individu oleh siswa; (4) pengendalian tidak terlalu ketat
5. Sikap Ilmiah
Salah satu aspek yang dikembangkan dalam pembelajaran IPA di sekolah adalah aspek sikap. Martin (2005: 12) mengemukakan bahwa “attitudes are mental predispositions towards people, objects, subjects, events, and so on”, yang berarti bahwa sikap merupakan kecenderungan mental terhadap orang, objek, subjek, kejadian, dan sebagainya.
Sikap yang dikembangkan dalam IPA merupakan sikap ilmiah yang biasa disebut dengan scientific attitude. Harlen (2000:73) menyatakan bahwa sikap ilmiah merupakan komponen dalam kegiatan inkuiri. Sikap ilmiah menurut Carin dan Sund (1970: 2) adalah “certain beliefs, values, opinions, for example, suspending judgement until enough data has been collected relative to the problem. Constantly endeavoring to be objective.” Sikap ilmiah berkaitan dengan kepercayaan tertentu, nilai-nilai, opini-opini, misalnya, melakukan penilaian setelah semua data terkumpul, berusaha untuk bersikap objektif. Pengelompokan/dimensi sikap ilmiah yang dikembangkan oleh Harlen (2000: 150) meliputi : (1) sikap ingin tahu, (2) sikap respek terhadap fakta, (3) sikap fleksibel dalam cara berpikir, (4) sikap berpikir kritis, dan (5) sikap peka terhadap lingkungan sekitar.
C. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Kualitas pembelajaran IPA ditentukan salah satunya oleh kualitas guru yang membelajarkan IPA. Sebagaimana kita tahu, guru merupakan sebuah profesi. Hal ini berarti bahwa ada keterampilan unik yang hanya dimiliki oleh seorang guru. Pengetahuan tentang bagaimana membelajarkan IPA dengan menggunakan LKS yang menuntun siswa melakukan penyelidikan (inquiry)merupakan hal yang harus guru pahami dan penting untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA untuk mendukung implementasi kurikulum 2013 yang berorientasikan pendekatan ilmiah (scientific approach), yang mengedepankan pembelajaran
siswa aktif (student centered) dan berorientasikan keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking).
Dari kenyataan tersebut maka permasalahan yang kemudian diidentifikasi di sebagian besar SMP/MTs Kabupaten Magelang antara lain:
a. Pembelajaran yang ada di lapangan masih kurang sesuai dengan arahan dari kurikulum 2013 yang mengamanatkan pembelajaran IPA secara terpadu.
b. LKS yang dipergunakan oleh guru masih tipecook book(resep) sehingga siswa hanya melakukan apa yang ada di LKS, dan ada juga yang hanya sekedar menyampaikan tugas apa yang dikerjakan secara lisan.
c. Guru masih mengalami kebingungan dalaam mengimplementasikan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran IPA.
d. Sebagian besar Lembar Kegiatan Siswa (LKS) masih berupa latihan soal, bukan penuntun penemuan konsep melalui kegiatan penyelidikan atau inkuiri.
e. Sebagian besar guru IPA SMP/MTs Kabupaten Magelang belum terampil dalam mengembangkan LKS sebagai pendukung pembelajaran dengan penuntun pembentukan konsep dengan berproses ilmiah.
f. Kreativitas sebagian besar guru IPA SMP/MTs Kabupaten Magelang masih belum dikembangkan dalam hal pengembangan ataupun pembuatan LKS penggunaannya dalam pembelajaran IPA.
g. Sebagian besar guru merasa kesulitan dalam mengembangkan LKS IPA Terpadu. Berdasarkan uraian di atas maka masalah yang dapat dirumuskan adalah bagaimana upaya peningkatan kemampuan guru IPA SMP/MTs Kabupaten Magelang melalui workshop pengembangan dan pengimplementasian LKS IPA SMP yang berpendekatan guided inquiry
agar dapat mendukung implementasi kurikulum 2013 yang menerapkan pendekatanscientific,
termasuk membelajarkan IPA dengan berinkuiri. Mengingat masalah tersebut penting untuk segera diatasi maka perlu dilaksanakan workshop pengembangan LKS IPA SMP berpendekatan guided inquiry sebagai upaya pengembangan thinking skill dan sikap ilmiah siswa untuk mendukung implementasi kurikulum 2013.
11
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT