• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Tentang Matematika 1. Pengertian Matematika

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memberikan kemampuan keterampilan hidup sehari-hari bagi siswa. National Research Council (1989: 46) menyebutkan bahwa “Elementary school is where children learn the mathematical skills needed for daily life”. Oleh karena itu, pembelajaran matematika sekolah dasar merupakan pembahasan materi matematika yang sederhana. Pembelajaran ini membekali siswa sekolah dasar dalam melaksanakan perannya dalam kehidupan sehari-hari, maupun bekal memasuki jenjang pendidikan selanjutnya.

Menurut pendapat lain, mathematics is the key of opportunity (NRC, 1989: 1). Istilah tersebut berarti matematika adalah kunci kearah peluang. Peluang yang dimaksud adalah peluang keberhasilan. Saat ini, matematika berkontribusi dalam banyak aspek kehidupan seperti kesehatan, pendidikan, keuangan, penelitian, industry, maupun perdagangan. Oleh karena itu, mempelajari matematika bagi siswa sekolah dasar sangat penting untuk membuka peluang keberhasilan selanjutnya.

Sejalan dengan NRC, Reys, dkk (1984) menyebutkan bahwa matematika menurut hakekatnya adalah ilmu pengetahuan yang berisi tentang struktur-struktur, konsep-konsep, maupun hubungan-hubungan yang bersifat abstrak, namun pembahasannya dibahas dengan pemikiran yang logis (Prihandoko, 2006: 9). Menurut Subarinah (2006: 1) matematika merupakan ilmu pengetahuan yang

13

mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya. Matematika disebut abstrak dikarenakan dalam penggunaannya matematika meng-abstrakkan benda konkret menggunakan simbol-simbol yang telah ditentukan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran di sekolah dasar matematika dikatakan sebagai mata pelajaran yang sulit dan tidak disukai oleh siswa.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang anak atau siswa dapat menguasai keterampilan hidup dilakukan secara bertahap, karena antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lain merupakan ilmu yang saling terkait. Matematika merupakan ilmu yang menyempurnakan pemahaman terhadap ilmu lain, baik ilmu sosial, alam, ekonomi, maupun keterampilan hidup sehari-hari. Berdasarkan pendapat Suharjo (2006: 8) tujuan pendidikan SD adalah untuk membekali anak atau siswa keterampilan dasar hidup. Pendapat tersebut mendukung bahwa pembelajaran matematika yang baik di SD sangat perlu dilakukan untuk mewujudkan tujuan utama pendidikan SD.

2. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

Matematika di sekolah dasar mempunyai tujuan utama yaitu memberikan keterampilan hidup dasar bagi siswa. Hal ini didukung oleh pendepat National Research Council (1989: 46) menyebutkan bahwa “Elementary school is where children learn the mathematical skills needed for daily life”. Oleh karena itu, pembelajaran matematika sekolah dasar berisi tentang materi dasar untuk membekali siswa sekolah dasar dalam melaksanakan perannya dalam kehidupan sehari-hari, maupun bekal memasuki jenjang pendidikan selanjutnya.

14

Sejalan dengan NRC, National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) menyebutkan bahwa standar pembelajaran matematika di sekolah ada dua, yaitu standar isi (Content Standards) dan standar proses (Process Standards). Standar isi berdasarkan NCTM disusun berdasarkan kelas atau usia peserta didik. Standar isi tersebut meliputi angka dan operasi angka; aljabar; geometri; pengukuran; dan analisis data serta peluang. Sedangkan ruang lingkup pembelajaran matematika di SD dalam kurikulum KTSP (2006) meliputi bilangan, geometri, pengukuran, dan pengolahan data. Sedangkan standar proses menurut NCTM adalah pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), keterkaitan (connections), komunikasi (communication), dan representasi (representation). Pendidikan di Indonesia berdasarkan Lampiran 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI dan SDLB disebutkan bahwa pembelajaran matematika di SD bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dantepat, dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, ataumenjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau medialain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Pendapat diatas saling terkait dengan tujuan yang sama, yaitu mendidik siswa sekolah dasar untuk bekal siswa itu sendiri. Oleh karena itu, siswa SD

15

dalam rangka memenuhi berbagai tujuan pembelajaran matematika dan ruang lingkupnya dalam kurikulum KTSP memerlukan langkah-langkah tertentu. Hal ini dikarenakan siswa SD mendapatkan pengetahuan dasar dalam kehidupan dimulai dari pendidikan SD. Menurut Heruman (2008: 2-3) langkah-langkah pembelajaran matematika di SD yaitu:

a. Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep)

Pada tahap ini dilakukan pembelajaran tentang konsep baru matematika bagi siswa. Dalam pembelajaran penanaman konsep adanya alat peraga atau media yang mendukung sangat diperlukan. Hal ini dikarenakan pada tahap ini siswa SD dalam proses menghubungkan antara konsep konkret siswa dengan konsep baru matematika yang bersifat abstrak. Dalam kurikulum baik KTSP maupun Kurikulum 2013 tahap ini biasanya berada dalam tahap kompetensi kognitif mengenal.

b. Pemahaman Konsep

Pada tahap ini siswa melanjutkan proses pembelajaran matematika yang lebih rumit, namun masih dalam pokok bahasan materi yang sama. Pada tahap pemahaman konsep siswa dianggap telah mengenal materi dengan baik, sehingga pembelajaran yang dilakukan dapat masuk ke tahap yang lebih sulit.

c. Pembinaan Keterampilan

Pembinaan keterampilan dilakukan setalah semua siswa telah dianggap melewati penanaman konsep dan pemahaman konsep dalam pembelajaran sebelumnya. Dalam tahap ini siswa diajarkan tentang penyelesaian masalah atau soal dari konsep atau materi yang sama, tetapi dikolaborasikan dengan keterampilan yang lain, misalnya dikolaborasikan dengan keterampilan siswa menjumlahkan

16

bilangan, mengalikan bilangan, maupun mengidentifikasi berbagai ciri bangun matematika.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bagian Ketiga Standar Proses Pasal 19 Ayat (1) dan (3) proses pembelajaran di Indonesia harus diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menarik, efektif, dan efisien bagi guru maupun siswa. Oleh karenanya, dalam mengembangkan pembelajaran matematika SD mengetahui landasan kurikulum berupa tujuan, ruang lingkup, dan langkah pembelajaran yang baik menurut para ahli harus diperhatikan. Adanya perencanaan yang baik dalam proses pembelajaran dan perangkat pembelajarannya mendukung munculnya siswa lulusan SD yang sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang telah ditetapkan di Indonesia.

3. Standar Isi Matematika SD pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Standar isi yang menjadi acuan pengembangan modul pembelajaran untuk siswa kelas V SD ini adalah standar isi berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2006. Standar isi yaitu ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang pendidikan dan pendidikan tertentu (dikutip dari PP No 19 tahun 2005).

Standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk kelas V SD pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) materi tentang bangun ruang yang

17

disajikan dalam modul bangun ruang pendekatan Montessori untuk siswa kelas V SD tertera dalam tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika untuk Kelas V Materi Bangun Ruang pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam Modul Bangun Ruang Pendekatan Montessori

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Materi Pokok 4. Menghitung

volume kubus dan balok dan menggunkannya dalam pemecahannya. 4.1 Menghitung volume kubus dan balok 4.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume kubus dan balok

4.1.1 Volume kubus 4.1.2 Volume balok

4.2.1 Penerapan volume kubus dalam kehidupan sehari-hari

4.2.2 Penerapan volume balok dalam kehidupan sehari-hari

6. Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun 6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang 6.3 Menentukan jaring-jaring berbagai bangun ruang sederhana 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang sederhana

6.2.1 Mengenal Bangun ruang kubus dan balok

6.2.2 Mengidentifikasi sifat bangun ruang kubus

6.2.3 Mengidentifikasi sifat bangun ruang balok

6.2.4 Mengidentifikasi sifat bangun ruang prisma segitiga 6.2.5 Mengidentifikasi sifat bangun

ruang tabung

6.2.6 Mengidentifikasi sifat bangun ruang kerucut

6.2.7 Mengidentifikasi sifat bangun ruang limas segi empat 6.2.8 Mengidentifikasi sifat bangun

ruang limas segi tiga 6.2.6 Menggambar bangun ruang

dengan benar 6.3.1 Menentukan jaring-jaring kubus 6.3.2 Menentukan jaring-jaring balok 6.3.3 Menentukan jaring-jaring prisma segitiga 6.3.4 Menentukan jaring-jaring tabung 6.3.5 Menentukan jaring-jaring limas segi empat

6.3.6 Menentukan jaring-jaring limas segi tiga

6.5.1 Mengidentifikasi variasi jaring-jaring bangun ruang sederhana

18

B. Kajian Tentang Karakteritik Siswa Kelas V Sekolah Dasar

Anak-anak pada usia SD berada dalam usia antara 6-12 tahun. Pada usia ini siswa SD termasuk dalam akhir masa kanak-kanak (late childhood) (Hurlock, 1980: 146). Menurut para pendidik pada masa ini merupakan periode kritis, maksudnya pada masa ini anak membentuk apa yang akan dibawa sampai dewasa. Biasanya jika pada masa ini anak pandai dalam bidang akademis, maka anak tersebut pandai dalam akademis hingga usia dewasa. Hal ini sama berlaku dalam bidang bakat yang lain.

Dalam pendapat lain Izzaty (2013: 115) menyebutkan bahwa ciri-ciri masa kanak-kanak akhir, terutama anak pada masa kelas tinggi Sekolah Dasar adalah: 1. Perhatiannya tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari

2. Ingin tahu, ingin belajar dan realistis

3. Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus

4. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah

5. Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk bermain bersama, membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.

Dalam usaha mengakomodasi kebutuhan pembelajaran anak pada masa kanak-kanak akhir Marsh (dalam Izzaty, 2013: 116) menyebutkan bahwa pembelajaran di SD selayaknya menggunakan strategi sebagai berikut.

1. menggunakan barang-barang yang konkret, 2. menggunakan alat-alat visual

3. menggunakan contoh yang akrab dengan dunia anak atau lingkungan sekitar anak,

19

4. menjamin penyajian materi secara singkat dan terorganisir, dan 5. memberikan latihan nyata dalam latihan penyelesaian masalah.

Implementasi pendapat Marsh terkait strategi pembelajaran berlandaskan ciri atau karakteristik anak pada masa kanak-kanak akhir ini diwujudkan dalam pengembangan modul pembelajaran matematika. Pengembangan modul pembelajaran matematika berdasarkan pendekatan Montessori ini disusun dengan berbagai penyesuaian dengan karakteristik anak. Penyesuaian tersebut diantaranya penyusunan modul disertai dengan alat peraga praktis, penyelesaian masalah berinteraksi dengan lingkungan, serta pengembangan modul ini menghargai perbedaan individu dalam tingkat pemahaman materi atau kecepatan belajar.

Modul pembelajaran matematika berdasarkan pendekatan Montessori sangat sesuai dengan karakteristik siswa kelas V SD yang berada dalam masa kanak-kanak akhir. Penggunaan modul ini mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman secara langsung, sehingga keingintahuan dan perkembangan anak dapat berjalan secara berdampingan. Dalam penyajian materi dalam modul ini juga disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Dalam modul ini siswa diberikan fasilitas berupa alat peraga yang praktis dan sederhana. Adanya media atau alat peraga ini bertujuan untuk memberikan materi yang lebih konkret bagi siswa. Selain itu, modul ini dapat digunakan secara luwes bagi masing-masing siswa sesuai dengan tingkat kecepatan belajar siswa.

20 C. Kajian Tentang Pendekatan Montessori 1. Pengertian Pendekatan Montessori

Pendekatan Montessori merupakan salah satu pendekatan dalam dunia pendidikan yang dicetuskan oleh Maria Montessori. Inti gagasan pendidikan Maria Montessori adalah: pertama, pengakuan yang jelas terhadap pentingnya pengaruh rangsangan awal bagi proses pembelajaran masa berikutnya; kedua, konsep tentang periode-periode sensitif, atau fase-fase perkembangan, ketika kegiatan-kegiatan dan bahan-bahan tertentu sesuai untuk mempelajari keterampilan-keterampilan motorik dan kognitif yang spesifik; ketiga, pengakuan bahwa pembelajaran bersifat kompleks dan beraneka segi dan melibatkan beragam kegiatan; dan keempat, pengakuan bahwa sekolah harus menjadi bagian dari komunitas dan harus melibatkan para orang tua agar pengajaran berjalan efektif (Montessori, 2013: 65). Dari berbagai deskripsi kegiatan pembelajaran yang dipaparkan Montessori dalam kegiatan pelatihan keterampilan hidup sehari-hari, pelatihan indra, dan pengembangan bahasa dapat diperoleh ciri yang paling menonjol adalah bahwa pendekatan Montessori selalu menyiapkan segala bahan kegiatan pembelajarannya sehingga kegiatan siswa sangat terarah pada pembelajaran yang akan dilakukan. Berdasarkan pendapat Montessori kegiatan anak atau peserta didik harus bersifat formal yaitu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan, bukan semata untuk bermain (Montessori, 2013: 49-51). Selain itu, inti dari pendekatan Montessori adalah pembelajaran yang berhasil merupakan pembelajaran yang melakukan kegiatannya secara berulang-ulang, sehingga anak terbiasa dengan pembelajaran tersebut (Hainstock, 1999: h7).

21

Penerapan pendekatan Montessori dalam modul yang dikembangkan ditonjolkan dalam penyajian materi yang disertai alat peraga. Alat peraga yang digunakan berasal dari guru dan disertai instruksi kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan merupakan perwujudan kegiatan formal teratur. Penyajian materi ini berlandaskan doktrin dan motto Montessori dalam teori pendidikannya.

2. Karakteristik Pendekatan Montessori

Pendekatan pendidikan yang satu dengan yang lainnya memiliki karakteristik khas masing-masing. Hal ini sama berlaku dengan pendekatan yang dicetuskan oleh Montessori. Pendekatan Montessori memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut.

a. Dalam pendekatan Montessori siswa didorong untuk melakukan tugas-tugas pembelajaran secara langsung dengan menggunakan bahan-bahan yang disediakan atau bahan-bahan di lingkungan sekitar (Montessori, 2013: 52). b. Alat peraga atau bahan yang telah didesain mampu menjawab kesalahan anak

tanpa penjelasan guru, sehingga anak melaksanakan pembelajaran dan kegiatannya sendiri (Magini, 2013: 54-55)

c. Menurut Stevens untuk mengatisipasi perbedaan perkembangan siswa dalam memahami materi, guru bertindak sebagai fasilitator dan siswa diarahkan untuk melaksanakan kegiatan secara urut dan runtut secara individu, sehingga semua siswa memiliki pengalaman secara langsung (Montessori, 2013:52). Sedangkan menurut Magini (2013: 55) guru dalam lingkup pendekatan Montessori tidak lagi disebut guru, melainkan direktris karena fungsi guru lebih sebagai pengarah, fasilitator, dan observator atau pengamat.

22

d. Dalam pembelajaran dalam pendekatan Montessori tidak ada hukuman, karena tujuan pendidikan dalam Montessori adalah untuk kemadirian anak (Magini, 2013: 54).

e. Motto pendekatan Montessori adalah “Tak ada orang bebas, kecuali dia

MANDIRI” (Magini, 2013:54).

f. Doktrin yang diajarkan Montessori adalah “Manusia itu berhasil bukan karena

sudah diajarkan oleh gurunya, tetapi karena mereka mengalami dan

melakukannya sendiri. Pengalaman adalah guru terbaik” (Magini, 2013: 55). g. Pola-pola pembelajaran Montessori yang berkesinambungan harus dipatuhi,

karena pembelajaran yang baik berasal dari pengulangan dan penanganan materi yang berulang-ulang begitu anak melihat dan memahami alasannya (Hainstock, 1999: 7).

h. Pembelajaran terdiri dari tiga tahap, yaitu: pengenalan identitas (recognition of identify), pengenalan sesuatu yang berbeda-beda (recognition of contrasts), dan membedakan antara benda-benda yang serupa (discrimination between similar objects) (Hainstock, 1999: 9).

i. Proses pendidikan seharusnya diselenggarakan dalam lingkungan yang tertata dan terstruktur. Semua kegiatan yang dilakukan anak tidak dilakukan hanya untuk bermain semata, tetapi semua kegiatan anak bertujuan untuk mencapai tujuan pengajaran yang sedang dilakukan (Montessori, 2013: 25).

j. Pendidikan sangat efektif ketika berdekatan dengan keluarga dan orangtua (Montessori, 2013: 25).

Modul pembelajaran yang baik merupakan modul pembelajaran yang menyajikan materi secara mendalam serta dapat memenuhi kebutuhan belajar

23

siswa dengan kemampuan masing-masing. Dalam pendekatan Montessori siswa atau peserta didik diperlakukan dengan didikan yang mandiri namun formal. Dalam pendekatan ini siswa dijunjung perbedaan individualnya, namun terbatas dengan aturan formal pembelajaran untuk menyelesaikan materi pembelajaran yang ditargetkan. Dalam modul matematika tentang bangun ruang siswa diinstruksikan untuk mengikuti kegiatan yang tertulis dan terbatas, namun siswa dapat mengukur dan mengembangkan kemampuan belajar mereka masing-masing.

3. Pengembangan Modul Pembelajaran Matematika Berdasarkan Pendekatan Montessori di Kelas V Sekolah Dasar

Pengembangan modul pembelajaran matematika bangun ruang pada penelitian ini mengacu pendekatan pembelajaran Montessori. Pengembangan pembelajaran matematika berdasarkan pendekatan Montessori di sekolah dasar sebelumnya telah dilakukan oleh Elizabeth G. Hainstock yang berpendapat bahwa kesinambungan pendekatan pendidikan sangat penting. Menurut Hainstock (1999: 9) terdapat tiga tahap penting dalam pendekatan Montessori yaitu:

a. Tahap pertama : pengenalan identitas (recognition of identify)

Contoh: Buatlah hubungan antara benda yang sedang ditunjukkan dan

namanya. “Ini adalah ________.”

b. Tahap kedua : pengenalan sesuatu yang berbeda-beda (recognition of contrasts)

Contoh: Untuk meyakinkan bahwa anak memahami, misalnya dengan

mengatakan “Berikan saya______.”

c. Tahap ketiga : membedakan antara benda-benda yang serupa (discrimination between similar objects)

Contoh: Perhatikan apakah anak ingat sendiri namanya, tunjukkan

24

Tahap-tahap tersebut merupakan tahap pendekatan Montessori yang harus dilakukan. Jika anak kelihatannya tidak memahami salah satu tahap ini, maka pembelajaran harus diulangi dari tahap pertama dan seterusnya.

Dalam pembelajaran matematika Hainstock (1999: 10-17) menyebutkan bahwa langkah pertama yang dilakukan adalah mengajak anak atau peserta didik untuk membangun keterkaitan materi yang akan diajarkan dengan hobi atau ketertarikan anak. Keterkaitan antara ketertarikan anak dan materi yang diajarkan menumbuhkan antusiasme anak terhadap materi yang diajarkan dengan antusiasme yang besar. Adanya antusiasme anak ini telah membuka kesempatan guru untuk melaksanakan tiga tahap pendekatan Montessori yang telah disebutkan sebelumnya.

Siswa SD memiliki keingintahuan yang sangat besar tentang segala hal. Dalam rangka mengakomodasi keingintahuan siswa SD dalam modul pembelajaran matematika tentang bangun ruang disusun beragam kegiatan yang melibatkan interaksi anak dengan lingkungan. Adanya interaksi dengan lingkungan membuat siswa merasa nyaman dikarenakan pembelajaran yang dilaksanakan merupakan kegiatan yang meningkatkan pengetahuan siswa dengan kehidupan sehari-hari. Dalam kata lain, pembelajaran melalui modul ini disusun bagi siswa agar siswa memaknai pembelajaran matematika yang dapat digunakan dalam mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan nyata.

Pengembangan penyusunan modul matematika ini berupa pengembangan materi berdasarkan pendekatan Montessori sebagai berikut.

a) Modul berisi kegiatan pembelajaran yang menuntun siswa belajar dengan cara learning by doing.

25

b) Modul yang disusun merupakan modul yang memiliki karakteristik berdiri sendiri, sehingga melatih siswa untuk belajar mandiri dengan adanya petunjuk pembelajaran yang jelas, asah kemampuan yang dilengkapi kunci jawaban, serta alat peraga yang telah disediakan.

c) Adanya alat dan bahan yang konsisten, baik bahan, ukuran, maupun langkah kegiatannya.

d) Materi pembelajaran modul disusun berdasarkan tiga tahap penting dalam pendekatan Montessori menurut Hainstock (1999: 9) yaitu: (a) pengenalan identitas (recognition of identify); (b) pengenalan sesuatu yang berbeda-beda (recognition of contrasts); dan (c) membedakan antara benda-benda yang serupa (discrimination between similar objects).

D. Kajian Tentang Modul Pembelajaran 1. Pengertian Modul Pembelajaran

Proses pembelajaran di kelas terjadi perbedaan kecepatan belajar anak yang satu dengan yang lain merupakan hal yang umum. Perbedaan kecepatan belajar pada siswa tergantung akan kemampuan masing-masing siswa. Pembelajaran di dalam kelas pada umumnya dilaksanakan dalam kecepatan sedang untuk mengakomodasi kemampuan siswa yang satu dengan yang lain. Pembelajaran ini menyebabkan siswa yang memiliki kecepatan belajar lebih tinggi dari siswa lain harus menunggu siswa secara umum menyelesaikan kompetensi yang dibahas.

Berdasarkan pengamatan di lapangan pembelajaran menggunakan bahan ajar tertentu yang dapat mengakomodasi kebutuhan siswa yang berbeda sangat

26

dibutuhkan. Salah satu jenis bahan ajar yang biasanya digunakan dalam pembelajaran adalah modul. Modul menurut Russel (dalam Sungkono, 2003: 6-7) adalah suatu paket belajar yang berisi satu unit materi pembelajaran secara mendalam. Sedangkan menurut Prastowo (2015: 103-107) modul pada dasarnya adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa atau peserta didik sesuai dengan kemampuan dan usia mereka. Adanya kemudahan dalam penyajian maupun bahasa dalam modul diharapkan siswa dapat belajar secara mandiri dengan atau tanpa guru.

Pendapat lain disampaikan oleh Daryanto (2013: 9) bahwa modul merupakan bahan ajar yang berisi seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain agar siswa dapat memahami kompetensi tertentu dengan sistematis dan utuh. Dalam modul terdapat instruksi-intruksi kegiatan yang harus dilaksanakan siswa untuk menyelesaikan materi tertentu. Dalam kata lain, siswa dapat belajar dengan dibimbing oleh modul itu sendiri dengan atau tanpa bantuan guru.

Pemahaman siswa dalam pembelajaran di kelas dipengaruhi oleh kejelasan guru dalam menyampaikan materi. Kejelasan penyampaian materi dalam modul juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman siswa. Tujuan utama adanya modul pembelajaran adalah untuk mengakomodasi adanya perbedaan kemampuan siswa yang satu dengan siswa yang lain dalam memahami materi. Adanya modul diharapkan dapat memfasilitasi siswa dengan kemampuan belajar yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang lainnya tidak harus menunggu guru untuk melanjutkan belajar menuju kompetensi selanjutnya. Modul tentunya juga diharapkan dapat membimbing siswa yang masih kurang memahami materi yang

27

diajarkan guru sebelumnya untuk belajar mandiri. Oleh karena itu, penyusunan modul dengan sistematis, jelas, dan bahasa yang mudah dipahami merupakan hal yang sangat penting.

Manfaat lain dari adanya modul pembelajaran adalah memudahkan guru dalam mengelola waktu pembelajaran dan mendorong siswanya untuk dapat belajar secara mandiri. Hal ini dikarenakan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar dalam bentuk modul siswa dapat memiliki pengalaman sendiri dengan mengikuti kegiatan yang diinstruksikan dalam modul. Meskipun demikian peran guru sebagai fasilitator dalam kelas tetap sangat diperlukan oleh siswa ketika memanfaatkan modul sebagai sumber belajar maupun media belajar.

Pengembangan modul matematika dalam kesempatan ini adalah untuk memudahkan guru maupun siswa dalam kegiatan pembelajaran. Guru dimudahkan dalam penyajian materi maupun kegiatan yang telah terstruktur. Sedangkan bagi siswa adanya modul ini dapat memenuhi pembelajaran yang diinginkan siswa dengan kemampuan mereka masing-masing.

2. Fungsi Modul Pembelajaran

Penyusunan modul pembelajaran sebagai bahan ajar tentu memiliki fungsi yang lebih dibandingkan bahan ajar yang lain. Secara singkat Daryanto

Dokumen terkait