• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

A.Kajian Teori

1. Pengertian Geografi

Menurut Seminar dan Loka Karya Peningkatan Kualitas Pengajar Geografi di Semarang tahun 1988, Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan dan kewilayahan dalam konteks keruangan (Suharyono & Moch.Amien, 1994:19)

Geografi menurut Preston E. James membicarakan tentang ruang, yaitu ruang yang kita tempati di permukaan bumi, selain itu juga dibicarakan hubungan timbal balik manusia dengan kebudayaannya (Subyoto dkk, 1999:2).

R . Bintarto mendefinisikan geografi sebagai berikut (Subyoto dkk, 1999:3): Georagfi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan timbal balik gejala-gejala di muka bumi, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi, baik yang fisik maupun yang menyangkut makhluk hidup besrta permasalahannya, melalui pendekatan keruangan, ekologi dan regional untuk kepentingan program dan proses serta keberhasilan pembangunan.

2. Konsep Dasar Geografi

Dalam kajian ilmu geografi terdapat konsep-konsep geografi. Menurut Suharyono dan Moch. Amien (1994:27-34) mengemukakan terdapat 10 konsep geografi antara lain, konsep lokasi, konsep jarak, konsep keterjangkauan, konsep pola, konsep morfologi, konsep aglomrasi, konsep nilai guna, konsep intraksi (interdependensi), konsep differensiasi area, dan konsep keterkaitan ruang.

a. Konsep lokasi

Konsep Lokasi atau letak merupakan konsep utama yang sejak awal pertumbuhan ilmu geografi dan menjadi ciri khusus ilmu geografi. Secara pokok lokasi juga dapat di bedakan menjadi dua yaitu lokasi absolut dan lokasi relatif. Lokasi absolut menunjukan letak yang tetap terhadap sistem grid atau koordinat. Sedangkan lokasi relatif adalah lokasi suatu obyek yang dinilainya berdasarkan obyek lain. Konsep lokasi penelitian ini adalah menjelaskan lokasi Taman Nasional Tesso Nilo yang ada di kecamatan Ukui.

b. Konsep Jarak

Konsep jarak merupakan konsep geografi mempunyai arti penting bagi kehidupan sosial, ekonomi maupun untuk kepentingan pertahanan. Jarak merupakan faktor pembatas yang bersifat alami, sekalipun arti pentingnya bersifat relatif sejalan dengan kemajuan kehidupan dan teknologi.

c. Konsep Keterjangkauan

Keterjangkauan dalam bahasa ingris disebut accessability tidak selalu berkaitan dengan jarak, tetapi lebih berkaitan dengan kondisi medan atau ada tidaknya sarana angkutan atau komunikasi yang dapat dipakai. Keterjangkauan umumnya juga berubah dengan adanya perkembangan perekonomian dan kemajuan teknologi.

d. Konsep Pola

Konsep pola berkaitan dengan susunan bentuk atau persebaran fenomena dalam ruang di muka bumi, baik yang bersifat alami (aliran sungai, jenis tanah, vegetasi) ataupun fenomena sosial budaya (permukiman, mata pencaharian).

e. Konsep Morfologi

Konsep morfologi menggambarkan perwujudan daratan muka bumi sebagai hasil proses geologi yang disertai erosi dan sedimentasi sehingga terbentuk pulau-pulau, daratan luas yang berpegunungan dengan lereng-lereng tererosi, lembah-lembah dan daratan aluvial.

f. Konsep Deferensiasi Areal

Konsep ini menjelaskan bahwa setiap tempat atau wilayah terwujud sebagai hasil interaksi berbagai unsur dan fenomena lingkungan baik yang bersifat alam atau kehidupan sehingga mempunyai corak tersendiri yang berbeda dari tempat atau wilayah lain.

3. Pendekatan Geografi a. Pendekatan Keruangan

Analisis keruangan mempelajari perbadaan lokasi yang mengenai sifat-sifat yang penting dengan memperhatikan penyebaran pengunaan ruang serta penyediaan ruang yang akan digunakan untuk berbagai keperluan yang direncanakan (Subyoto dkk, 1999:67).

Pendekatan ekologi merupakan studi antara organisme hidup dengan lingkungan. Organisme hidup seperti manusia, hewan, dan tumbuhan saling berintraksi dengan lingkungannya seperti listosfer, atmosfer dan hidrosfer (Subyoto dkk,1999:68).

c. Pendekatan kewilayahan

Pendekatan kewilayahan merupakan kombinasi antara analisa keruangan dan analisa ekologi. Analisa komplek wilayah didasarkan pada areal deferentiation yaitu interaksi antar wilayah akan berkembang karena pada hakikatnya suatu wilayah berbeda dengan wilayah lainnya (Subyoto dkk, 1999:72).

B. Defenisi Peranan

Menurut “Giroth” (2004 : 29) Peranan adalah sekumpulan fungsi yang dilakukan oleh seseorang sebagai tanggapan terhadap harapan-harapan dari pada anggota penting dalam sistem sosial yang bersangkutan dan harapan-harapannya sendiri dari jabatan yang ia duduki sistem sosil itu. Sementara peranan yang sudah dilakukan oleh pemerintah dalam kegiatan pengelolahan hutan tertuang dalam pasal 21 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan pengelolahan hutan meliputi kegiatan: “1.Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolahan hutan. 2.Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan. 3.Rehabilitasi dan reklamasi hutan. 4.Perlindungan hutan dan konservasi alam.”

Peranan pemerintah yang diterapkannya maka pemerintah sudah selayaknya dapat mengelolah dan melestarikan hutan yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai asal-usul daerah.

W.J.S. Poerwadarminta (1991: 735) berpendapat bahwa Peranan adalah suatu jadi bagian atau yang pemegang pimpinan yang terutama dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa. Lebih lanjut “Soerjono Soekanto” (1996: 269) menjelaskan bahwa paling tidak peranan itu mencakup tiga pengertian, sebagai berikut :

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti sempit ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang dibimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.

2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan dapat juga dikatakan sebagai prilaku individu yang penting bagi stuktur masyarakat sosial.

C.Definisi Hutan

Menurut Arief, A (2001) Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan dan binatang yang hidup dalam lapisan di permukaan tanah dan terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang seimbang dan dinamis. Hutan adalah suatu areal yang luas dikuasai oleh pohon, tetapi hutan bukan hanya sekedar pohon. Termasuk di dalamnya tumbuhan yang kecil seperti lumut, semak belukar dan bunga –bunga hutan. Di dalam hutan

juga terdapat beranekaragam burung, seranga, dan berbagai jenis binatang yang menjadikan hutan sebagai habitat. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah, sementara itu hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.

Adanya perbedaan hutan negara dan hutan adat, maka dalam penguasaannya pada dasarnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dan tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaanya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Sehingga penguasa hutan oleh negara memberi wewenang kepada pemerintah untuk:

1. Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan.

2. Menentapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan.

3. Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hokum mengenai kehutanan.

Berdasarkan wewenangan tersebut yang diberikan kepada Pemerintah dalam hal ini pejabat kehutanan (polisi kehutanan) sebagai kepolisian yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan dalam pasal 36 ayat 2 khususnya untuk:

a. Mengadakan patroli atau perondaan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya.

b. Memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya.

c. Menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan.

d. Mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan.

e. Dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan kepada yang berwenang .

f. Membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan. (Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 pasal 36 ayat 2)

Mengendalikan bentuk ganguan dan hambatan hutan dan hasil hutan, akan diciptakan sistem dan prosedur penanggulangan dan pengendalian yang mantap implementasinya diarahkan pada usaha preventip dan represif. Dengan adanya kegiatan perambahan hutan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh orang di dalam kawasan hutan atau di luar kawasan hutan yang tidak didasari hukum atau peraturan perundang-undangan yang ada dan telah ditentukan oleh pemerintah.

Perlindungan Hutan merupakan usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolahan hutan.

D.Definisi Perambahan

Pada dasarnya perambahan hutan dapat dikatagorikan sebagai penyerobotan kawasan hutan yang berarti perbuatan yang dilakukan orang atau badan hukum secara tidak sah tanpa izin dari pejabat yang berwenang,

bertujuan menguasai suatu hak dengan melawan hak orang lain. Tindakan menguasai atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah dan melawan hukum merupakan perbuatan yang dilarang (Alam Setia Zain, 1996:41).

Alam Setia Zain, (1996: 41) menjelaskan tindakan perambahan hutan atau penyerobotan kawasan hutan dapat digolongkan sebagai kesatuan tindakan yang bertentangan dengan aturan hukum dengan memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : a. Memasuki kawasan hutan dan merambah kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang. b. Menguasai kawasan hutan dan atau hasil hutan untuk suatu tujuan tertentu. c. Memperoleh suatu manfaat dari tanah hutan atau manfaat dari hasil hutan.

Perambahan kawasan hutan lebih disebabkan kurangnya lahan usaha masyarakat sekitar hutan. Pengunaan yang dilakukan lebih kepada kepentingan individu akibat sempitnya usaha. Termasuk dalam kategori ini masyarakat yang masih mempraktekkan pola perladangan berpindah. Masyarakat umumnya mengetahui bahwa yang mereka rambah adalah kawasan hutan negara yang tidak serta merta dapat mereka miliki (Ali Djajono, 2009).

Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 50 Ayat 3 tentang kehutanan, bahwa perambahan hutan merupakan perbuatan pidana kehutanan dengan menyatakan bahwa setiap orang dilarang :

1. Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.

2. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan :

b. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai didaerah rawa.

c. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai.

d. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai. e. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang.

f. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.

3. Membakar hutan.

4. Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan didalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang. 5. Menerima atau membeli atau menjual, menerima tukar, menerima

titipan, menyimpan atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah.

6. Melakukan kegiatan penyelidikan umum atau dengan eksploitasi atau ekslorasi bahan tambang didalam kawasan hutan tanpa izin Menteri. 7. Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan yang tidak

dilengkapi dengan surat-surat keterangan yang sahnya hasil hutan. 8. Membawa alat-alat berat dan alat lainnya yang lazim atau patut

diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan didalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang.

9. Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong atau membelah pohon didalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang.

10.Membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan merusak serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan kedalam kawasan hutan dan.

11.Mengeluarkan, membawa dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang.

E.Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perambahan Hutan

Andono, Ardi,(2003) menuliskan bahwa perambahan hutan merupakan sebuah bentuk akibat dari berbagai macam faktor penyebab yang sangat komplek baik itu dari dalam (internal) maupun faktor dari luar (eksternal), faktor-faktor penyebab ini saling mempengaruhi hingga membentuk lingkaran setan yang sulit dicari ujung pangkalnya. Faktor –faktor penyebab ini dapat dilihat sebagai berikut:

1. Terjadinya krisis ekonomi dan krisis politik memicu timbulnya ancaman dan gangguan hutan secara umum yang dilakukan oleh masyarakat/oknum secara massal, sporadis, brutal dan sifatnya sudah mengancam kelestarian kawasan konservasi.

2. Tingkat ekonomi masyarakat desa yang tidak mencukupi kehidupan sehari-hari, dan tidak mengoptimalkan manfaat hutan secara lestari, pemikiran yang pendek tentang manfaat hutan seperti penebangan liar, perambahan membuat mereka terperosok kedalam pemikiran kekinian saja tidak terpikir untuk masa depan Keluarga Sejahtera.

3. Krisis politik yang terjadi berdampak ketidak percayaan masyarakat terhadap aparat pemerintah, sehingga menghambat dalam pengamanan dan perlindungan hutan di Kawasan Konservasi. Selain itu kondisi aparat/oknum yang ada baik dari unsur pemerintah, maupun pihak keamanaan juga sangat melemahkan kondisi keamanaan tersebut.

4. Kondisi alam yang tidak proporsional dengan jumlah Polhut, peralatan pengamanan (sarana prasarana).

5. Adanya aktor intelektual di belakang aksi-aksi tersebut, seperti adanya pemodal yang mampu memodali perambahan tersebut.

6. Adanya pemukiman di sekitar kawasan, semakin besar jumlah penduduk di sekitar kawasan akan menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap keutuhan kawasan. Kondisi ini sangatlah sulit untuk di selesaikan mengingat banyaknya instansi yang terkait terutama Pemda setempat.

7. Adanya perbedaan kepentingan, perbedaan Tata Nilai, serta Perbedaan Pengakuan terhadap kawasan konservasi oleh seluruh para pihak yang terlibat baik masyarakat, pengusaha, pemerintah daerah, kepolisian dan lain sebagainya.

8. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang arti, peranan, dan manfaat kawasan konservasi bagi sistem penyangga kehidupan, ilmu pengetahuan, kekayaan keanekaragaman hayati, hidrologis, bahkan paru-paru dunia. 9. Perlu dana yang cukup besar dan berkelanjutan serta waktu yang panjang

untuk program-program seperti penyuluhan, sosialisasi, hukum (penyidikan hingga putusan pengadilan), pemberdayaan masyarakat Karena selain mengusir para perambah juga harus merubah cara pandang/pola pikir terhadap kawasan konservasi.

10. Perlunya keterlibatan yang aktif, partisipatif, dan kolaboratif serta intensif seluruh dinas-dinas yang ada di pemerintahan kabupaten dan Instasi terkait lainnya dalam mencari jalan keluar permasalahan perambahan ini, permasalahan ini tidak akan pernah selesai bila hanya dipikirkan dan dikerjakan secara sepihak maupun sendiri sendiri oleh pengelola hutan karena keterbatasan wewenang (non teknis) dan teknis. F. Langkah-langka Menangulangi Perambahan Hutan

Di dalam Pasal 69 ayat (1) Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Dalam Pasal 69 ayat (1) tersebut dinyatakan “Masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan.” Kemudian dalam penjelasan Pasal 69 ayat (1)

dikatakan “Yang dimaksud dengan memelihara dan menjaga, adalah mencegah dan menanggulangi terjadinya pencurian, kebakaran hutan, gangguan ternak, perambahan, pendudukan, dan lain sebagainya”.

Berdasarkan asas dan tujuan UU Nomor 18 dalam program ketiga Departemen Kehutanan dinyatakan bahwa penyelenggaraan kehutanan berdasarkan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. Dasar yang kuat untuk pemerintah dalam memberikan izin pengelolaan hutan dan lingkungan hidup yang ada harus memenuhi dan sesuai dengan azas dan tujuan tersebut. Apabila tidak bisa dilakukan oleh pengusaha, maka izin selayaknya jangan diberikan kepada pengusaha tersebut. Namun dalam praktek pemberian izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPTI) seringkali diberikan hanya karena kemampuan pengusaha secara administratif dan pendanaan. Sedangkan asas manfaat dan kelestarian tidak dilihat dan disyaratkan secara tegas. Hal ini memicu sering terjadinya hak-hak atas pengusahaan hutan yang diberikan dilanggar dengan gampangnya oleh pengusaha. Selain tindakan preventif dalam pemberian izin, dalam pengawasan, pemerintah harus dengan tegas dan rutin agar tindakan represif secepat mungkin dapat dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran hukum yang lebih merugikan negara dan masyarakat.

Melihat dampak dari penebangan hutan secara liar tersebut,maka perlu adanya suatu cara untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Dalam menyikapi adanya penebangan hutan tersebut dengan cara pendekatan secara

neo-humanis. Di bawah ini akan diuraikan beberapa pendekatan neo-humanis dalam mencegah dan mengurangi terjadinya penebangan hutan secara liar : 1. Melakukan pembenahan terhadap sistem hukum yang mengatur tentang

pengelolaan hutan.

2. Bimbingan dan penyuluhan kepada penduduk setempat tentang betapa pentingnya keberadaan hutan bagi kehidupan semua umat.

3. Dalam hal penebangan hutan secara konservatif, dengan cara menebang pohon yang sudah tidak berproduktif lagi.

4. Melakukan program reboisasi dan reklamasi secara rutin.

5. Mencegah cara ladang berpindah/Perladangan berpindah-pindah

6. Menempatkan Penjaga Hutan / Polisi Kehutanan / Jagawana dengan menempatkan satuan pengaman hutan

7. Perlu adanya inovasi pelatihan keterampilan kerja di masyarakat secara gratis dan rutin dari pihak-pihak yang terkait, seperti Dinas Tenaga Kerja dan lain-lain, sehinnga masyarakat tidak hanya bergantung pada hasil hutan saja, tetapi dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan yang dimilkinya.

G.Penelitian yang Relevan

No Nama Judul Tujuan Penelitian Persaman dan Perbedaan 1 Deni Susila wati Skripsi 2008 UNIL AK Analisis Dampak Dan Faktor Yang Mempengar uhi Perambahan Hutan Di Kecamatan Teluk Dalam Kabupaten Siak 1.Mengetahui faktor penyebab terjadinya perambahan hutan yang terjadi di Kecamatan Teluk Dalam Kabupaten Siak. 2.Mengetahui dampak perambahan hutan yang dirasakan oleh masyarakat Kecamatan Teluk Dalam Kabupaten Siak 1. Persamaan a. Metode penelitian deskriptif kuantitatif. b. metode pengumpulan data dengan mengunakan cara observasi, wawancara, dokumentasi, dan kuesioner. 2. Perbedaan penelitian yang

dilakukan oleh peneliti dengan penelitian Deni Susilawati dilakukan di Kecamatan Teluk Dalam Kabupaten Siak. pada penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan. 2 Obrika Simbol on Skripsi 2007 UNRI Peran PPNS Dalam Menangula ngi Tindakan Illegal Logging Di Dinas Kehutanan Kabupaten Kampar 1.Untuk mengetahui peran penyidik pegawai negeri sipil dalam penangulangan tindakan pidana di bidang kehutanan khususnya Illegal Logging di Kabupaten Kampar. 2.Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi penyidik pegawai negeri sipil dalam penanggulangan tindakan pidana Illegal Logging di kabupaten Kampar. 1. Persamaan a. Metode penelitian mengunakan deskriptif kuantitatif b. Metode pengumpulan data dengan mengunakan cara dokumentasi, observasi, wawancara, kuesioner. c. Metode pengambilan sampel yang digunakan teknik editing, koding dan tabulasi.

2. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian Obrika Simbolon dilakukan di Dinas Kehutanan Kabupaten Kampar. pada penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ukui Kabupaten

H.Kerangka Pikir

Kebijakan pemerintah dalam menanggulangi perambahan hutan dinilai memang sangat terlambat. Hal ini dinilai dari kondisi hutan yang telah berkurang dan telah menimbulkan bencana barulah pemerintah mencoba untuk menggalang kekuatan untuk menjaga dan konservasi alam dan hutan. Walaupun dinilai terlambat namun masih dapat diperbaruhi demi kepentingan hidup bersama.

Dapat dilihat bahwa peranan pemerintah dalam memberantas pelaksanaan perambahan hutan dinilai sangat berpengaruh. Hal ini dilihat bahwa pemerintah merupakan lembaga yang memiliki kekuatan dalam membuat aturan dan tindakan yang akan diberikan kepada masyarakat. Dengan demikian apabila pemerintah telah mampu memberikan solusi terhadap pelestarian hutan dan pemberantasan perambahan hutan tersebut, maka hutan sebagai sumber kekayaan alam dan memiliki ketergantungan bagi seluruh makhluk hidup akan dapat dilestarikan.

Hutan yang dinilai pada saat ini telah dimanfaatkan sebagai pemanfaatan hutan industri, ladang berpindah, dan pemanfaatan hutan perkebunan akan dapat dilestarikan apabila pemerintah dalam hal ini Balai Taman Nasional Tesso Nilo dapat menjalankan tugas dan fungsinya dalam penyidikan, perlindungan, dan pengamanan kawasan hutan, serta melaksanakan peraturan dan perundang-undangan dalam bidang kehutanan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam peraturan pemerintah dan perundang-undangan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat kerangka pemikiran dalam penilaian peranan Balai TamanNasional Tesso Nilo sebagai lembaga pemerintah dalam menanggulangi pelaksanaan perambahan hutan.

Gambar 1. Kerangka Pikir

Perambahan Hutan

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 03/Menhut-II/2007 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Balai Taman Nasional

Hutan

Peranan Balai Taman Nasional Taman Nasional Tesso Nilo dalam menanggulangi perambahan hutan Taman Nasional Tesso Nilo

Dokumen terkait