• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5. Kajian Pustaka

Bachofen dalam Koentjaraningrat, 2007: 38, menyatakan bahwa di seluruh dunia keluarga manusia berkembang melalui empat tingkat evolusi. Pertama manusia dalam keadaan promoskuitas, dimana manusia hidup serupa sekawanan binatang . laki-laki dengan wanita berhubungan dengan bebas dan melahirkan keturunan tanpa ikatan. Dalam hal ini keluarga inti belum ada. Namun lambat laun manusia sadar akan hubungan antara si ibu dengan anaknya sebagai suatu kelompok keluarga inti dalam masyarakat, karena anak-anak hanya mengenal ibunya tetapi tidak mengenal ayahnya. Dalam kelompok-kelompok keluarga seperti ini, ibulah yang menjadi kepala keluarga. Perkawinan antara ibu dengan anak laki-laki dihindari, dan dengan demikian timbul adat eksogami.

Kelompok-kelompok keluarga ibu tadi menjadi luas karena garis keturunan diperhitungkan menurut garis ibu ( Matriarchate ) ini merupakan tingkatan kedua dalam proses perkembangan manusia. Pada tingkat perkembangan manusia yang ketiga terjadi karena pria tidak puas dengan keadaan tersebut, sehingga para pria mengambil calon istri mereka dari kelompok lain dan menbawa gadis-gadis itu ke kelompok mereka sendiri.

Dengan demikian keturunan yang dilahirkan juga tetap tinggal dalam kelompok pria. Timbul kelompok keluarga dimana ayah sebagai kepala keluarga yang disebut Patriarchate.

Dalam tingkat terahir terjadi perubahan yaitu exsogami berubah menjadi endogami .

endogami atau perkawinan di dalam batas-batas kelompok menyebabkan bahwa anak-anak

demikian patriarchate lambat laun hilang, dan berbah menjadi suatu susunan kekerabatan yang oleh Bachofen disebut susunan Parental.

Freeman dalam Ihromi, 1994: 116, menyatakan keluarga luas merupakan kelompok kekerabatan yang terdiri labih dari satu keluarga inti., dimana seluruhnya merupakan satu kesatuan sosial yang erat dan biasanya hidup bersama pada satu tempat atau satu pekarangan. Diman keluarga luas ini terdiri dari tiga yaitu pertama keluarga luas udrolokal, terdiri dari satu keluarga inti senior dengan keluarga-keluarga batih anak laki-laki maupun perempuan. Yang kedua keluarga luas virilokal, terdiri dari keluarga inti senior dengan keluarga inti dari anak laki-laki. Dan yang terahir keluarga luas uxorilokal, terdiri dari satu keluarga inti senior dengan keluarga-keluarga batih dari anak-anak perempuan. Keluarga ambilineal kecil, merupakan kelompok kekerabatan yang terjadi bila suatu keluarga luas mendapat suatu kepribadian yang disadari oleh para warganya, tidak selama mereka hidup tetapi yang dinggap ada sejak dua-tiga tingkatan dalam waktu yang lama. Nenek moyang yang menurunkan kelompok, malahan sering masih hidup sebagai warga senior dari kelompok, dan masih saling kenal dan tahu akan hubungan kekerabatannya (Ihromi, 1994: 116).

Menurut Keesing garis keturunan adalah suatu kelompok keturunan yang terdiri dari orang-orang yang secara parilineal atau matrilineal adalah keturunan dari leluhur yang sama. Kerabat perkawinan yang memiliki ketentuan yang mengharuskan perkawinan di luar suatu kelompok atau kategori perkawinan diantara sesama mereka tidak diperkenankan ( Keesing, 1981 : 223 ).

Schneider dalam Ihromi,1981:111, berpendapat bahwa sistem simbolik berkaitan secara tidak langsung dengan seks dan reproduksi, dan masyarakat lain biasanya mempunyai konseptualisasi yang sangat berbeda mengenai lingkup kekerabatan dari hubungan yang sama, yang berkaitan secara tidak langsung dengan hubungan yang dianggap sebagai hubungan orang tua biologis. Bagaimana cara suatu masyarakat memandang pertalian biologis antara yang dianggap ayah dan anak serta ibu dan anak, hubungan ini adalah hubungan yang tidak bisa diganggu gugat karena merupakan dasar bagi ikatan kekerabatan. (Ikhromi, 1994 : 111)

kerabat yang lain dengan dua istilah yang berbeda kalau mereka saling menyebut. Demikian dalam bahasa Indonesia A menyebut B ( ialah istilah saudara laki-laki ayahnya ) dengan istilah paman, sebaliknya B menyebut A ( istilah anak saudara laki-lakinya ) dengan istilah lain, ialah kemenakan. Kalau dua orang kerabat termasuk satu tipe kerabat, tentu prinsip ini tidak terpakai, dan kedua orang itu akan saling sebut-menyebut dengan istilah yang sama (Koentjaraningrat, 1972: 62).

Murdock dalam Koentjaraningrat, juga membagi istilah kekerabatan kedalam beberapa tipe, diantaranya adalah :

1. Tipe Hawai ( tipe generation ), dimana semua istilah saudara sepupu berbeda dengan

istilah yang mengacu semua saudara sekandung.

2. Tipe Eskimo, ( tipe lineal ), dimana istilah yang mengacu semua saudara sepupu

berbeda dengan istilah yang mengacu semua saudara sekandung.

3. Tipe Iroquois ( tipe bifurcate merging ), dimana istilah yang mengacu semua saudara

sepupu sejajar sama, kecuali istilah yang mengacu semua saudara sepupu melintang, yang menggunakan istilah untuk mengacu saudara sekandung.

4. Tipe Sudan, ( bifurcate-collateral ), dimana istilah yang mengacu semua saudara

sepupu sejajar berbeda dengan istilah yang mengacu semua saudara sepupu melintang maupun dengan istilah yang mengacu ke semua istilah untuk saudara sekandung. 5. Tipe Omaha, dimana istilah yang mengacu ke semua saudara sepupu sejajar sama

dengan istilah yang mengacu semua saudara sekandung, dan dimana istilah yang mengacu semua saudara sepupu melintang patrilateral berbeda dengan istilah mengacu semua saudara.

6. Tipe Crow, dimana istilah yang mengacu semua saudara sepupu sejajar sama dengan

istilah yang mengacu semua sadara sekandung. Dan dimana istilah yang mengacu semua saudara sepupu melintang Matrilineal berbeda dengan istilah yang mengacu semua saudara sepupu (Koentjaraningrat, 1990: 62) kerabat karena keturunan (Geneologis Khainship ),maupun kerabat karena perkawinan (Affinal Khinship) (Berutu, 2006: 21)

Kekerabatan adalah unit-unit hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti

kelompok kekerabatan lain seperti

Istilah kekerabatan (kinship) mengandung pengertian sebuah jaringan hubungan kompleks berdasarkan hubungan darah atau perkawinan. Berdasarkan hubungan darah dapat diambil pengertian bahwa seseorang dinyatakan sebagai kerabat bila memiliki pertalian atau ikatan darah dengan seseorang lainnya. Contoh kongkrit dari hubungan berdasarkan pertalian darah adalah kakak-adik sekandung. Selain dari hubungan darah, kekerabatan juga terbentuk

karena perkawinan, yakni seseorang menjadi kerabat bagi yang lain atas ikatan perkawinan yang dilakukan oleh saudaranya. Contoh kongkrit dari hubungan atas perkawinan misalnya kakak atau adik ipar, bibi yang dinikahi oleh adik ibu.

Mayor Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan atau masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga ynag memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan . anggota kekerabatan terdiri dari ayah, ibu, anak, menantu, mertua, cucu, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya (http://r4gsblog.blogspot.com diakses /2010/07).

Hamzah, menyebutkan : Hukum adat bukanlah peraturan hukum yang tidak berubah, yang diam-diam saja. Akan tetapi hukum adat itu berubah karena dipengaruhi oleh pengaruh dari dalam dan luar karena keadaan sosial juga berubah. Kelakuan-kelakuan manusia dalam masyarakat berubah juga yang mengakibatkan perubahan dalam hukum adat (Hamzah,1960: 16).

Keberagaman budaya dan rasa sosial yang menuntut setiap masyarakat harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, hal inilah yang terjadi pada masayarakat mandailing. Mereka harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya bahkan tanpa disadari proses penyesuaian diri ini lambat laun membuat perubahan pada budayanya bahkan melupakan nilai budayanya sendiri.

Prins dalam Surojo, 1971: 339 bukunya Adat en Islamitische Plichtenleer in Indonesia menyebutkan bahwa Proses penyesuaian dengan dunia modern ini menjumpai suatu problema yang sangat memperlambat jalannya proses, yaitu proses individualisasi sering persekutuan-persekutuan desa.

Kesing menyatakan bahwa kekerabatan berperan sebagai model dasar dalam hubungan dengan orang lain. Kewajiban antara kerabat dipandang sebagai ikatan moral, dimana suatu kelompok keluarga batih yang di dasarkan pada ikatan pasangan, incest dihindarkan, dan pemilikan pangan bersama. Kewajiban kekerabatan melambangkan kolektif sebagai kebalikan dari individu, kewajiban sosial bukannya memuaskan diri sendiri. Hal-hal tersebut melambangkan budaya sebagai kontras dari biologis atas dasar warisan tradisional.

( Keesing, 1989: 211.)

Jaringan Ikatan Kekerabatan

Atau = ikatan perkawinan

Hubungan orang tua dengan anak

( disini ayah dengan anak perempuan )

Konvensi Antropologi dalam Melukiskan Hubnugan Kekerabatan

A B C D E F G H I J

K L M N O P

Q R S T V Y W Z z.1

Pendapat Scheneider ini dijadikan sebagai gambaran hubungan kekerabatn yang terbentuk melalui hubungan darah yang melahirkan kerabat yang luas dengan acuan ego “M” (Ihromi, 1972: 214).

Tata Interaksi di Lingkungan Keluarga menurut Izarwisma 1989 sebagai berikut:

Tata Interaksi dalam Keluga Inti :

# Interaksi antara Suami dan Istri.

# Interaksi antara suami dengan anak laki-laki

#Pergaulan antara suami dengan anak perempuan.

# Inetraksi antara istri dengan anak laki- laki.

# Interaksi antara istri dengan anak perempuan.

# Interaksi antara anak laki-laki dengan anak laki-laki.

# Interaksi antara anak laki-laki dengan anak perempuan.

# Interaksi antara anak perempuan dengan anak perempuan.

Tata Interaksi Di Luar Keluarga Inti

# Interaksi anak dengan kerabat ayah:

• Interaksi antara anak dengan saudara-saudara ayah.

• Interaksi antara anak dengan saudara-saudara orangtua ayah.

• Interaksi anak dengan saudara tiri ayah. # Interaksi anak dengan kerabat ibu:

1. Interaksi antara anak dengan saudara-saudara ibu

2. Interaksi antara anak dengan saudara-saudara orangtua ibu. 3. Interaksi antara anak dengan saudara tiri ibu.

# Interaksi anak dengan saudara-saudara:

1. Interaksi antar anak dengan anak dari saudara-saudara ayah. 2. Interaksi antar anak dengan anak dari saudara-saudara tiri ayah. 3. Interaksi antar anak dengan anak dari saudara-saudara orang tua ayah. 4. Interaksi antar anak dengan anak dari saudara-saudara ibu.

5. Interaksi antar anak dengan anak dari saudara-saudara tiri ibu. 6. Interaksi antar anak dengan anak dari saudara-saudara orangtua ibu.

Berdasarkan pendapat Izarwisma dapat dijadikan sebagai gambaran hubungan kekerabatan serta ketentuan-ketentuan tata kelakuan berinteraksi dalam sisitem kekerabatan di antara sesama kerabat . (Izarwisma,1989:56-89)

Dokumen terkait