• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kerangka Teori

1. Tanaman Pandan Laut

Pandanus tectorius atau disebut juga pandan laut banyak dijumpai dan

menjadi pemandangan umum di daerah pantai. Asal mula tanaman ini dari Australia Timur dan Kepulauan Pasifik. Berikut merupakan klasifikasi dari pandan laut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Pandanales Family : Pandanaccae Genus : Pandanus

Spesies : Pandanus tectorius

Jenis pandan ini merupakan salah satu sumber daya yang dipergunakan secara luas untuk produksi tenun, makanan, dan obat-obatan. Pandan laut telah banyak digunakan bagian daunnya untuk bahan kerajinan tangan seperti anyaman tas, topi, meja dan kursi (Giesen, dkk, 2006).

Daun pandan laut (Pandanus tectorius) memiliki komponen kimia antara lain selulosa 37,3±0,6%, hemiselulosa 34,4±0,2%, pentosa 15,7±0,5%, lignin dan abu 24,3±0,8%, dan ekstraktif 2,5±0,02 (Sheltami, dkk, 2012). Adapun ciri fisik dari pandan laut dapat dilihat pada Gambar 1.

7

Gambar 1. Tanaman pandan laut

2. Selulosa

Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri atas satuan glukosa yang terikat dengan ikatan β-1,4-glykosidik dengan rumus (C6H10O5)n dengan n adalah derajat polimerasinya. Struktur kimia inilah yang membuat selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut, sehingga tidak mudah didegradasi secara kimia atau mekanis. Ketersediaan selulosa dalam jumlah besar akan membentuk serat yang kuat, tidak larut dalam pelarut organik dan berwarna putih.

Terdapat dua sumber utama selulosa yaitu tumbuhan dan serat selulosa yang dihasilkan oleh bakteri atau disebut bacterial cellulose (BC). Serat selulosa dari tumbuhan memilik keunggulan yaitu jumlah bahan baku yang sangat melimpah dan mudah didapat. Struktur selulosa ditunjukkan pada Gambar 2.

8 3. Selulosa asetat

Selulosa asetat merupakan asam sintetik ester selulosa yang berupa padatan putih. Selulosa yang digunakan untuk pembuatan selulosa asetat harus memiliki kemurnian yang tinggi. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan selulosa asetat ialah pemurnian selulosanya (Khairil Anwar, 2006). Struktur selulosa asetat dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Selulosa Asetat (Nurhayati dan Rinta K, 2014) Dietrich Fengel dan Gerd Wegener (Dian Cipta S, 2012) menyatakan bahwa kereaktifan gugus –OH pada selulosa menyebabkan masuknya gugus asetil. Jenis dan sifat selulosa asetat tergantung pada derajat substitusinya atau derajat asetilnya. DS menyatakan banyaknya gugus –OH pada selulosa yang tergantikan oleh gugus asetil. Menurut (Indra Surya, dkk, 2013), berdasarkan DS-nya selulosa asetat dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Selulosa monoasetat dengan DS 0<DS<2 larut dalam aseton.

2. Selulosa diasetat dengan DS 2,0-2,8 dengan kandungan % asetilasinya 35 – 43,5%.

3. Selulosa triasetat dengan DS 2,8-3,5 mempunyai kandungan asetil 43,5-44,8%.

Derajat asetil merupakan ukuran jumlah asam asetat yang diesterifikasi pada rantai selulosa, tinggi derajat asetil maka semakin tinggi pula derajat

9

substitusinya. Menurut Fengel (Indra Surya, dkk, 2013), bahwa hubungan antara derajat substitusi dengan derajat asetil dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan DS dan Derajat Asetil Selulosa Asetat No. Derajat substitusi Derajat asetil (%) Pelarut yang lazim Aplikasi 1 0,6-0,9 13,0-18,7 Diklorometan - 2 1,2-1,8 22,2-32,2 Metoksietanol Plastik 3 2,2-2,7 36,5-42,2 Aseton Benang, Film 4 2,8-3,0 43,0-44,8 Kloroform Kain pembungkus

Pada sintesis selulosa asetat terdiri dari tahap penggembungan (swelling)

tahap asetilasi dan tahap hidrolisis (Wafiroh, 2012). Umumnya hidrolisis dilakukan paada suhu 40oC-50oC agar struktur selulosa tidak rusak. Waktu hidrolisis akan berpengaruh terhadap kadar asetil yang diperoleh (Febri Rufian P., 2006). Berdasarkan Galuh Yuliani (Muhammad Lindu, Tita, dan Ismi Erna 2010), waktu hidrolisis optimum selulosa membutuhkan waktu esterifikasi selama 20 jam dengan suhu 40 oC.

Menurut (Nurhayati dan Rinta Kusumawati, 2014) reaksi sintesis selulosa asetat dari selulosa dapat dilihat pada Gambar 4:

Gambar 4. Reaksi Sintesis Selulosa Asetat

Selulosa asetat banyak dimanfaatkan salah satunya sebagai membran. Membran merupakan lapisan tipis fleksibel atau film yang bertindak sebagai

10

pemisah selektif antara dua fasa karena bersifat semipermiabel. Berdasarkan asalnya, membran dapat diklasifikasikan menjadi membran polimer, membran anorganik, dan membran biologi (Widayanti, 2013). Membran polimer merupakan jenis membran yang dapat diaplikasikan sebagai membran elektrolit. Meyer, Aurora dan Zhang dalam (Marfuatun, 2011), menyatakan suatu membran dapat diaplikasikan menjadi membran elektrolit jika memenuhi syarat antara lain mempunyai kekuatan mekanik yang cukup tinggi untuk menahan tekanan antara katoda dan anoda, bersifat inert dan mempunyai konduktivitas yang tinggi.

4. Litium klorida (LiCl)

Litium merupakan logam pertama dari golongan alkali. Litium tidak dapat ditemukan di alam dalam keadaan bebas, namun dalam bentuk senyawa. Litium yang bersenyawa hanya ditemukan 0,0007% dalam kerak bumi, biasanya ditemukan dalam batuan api dan dalam air mineral. Sumber utama litium diperoleh dari mineral spedumen, LiAlSi2O6. Litium terdapat dalam air laut hingga kira-kira 0,1 ppm massa. Litium memiliki densitas setengah dari air, litium merupakan unsur yang paling kecil rapat massanya dibandingkan dengan semua unsur padatan pada temperatur dan tekanan kamar. (Kristian H. Sugiyarto, 2003: 86-89). Litium mempunyai standar potensial reduksi paling negatif daripada unsur-unsur lain yaitu:

Li+ (aq)+ e  Li (s) Eo = -3,05 V

Densitas muatan litium sangat besar dibandingkan logam alkali lainnya yaitu 98 mm-3. Litium sangat banyak ditemui dalam senyawa organometalik,

11

bahkan LiCl banyak larut dalam pelarut dengan polaritas rendah seperti etanol dan akuades sehingga ikatan senyawa litium mempunyai tingkat kovalensi yang cukup tinggi. (Kristian H. Sugiyarto, 2003: 86-89).

LiCl merupakan garam kristalin yang sering digunakan sebagai bahan elekrolit cair dalam baterai ion litium (Bambang Prihandoko, 2010). Bentuk dari LiCl berupa kristal putih yang terdapat dalam bentuk hidrat. LiCl memiliki titik lebur yang sangat tinggi yaitu lebih dari 600oC dan kelarutannya yang sangat baik dalam akuades (Nourma Sari, 2012). LiCl dapat diperoleh dari reaksi litium karbonat dengan asam klorida. Adapun reaksinya sebagai berikut:

Li2CO3(s)+ HCl(aq)  2 LiCl(s) + CO2(g) + H2O(l)

Selain itu litium dapat diperoleh dari larutan litium klorida melelui reaksi elektrolisis. Berikut merupakan reaksi elektrolisis dari larutan LiCl:

Katoda: Li+ (aq) + 2 e- → 2Li(s) Anoda: 2Cl‾(aq) → Cl2 (g)+ 2e-

2Li+(aq) + 2Cl-(aq) →2Li(s)+ Cl2 (g)

5. Baterai ion litium

Baterai ion litium termasuk dalam kategori baterai sekunder atau

rechargeable battery. Baterai ion litium memiliki 3 lapisan yang terdiri dari

elektrode positif, elektrode negatif, dan lapisan pemisah. Baterai ion litium dibuat menggunakan litium kobalt oksida (LiCoO2) atau litium mangan oksida (LiMn2O4) sebagai elektrode positif, karbon khusus sebagai elektrode negatif dan

12

larutan organik yang dioptimasi untuk karbon khusus sebagai larutan elektrolit (Prayogo dan Wibowo, 2010). Adapun struktur dari baterai ion litium disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur Baterai Ion Litium

Proses penghasilan listrik pada baterai ion litium sebagai berikut: Jika anoda dan katoda dihubungkan, maka elektron mengalir dari anoda menuju katoda, bersamaan dengan itu listrik pun mengalir. Pada bagian dalam baterai, terjadi proses pelepasan ion litium pada anoda, kemudian ion tersebut berpindah menuju katoda melalui elektrolit. Pada katoda bilangan oksidasi kobalt berubah dari 4 menjadi 3 karena masuknya elektron dan ion litium dari anoda (Dyah P. dan Hari S., 2012)

Reaksi yang terjadi pada saat penggunaan baterai (Marfuatun, 2011) ialah sebagai berikut:

Kutub positif : Li1-xCoO2 +xLi+ + xe LiCoO2 Pemisah : Li+ Polimer

Kutub negatif : C6Lix 6C +xLi+ +xe- Lithium Cobalt Oxide CoIVO2 +Li+ + e LiCoO2 Material Karbon Li C6 6C +xLi+ +xe -Collector Current (Al) Collector Current (Cu)

13 6. Dimetil Ftalat

Dimetil Ftalat merupakan pemlastis yang bersifat dapat larut dalam alkohol, eter, dan kloroform, tetapi tidak dapat larut dalam air. sifat fisik DMP adalah tidak berwarna dan tidak berbau. DMP memiliki rumus molekul C6H4(COOCH3)2 dengan bobot molekul 166,14 g/mol. DMP sering digunakan sebagai pemlastis pada industri plastik polyvinyl chloride (PVC) untuk menghasilkan plastik polyvinyl chloride yang lebih lentur dan fleksibel (Science Lab.com, 2006). Struktur DMP dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Struktur Dimetil Ftalat

7. Karakterisasi Membran Selulosa Asetat a. Analisis gugus fungsi dengan FTIR

Spektrometri Infra merah merupakan suatu metode pengamatan interaksi dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang tertentu. Daerah panjang gelombang yang digunakan pada alat spektrofotometer ini adalah pada daerah infra merah pertengahan yaitu pada panjang gelombang 2,5-50 mikro meter atau pada bilangan gelombang 4000-200 cm-1 (Hardjono Sastroamidjojo, 2007:45). Informasi adsorpsi inframerah beberapa gugus fungsi organik disajikan pada Tabel 2.

14

Tabel 2. Absorpsi Inframerah Beberapa Gugus Fungsi Organik

Senyawa Gugus fungsi Bilangan Gelombang (cm-1)

Alkil C-H 2850-2960

Aromatik C-H

C=C

~3030 1640-1680 Alkohol atau fenol O-H 3250-3450

Ester C=O 1735-1750

Asam Karboksilat C=O O-H

1710-1780 2500-3500

Litium C-X 500-400

Absorpsi energi pada beberapa frekuensi dapat dideteksi oleh spektrometer infra merah dengan memplot jumlah radiasi inframerah yang diteruskan melalui cuplikan sebagai fungsi frekuensi radiasi yang disebut spektrum inframerah. Spektrum tersebut akan memberikan informasi gugus fungsional suatu molekul (Sumar Hendrayana, 1994: 2).

b. Foto Permukaan dengan Mikroskop Optik

Mikroskop merupakan alat bantu yang dapat mengamati bentuk dalam ukuran kecil (mikroskopis). Mikroskop optik merupakan mikroskop yang menggunakan cahaya dalam sistem lensa dapat memperbesar tampilan hingga perbesaran 1000 kali. Informasi yang dapat diperoleh dari analisa menggunakan mikroskop optik berupa bentuk, ukuran, warna, indeks bias, sudut, dan elongasi (Bob Foster, 2007:114).

15 c. Uji konduktivitas

Suatu material dapat dibedakan menjadi tiga yaitu isolator, semikonduktor, dan konduktor. Bahan organik umumnya bersifat konduktor karena memiliki kandungan air yang sangat tinggi. Konduktivitas merupakan suatu bahan yang dapat menghantarkan arus listrik. Konduktivitas bergantung pada sifat material, susunan kimia, serta dimensinya. Sifat konduktivitas pada suatu material dapat diubah-ubah dengan menambahkan material lain yang biasa disebut dengan doping yang dapat meningkatkan pembawa mayoritas elektron atau lubang (hole) pada suatu material (Nurlaily, 2009).

Elkahfi 100 merupakan salah satu alat yang digunakan dalam mengukur konduktivitas membran yang dirancang untuk mengukur karakterisasi arus tegangan (IV). Terdiri dari sebuah sumber tegangan dan pikoamperemeter IV Meter Elkahfi 100 dapat mengukur arus mulai dari 100 pA sampai 3,5 mA. Pada saat pengukuran, data hasil pengukuran diolah dengan menggunakan software Elkahfi 100 yang terkoneksi dengan PC (Personal Computer). Elkahfi 100 menggunakan metode two probe (Santi Yuli Astuti, 2011). Metode two probe

merupakan teknik pengukuran untuk mengetahui resistivitas pada bahan semikonduktor. Cara kerja dalam metode ini dengan menyentuhkan dua titik kontak yang beraliran listrik pada sampel dengan jarak antar titik kontak yang telah diatur, kemudian diplotkan pada grafik arus terhadap tegangan. Rumus resistivitas dapat ditentukan dari bentuk sampel. Sampel thick sheet, merupakan jenis sampel yang mempunyai ketentuan ketebalan sampel harus lebih kecil

16

dibandingkan dengan jarak antar probe. Wina Indra Lavina (Nourma Sari, 2012: 16), rumus yang digunakan yaitu:

ρ= x R dan σ ...(1) keterangan : ρ = Resistivitas bahan (Ω m)

R = hambatan (Ohm) t = ketebalan membran (m) σ = konduktivitas bahan (S cm-1)

B. PENELITIAN YANG RELEVAN

Penelitian yang relevan mengenai aplikasi selulosa asetat untuk membran elektrolit baterai ion litium sudah mulai dilakukan. Sheltami, dkk (2012) mengenai “Extraction Of Cellulose Nanocrystals From Mengkuang Leaves

(Pandanus tectorius)”. Ekstraksi selulosa pandan laut menggunakan pelarut basa

(4% NaOH) dan bleaching dengan NaOCl2 pada pH 4,5 menghasilkan selulosa sebesar 81,6%.

Arniz Hanifa (2015) mengenai “Sintesis dan Karakterisasi Membran Selulosa Asetat dari Limbah Cair Tahu untuk Aplikasi Baterai Ion Litium”. Pembuatan membran menggunakan dua metode yaitu metode coating dan casting

larutan polimer. Pada metode casting larutan polimer menghasilakan sifat mekanik yang lebih baik dari metode coating. Pembuatan membran tersebut didoping dengan garam LiCl dengan konsentrasi 35%. Metode casting larutan polimer menghasilkan konduktivitas tertinggi yaitu sebesar 9,9252x10-2 S cm-1.

17

Endang WL., Marfuatun, dan Demas (2016) mengenai “ Conductivity of Cellulose Acetate Membranes from Pandan Duri Leaves (Pandanus tectorius) for Li-ion Battery”. Kondutivitas membran elktrolit selulosa asetat maksimal diperoleh pada pen-doping-an konsentrasi garam LiCl 35%.

David Mecerreyes, dkk (2004) mengenai “Porous polybenzimidazole Membranes Doped with Phosphoric Acid: Highly Proton-Conducting Solid Electrolytes”. Perbedaan penambahan pemlastis akan meningkatkan kerapatan pori. Pori-pori membran yang tinggi akan memberikan konduktivitas ion sebesar 5 × 10-2 Scm-1 pada larutan asam fosfat.

C. KERANGKA BERFIKIR

Dengan meningkatnya penggunaan barang elektronik, meningkat pula industri baterai ion litium. Baterai ion litium yang berkembang sekarang bersifat tidak ramah lingkungan. Karena pada umumnya membran elektrolit yang digunakan pada baterai ion litium merupakan elektrolit yang berupa cairan dan bersifat tidak terbiodegradasi. Hal ini merupakan salah satu kelemahan dari baterai ion litium. Sehubungan dengan ini maka diperlukan solusi untuk membuat membran yang bersifat ramah lingkungan dan bersumber dari bahan yang ramah lingkungan dan mudah untuk di dapatkan. Salah satunya dengan menggunakan selulosa asetat yang merupakan turunan dari selulosa. Selulosa diperoleh dari daun pandan laut.

Pandan laut merupakan tumbuhan yang banyak tumbuh di daerah pesisir pantai. Pemanfaatan pandan laut sebatas untuk bahan kerajinan, padahal daun

18

pandan laut mengandung selulosa sebesar 81,6% yang dapat diperoleh dari pelarutan alkali dan bleaching.

Selulosa yang diperoleh dari daun pandan laut kemudian diesterifikasi dengan menambahkan asam asetat anhidrida dengan katalis H2SO4 sehingga diperoleh selulosa asetat. Pada tahap asetilasi menggunakan waktu swelling

selulosa 1 jam untuk mengetahui derajat asetil tertinggi. Selulosa asetat hasil sintesis selanjutnya dikembangkan menjadi membran polimer elektrolit menggunakan metode casting larutan polimer. Doping garam litium menggunakan garam LiCl yang selanjutnya dilakukan penambahan pemlastis DMP untuk meningkatkan sifat mekanik membran elektolit. Membran elektrolit yang dihasilkan berbentuk padatan yang bersifat ramah lingkungan serta memiliki konduktivitas yang tinggi.

Berdasarkan hat tersebut, akan dilakukan sintesis membran selulosa asetat dari daun pandan laut (Pandanus tectorius) untuk aplikasi membran baterai ion litium dengan penambahan pemlastis DMP. Selulosa yang diperoleh dari daun pandan laut diasetilasi membentuk selulosa asetat yang selanjutnya ditentukan derajat asetilnya sehingga dapat diketahui jenis selulosa asetat dan pelarut yang tepat untuk melarutkan selulosa asetat. Selulosa asetat yang diperoleh kemudian digunakan untuk sintesis membran dengan pen-doping-an garam LiCl konsentrasi 35% menggunakan metode casting larutan polimer dan penambahan pemlastis DMP dengan komposisi 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%. Hasil isolasi, asetilasi dan preparasi membran elektrolit dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer FTIR, elkahfi 100, dan mikroskop optik.

19

Dokumen terkait