• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Kajian tentang Pembelajaran Aksara Jawa di SD

Menurut Hardiati (Mulyana, 2008: 243) aksara merupakan hasil budaya yang memiliki arti penting dalam perkembangan kehidupan manusia. Aksara Jawa

16

merupakan huruf-huruf jawa yang telah digunakan oleh masyarakat Jawa sejak dulu. Aksara Jawa termasuk dalam salah satu kebudayaan Jawa yang bernilai tinggi, sehingga sudah sepantasnya apabila harus dilestarikan keberadaannya.

Aksara Hanacaraka merupakan serapan huruf yang digunakan di Tanah Jawa dan sekitarnya seperti di Madura, Bali, Lombok dan juga wilayah Sunda. Aksara Hanacaraka juga disebut aksara Jawa, tetapi sebenarnya kalimat tersebut kurang sesuai karena aksara Jawa memiliki ragam lain selain itu aksara ini tidak hanya digunakan untuk menulis bahasa Jawa saja. Aksara ini juga digunakan untuk menulis bahasa Sanskerta, bahasa Arab, bahasa Bali, bahasa Sunda, bahasa Madura, bahasa Sasak, dan juga bahasa Melayu. (Djati Prihantoro, 2011:8)

1. Aksara Carakan atau Legena

Aksara Jawa legena berjumlah 20 dan melambangkan semua fonem Jawa.Adapun urutan dasar aksara Jawa sebagai berikut.

Tabel 1. Aksara Carakan atau Legena

a Ha n Na c Ca r Ra k Ka f Da t Ta s Sa w Wa l La p Pa d Dha j Ja y Ya v Nya m Ma g Ga b Ba q Tha z Nga Sumber: Buku Pepak Basa Jawa (Eko Purwanto, 2011)

17

Aksara Jawa digunakan secara bersamaan dengann pasangan, sandhangan, dan panyigeg agar dapat membentuk kata yang bermakna. Pada jenjang kelas IV Sekolah Dasar, pembelajaran aksara Jawa sebatas pengenalan 20 huruf dasar aksara Jawa legena atau tanpa pasangan dan penggunaan sandhangan serta panyigeg, melalui kompetensi membaca dan menulis.

2. SandhanganSwara dan Panyigeg

Pada buku pedoman penulisan aksara Jawa (2002: 13), sandhangan diartikan sebagai penanda dalam aksara Jawa yang berfungsi sebagai pengubah bunyi. Ketika penulisan kata, aksara Jawa yang tidak mendapat sandhangan diucapkan sebagai gabungan konsonan dan vokal a. Vokal a dalam bahasa Jawa mempunyai dua macam

variasi ucapan, yaitu:

a. a yang dilafalkan seperti lafal o dalam bahasa Indonesia, seperti kata “jodoh”; “donor”; “toko”. Contoh penggunaan dalam aksara Jawa:

mc → maca

bs jw → basa Jawa

b. ayang dilafalkan seperti lafal a dalam kata bahasa Indonesia seperti pada kata: “ada”; “bata”; “datang”

pd= → padhang ly/ → layar

Selain vokal a, terdapat lima macam sandhangan swarauntuk menghasilkan sebuah kalimat beraksara Jawa dengan vokal yang lain.Lima sandhangan swara tersebut yaitu wulu (...i) ;pepet (…e); suku (…u); taling([…); dan taling tarung ([…o)

18 a. Sandhangan wulu (...i)

Sandhangan wulu digunakan sebagai lambang dari huruf yang memiliki suara atau vokal i dalam suku kata. Sandhangan wulu ditulis di bagian atas pada akhir aksara. Akan tetapi apabila selain wulu terdapat sandhangan lain, maka posisi sandhangan wulu sedikit geser ke kiri. Contoh penggunaan sandhangan wulu adalah sebagai berikut.

pipi → pipi gri= → garing b. Sandhangan pepet (..e)

Sandhangan pepet digunakan untuk melambangkan vokal e/ǝ di dalam suku kata. Sandhangan pepet ditulis di atas bagian akhir aksara. Apabila selain pepet terdapat sandhangan layar, sandhangan pepet digeser sedikit ke kiri dan sandhangan layar ditulis di sebelah kanan pepet. Apabila selain pepet terdapat sandhangan cecak, sandhangan cecak ditulis di dalam sandhangan pepet. Contoh:

sege/ → seger mene= → meneng

tetep\ → tetep ajeg\ → ajeg

Sandhangan pepet tidak digunakan untuk menulis suku kata re dan le yang bukan sebagai pasangan. Suku kata re dan le yang bukan sebagai pasangan dilambangakan dengan (x) dan (X).Selain itu, sandhangan pepet pada aksara selain ha, sa,dan pa ditulis di atas aksara yang mendapat sandhangan. Contoh:

x[gt\ → reget Xz → lenga

19

Sandhangan sukudigunakan sebagai lambang dari huruf yang memiliki suara atau vokal u dalam suku kata. Sandhangan suku yang digunakan dalam suatu suku kata, ditulis serangkai atau menyambung dengan bagian akhir aksara. Contoh:

guru→guru sumu/ → sumur d. Sandhangan taling([…)

Sandhangan taling digunakan untuk membentuk vokal è atau é dalam satu suku kata. Sandhangan taling ditulis di depan aksara yang akan digunakan. Contoh penggunaannya adalah sebagai berikut.

[p[yk\ → peyek

[b[bk\ → bebek

e. Sandhangan taling tarung ([…o)

Sandhangan taling tarung digunakan untuk membentuk suara atau vokal o. Sandhangan taling tarung ditulis di depan dan belakang aksara, sebagaimana berikut.

[lo[ro → loro [so[to → soto

Selain sandhangan, dalam aksara Jawa juga terdapat panyigeg yang berfungsi sebagai lambang konsonan mati. Terdapat empat macam panyigeg, yaitu:

a. Wignyan (..h)

Wignyan merupakan panyigeg yang melambangkan konsonan mati h yang ditulis di belakang aksara. Contoh penggunaannya:

wdh → wadhah

[aomh → omah

b. Layar (../)

Layar melambangkan konsonan mati r yang ditulis di atas aksara. Contoh:

20

sb/→ sabar

c. Cecak (..=)

Cecak digunakan untuk melambangkan konsonan mati ng.terdapat tiga aturan dalam penggunaan cecak, yaitu:

1) Cecak ditulis di atas bagian akhir aksara. Contoh: ged= → gedhang

2) Cecak ditulis di belakang sandhangan swara wulu dalam suatu suku kata. Contoh:

cci= → cacing

3) Cecak ditulis di dalam pepet di bagian atas aksara. Contoh: br_ → bareng

d. Pangkon(….\)

Pangkon digunakan sebagai lambang konsonan mati atau penutup dalam suatu suku kata.Dalam penulisannya terdapat tiga aturan:

1) Pangkon ditulis di belakang aksara yang ingin dimatikan. Contoh: bpk\ → bapak

2) Pangkon juga dapat digunaka sebagai batas bagian kalimat seperti tanda koma (…, . .). Contoh:

aku tuku pelem\jeruk\pis= Aku tuku pelem, jeruk, pisang

Berdasarkan uraian dalam kajian mengenai hakikat membaca dan aksara Jawa maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas membaca aksara Jawa merupakan suatu proses memahami atau mencari makna dari simbol-simbol berupa huruf dengan melibatkan indera penglihatan dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang

21

menitikberatkan pada kegiatan mengucapkan dan memahami makna lambang-lambang dalam bentuk aksara Jawa.

Dalam setiap proses pembelajaran, penilaian merupakan bagian yang penting. Dalam dunia pendidikan terdapat dua istilah penilaian yang digunakan, yaitu penilaian dalam arti assesmen dan penilaian dalam arti evaluasi. Penilaian dalam arti assesmen merupakan suatu kegiatan yang dilaksanaakan secara sistematis, objektif, dan berkesinambungan dengan tujuan untuk memperoleh informasi mengenai hasil belajar, ketercapaian siswa dalam pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan, serta mengetahui perkembangan belajar siswa (Adi Suryanto,2010: 1.10).

Pelaksanaan penilaian keterampilan membaca lebih baik dilaksanakan melalui teknik penilaian secara lisan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam melaksanakan kegiatan penilaian keterampilan membaca, yaitu:

a. Ketepatan menyuarakan tulisan b. Pelafalan

c. Intonasi d. Kelancaran e. Kejelasan suara

f. Pemahaman isi atau makna bacaan

Pembelajaran aksara Jawa dalam penelitian ini memfokuskan pada keterampilan mekanis melalui kegiatan membaca nyaring. Membaca nyaring merupakan proses melisankan menggunakan suara, intonasi, tekanan secara tepat, serta pemahaman makna dari bacaan. Dalam aktivitas membaca aksara Jawa

22

keterampilan membaca dapat dilihat dari aspek ketepatan pengucapan tulisan aksara Jawa, ketepatan pelafalan, dan kelancaran dalam membaca.

Dalam melakukan penilaian membaca dan menulis aksara Jawa, guru seringkali menggunakan bentuk instrumen penilaian berupa pilihan ganda dan esai yang dikerjakan siswa secara tertulis. Sedangkan Ekowati (2007: 9) berpendapat bahwa dalam aspek membaca aksara Jawa teknik penilaian yang diperlukan adalah dengan penialaian secara lisan. Penilaian yang dikerjakan secara tertulis kurang efektif digunakan dalam materi ini karena guru tidak dapat mengetahui secara pasti kemampuan siswa dalam membaca aksara Jawa baik dalam ketepatan pelafalan dan kecepatan membaca. Dengan teknik penilaian membaca aksara Jawa secara lisan, dapat diketahui kemampuan dari masing-masing siswa yang sebenarnya.

Berdasarkan uraian di atas maka dalam pelaksanaan evaluasi atau penilaian keterampilan membaca aksara Jawa dalam penelitian ini dilakukan dengan penilaian secara lisan yaitu dengan sistem masing-masing siswa maju untuk membaca kalimat beraksara Jawa yang tidak terlalu panjang, hanya menggunakan dua kalimat sederhana.Pedoman penilaian membaca aksara Jawa yang digunakan diadopsi dari pedoman yang digunakan Soni Indrawan (Fajrin Setyorini, 2014: 28). Aspek yang dinilai meliputi ketepatan menyuarakan tulisan, pelafalan, dan kelancaran.

Aspek ketepatan menyuarakan tulisan digunakan untuk menilai ketepatan siswa dalam mengucapkan setiap kata yang ditulis dengan aksara Jawa. Aspek lafal digunakan untuk menilai ketepatan siswa dalam mengucapkan bunyi bahasa (fonem) dalam aksara Jawa. Hal ini perlu dinilai karena dalam aksara Jawa terdapat fonem

23

yang diucapkan berbeda dengan tulisannya, misalnya vokal a ada yang diucapkan sebagai a seperti dalam kata “mama” , misalnya sandhal. Adapula yang diucapkan sebagai o seperti dalam kata “kokoh”, misalnya punakawan dibaca punokawan. Aspek kelancaran digunakan untuk menilai keberhasilan siswa dalam mempelajari aksara Jawa. Pedoman penilaian berupa tabel sebagai berikut.

Tabel 2. Pedoman Penilaian Membaca Aksara Jawa

No. Aspek yang Dinilai Skor Kriteria

1 Ketepatan

menyuarakan tulisan

1 Jika tepat menyuarakan satu kata dalam kalimat

2 Jika tepat menyuarakan dua kata dalam kalimat

3 Jika tepat menyuarakan tiga kata dalam kalimat

4 Jika tepat menyuarakan empat kata

dalam kalimat

2 Lafal 1 Jika benar dalam melafalkan satu kata

dalam kalimat

2 Jika benar dalam melafalkan dua kata dalam kalimat

3 Jika benar dalam melafalkan tiga kata

Skor Kriteria

dalam kalimat

4 Jika benar dalam melafalkan empat kata

dalam kalimat

3 Kelancaran 1 Jika lancar mengucapkan satu kata tanpa

pengulangan

2 Jika lancar mengucapkan dua kata tanpa

pengulangan

3 Jika lancar mengucapkan tiga kata tanpa

pengulangan

24

C. Kajian Mengenai Materi Membaca Aksara Jawa dalam Pembelajaran

Dokumen terkait