• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA AKSARA JAWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA AKSARA JAWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH"

Copied!
223
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA AKSARA JAWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI PERCOBAAN

4 WATES KABUPATEN KULON PROGO

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepadaFakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi SebagianPersyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh: NovikaCormilia NIM13108241131

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017

(2)

i

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA AKSARA JAWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI PERCOBAAN

4 WATES KABUPATEN KULON PROGO

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepadaFakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi SebagianPersyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh: NovikaCormilia NIM13108241131

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017

(3)

ii

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA AKSARA JAWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI PERCOBAAN

4 WATES KABUPATEN KULON PROGO

Oleh: Novika Cormilia NIM 13108241131

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca aksara Jawa pada siswa kelas VI A SD Negeri Percobaan 4 Wates dengan menggunakan cooperative learning tipe make a match.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas kolaboratif. Penelitian ini menggunakan desain penelitian Kemmis&Taggart dengan model siklus berulang, setiap siklusnya terdiri atas kegiatan perencaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa dan guru kelas IV A SD Negeri Percobaan 4 Wates. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode tes dan observasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cooperative learning tipe make a match dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa kelas IV A SD Negeri Percobaan 4 Wates. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan nilai rata-rata nilai siswa yaitu 18,48 pada pratindakan, menjadi 57,69 pada siklus I, dan meningkat kembali menjadi 83,5 pada siklus II. Persentase siswa yang memperoleh nilai membaca aksara Jawa memenuhi KKM juga mengalami peningkatan dari 3,85% pada pratindakan, menjadi 50% pada siklus I, dan meningkat kembali menjadi 96,15% pada siklus II.

Kata kunci: cooperative learning tipe make a match, aksara Jawa, siswa kelas IV SD

(4)

iii

THE EFFORTS TO IMPROVE JAVANESE LETTERS READING SKILLS OF GRADE 4 STUDENTS IN SD NEGERI PERCOBAAN 4 WATES KULON

PROGO REGENCY BY USING MAKE A MATCH TYPE COOPERATIVE LEARNING MODEL

By: Novika Cormilia NIM 13108241131

ABSTRACT

The purpose of this research is to improve Javanese letters reading skills of grade 4students in SD Negeri Percobaan 4 Wates by using make a match type cooperative learning model.

This research uses colaborative class action research and uses Kemmis&Taggart research design with cycle repeated and each cycle consists of planning, action, observation, and reflection. The subjects of this research are the teacher and also grade 4 A students in SD Negeri Percobaan 4 Wates. Data collection have been obtained by test and observation method. Data analysis have been done by qualitative and quantitative analysis technique.

The results showed that make a match type cooperative learning models can improve the Javanese letters reading skills of grade 4 students in SD Negeri Percobaan 4 Wates. It can be seen by improvement in average of students score that is 18,48 in pre-action, become 57,69 in cycle I, and 83,5 in cycle II. The exhaustiveness percentage of students also have improved from 3,85% in pre-action , become 50% in cycle I, and have improved again be 96,15% in cycle II.

Keywords: make a match type cooperative learning models, Javanese letters, grade 4 students

(5)
(6)
(7)
(8)

vii

HALAMAN MOTTO

“Laa Tahzan Innallaha Ma’ana” Don’t be sad, indeed Allah with us

(9)

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan sebagai wujud pengabdian dan cinta saya untuk:

1. Ibu, bapak, dan kakak-kakakku tercinta, atas segaladoa, semangat, serta kasih sayang yang tak ternilai harganya.

2. Almamaterku, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikandengan judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Aksara Jawa Menggunakan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Make A Match pada Siswa Kelas IV SD Negeri Percobaan 4 Wates Kabupaten Kulon Progo” dapat disusun sesuai dengan harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan berbagai kemudahan selama masa studi.

2. Wakil Dekan I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.

3. Ketua Jurusan PSD, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan motivasi dan arahan.

4. Ibu Supartinah, M. Hum selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penyusunan tugas akhir skripsi.

5. Ibu Suyatinah, M. Pd selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan bimbingan selama masa studi.

6. Bapak dan Ibu dosen program studi PGSD yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya selama masa perkuliahan sebagai bekal masa sekarang dan masa yang akan datang.

7. Bapak Timbul Widodo, S.Pd selaku Kepala Sekolah SD Negeri Percobaan 4 Wates, yang telah berkenan memberikan banyak bantuan dan motivasi.

8. Ibu Ida Nuryati, S.Pd selaku guru kelas IV A SD Negeri Percobaan 4 Wates yang telah memberikan banyak bantuan selama proses penelitian berlangsung.

(11)
(12)

xi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL ... i ABSTRAK ... ii ABSTRACT ... iii SURAT PERNYATAAN... iv LEMBAR PERSETUJUAN... v SURAT PENGESAHAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Mengenai Kemampuan Membaca Aksara Jawa ... 11

B. Kajian tentang Pembelajaran Aksara Jawa di SD ... 15

C. Kajian Mengenai Materi Membaca Aksara Jawa dalam Pembelajaran Bahasa Jawa di SD ... 25

D. Kajian Mengenai Karakteristik Siswa Kelas IV SD ... 29

E. Kajian Mengenai Model Pembelajaran Cooperative Learning ... 31

F. Kajian Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Make A Match ... 46

G. Kajian Mengenai Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Make A Match dalam Pembelajaran Bahasa Jawa Materi Aksara Jawa ... 50

H. Penelitian Relevan ... 53

I. Kerangka Pikir ... 55

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 56

B. Subjek Penelitian dan Tempat Penelitian ... 56

(13)

xii

D. Teknik Pengumpulan Data ... 59

E. Instrumen Penelitian ... 61

F. Kriteria Keberhasilan ... 63

BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 64

B. Pembahasan ...114

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...121

B. Saran ...122

DAFTAR PUSTAKA ...124

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.Aksara Carakan atau Legena... 16

Tabel 2.PedomanPenilaianMembacaAksaraJawa ... 24

Tabel 3.SK dan KD Bahasa Jawa Kelas IV SD Semester Ganjil ... 28

Tabel 4.SK dan KD Bahasa Jawa Kelas IV SD Semester Genap ... 29

Tabel 5. Kisi-kisi Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 61

Tabel 6.Pedoman Penilaian Membaca Aksara Jawa ... 62

Tabel 7.Hubungan antara Skala Angkadan Skala Huruf ... 63

Tabel 8.Daftar Nilai Pretest Membaca Aksara Jawa ... 66

Tabel 9.Kriteria Nilai Pretest Kemampuan Membaca Aksara Jawa ... 67

Tabel 10.Nilai Membaca Aksara Jawa Pretest dan Postest Siklus I... 79

Tabel 11.Kriteria Nilai Kemampuan Membaca Aksara Jawa Siklus I ... 83

Tabel 12. Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ... 90

Tabel 13. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I dan Perencanaan Kegiatan Pembelajaran Siklus II ... 93

Tabel 14.Nilai Membaca Aksara Jawa Pratindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 103

Tabel 15.Kriteria Nilai Kemampuan Membaca Aksara Jawa Siklus II ... 106

Tabel 16. Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II ... 111

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Model Penelitian Kemmis dan Taggart ... 57 Gambar 2. Diagram Ketuntasan Siswa ... 119 Gambar 3. Diagram Nilai Rata-rata Kelas ... 120

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I... 127

Lampiran 2.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 142

Lampiran 3.Lembar Kerja Siswa Siklus II ... 155

Lampiran 4.Soal Prestest ... 156

Lampiran 5. Soal Postest Siklus I ... 157

Lampiran 6.Soal Postest Siklus II ... 159

Lampiran 7.Lembar Penilaian Membaca Kata Aksara Jawa ... 161

Lampiran 8.Lembar Penilaian Membaca Kalimat Aksara Jawa ... 163

Lampiran 9. Kisi-kisi Observasi Aktivitas Siswa ... 165

Lampiran 10.Lembar Observasi Aktivitas Siswa... 167

Lampiran 11. Hasil Observasi Siswa ... 169

Lampiran12. Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa... 180

Lampiran 13. Nilai Membaca Aksara Jawa ... 196

Lampiran 14. Surat Perijin dan Keterangan Penelitian ... 199

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Menurut Bakker (Mulyana, 2008: 64) kebudayaan secara sosiologis merupakan keseluruhan kecakapan-kecapakan (adat, akhlak, kesenian, ilmu, dan sebagainya) yang dimiliki manusia sebagai masyarakat.Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa daerah yang menjadi bagian dari kebudayaan nasional Indonesia yang perlu dilestarikan.Bahasa Jawa dapat dikatakan sebagai hasil refleksi dari kebudayaan masyarakat Jawa yang merupakan bahasa ibu bagi etnis Jawa. UNESCO mengemukakan perlunya menjaga kelestarian bahasa daerah agar tidak mengalami kepunahan.Dengan demikian Bahasa Jawa harus dilestarikan. Salah satu cara paling efektif untuk melestarikan Bahasa Jawa yaitu melalui jalur pendidikan. (Mulyana, 2008: 65)

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta telah mencoba melestarikan kebudayaan Jawa melalui pendidikan formal, yaitu dengan memasukkan mata pelajaran Bahasa Jawa sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah pada setiap jenjang pendidikan formal tingkat dasar hingga menengah.Hal ini merupakan wujud implementasi UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 Ayat (1) yang menyebutkan “Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat muatan lokal.”.

Pembelajaran Bahasa Jawa SD/MI mengacu pada Standar Kurikulum dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa yang telah disusun oleh Tim Pengembang Kurikulum mata pelajaran tersebut dan memuat empat

(18)

2

aspek keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, serta menulis. Dalam aspek keterampilan membaca dan menulis, tidak hanya diajarkan menulis dan membaca Bahasa Jawa dalam bentuk huruf latin, akan tetapi juga diajarkan keterampilan membaca dan menulis huruf Jawa atau aksara Jawa.

Menurut Prihantoro (2011: 6) bahasa Jawa sebagai bahasa tulisan dapat ditulis menggunakan aksara Jawa dan aksaraLatin.Membelajarkan aksara Jawa merupakan suatu tantangan tersendiri bagi guru.Dewasa ini aksara Jawa sudah jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pada kenyataannya aksara Jawa pada saat ini lebih digunakan sebagai makna simbolis.Sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam kurikulum mata pelajaran Bahasa Jawa, aksara Jawa mulai dikenalkan kepada siswa kelas IV SD semester I. Pada awal permulaan, siswa diajarkan aksara Jawa tanpa pasangan atau yang disebutaksara Jawa legena, yang terdiri dari 20 huruf dasar dalam aksara Jawa. Selanjutnya, pada semester 2 siswa mulai diperkenalkan sandhangan dan panyigeg sebagai tanda baca pada aksara Jawa.

Venny Indria Ekowati (Mulyana, 2008: 244) menyatakan bahwa pembelajaran aksara Jawa terintegrasi dalam muatan lokal pada mata pelajaran Bahasa Jawa.Porsi waktu untuk pembelajaran aksara Jawa dapat dikatakan terbatas, mengingat begitu banyaknya kompetensi yang perlu dikuasai siswa. Padahal penguasaan kompetensi aksara Jawa memerlukan proses yang cukup panjang, karena selain siswa diharuskan dapat hafal aksara Jawa, siswa juga harus mampu menguasai aturan-aturan dalam penulisan aksara Jawa. Keadaan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran

(19)

3

aksara Jawa di sekolah belum berjalan secara maksimal sehingga penguasaan siswa terhadap kompetensi baca tulis aksara Jawa siswa belum maksimal.

Berdasarkan pada hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti tanggal 8 November 2016 dengan guru kelas IV A SD Negeri Percobaan 4 Wates Kabupaten Kulon Progo, kurang minatnya siswa untuk mempelajari aksara Jawa, terbatasnya kreativitas guru dalam penggunaan media untuk membelajarkan aksara Jawa, ditambah dengan aksara Jawa yang jarang digunakandalam kehidupan sehari-hari, merupakan faktor yang menjadikan siswa kesulitan dalam mempelajari, memahami, dan menghafal aksara Jawa.Selain itu, alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran Bahasa Jawa setiap minggunya dalam praktik di lapangan (sekolah) tergolong singkat, sedangkan cakupan materi Bahasa Jawa tidak sedikit.Selain itu guru mengatakan bahwa membaca dan menulis aksara Jawa merupakan materi dalam mata pelajaran Bahasa Jawa yang sulit. Rata-rata dikarenakan siswa belum bisa menghafal huruf-huruf dalam aksara Jawa. Selain itu guru menyatakan bahwa hal tersebut juga dipengaruhi oleh tidak adanya media pendukung yang menarik dan memudahkan siswa dalam mempelajari materi aksara Jawa. Oleh karena itu guru merasa metode dan media yang inovatif sebagai penunjang pembelajaran aksara Jawa memang sangatlah diperlukan.

Berdasarkan hasil observasi, kegiatan pembelajaran materi aksara Jawa di kelas masih bersifat teacher centered,yaitu guru menerangkan dan siswa memperhatikan. Guru mengajarkan materi aksara Jawa dengan metode ceramah dan menulis di papan tulis sehingga siswa lebih banyak mendengarkan serta mencatat. Aktivitas membaca

(20)

4

aksara Jawa dalam pembelajaran tersebut adalah guru menuliskan kata atau kalimat beraksara Jawa di papan tulis, kemudian siswa membaca secara klasikal.Ketika guru memberikan soal aksara Jawa kepada siswa, siswa masih merasa kesulitan bahkan tidak mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Padahal materi aksara Jawa sudah diajarkan 2 minggu sebelum hari pelaksanaan observasi tersebut. Artinya materi aksara Jawa sudah diajarkan sebanyak 2 kali pertemuan, dimana masing-masing pertemuan memiliki alokasi waktu 2 jam pelajaran. Apabila dilihat dari aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran, siswa terlihat kurang aktif dan antusias. Ketertarikan siswa pada materi pelajaran dapat mempengaruhi minat siswa yang tentunya juga berdampak pada kemampuan siswa dalam memahami materi tersebut. Diperlukan adanya strategi dalam menggunakan model, metode, dan media yang sesuai dengan materi yang disampaikan untuk menumbuhkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Selain melaksanakan kegiatan observasi kegiatan pembelajaran dan wawancara dengan guru kelas, peneliti juga melaksanakan kegiatan pretest membaca aksara Jawa kepada siswa kelas IV A SD Negeri Percobaan 4 Wates. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh nilai siswa sebelum pelaksanaan penelitian tindakan dan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam membaca aksara Jawa. Selain itu, hasil yang diperoleh dari kegiatan pretest ini dapat memperkuat latar belakang dari kegiatan penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan oleh peneliti. Pretest dilaksanakan secara lisan pada tanggal 18 Januari 2017 di ruang kelas IV A. Siswa yang mengikuti kegiatan pretest sebanyak 26 siswa. Siswa satu per

(21)

5

satu diminta untuk membaca secara lisan satu kalimat yang terdiri dari empat kata bertuliskan aksara Jawalegena. Ditinjau dari nilai yang diperoleh siswa melalui kegiatan pretest, dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan membaca aksara Jawa siswa kelas IV A SD Negeri Percobaan 4 Wates tidak baik atau rendah.

Pada dasarnya, pembelajaran di sekolah mata pelajaran apapun baik eksak maupun non eksak, termasuk mata pelajaran muatan lokal (mulok) tidak lepas dari berbagai komponen yang mempengaruhi iklim proses pembelajaran tersebut. Guru, siswa, sarana dan prasarana merupakan beberapa komponen yang ada dalam pembelajaran. Suatu pembelajaran dikatakan berhasil apabila dapat mencapai tujuan dan siswa dapat menguasai indikator-indikator yang telah ditetapkan.

Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor pertama dari guru, yaitu bagaimana kualitas seorang guru dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Kedua yaitu siswa, setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda antara siswa satu dengan yang lainnya. Selanjutnya adalah pendekatan, model, serta metode pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam penyampaian materi pembelajaran kepada siswa. Selain itu terdapat media sebagai alat bantu guru guna mendukung pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Penggunaan media dapat berfungsi untuk menarik perhatian siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas sehingga akan memudahkan siswa dalam memperoleh materi.

Terdapat banyak strategi, pendekatan, model, dan metode yang dapat diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yang merupakan sistem pengajaran

(22)

6

yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dan berkolaboratif dengan sesama siswa dalam satu kelompok kecil untuk mencari informasi, menyelesaikan tugas, memecahkan masalah dan sebagainya. Pembelajaran kooperatif dapat diterapkan dalam berbagai mata pelajaran dan usia.

Salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif yang menarik untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran di SD adalah mencari pasangan (make a match). Penerapan metode make a macth ini dimulai dengan teknik, yaitu siswa diminta mencari pasangan kartu yang sesuai dengan kartu yang diperolehnya. Keunggulan dari teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenal suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.

Model pembelajaran kooperatif tipe make a match dipilih dalam membelajarkan huruf aksara Jawa kepada siswa dikarenakan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajarannya siswa mempelajari materi secaraberkelompok dalam sebuah kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang. Dengan model pembelajaran secara berkelompok siswa dapat saling bekerjasama, berbagi, memiliki tanggung jawab, dan saling memberikan ketergantungan yang positif satu sama lain sebagaimana prinsip dari cooperative learning. Metode make a match dalam pembelajaran aksara Jawa yang sistematika pelaksanannya dilakukan dengan cara siswa mencari pasangan dari aksara Jawa dengan huruf latinnya ini, dapat memudahkan siswa dalam menghafal 20 huruf dalam aksara Jawa. Kegiatan yang dilakukan secara berkelompok dan dikemas dalam sebuah permainan mencari pasangan dari aksara Jawa, dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan

(23)

7

serta dapat mendorong siswa untuk berpartispasi akif dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian diharapkan kemampuan siswa dalam membaca akasara Jawa dapat meningkat.

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti mempunyai gagasan untuk melakukan sebuah penelitian tindakan kelas yaitu berupa upaya meningkatkan kemampuan membaca aksara Jawa dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe make a match. Melalui model pembelajaran kooperatif, pembelajaran materi aksara Jawa dikemas secara menarik dan didukung media papan aksarayang dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Dengan demikian diharapkan siswa dapat lebih tertarik dan lebih mudah dalam memahami serta menghafal aksara Jawa, sehingga kemampuannya dalam membaca aksara Jawa dapat meningkat.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka timbul beberapa masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1. Penggunaan aksara Jawa yang tidak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, karena pada masa kini aksara Jawa sebatas digunakan sebagai simbol kedaerahan.

2. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran aksara Jawa masih kurang. 3. Tingkat kemampuan siswa dalam membaca aksara Jawa yang tergolong

(24)

8

4. Model pembelajaran dan metode guru dalam membelajarkan materi aksara Jawa yang kurang efektif dan kreatif.

5. Keterbatasan media yang digunakan dalam membelajarkan aksara Jawa. 6. Ketertarikan siswa pada mata pelajaran Bahasa Jawa yang rendah

7. Alokasi waktu untuk mata pelajaran Bahasa Jawa dalam satu minggu yang relatif sedikit.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dalam penelitian ini, dibatasi pada masalah berikut.

1. Tingkat kemampuan siswa dalam membaca aksara Jawa yang tergolong rendah.

2. Model dan metode guru dalam membelajarkan materi aksara Jawa yang kurang kreatif.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka dapat dirumuskan beberapa perumusan masalah penelitian, yaitu:

Bagaimana meningkatkan kemampuan membaca aksara Jawa menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe make a match pada siswa kelas IVASD Negeri Percobaan 4 Wates?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan dan diidentifikasi, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan membaca aksara Jawa

(25)

9

menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe make a match pada siswa kelas IV A SD Negeri Percobaan 4 Wates.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dalam dunia pendidikan berupa upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kemampuan membaca aksara Jawa pada siswa kelas IV SD.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Hasil penelitian tindakan kelas ini dapat digunakan sebagai referensi untuk memperoleh gambaran mengenai upaya meningkatkan kemampuan membaca aksara Jawa pada siswa kelas IV SD.

b. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca aksara Jawa dan memberikan pengalaman belajar yang baru bagi siswa.

c. Bagi Sekolah

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak sekolah mengenai pentingnya menggunakan model dan media pembelajaran yang kreatif dalam kegiatan pembelajaran, salah satunya dalam mata pelajaran bahasa Jawa.

(26)

10

Penelitian ini memberikan pengalaman dalam rangka pengadaan penelitian guna memberikan sumbangsih bagi dunia pendidikan ketika menjadi guru kelak dan menjadi sebuah kegiatan ilmiah yang tidak hanya menjadi sebuah penelitian saja tetapi dapat diterapkan sendiri nantinya.

e. Bagi Pembaca

(27)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Mengenai Kemampuan Membaca Aksara Jawa

Kemampuan berbahasa pada jenjang pendidikan sekolah mencakup empat aspek kemampuan, yaitu kemampuan menyimak atau mendengarkan (listening skills), berbicara (speaking skills), membaca (reading skills), dan menulis (writing skills). Keempat aspek kemampuan berbahasa tersebut saling berkaitan satu sama lain.

Seseorang akan memperoleh informasi, pengetahuan, dan pengalaman melalui kegiatan membaca. Membaca merupakan keterampilan yang kompleks. Dengan kata lain, membaca mencakup tiga komponen, yaitu: (1) pengenalan awal terhadap aksara dan tanda baca, (2) korelasi aksara dan tanda baca dengan unsur linguistik formal, dan (3) hubungan lanjut dari komponen pertama dan kedua dengan makna. (Tarigan, 2008:11)

Tarigan (2008: 7) berpendapat bahwa membaca merupakan proses yang dilakukan dan dimanfaatkan seorang pembaca untuk memperoleh pesan atau informasi yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Membaca juga diartikan sebagai suatu metode yang digunakan untuk berkomunikasi dengan diri sendiri dan orang lain untuk mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada simbol tertulis. Sejalan dengan pendapat dari Tarigan, Rusyana (Dalman, 2013: 6) memiliki pendapat yang sama mengenai

(28)

12

membaca sebagai suatu kegiatan memahami pola-pola bahasa secara tertulis untuk memperoleh informasi.

Dalman (2013: 7) juga berpendapat bahwa membaca merupakan proses perubahan bentuk lambang atau tulisan menjadi wujud bunyi yang memiliki makna. Membaca merupakan kegiatan fisik dan mental yang menuntut seseorang untuk menginterpretasikan simbol-simbol tulisan agar dapat memperoleh makna tulisan dan memperoleh informasi yang dibutuhkan.

Farr (Dalman, 2013: 5) mengemukakan bahwa “reading is the heart of education” yang berarti membaca merupakan jantung dari pendidikan. Dalam hal ini memiliki makna bahwa orang yang sering membaca, pendidikannya akan maju dan ia akan memiliki wawasan yang luas. Pendapat di atas dapat memperkuat pendapat-pendapat sebelumnya bahwa dengan membaca, pembaca dapat memperoleh informasi.

Pendapat lain dikemukakan oleh Prasetyono (2008: 57), yang berpendapat bahwa membaca adalah serangkaian kegiatan pikiran yang dilakukan dengan penuh perhatian untuk memahami suatu informasi melalui indera penglihatan dengan menyusun simbol-simbol sehingga memiliki arti dan makna.

Selanjutnya menurut Heilman (Suwaryono Wiryodijoyo, 1989: 1) membaca adalah proses untuk mendapatkan arti dari kata-kata tertulis. Cole (Suwaryono Wiryodijoyo, 1989: 1) membaca ialah proses psikologis untuk menentukan arti kata-kata terulis. Membaca melibatkan penglihatan, gerak, mata, pembicaraan batin,

(29)

13

ingatan, pengetahuan mengenai kata yang dapat dipahami dan pengalaman pembacanya.

Sedangkan menurut Wiryodijoyo (1989: 1) membaca ialah pengucapan kata-kata dan perolehan arti dari barang cetakan. Kegiatan ini melibatkan analisis dan pengorganisasian berbagai keterampilan yang kompleks. Termasuk di dalamnya adalah pelajaran, pemikiran, pertimbangan, perpaduan, pemecahan masalah, yang berarti menimbulkan kejelasan informasi bagi pembaca.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan suatu aktivitas memahami atau mencari makna dari simbol-simbol berupa huruf dengan melibatkan indera penglihatan yang bertujuan untuk memperoleh informasi.

Menurut Prasetyo (2008: 60) tujuan dari kegiatan membaca adalah sebagai berikut:

1. Membaca bukanlah kegiatan yang membutuhkan proses berpikir yang rumit. Membaca dapat dijadikan aktivitas pilihan untuk mengisi waktu luang.

2. Membaca dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan bagi pembaca. 3. Membaca dapat dijadikan langkah suatu pekerjaan atau profesi.

Sedangkan menurut Tarigan (2008: 9) tujuan utama dari aktivitas membaca adalah untuk mencari atau memperoleh informasi yang mencakup isi, memahami makna bacaan. Tujuan lain dari kegiatan membaca adalah:

(30)

14 2. Membaca untuk memperoleh ide

3. Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita 4. Membaca untuk mencari kesimpulan

5. Membaca untuk kepentingan mengelompokkan atau mengklasifikasikan 6. Membaca untuk kegiatan evaluasi

7. Membaca untuk membandingkan.

Selanjutnya menurut Anderson (Dalman, 2013: 11) terdapat tujuh macam tujuan dari membaca, yaitu:

1. Reading for details or fact (membaca untuk memperoleh fakta atau perincian)

2. Reading for main ideas (membaca untuk memperoleh gagasan atau ide utama)

3. Reading for sequence or organization (membaca untuk mengetahui urutan atau susunan struktur karangan)

4. Reading for inference (membaca untuk menyimpulkan) 5. Reading to classify (membaca untuk mengklasifikasikan) 6. Reading to evaluate (membaca untuk kegiatan evaluasi)

7. Reading to compare or contrast (membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan)

Dari beberapa pendapat mengenai tujuan membaca, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas membaca memiliki tujuan utama yaitu memperoleh informasi, ide,

(31)

15

dan fakta yang dapat memperkaya wawasan serta pengetahuan pembaca.Membaca juga dapat dijadikan aktivitas alternatif untuk mengisi waktu luang guna kepentingan kesenangan. Dalam penelitian ini tujuan dari kegiatan membaca aksara Jawa adalah untuk mengetahui urutan atau susunan dan memahami makna dari simbol aksara Jawa.

Terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam kegiatan membaca.Menurut Tarigan (2008: 12), secara garis besar membaca memiliki dua aspek penting, yaitu keterampilan mekanis dan keterampilan pemahaman.

1. Keterampilan mekanis

Keterampilan mekanis dalam membaca mencakup pengenalan huruf, pengenalan unsur-unsur linguistik, pengenalan hubungan ejaan dan bunyi, serta kecepatan membaca ke taraf lambat. Untuk mencapai tujuan dari keterampilan mekanis, aktivitas yang sesuai adalah membaca nyaring dan membaca suara.

2. Keterampilan pemahaman

Keterampilan pemahaman dalam membaca mencakup memahami pengertian sederhana, memahami makna, evaluasi atau penilaian, dan kecepatan membaca fleksibel. Aktivitas yang sesuai adalah membaca dalam hati, baik membaca ekstensif maupun intensif.

B. Kajian tentang Pembelajaran Aksara Jawa di SD

Menurut Hardiati (Mulyana, 2008: 243) aksara merupakan hasil budaya yang memiliki arti penting dalam perkembangan kehidupan manusia. Aksara Jawa

(32)

16

merupakan huruf-huruf jawa yang telah digunakan oleh masyarakat Jawa sejak dulu. Aksara Jawa termasuk dalam salah satu kebudayaan Jawa yang bernilai tinggi, sehingga sudah sepantasnya apabila harus dilestarikan keberadaannya.

Aksara Hanacaraka merupakan serapan huruf yang digunakan di Tanah Jawa dan sekitarnya seperti di Madura, Bali, Lombok dan juga wilayah Sunda. Aksara Hanacaraka juga disebut aksara Jawa, tetapi sebenarnya kalimat tersebut kurang sesuai karena aksara Jawa memiliki ragam lain selain itu aksara ini tidak hanya digunakan untuk menulis bahasa Jawa saja. Aksara ini juga digunakan untuk menulis bahasa Sanskerta, bahasa Arab, bahasa Bali, bahasa Sunda, bahasa Madura, bahasa Sasak, dan juga bahasa Melayu. (Djati Prihantoro, 2011:8)

1. Aksara Carakan atau Legena

Aksara Jawa legena berjumlah 20 dan melambangkan semua fonem Jawa.Adapun urutan dasar aksara Jawa sebagai berikut.

Tabel 1. Aksara Carakan atau Legena

a Ha n Na c Ca r Ra k Ka f Da t Ta s Sa w Wa l La p Pa d Dha j Ja y Ya v Nya m Ma g Ga b Ba q Tha z Nga Sumber: Buku Pepak Basa Jawa (Eko Purwanto, 2011)

(33)

17

Aksara Jawa digunakan secara bersamaan dengann pasangan, sandhangan, dan panyigeg agar dapat membentuk kata yang bermakna. Pada jenjang kelas IV Sekolah Dasar, pembelajaran aksara Jawa sebatas pengenalan 20 huruf dasar aksara Jawa legena atau tanpa pasangan dan penggunaan sandhangan serta panyigeg, melalui kompetensi membaca dan menulis.

2. SandhanganSwara dan Panyigeg

Pada buku pedoman penulisan aksara Jawa (2002: 13), sandhangan diartikan sebagai penanda dalam aksara Jawa yang berfungsi sebagai pengubah bunyi. Ketika penulisan kata, aksara Jawa yang tidak mendapat sandhangan diucapkan sebagai gabungan konsonan dan vokal a. Vokal a dalam bahasa Jawa mempunyai dua macam

variasi ucapan, yaitu:

a. a yang dilafalkan seperti lafal o dalam bahasa Indonesia, seperti kata “jodoh”; “donor”; “toko”. Contoh penggunaan dalam aksara Jawa:

mc → maca

bs jw → basa Jawa

b. ayang dilafalkan seperti lafal a dalam kata bahasa Indonesia seperti pada kata: “ada”; “bata”; “datang”

pd= → padhang ly/ → layar

Selain vokal a, terdapat lima macam sandhangan swarauntuk menghasilkan sebuah kalimat beraksara Jawa dengan vokal yang lain.Lima sandhangan swara tersebut yaitu wulu (...i) ;pepet (…e); suku (…u); taling([…); dan taling tarung ([…o)

(34)

18 a. Sandhangan wulu (...i)

Sandhangan wulu digunakan sebagai lambang dari huruf yang memiliki suara atau vokal i dalam suku kata. Sandhangan wulu ditulis di bagian atas pada akhir aksara. Akan tetapi apabila selain wulu terdapat sandhangan lain, maka posisi sandhangan wulu sedikit geser ke kiri. Contoh penggunaan sandhangan wulu adalah sebagai berikut.

pipi → pipi gri= → garing b. Sandhangan pepet (..e)

Sandhangan pepet digunakan untuk melambangkan vokal e/ǝ di dalam suku kata. Sandhangan pepet ditulis di atas bagian akhir aksara. Apabila selain pepet terdapat sandhangan layar, sandhangan pepet digeser sedikit ke kiri dan sandhangan layar ditulis di sebelah kanan pepet. Apabila selain pepet terdapat sandhangan cecak, sandhangan cecak ditulis di dalam sandhangan pepet. Contoh:

sege/ → seger mene= → meneng

tetep\ → tetep ajeg\ → ajeg

Sandhangan pepet tidak digunakan untuk menulis suku kata re dan le yang bukan sebagai pasangan. Suku kata re dan le yang bukan sebagai pasangan dilambangakan dengan (x) dan (X).Selain itu, sandhangan pepet pada aksara selain ha, sa,dan pa ditulis di atas aksara yang mendapat sandhangan. Contoh:

x[gt\ → reget Xz → lenga

(35)

19

Sandhangan sukudigunakan sebagai lambang dari huruf yang memiliki suara atau vokal u dalam suku kata. Sandhangan suku yang digunakan dalam suatu suku kata, ditulis serangkai atau menyambung dengan bagian akhir aksara. Contoh:

guru→guru sumu/ → sumur d. Sandhangan taling([…)

Sandhangan taling digunakan untuk membentuk vokal è atau é dalam satu suku kata. Sandhangan taling ditulis di depan aksara yang akan digunakan. Contoh penggunaannya adalah sebagai berikut.

[p[yk\ → peyek

[b[bk\ → bebek

e. Sandhangan taling tarung ([…o)

Sandhangan taling tarung digunakan untuk membentuk suara atau vokal o. Sandhangan taling tarung ditulis di depan dan belakang aksara, sebagaimana berikut.

[lo[ro → loro [so[to → soto

Selain sandhangan, dalam aksara Jawa juga terdapat panyigeg yang berfungsi sebagai lambang konsonan mati. Terdapat empat macam panyigeg, yaitu:

a. Wignyan (..h)

Wignyan merupakan panyigeg yang melambangkan konsonan mati h yang ditulis di belakang aksara. Contoh penggunaannya:

wdh → wadhah

[aomh → omah

b. Layar (../)

Layar melambangkan konsonan mati r yang ditulis di atas aksara. Contoh:

(36)

20

sb/→ sabar

c. Cecak (..=)

Cecak digunakan untuk melambangkan konsonan mati ng.terdapat tiga aturan dalam penggunaan cecak, yaitu:

1) Cecak ditulis di atas bagian akhir aksara. Contoh: ged= → gedhang

2) Cecak ditulis di belakang sandhangan swara wulu dalam suatu suku kata. Contoh:

cci= → cacing

3) Cecak ditulis di dalam pepet di bagian atas aksara. Contoh: br_ → bareng

d. Pangkon(….\)

Pangkon digunakan sebagai lambang konsonan mati atau penutup dalam suatu suku kata.Dalam penulisannya terdapat tiga aturan:

1) Pangkon ditulis di belakang aksara yang ingin dimatikan. Contoh: bpk\ → bapak

2) Pangkon juga dapat digunaka sebagai batas bagian kalimat seperti tanda koma (…, . .). Contoh:

aku tuku pelem\jeruk\pis= Aku tuku pelem, jeruk, pisang

Berdasarkan uraian dalam kajian mengenai hakikat membaca dan aksara Jawa maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas membaca aksara Jawa merupakan suatu proses memahami atau mencari makna dari simbol-simbol berupa huruf dengan melibatkan indera penglihatan dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang

(37)

21

menitikberatkan pada kegiatan mengucapkan dan memahami makna lambang-lambang dalam bentuk aksara Jawa.

Dalam setiap proses pembelajaran, penilaian merupakan bagian yang penting. Dalam dunia pendidikan terdapat dua istilah penilaian yang digunakan, yaitu penilaian dalam arti assesmen dan penilaian dalam arti evaluasi. Penilaian dalam arti assesmen merupakan suatu kegiatan yang dilaksanaakan secara sistematis, objektif, dan berkesinambungan dengan tujuan untuk memperoleh informasi mengenai hasil belajar, ketercapaian siswa dalam pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan, serta mengetahui perkembangan belajar siswa (Adi Suryanto,2010: 1.10).

Pelaksanaan penilaian keterampilan membaca lebih baik dilaksanakan melalui teknik penilaian secara lisan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam melaksanakan kegiatan penilaian keterampilan membaca, yaitu:

a. Ketepatan menyuarakan tulisan b. Pelafalan

c. Intonasi d. Kelancaran e. Kejelasan suara

f. Pemahaman isi atau makna bacaan

Pembelajaran aksara Jawa dalam penelitian ini memfokuskan pada keterampilan mekanis melalui kegiatan membaca nyaring. Membaca nyaring merupakan proses melisankan menggunakan suara, intonasi, tekanan secara tepat, serta pemahaman makna dari bacaan. Dalam aktivitas membaca aksara Jawa

(38)

22

keterampilan membaca dapat dilihat dari aspek ketepatan pengucapan tulisan aksara Jawa, ketepatan pelafalan, dan kelancaran dalam membaca.

Dalam melakukan penilaian membaca dan menulis aksara Jawa, guru seringkali menggunakan bentuk instrumen penilaian berupa pilihan ganda dan esai yang dikerjakan siswa secara tertulis. Sedangkan Ekowati (2007: 9) berpendapat bahwa dalam aspek membaca aksara Jawa teknik penilaian yang diperlukan adalah dengan penialaian secara lisan. Penilaian yang dikerjakan secara tertulis kurang efektif digunakan dalam materi ini karena guru tidak dapat mengetahui secara pasti kemampuan siswa dalam membaca aksara Jawa baik dalam ketepatan pelafalan dan kecepatan membaca. Dengan teknik penilaian membaca aksara Jawa secara lisan, dapat diketahui kemampuan dari masing-masing siswa yang sebenarnya.

Berdasarkan uraian di atas maka dalam pelaksanaan evaluasi atau penilaian keterampilan membaca aksara Jawa dalam penelitian ini dilakukan dengan penilaian secara lisan yaitu dengan sistem masing-masing siswa maju untuk membaca kalimat beraksara Jawa yang tidak terlalu panjang, hanya menggunakan dua kalimat sederhana.Pedoman penilaian membaca aksara Jawa yang digunakan diadopsi dari pedoman yang digunakan Soni Indrawan (Fajrin Setyorini, 2014: 28). Aspek yang dinilai meliputi ketepatan menyuarakan tulisan, pelafalan, dan kelancaran.

Aspek ketepatan menyuarakan tulisan digunakan untuk menilai ketepatan siswa dalam mengucapkan setiap kata yang ditulis dengan aksara Jawa. Aspek lafal digunakan untuk menilai ketepatan siswa dalam mengucapkan bunyi bahasa (fonem) dalam aksara Jawa. Hal ini perlu dinilai karena dalam aksara Jawa terdapat fonem

(39)

23

yang diucapkan berbeda dengan tulisannya, misalnya vokal a ada yang diucapkan sebagai a seperti dalam kata “mama” , misalnya sandhal. Adapula yang diucapkan sebagai o seperti dalam kata “kokoh”, misalnya punakawan dibaca punokawan. Aspek kelancaran digunakan untuk menilai keberhasilan siswa dalam mempelajari aksara Jawa. Pedoman penilaian berupa tabel sebagai berikut.

Tabel 2. Pedoman Penilaian Membaca Aksara Jawa

No. Aspek yang Dinilai Skor Kriteria

1 Ketepatan

menyuarakan tulisan

1 Jika tepat menyuarakan satu kata dalam kalimat

2 Jika tepat menyuarakan dua kata dalam kalimat

3 Jika tepat menyuarakan tiga kata dalam kalimat

4 Jika tepat menyuarakan empat kata

dalam kalimat

2 Lafal 1 Jika benar dalam melafalkan satu kata

dalam kalimat

2 Jika benar dalam melafalkan dua kata dalam kalimat

3 Jika benar dalam melafalkan tiga kata

Skor Kriteria

dalam kalimat

4 Jika benar dalam melafalkan empat kata

dalam kalimat

3 Kelancaran 1 Jika lancar mengucapkan satu kata tanpa

pengulangan

2 Jika lancar mengucapkan dua kata tanpa

pengulangan

3 Jika lancar mengucapkan tiga kata tanpa

pengulangan

(40)

24

C. Kajian Mengenai Materi Membaca Aksara Jawa dalam Pembelajaran Bahasa Jawa di SD

Bahasa mempunyai kedudukan yang sangat penting karena bahasa merupakan alat komunikasi yang utama dalam kehidupan manusia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional merupakan hal yang mutlak untuk dipelajari dalam jenjang pendidikan dasar, menengah, bahkan pendidikan tinggi. Meskipun demikian, setiap daerah juga memiliki kewajiban untuk melestarikan bahasa-bahasa daerah yang menjadi sumber keberagaman budaya di Indonesia, salah satunya yaitu bahasa Jawa.

Sugito (Mulyana, 2008: 21) dalam rangka pelestarian Bahasa Jawa sebagai salah satu kebudayaan Jawa dan upaya implementasi UU Sistem Pendidikan Nasional, maka kebijakan yang ditempuh Pemda DIY dalam pembelajaran Bahasa Jawa sesuai PP Nomor 19 dan Permendiknas Nomor 22 dan 23 adalah sebagai berikut.

1. Pengembangan budaya Jawa bagi para siswa yang diperlukan sebagai upaya pelestarian budaya Jawa, pengembangan budi pekerti, dan kepribadian.

2. Melestarikan dan mempertahankan budaya Jawa yang merupakan peninggalan nenek moyang sekaligus asset yang dimiliki bangsa dan negara.

3. Memberlakukan mata pelajaran Bahasa Jawa sebagai muatan lokal wajib di jenjang pendidikan dasar sampai menengah.

(41)

25

4. Pihak sekolah seprovinsi DIY, dengan didukung instansi terkait, pada umumnya sangat mendukung dan siap melaksanakan serta menerapkan mata pelajaran Bahasa Jawa sebagai muatan lokal wajib.

Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 Ayat (1) yang menyebutkan “Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat muatan lokal.”. Sutrisna Wibawa (Mulyana, 2008: 33) menyatakan bahwa muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada Standar Isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Keberadaan muatan lokal merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang disesuaikan dengan

kearifan lokal dan kebutuhan dari masing-masing daerah sehingga

penyelenggaraannya tidak terpusat.Lingkup isi atau jenis dari muatan lokal berupa bahasa daerah, bahasa asing, kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, serta pengetahuan tentang berbagai ciri khas suatu daerah.

Pendapat Sutrisna Wibawa sejalan dengan Panduan Penyusunan KTSP, Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah (BSNP, 2006: 9-10), mata pelajaran Bahasa Jawa merupakan muatan lokal yang bersifat kurikuler dan bertujuan untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan kearifan lokal, ciri khas, potensi daerah, dan keunggulan daerah, serta materi yang diajarkan tidak berkaitan dengan mata pelajaran lain sehingga Bahasa Jawa menjadi mata pelajaran tersendiri (Suwarna dalam Mulyana, 2008: 137)

Bahasa Jawa sebagai salah satu bahasa daerah di Indonesia memiliki beberapa fungsi, Mulyani (Mulyana, 2008: 233) mengemukakan fungsi Bahasa Jawa sebagai

(42)

26

lambang kebanggaan daerah, lambang daerah, identitas daerah, dan alat berhubungan di dalam keluarga masyarakat daerah. Pembelajaran Bahasa Jawa berdasarkan Kurikulum 2010 lebih menekankan pada pendekatan komunikatif, yaitu pembelajaran yang mempermudah siswa untuk lebih akrab dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Jawa serta melatih siswa untuk lebih tertarik berbicara menggunakan Bahasa Jawa yang benar dan sesuai dengan situasinya.

Pembelajaran Bahasa Jawa meliputi dua aspek kemampuan, yaitu aspek kemampuan berbahasa dan aspek kemampuan bersastra. Pada setiap aspek tersebut meliputi empat aspek keterampilan, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek merupakan satu kesatuan yang saling berkiatan dan tidak dapat dipisah. Pada aspek membaca, dalam pembelajaran Bahasa Jawa salah satu materi yang diajarkan adalah membaca huruf Jawa atau aksara Jawa. Membaca merupakan suatu aktivitas memahami atau mencari makna dari simbol-simbol berupa huruf dengan melibatkan indera penglihatan dengan tujuan untuk memperoleh informasi. Membaca aksara Jawa berarti kegiatan untuk mengucapkan dan memahami makna lambang-lambang dalam bentuk aksara Jawa.

Keterampilan membaca aksara Jawa pertama kali diajarkan pada kelas IV semester I. Sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan, pada semester pertama siswa diajarkan pengenalan aksara Jawa legena, yaitu aksara Jawa yang belum disertai sandhangan atau tanda lainnya, sehingga kalimat yang digunakan dalam pembelajaran membaca aksara Jawa di semester 1 masih sangat sederhana, misalnya:

(43)

27 1. an ap → ana apa

2. mc bs jw → maca basa jawa

Uraian di atas mengacu pada kurikulum muatan lokal yang diterapkan di sekolah dengan SK dan KD yang tertulis dalam buku Gagrag Basa Jawa (Haryono, 2010: 94) sebagai berikut.

Tabel 3.SK dan KD Bahasa Jawa Kelas IV SD Semester Ganjil

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

3. Memahami wacana tulis sastra dan non sastra dalam kerangka budaya Jawa.

3.3 Membaca kata dan kalimat beraksara Jawa legena.

Selanjutnya, memasuki semester 2 SK dan KD yang digunakan berdasarkan kurikulum muatan lokal yang telah disusun adalah sebagai berikut.

Tabel 4. SK dan KD Bahasa Jawa Kelas IV SD Semester Genap

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

7. Memahami wacana tulis sastra dan non sastra dalam kerangka budaya Jawa.

7.3 Membaca kata dan kalimat

beraksara Jawa yang

menggunakan sandhangan

swara dan panyigeg.

Berdasarkan SK dan KD di atas, maka pada semester 2 siswa mulai diajarkan membaca aksara Jawa yang dilengkapi dengan sandhangan dan panyigeg, sebagai contoh:

(44)

28

2. htohno mc buku → tono maca buku

Berdasarkan pemaparan di atas, maka untuk materi membaca aksara Jawa dalam penelitian ini mengacu pada SK dan KD di semester 2 dimana kemampuan yang diteliti adalah kemampuan siswa dalam membaca aksara Jawa yang sudah menggunakan sandhangan swara dan panyigeg.

D. Kajian Mengenai Karakteristik Siswa Kelas IV SD

Siswa kelas IV Sekolah Dasar rata-rata berusia antara 10-11 tahun. Para ahli menggolongkan anak pada usia ini masuk pada masa kanak-kanak akhir atau sering disebut sebagai masa usia sekolah atau masa sekolah dasar. Secara kognitif, menurut Piaget masa kanak-kanak akhir mulai menggunakan konsep yang konkret. Anak mampu menggunakan kemampuan mentalnya untuk memecahkan masalah yang bersifat konkret. Pada masa ini anak mulai meningkat dan lebih baik pemahamannya tentang konsep ruangan, kausalitas, kategorisasi, konversi, dan penjumlahan. Sedangkan secara bahasa, pada tahap ini anak mulai menunjukkan adanya perubahan perbendaharaan kata dan tata bahasa. Membaca memiliki peran penting dalam pengembangan bahasa. Pada masa ini perubahan terjadi dalam hal anak berfikir tentang kata-kata.Anak lebih baik kemampuannya dalam memahami dan menginterpretasikan komunikasi lisan dan tulisan.

Menurut Marsh (Rita Eka Izzaty, dkk, 2013: 116) strategi guru dalam pembelajaran pada masa kanak-kanak akhir, adalah:

1. Menggunakan bahan-bahan yang konkret, misalnya benda atau barang konkret

(45)

29 2. Menggunakan alat visual, misalnya OHP

3. Menggunakan contoh-contoh yang akrab dengan anak dari yang bersifat sederhana hingga kompleks

4. Menyajikan materi secara singkat dan terorganisasi dengan baik

5. Menggunakan latihan nyata dalam menganalisis masalah atau kegiatan, misalnya menggunakan teka-teki.

Siswa dalam tahap ini memerlukan adanya kegiatan bekerja dengan objek berupa benda-benda konkret atau media yang digunakan untuk memanipulasi, menyentuh, meraba, melihat, dan merasakan. Siswa kelas IV SD Negeri Percobaan 4 Wates Kabupaten Kulon Progo senang dengan kegiatan pembelajaran yang menggunakan media yang menarik. Mereka senang belajar sambil bermain. Kegiatan pembelajaran yang menggunakan media dan metode yang menarik, dapat menumbuhkan respon yang positif dari siswa. Mereka menjadi semakin aktif dan antusias mengikuti pembelajaran. Ditambah dengan adanya reward atau penghargaan, siswa menjadi semakin antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Terkait dengan pembelajaran Bahasa Jawa khususnya aksara Jawa, penerapan model dan metode pembelajaran serta penggunaan media hendaknya disesuaikan dengan perkembangan siswa, baik secara kognitif maupun bahasa. Dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif dimana dalam pelaksanaannya siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan. Kegiatan dilengkapi dengan adanya media papan aksara yang sesuai dalam teori yang diuraikan sebelumnya

(46)

30

bahwa strategi guru dalam pembelajaran masa kanak-kanak akhir hendaknya menggunakan bahan atau benda konkret yang membantu siswa memahami materi yang dipelajari. Penggunaan media dan metode yang menarik serta praktik pembelajaran yang menyenangkan diharapkan dapat mempermudah siswa dalam memahami suatu materi atau konsep.

E. Kajian Mengenai Model Pembelajaran Cooperative Learning

Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme. Pada dasarnya teori konstruktivisme dalam belajar merupakan suatu pendekatan dimana siswa menemukan dan mentransformasikan pengetahuan yang diperoleh secara individual. Teori ini sangat percaya bahwa siswa mampu mencari sendiri masalah, menyusun sendiri pengetahuannya melalui kemampuan berpikir dan tantangan yang dihadapinya, menyelesaikan serta membuat konsep berdasarkan pengalaman belajarnya. Dalam teori konstruktivisme lebih menekankan pada proses pembelajaran dimana siswa dihadapkan pada masalah-masalah kompleks untuk dicari solusinya, dan selanjutnya menemukan pengetahuan serta keterampilan yang diharapkan.

Menurut Slavin (Rusman, 2014: 201) pembelajaran kooperatif mendorong siswa untuk belajar secara aktif dan positif yang dilakukan dalam satu kelompok. Dalam satu kelompok, siswa diperkenankan untuk saling bertukar ide dan pemikiran. Guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi menyediakan fasilitas yang memungkinakan anak didik dapat belajar secara optimal. Fasilitas yang dimaksud bukanlah sekedar fasilitas fisik, seperti ruang kelas yang memadai atau media belajar,

(47)

31

akan tetapi juga faslitas psikis seperti kenyaman batin dalam belajar, interaksi guru dengan siswa yang terjalin harmonis, maupun adanya dukungan penuh dari guru sehingga siswa senantiasa memiliki motivasi belajar yang tinggi.

Menurut pendapat Piaget dan Vigotsky (Rusman, 2014: 202) adanya hakikat sosial dari sebuah proses belajar dan adanya sistem belajar berkelompok dengan kemampuan belajar yang beragam, akan menimbulkan adanya perubahan konseptual. Dalam proses belajar diharapkan adanya komunikasi banyak arah yang memungkinkan akan terjadinya aktivitas dan kreativitas yang diharapkan. Kegiatan komunikasi banyak arah ini dapat diperoleh melalui kegiatan belajar secara berkelompok. Berkaitan dengan pendapat Piaget dan Vigotsky, para tokoh teori belajar kontruktivistik menekankan akan pentingnya interaksi dengan teman sebaya, melalui pembentukan kelompok belajar. Melalui kelompok belajar, memberikan kesempatan bagi siswa untuk terlibat secara aktif dan mengungkapkan pendapat serta pemikiran siswa kepada teman yang dapat membantunya untuk melihat sesuatu dengan lebih jelas bahkan melihat ketidaksesuaian pandangan mereka sendiri.

1. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling membantu untuk memahami materi pelajaran (Lie, 2003).

(48)

32

Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif, yang anggotanya terdiri atas empat sampai enam orang, Dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Keberhasilan belajar dari kelompok bergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun kelompok (Slavin dalam Solihatin, 2007).

Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning menurut Nur dan Wikandari (2000), mengacu pada metode pengajaran, yaitu siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil yang saling membantu dalam belajar.

Pendapat selanjutnya mengenai pembelajaran kooperatif, adalah pendapat dari Nurulhayati (Rusman, 2014: 203) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi.

Muslim Ibrahim (Rusman, 2014: 208) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu aktivitas pembelajaran yang menggunakan pola belajar siswa berkelompok untuk menjalin kerja sama dan ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan, dan hadiah.

Menurut Sanjaya (2006: 239) cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan secara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

(49)

33

Sedangkan Tom V. Savage (Rusman, 2014: 203) mengemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok. Kemudian Johnson dalam Hasan (Rusman, 2014: 204) mengatakan pembelajaran kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja sama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam satu kelompok.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang menekanakan adanya kegiatan belajar siswa secara berkelompok, dimana dalam satu kelompok kecil terdiri dari empat sampai enam orang yang dibentuk secara heterogen, dan dalam satu kelompok tersebut siswa diharapkan dapat saling berbagi informasi, ide, pendapat, serta pemikiran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Terdapat unsur yang membedakan antara belajar kelompok dengan pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus dari guru ke siswa, melainkan siswa dapat saling membelajarkan satu sama lain atau yang dikenal dengan pembelajaran oleh rekan sebaya (peerteaching). Strategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Rusman (2014: 204) mengatakan terdapat empat hal penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:

a. Adanya peserta didik dalam kelompok, b. Adanya aturan main (role) dalam kelompok,

(50)

34 c. Adanya upaya belajar dalam kelompok,

d. Adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok.

Peserta adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap kelompok belajar. Pengelompokan siswa bisa ditetapkan berdasarkan beberapa pendekatan, di antaranya pengelompokan yang didasarkan atas minat dan bakat siswa, pengelompokan yang didasarkan atas latar belakang kemampuan, pengelompokan yang didasarkan atas campuran, baik campuran ditinjau dari minat maupun campuran ditinjau dari kemampuan.

Aturan kelompok adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan semua pihak yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik, maupun siswa sebagai anggota kelompok. Misalnya, aturan tentang pembagian tugas setiap anggota kelompok, waktu dan tempat pelaksanaan, dan lain sebagainya. Berkenaan dengan pembentukan kelompok dalam pembelajaran kooperatif, didasarkan pada: (a) minat dan bakat siswa, (b) latar belakang kemampuan siswa, (c) perpaduan antara minat dan bakat siswa dan latar kemampuan siswa.

Upaya belajar adalah segala aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuan yang telah dimiliki maupun meningkatkan kemampuan baru, baik kemampuan dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Aktivitas pembelajaran tersebut dilakukan dalam kegiatan kelompok, sehingga antarpeserta dapat saling membelajarkan melalui tukar pikiran, pengalaman, maupun gagasan-gagasan. Aspek tujuan dimaksudkan untuk memberikan arah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

(51)

35

Melalui tujuan yang jelas, setiap anggota kelompok dapat memahami sasaran setiap kegiatan belajar.

Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang cocok untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Hal ini berdasarkan atas penelitian yang dilakukan Slavin (Rusman, 2014: 205) yang menyatakan bahwa, pertama, penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan dapat meningkatkan hubungan sosial serta menumbuhkan sikap toleransi dan menghargai pendapat orang lain. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman.

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem kelompok/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang memiliki latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok.

(52)

36

Berdasarkan uraian hasil penelitian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan kemampuan belajar siswa. Kegiatan pembelajaran kooperatif atau cooperative learning dapat efektif digunakan apabila: (a) guru menekankan pentingnya usaha bersama di samping usaha secara individu, (b) guru mengehndaki adanya pemerataan hasil belajar dalam satu kelompok, (c) guru ingin menanamkan tutor sebaya (peerteaching), (d) guru menghendaki adanya partisipasi antar anggota kelompok secara merata, (e) guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan. (Sanjaya, 2006)

2. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut.

Sanjaya (2006: 242) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dalam beberapa perspektis, yaitu:

a. Perspektif motivasi, artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu untuk mencapai keberhasilan kelompok.

b. Perspektif sosial, artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar, karena adanya keinginan agar semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan.

(53)

37

c. Perspektif perkembangan kognitif, artinya dengan adanya interaksi antar anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah informasi yang diperoleh.

Adapun karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut: a. Pembelajaran secara tim

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang dilakukan secara tim. Tim merupakan wadah untuk mecapai tujuan. Oleh karena itu, siswa harus mampu belajar dalam tim dan setiap anggota tim saling membantu.

b. Didasarkan pada manajemen kooperatif

Pelaksanaan pembelajaran kooperatif dilaksanakan dengan tiga fungsi manajemen, yaitu:

1) Fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Misalnya tujuan yang hendak dicapai, cara untuk mencapainya, apa yang harus dilakukan, dan sebagainya.

2) Fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan sebuah perencaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif.

3) Fungsi manajemen sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan yang kemudian dapat diketahui baik melalui tes maupun non tes.

(54)

38

c. Kemauan untuk bekerja sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan kelompok, oleh karenanya prinsip kerja sama harus ditekankan dalam kegiatan pembelajaran. Tanpa adanya kerja sama yang baik antar anggota dalam satu kelompok, pembelajaran kooperatif tidak dapat mencapai hasil yang maksimal.

d. Keterampilan bekerja sama

Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut. 1) Siswa dalam kelompoknya beranggapan bahwa mereka dalam satu

kelompok sehidup sepenanggunagan bersama.

2) Siswa bertanggung jawab atas seala sesuatu di dalam kelompoknya.

3) Siswa hendaknya melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama untuk dicapai.

4) Siswa dalam satu kelompok membagi tugas dan tanggung jawab yang sama. 5) Siswa akan diberikan evaluasi atau reward yang juga akan berlaku bagi

anggota lain dalam satu kelompok.

6) Siswa berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama

(55)

39

7) Siswa diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang dilimpahkan kepada dirinya dalam kelompok kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Terdapat tiga bentuk keterampilan kooperatif yang diungkapkan oleh Lundgren (Rusman, 2014: 210), yaitu:

a. Keterampilan kooperatif tingkat awal

Meliputi: 1) menggunakan kesepakatan, 2) menghargai kontribusi, 3) mengambil giliran dan berbagi tugas, 4) berada dalam kelompok, 5) berada dalam tugas, 6) mendorong partisipasi, 7) mendorong orang lain untuk berbicara, 8) menyelesaikan tugas pada waktunya, dan9) menghormati perbedaan indvidu.

b. Keterampilan kooperatif tingkat menengah

Meliputi: 1) menunjukkan penghargaan dan simpati, 2) mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima, 3) mendengarkan dengan aktif, 4) bertanya, 5) membuat ringkasan, 6) manafsirkan, 7) mengatur dan mengorganisir, 8) menerima tanggung jawab, dan 9) mengurangi ketegangan.

c. Keterampilan kooperatif tingkat mahir

Meliputi: 1) mengelaborasi, 2) memeriksa dengan cermat, 3) menanyakan kebenaran, 4) menetapkan tujuan , dan 5) berkompromi.

(56)

40

Menurut Mifzal (2012:34) pembelajaran kooperatif memiliki ciri khas, yaitu terbentuknya kelompok belajar. Namun, tidak semua belajar kelompok dapat disebut sebagai pembelajaran kooperatif. Ada sejumlah unsur atau elemen yang harus dipenuhi agar belajar kelompok dapat dikatakan sebagai pembelajaran kooperatif.

Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, seperti dijelaskan di bawah ini.

a. Prinsip ketergantungan positif (positive Interdependence)

Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu disadari oleh setiap anggota kelompok keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan demikian, semua anggota dalam kelompok akan saling merasa saling ketergantungan.

Setiap anggota kelompok masing-masing perlu membagi tugas sesuai dengan tujuan kelompoknya agar tercipta kelompok kerja yang efektif. Tugas tersebut tentu saja disesuaikan dengan kemampuan setiap anggota kelompok. Inilah hakikat ketergantungan positif, artinya tugas kelompok tidak mungkin bisa diselesaikan manakala ada anggota yang tidak bisa menyelesaikan tugasnya, dan semua ini memerlukan kerja sama yang baik dari masing-masing anggota kelompok.

b. Tanggung jawab perseorangan (Individual Accountability)

Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama.Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota

Gambar

Tabel 1. Aksara Carakan atau Legena  a  Ha  n Na  c Ca  r Ra  k  Ka  f  Da  t Ta  s Sa  w  Wa  l La  p  Pa  d  Dha  j Ja  y Ya  v  Nya  m  Ma  g Ga  b Ba  q  Tha  z  Nga  Sumber: Buku Pepak Basa Jawa (Eko Purwanto, 2011)
Tabel 2. Pedoman Penilaian Membaca Aksara Jawa
Tabel 4. SK dan KD Bahasa Jawa Kelas IV SD Semester Genap
Gambar 1. Model Penelitian Kemmis dan Taggart
+7

Referensi

Dokumen terkait

yaitu mendapat nilai 50 karena keterampilan siswa dalam membaca aksara Jawa masih kurang dan hasil evaluasi yang diperoleh siswa masih terdapat banyak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca dan menulis aksara Jawa dengan media flash card aksara Jawa pada anak tunalaras kelas III SLB E Bhina

Penelitian yang dilakukan oleh Patitis tahun 2012 dengan judul Peningkatan Keterampilan Membaca Aksara Jawa Melalui Pembelajaran Make a Match pada Siswa Kelas IV SDN

Hasil tes keterampilan membaca dan menulis aksara Jawa sebelum dilaksanakan tindakan menunjukkan bahwa dari 23 peserta didik hanya 4 peserta didik atau17,4 %

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis aksara Jawa siswa pada mata pelajaran Bahasa Jawa melalui model pembelajaran Quantum Teaching dan

Dengan metode ini diharapkan siswa Sekolah Dasar dapat secara mendalam memahami materi Aksara Jawa dan dapat membaca dengan lancar dan baik, sehingga Aksara Jawa yang

Judul Skripsi :Upaya Meningkatkan Keaktifan Siswa dan Keterampilan Membaca Pemahaman Aksara Jawa melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament

Sesuai dengan analisis hasil dari penilaian usability tersebut maka aplikasi pembelajar membaca aksara jawa menggunaka speech recognition dapat dinyatakan acceptable