• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Kajian Tentang Pembelajaran Kontekstual

Menurut Wina Sanjaya (2008:109) pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Sejalan dengan itu Nurhadi (2005:103) mengungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliknya dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran Kontekstual adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka (Elaine B. Jhonson, 2008:67). Blanchard (dalam

21

Trianto, 2013:104-105) berpendapat bahwa pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga ,warga negara dan tenaga kerja.

Pembelajaran kontekstual membuat siswa menemukan hubungan penuh makna antara pengetahuan-pengetahuan abstrak dengan penerapan praktis didalam konteks dunia nyata. Siswa mendapatkan suatu konsep melalui penemuan, penguatan dan keterhubungan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya. Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dari usaha siswa mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar, sehingga pengetahuan dan keterampilan yang didapat oleh siswa akan lebih bermakna.

Berdasarkan definisi pembelajaran kontekstual dari berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif untuk mendapat pengetahuan melalui pengalaman langsung dan menghubungkan materi pelajaran yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata yang dialami siswa serta mendorong siswa menerapkan pengetahuan yang telah didapatkannya dalam kehidupan mereka. Pembelajaran kontekstual menekankan pada penemuan makna dalam pembelajaran sehingga pengetahuan yang diperoleh lebih tahan lama dan dapat diterima serta dapat diterapkan oleh siswa dalam kehidupan mereka.

22

2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Menurut Trianto (2013:110) Pembelajaran kontekstual memiliki karakteristik sebagai berikut : 1) kerja sama; 2) Saling menunjang; 3) menyenangkan ,mengasyikkan; 3) tidak membosankan; 5) belajar dengan bergairah; 6) pembelajaran terintegrasi; dan 7) menggunakan berbagai sumber siswa aktif. Sejalan dengan itu Nurhadi (dalam Masnur Muslich, 2009:42-23) berpendapat bahwa pembelajaran kontekstual terdiri dari 10 kata kunci yaitu : kerja sama, saling menunjang, menyenangkan,belajar dengan gairah, pembelajaran terintegrasi, siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis, dan guru kreatif.

Menurut Wina Sanjaya (2008:110) pembelajaran kontekstual mempunyai lima karakteristik penting sebagai berikut : pembelajaran kontekstual merupakan proses pengaktifan pengetahuan, belajar memperoleh dan menambah pengetahuan baru, pemahaman pengetahuan, mempraktikkan pengetahuan dan melakukan refleksi.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan lebih rinci mengenai karakteristik pembelajaran kontekstual, yaitu :

a. Pembelajaran kontekstual merupakan pengaktifan pengetahuan, hal ini berarti apa yang akan dipelajari tidak lepas pengetahuan yang sudah dipelajari.

b. Pembelajaran kontekstual adalah belajar memperoleh dan menambah pengetahuan baru. Kegiatan memperoleh pengetahuan baru dilakukan

23

dengan cara mempelajari keseluruhan kemudian mempelajari secara detailnya.

c. Pemahaman pengetahuan artinya pengetahuan yang telah diperoleh tidak untuk dihafal tetapi untuk difahami.

d. Mempraktikkan pengetahuan maksudnya pengetahuan yang telah didapat dan dipahami harus di praktikkan dalam kehidupan siswa. e. Melakukan refleksi sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan

penyempurnaan.

Pembelajaran dengan menerapan pembelajaran kontekstual diharapkan dapat menjadikan siswa lebih paham terhadap materi pelajaran yang disampaikan khususnya materi pelajaran IPA. Hal ini dikarenakan pembelajaran kontekstual merupakan proses pengaktifan pengetahuan dari pengetahuan yang telah dimiliki siswa dan merupakan pembelajaran yang berkaitan langsung dengan kehidupan siswa.

3. Prinsip Pembalajaran Kontekstual

Pembalajaran kontekstual mempunyai prinsip-prinsip yang harus diterapkan agar penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual dapat berhasil. Elaine B. Jhonson (2008:68-85) mengemukakan bahwa terdapat tiga prinsip dalam pembelajaran kontestual meliputi prinsip saling ketergantungan, prinsip diferensasi, dan prinsip pengaturan diri.

a. Prinsip Saling Ketergantungan

Prinsip saling ketergantungan merupakan prinsip yang memungkinkan para siswa untuk membuat suatu hubungan yang

24

bermakna sehingga menghasilkan pemahaman-pemahaman baru. Prinsip saling ketergantungan akan mendukung terjadinya kerja sama sehingga membuat suatu keberhasilan dapat tercapai dengan mudah. Prinsip saling ketergantungan akan menciptakan suatu hubungan yang bermakna, sehingga dengan menerapkan prinsip saling ketergantungan akan mendorong siswa dalam membuat hubungan-hubungan untuk menemukan makna.

b. Prinsip Diferensiasi

Prinsip diferensiasi merujuk pada sifat alam secara terus menerus yang menimbulkan perbedaan, keragaman dan keunikan. Prinsip diferensiasi menunjukan kreativitas yang luar biasa dari alam semesta. Diferensiasi bukan hanya merujuk pada perubahan dan kemajuan tanpa batas, namun merujuk juga pada saling berhubungannya kesatuan-kesatuan yang berbeda dan salaing ketergantungan dalam keterpaduan yang bersifat saling menguntungkan.

Para pendidik hendaknya dapat mendidik, mengajar, melatih, dan membimbing sejalan dengan prinsip diferensiasi dan harmoni alam semesta ini. Prinsip diferensiasi dalam pembelajaran proses pembelajaran dilaksanakan dengan menekankan kreativitas, keunikan, variasi, dan kolaborasi.

c. Prinsip Pengaturan Diri

Prinsip pengaturan diri merupakan prinsip yang menuntut para pendidik untuk mendorong setiap siswa untuk memahami dan

25

mengeluarkan seluruh potensi yang dimilikinya. Prinsip pengaturan diri dalam pembelajaran kontekstual harus disesuaikan agar siswa dapat mencapai keunggulan akademik memperoleh keterampilan dan mengembangkan sikap yang dimiliknya dengan menghubungkan materi pelajaran yang diterimanya dengan pengalaman dan pengetahuan pribadinya.

4. Komponen Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berhubungan. Eliane B. Jhonson (2008:15) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual terdiri dari delapan komponen yaitu : membuat keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, pembelajaran mandiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi dan menggunakan penilaian autentik. Komponen-komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Membuat keterkaitan yang bermakna

Keterkaitan yang mengarah pada perolehan makna dalam suatu pembelajaran merupakan inti dari pendekatan pembelajaran kontekstual. Ketika siswa dapat mengaitkan isi dari pembelajaran dengan pengalaman mereka maka mereka akan menemukan makna dan makna yang mereka dapat akan memberikan dorongan kepada mereka untuk belajar. Keterkaitan yang bermakna akan membangun

26

berbagai macam keterkaitan yang berbeda dalam pembelajaran dan akan meningkatkan kemampuan siswa agar berkembang mencapai standar pendidikan yang tinggi.

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengaitkan pembelajaran dengan konteks situasi kehidupan sehari-hari siswa. Eliane B. Jhonson (2008:99) menyatakan bahwa ada enam metode yang dapat digunakan dalam mengaitkan materi pembelajaran dengan konteks kehidupan nyata siswa. Enam metode itu yaitu :

1. Ruang kelas tradisional untuk mengaitkan materi dengan konteks siswa.

2. Memasukkan materi dari bidang lain dalam kelas.

3. Mata pelajaran yang tetap terpisah, mencakup topik-topik yang saling berhubungan.

4. Mata pelajaran gabungan yang menyatukan dua atau lebih disiplin.

5. Menggabungkan sekolah dengan pekerjaan

6. Penerapan hal-hal yang dipelajarai ke masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, membangun keterkaitan untuk menemukan makna dapat meningkatkan pengetahuan dan memperdalam wawasan. Mengaitkan pelajaran dengan kehidupan siswa sehari-hari akan membuat siswa menjadi dinamis dan membuat siswa menjawab semua pertanyaan-pertanyaan dalam kehidupannya. b. Melakukan pekerjaan yang berarti

Pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk melakukan pekerjaan yang berati. Pekerjaan yang berati yang dimaksud yaitu siswa dituntut untuk menemukan makna dalam pembelajaran yang diajarkan. Siswa dalam menemukan makna harus melakukan

27

pekerjaan yang berarti yaitu dengan mencari menggunakan proses berfikir secara sistematis.

c. Pembelajaran mandiri

Pembelajaran mandiri merupakan pembelajaran yang membebaskan siswa untuk menggunakan gaya belajar mereka, menggali dan mengembangkan bakat dan minat yang ada pada dirinya dan menggunakan kecerdasannya sesuai minta yang disukai. Pembelajaran mandiri dapat dilihat dari dua prespektif yang berbeda yaitu pembelajaran mendiri mengharuskan siswa untuk memiliki pengetahuan dan keahlian tertentu dan pembelajaran mandiri mengharuskan siswa untuk melakukan hal-hal tertentu seperti menggunakan pengetahan sesuai dengan langkah yang logis dan sistematis.

Pembelajaran mandiri adalah sebuah proses. Menurut Eliane B. Jhonson (2008:172-174) dalam pembelajaran mandiri terdapat proses yang harus dilalui siswa yaitu : siswa mandiri menetapkan tujuan, siswa mandiri memuat rencana, siswa mandiri mengikuti rencana dan mengukur kemajuan diri, siswa mandiri membuahkan hasil akhir, dan siswa mandiri menunjukkan kecakapan melalui penilaian autentik. Dengan pembelajaran mandiri siswa diberi kebebasan untuk menemukan dan menghubungkan pengetahuan akadeik dengan kehidupan mereka sehari-hari.

28 d. Bekerja sama

Bekerja sama merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran kontekstual. Anita Lie (2007:28) mengungkapkan bahwa kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak ada individu, keluarga, organisasi atau sekolah. Bekerja sama membuat siswa dapat menghilangkan berbagai hambatan metal yang ada pada dirinya akibat dari terbatasnya pengalaman yang dia miliki dan cara pandang yang sempit.

Belajar dengan bekerja sama dalam kelompok membuat siswa mendengarkan berbagai pendapat dari anggota kelompoknya dan dapat menumbuhkan sikap toleransi dan saling menghargai.

e. Berpikir kritis dan kreatif

Dengan berpikir kritis dan kreatif siswa akan mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi berbagai tantangan dengan cara yang terorganisasi dan merumuskan pertanyaan yang inovatif serta merancang solusi yang tepat. Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah (Eliane B. Jhonson, 2008:183)

Siswa yang mampu berpikir kritis akan merumuskan keyakinan dan pendapat mereka sendiri mengenai suatu permasalahan. Tujuan

29

dari berpikir kritis ini ialah untuk mencapai pemahaman yang mendalam, sedangkan berpikir kreatif adalah proses berfikir yang dilatih dengan memperhatikan intuisi, memunculkan imajinasi, mengungapkan ide-ide yang tak terduga dan membuka sudut pandang yang baru. Berfikir kritis dan kreatif ibarat dua sisi mata uang, sisi pertama berpikir kreatif menemukan cara baru dalam menyelasaikan suatu permasalahan dan sisi kedua berpikir kritis mempelajari apakah cara itu layak dan tepat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan itu.

Pembelajaran kontekstual banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu permasalahan yang berhubungan dengan kehidupannya dan membuat mereka berpikir kritis dan kreatif dalam meyelesaikan berbagai permaalahan tersebut.

f. Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang

Pembelajaran kontekstual menuntut guru untuk dapat mengenal setiap siswa dan mengetahui karakteristiknya. Guru harus mengetahui dan mengenal siswanya agar guru dapat membantu individu itu tumbuh dan berkembang mencapai prestasi terbaiknya.

Pembelajaran kontekstual mengharuskan setiap guru untuk membantu setiap siswa tumbuh dan berkembang, agar dapat membantu siswa tumbuh dan berkembang guru harus membangun hubungan dengan siswa, salah satunya dengan cara mengenal kehidupan setiap siswa di rumahnya.

30 g. Mencapai standar yang tinggi

Salah satu komponen yang tidak kalah penting dalam pembelajaran konteksual adalah menetapkan standar akademik yang tinggi untuk dicapai oleh setiap siswa (Eliane B. Jhonson, 2008:260). Standar akademik yang dimaksud adalah aspek-aspek yang harus dikuasai siswa setelah menyelesaikan pembelajaran. Pembelajaran kontekstual tidak hanya menetapkan standar akademik yang tinggi, tetapi menetapkan tujuan yang menggabungkan pengetahuan dan tindakan yang bermakna bagi siswa.

Salah satu contoh yang dapat dilakukan guru untuk mencapai standar yang tinggi yaitu guru menentukan standar nilai yang tingi untuk setiap materi yang akan diajarkan. Setelah materi tersebut diajarkan, guru mengadakan evaluasi dan siswa harus mencapai standar yang telah ditentukan. Jika siswa belum mencapai standar yang ditentukan maka dilakukan remedial agar standar yang tinggi itu dapat tercapai.

h. Menggunakan Penilaian Autentik

Penilaian autentik dalam pembelajaran kontekstual sangat dibutuhkan untuk meningkatkan tingkat berpikir siswa menjadi lebih tinggi. Masnur Muslichach (2009:51) mengungkapakan bahwa penilaian autentik dapat membantu siswa untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan tertentu. Penilaian autentik mengajak para siswa untuk

31

menggunakan pengetahuan akademik dalam konteks dunia nyata untuk tujuan bermakna (Eliane B. Jhonson, 2008:288).

Penialaian autentik merupakan proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa (Wina Sanjaya, 2008:122). Penilaian autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Penilaian autentik yang dilakukan guru diperoleh bukan hanya dari hasil pembelajaran saja, tetapi hasil proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika proses pembelajaran berlangsung. Penilaian autentik mempunyai empat jenis penilaian yang dapat digunakan oleh guru, yaitu portofolio, pengukuran kinerja, proyek, dan jawaban tertulis secara lengkap (Eliane B. Jhonson, 2008:290).

Selain komponen-komponen yang di jelaskan diatas, Wina Sanjaya (2008:118) mengembangkan dan menyederhanakan delapan komponen diatas menjadi tujuh komponen pembelajaran kontekstual yaitu kontruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, permodelan, refleksi dan penilaian nyata. Ketujuh komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Kontruktivisme

Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan

32

pengalaman (Udin Syaefudin Sa’ud, 2010:168). Secara garis besar kontruktivisme merupakan proses membangun pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman belajar yang bermakna.

Kontruktivisme memandang bahwa pengetahuan berasal dari luar dan kemudian dikontruksi didalam diri seseorang. Pengetahuan terbentuk dari dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek dalam menginterpretasi objek tersebut. Kontruktivisme memandang bahwa pengetahuan bukanlah serangkaian fakta , konsep dan kaidah yang siap dipraktikkan., akan tetapi siswa harus mengkontruksi terlebih dahulu pengetahuan tersebut melalui pengalaman nyata agar tercipta pengetahuan yang bermakna.

Guru dalam proses pembelajaran harus bisa membuat siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan terlibat aktif dalam pembelajaran. Siswa dalam pembelajaran dibimbing untuk memecahkan masalah , menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan mengembangkan ide-ide yang ada dalam dirinya.

b. Inkuiri

Inkuiri merupakan proses pembelajaran berdasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis (Udin Syaefudin Saud, 2010:169). Inkuiri merupakan bagian inti dari pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Dalam

33

inkuiri pengetahuan bukanlah hasil mengingat seperangkat fakta-fakta namun hasil dari menemukan sendiri.

Guru dalam dalam pembelajaran harus menerapkan langkah-langkah pembelajaran yang merujuk pada kegiatan menemukan. Langkah – langkah kegiatan inkuiri yaitu: merumuskan masalah, mengajukan hipotesa, mengumpulkan data, menguji hipotesis dan membuat kesimpulan (Sugiyanto, 2009:18).

c. Bertanya

Bertanya adalah merupakan cara untuk menemukan pengetahuan. Menurut Sugiyanto (2010:18) bertanya merupakan bagian inti dalam belajar dan menemukan penetahuan. Bertanya pada dasarnya merupakan suatu ungkapan dari keingintahuan setiap individu. Pengetahuan yang dimilik seseorang selalu bermula dari proses bertanya. Untuk itu keterampilan guru dalam bertanya sangat diperlukan.

Bertanya dalam proses pembelajaran mempunyai manfaat yang sangat besar. Bertanya dalam pembelajaran berguna untuk : menggali informasi, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon siswa, memngetahui kadar keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal yang diketahuai siswa, memfokuskan perhatian siswa, membangkitakan lebih banyak pertanyaan pada diri siswa dan menyegarkan pengetahuan siswa (Masnur Muslich, 2009:44).

34

Kegiatan bertanya selalu ada dalam proses pembelajaran. Guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan bertanya dan teknik-teknik bertanya yang dimilikinya.

d. Masyarakat Belajar

Konsep masyarakat belajar dalam pembelajaran kontektual memandang bahwa hasil belajar harus diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Vygotsky (dalam Wina Sanjaya, 2008:120) menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman anak ditopang banyak oleh komunikasi dengan orang lain. Suatu permasalah tidak mungkin dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan orang lain dalam memecahakannya, sehingga kerja sama dan komunikasi dengan orang lain sangat diperlukan dalam menyelesaikan masalah.

Konsep masyarakat belajar dalam penerapanya pada pembelajaran kontekstual dapat dilakukan melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen dilihat dari kecerdasannya, kecepatan belajar dan bakat serta minatnya. Masyarakat belajar akan terjadi ketika proses komunikasi dua arah. Belajar didalam sebuah kelompok akan terjadi hubungan saling membantu, saling membelajarkan agar setiap siswa dapat berkembang kemampuannya.

35 e. Permodelan

Permodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan suatu contoh yang dapat ditiru oleh siswa (Sugiyanto, 2010:19). Dalam proses pembelajaran terdapat model yang bisa ditiru oleh siswa, misalnya guru memodelkan cara menggunakan suatu alat dalam percobaan IPA. Permodelan dapat dilakukan dengan mendemonstrasikan kegiatan yang akan dilakukan siswa dalam pembelajaran.

Proses permodelan tidak hanya terbatas dari guru saja, namun guru bisa mendatangkan luar yang ahli dalam bidangnya atau memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Permodelan merupakan komponen penting dalam pembelajaran kontekstual, karena dengan permodelan siswa dapat terhidar dari pembelajaran yang hanya bersifat teori dan abstrak.

f. Refleksi

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya (Wina Sanjaya, 2008:122). Melalui proses refleksi pengalaman belajar siswa akan dimasukan kedalam struktur kognitifnya dan akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.

Refleksi yang dilakukan dalam pembelajaran akan membuat siswa memperbarui pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Dalam

36

proses pembelajaran menggunakan pembelajaran kontekstual, setiap akhir dari pembelajaran guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Siswa diberi kesempatan untuk menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajar yang telah dipelajarinya.

g. Penilaian Nyata

Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa (Sugiyanto, 2010:19). Perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar guru mengetahui apakah siswa benar-benar belajar. Penilaian nyata diperoleh bukan hanya dari hasil pembelajaran saja, tetapi penilaian nyata merupakan proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika proses pembelajaran berlangsung berupa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa.

Ada beberapa hal yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menilai hasil belajar siswa secara nyata, hal itu antara lain : proyek/kegiatan, pekerjaan rumah (PR), kuis, karya siswa,penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis dan karya tulis (Trianto, 2013:120)

Berdasarkan uraian di atas mengenai komponen-komponen yang ada dalam pembelajaran kontekstual, dapat disimpulkan bahwa dalam

37

pembelajaran kontekstual pengetahuan yang diberikan kepada siswa bukan merupakan informasi yang diberikan orang lain, akan tetapi pengetahuan itu diperoleh dari proses menemukan sendiri. Maka dari itu, dalam pembelajaran kontekstual harus dihindari mengajar dengan penyampaian informasi saja dari guru kepada siswa. Guru dalam melaksanakan pembelajaran harus memperhatikan komponen-komponen dalam pembelajaran kontekstual agar dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa sehingga siswa dapat menggunakan pengetahuan yang dia miliki dalam kehidupan mereka. Berdasarkan beberapa komponen yang dipaparkan diatas peneliti cenderung menggunakan komponen pembelajaran kontekstual yang dikemukakan Eliane B. Jhonson.

5. Penerapan Pembelajaran Kontekstual Dalam Pembelajaran

Pembelajaran kontekstual memiliki langkah-langkah yang harus dilakukan agar dalam penerapan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.

Menurut Sugiyanto (2010:22-23) langkah-langkah penerapan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :

a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan

mengkonstruksikan sendiri, pengetahuan dan keterampilan barunya.

b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. c. Kembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya. d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam

kelompok-kelompok).

e. Hadirkan "model" sebagai contoh pembelajaran. f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.

38

g. Lakukan penilaian yang sebenarnya.

Menurut Wina Sanjaya (2018:124-125) secara garis besar langkah-langkah penerapan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :

a. Pendahuluan

1) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.

2) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran kontekstual: a) Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan

jumlah siswa yang disesuaikan dengan tingkat kecerdasan siswa.

b) Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi ke tempat yang telah ditentukan sesuai materi pembelajaran. c) Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai

hal yang ditemukan.

3) Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.

b. Inti

Di lapangan

1) Siswa melakukan observasi ke tempat yang telah ditentukan sesuai dengan pembagian tugas kelompok.

39

2) Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan di lapangan sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya. Di dalam kelas

1) Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompok masing-masing.

2) Siswa melaporkan hasil diskusi.

3) Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain.

c. Penutup

1) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.

2) Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka sesuai tema yang ditentukan.

Udin Syaefudin Sa’ud (2010:173-174) mengungkapkan bahwa terdapat empat tahapan dalam penerapan pembelajaran kontekstual yaitu : invitasi, eksplorasi, penjelasan dan solusi, dan pengambilan tindakan.

Dari pendapat diatas dapat dijelaskan mengenai tahapan dalam penerapan pembelajaran kontekstual sebagai berikut :

a. Tahap Invitasi

Tahap invitasi meminta siswa agar mengemukakan pengetahuan awal yang diketahuainya mengenai konsep yang akan dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan dan mengkomunikasikan

Dokumen terkait