• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Kajian Teori

a. Pengertian Pernikahan

Pernikahan dalam literatur fiqh bahasa Arab disebut dengan, yaitu nikah حاكن dan zawaj جاوز keduanya yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Qur‟an dan Hadits Nabi.20 Kata az-zawaj berarti “pasangan atau jodoh”. Menurut syara’, Fuqaha telah banyak memberi definisi, secara umum diartikan akad zawaj adalah pemilikan sesuatu melalui jalan yang disyariatkan dalam agama.21 Sedangkan kata nikah diartikan

“mengumpulkan” sedangkan menurut pengertian syara akad nikah

20 Ali Yusuf As-subki, fiqh keluarga, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), 10.

21 Miftah Fadil, 150 Masalah Nikah dan Keluarga (Jakarta : Gema Insan Pers, 2002), 2.

22

adalah “akad yang telah terkenal dan memenuhi rukun-rukun serta syarat-syarat (yang telah ditentukan) untuk berkumpul.22

Pernikahan ialah ikatan anatara pria dan wanita dimana dalam dua orang tersebut diikuti dengan percampuran keluarga dengan latar belakan yang berbeda dan ekonomi serta kebudayaan yang berbeda.

Jika dilihat melalui psikologis pernikahan merupakan persatuan pasangan yang memiliki emosional dan karakter yang berbeda, dalam penyatuan tersebut sangatlah tidak mudah dan diperlukannya sebuah usaha perjungan karena secara fitrah setiap manusia memiliki sifat dan karakter yang berbeda.23

Apabila ditinjau dari segi hukum terlihat jelas bahwa pernikahan adalah suatu akad suci dan luhur antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sahnya status sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan bertujuan untuk mencapai keluarga sakinah, mawadah, warahmah, penuh kasih sayang dan kebajikan serta saling menyantuni keduanya. Menurut istilah syari‟at, nikah berarti akad antara laki-laki dan wali perempuan. Kemudian menurut Sajuti Thalib bahwa nikah adalah suatu perjanjian yang suci dan luas dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga yang kekal, santun-menyantuni, kasih dan mengasihi, tentram, dan bahagia. Menurut

22 Imam Taqiyuddin, Kifayatul Akhyar Fi Halli Ghayati Al-Ikhtishar, (Jakarta : Pustaka Azam, 2016), 67.

23 Ali Akbarjono dan Eliyana, Modul Bimbingan Perkawinan Untuk Calon Pengantin, (Bengkulu : CV. Zigie Utama, 2019), 11.

Zakiah Dradjat dalam bukunya Ilmu Fiqh mengatakan bahwa nikah adalah “Akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah dan tazwij atau semakna keduannya”.24

Pada dasarnya setiap manusia dianugerhkan oleh sang pencipta memiliki syahwat dan cinta terhadap lawan jenisnya ketika telah sempurna maka akan memiliki keinginan untuk menikah. Terjadinya pernikahan juga disebabkan oleh faktor usia antara pria dan wanita telah cukup, sehingga pada usia tersebut biasanya pria atau wanita menginginkan sebuah pernikahan.25

b. Tujuan Pernikahan

Segala perbuatan pasti akan memiliki tujuan dimana tujuan tersebut bergantung pada niat itu sendiri, begitu juga dengan sebuah pernikahan dalam Agama Islam memiliki arti yang sangat dalam.

Selain untuk memiliki keturunan yang sholeh atau sholehah, Allah S.W.T. juga menyampaikan akan banyak keberkahan dalam sebuah pernikahan. Karena penikahan sebuah ibadah yang sangat susah dalam melaluinya.26

Dibalik itu semua berikut beberapa tujuan pernikahan menurut Al-Qur‟an dan hadis, serta keutamaan dalam sabda Nabi Muhammad : 1) Melaksanakan sunnah Nabi.

24 Zakiah Daradjat, Ilmu Fikih Jilid II (Jakarta: Departemen Agama RI, 1985),48.

25 Dewi Sulastri dan Aah Tsamrotul Fuadah, Urgensi Pendidikan Pra Nikah dalam Rangka Menekan Angka Perceraian Rumah Tangga, (Bandung : PT.Liventurindo, 2021), 24.

26 Dewi Sulastri dan Aah Tsamrotul Fuadah, Urgensi Pendidikan Pra Nikah. 41.

24

2) Menguatkan ibadah sebagai benteng yang kokoh dan menguatkan akhlaq Manusia.

3) Menyempurnakan Agama.

4) Mengikuti perintah Allah S.W.T.

5) Mendapatkan keturunan

6) Untuk mempererat serta memperluas hubungan persaudaraan.

Terdapat banyak sekali manfaat dari sebuah pernikahan yang sah juga pernikahan ladang amal bagi yang melaksanakan pernikahan bagi mereka yang bertujuan dengan melakukan yang terbaik. Untuk mencapai sebuah pernikahan yang terbaik diperlukan pengetahuan antara suami dan isteri, karena seperti yang dijelas diatas untuk menyatukan sifat dan karakter dari dua pasangan itu tidak mudah dan memerlukan perjuangan, serta pasangan suami-isteri diperlukan pemahaman supaya bisa membentuk sebuah keluarga yang ideal atau biasa disebut keluarga sakinah.

2. Bimbingan Pra Nikah

a. Pengertian Bimbingan Pra Nikah

Bimbingan Pra Nikah yaitu pemberian materi atau pembekelan serta himbauan kepada calon pengantin yang akan melangsukan pernikahan atau sedang dalam tahap mebentuk sebuah keluarga.27 Jika di artikan secara terpisah Pra Nikah ini memiliki arti tersendiri yaitu, kata “pra” dan “nikah”. Bila didefinisikan pra merupakan tahapan awal

27 Muhammad Lutfi Hakim, Kursus Pra Nikah : Konsep dan Implementasinya (Studi Komparatif antara BP4 KUA Kecamatan Pontianak Timur Dengan Jemaat Pontianak), Al-Adalah Vol.XIII, No. 2, (Desember-2018) : 142.

atau sebelum.28 sedangkan nikah merupakan perkawinan antara pasangan suami-isteri yang dilaksanakan sesuai aturan hukum negara dan sesuai agama masing-masing.29

b. Maksud dan Tujuan bimbingan pra nikah

Peraturan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang kehidupan rumah tangga/keluarga dalam mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah, warrahmah. Progam bimbingan pra nikah ini memiliki 2 (dua) tujuan, yakni tujuan umum dan tujuan khusus :30

1) Tujuan Umum :

Mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah melalui pemberian bekal pengetahuan, peningkatan pemahaman dan ketrampilan tentang kehidupan rumah tangga dan keluarga.

2) Tujuan Khusus :

a) Untuk menyamakan persepsi badan/lembaga penyelenggara tentang substansi dan mekanisme penyelenggaraan kursus pra nikah bagi remaja usia nikah dan calon pengantin;

b) Terwujudnya pedoman penyelenggaraan kursus pra nikah bagi remaja usia nikah dan calon pengantin;

28 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Di Akses pada 22 Mei 2022 melalui : https://kbbi.web.id/pra-

29 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) https://kbbi.web.id/nikah

30 Setneg RI, Perdirjen Bimas No : DJ.II/542 Tahun 2013, Pasal 1

26

Progam bimbingan pra nikah bagi calon pengantin yang diadakan sebelum mereka melakukan pernikahan, progam ini dikeluarkan oleh pemerintah tidak lain karena kebutuhan yang sangat mendesak, dengan banyaknya perceraian dari konflik rumah tangga, dimana suami-isteri banyak dari mereka tak bisa menyelesaikan secara baik dalam permasalahan yang ada di rumah tangga dan pada akhirnya berujung dengan perceraian. Dengan terjadinya peristiwa tersebut.31 Pemerintah akhirnya mengeluarkan sebuah peraturan terkait pedoman pelaksanaan dalam bimbingan pra nikah, dalam regulasi peraturan tersebut pemerintah mengatur terakait peserta yang boleh mengikuti bimbingan pra nikah, lembaga penyelenggara bimbingan pra nikah, dan fasilitator-narasumber dalam bimbingan pra nikah serta materi-materi yang diberikan dalam bimbingan pra nikah.

Peraturan tersebut diatur melalui Keputusan Diektur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Nomor. 373 Tahun 2017 Tentang Petunjuk Teknis Bimbingan Perkawinan Bagi Calon Pengantin. Keputusan itu merupakan sebuah wujud pemerintah akan perihatinnya terhdap perkawinan yang ada di Indonesia, karena angka perceraian yang banyak terjadi akibat suami-isteri tidak mampu menghadapi tantangan hidup yang ada pada zaman sekarang. Harapan adanya progam

31 Suud Sarim Kamirullah, Urgensi Pendidikan Pra Nikah Dalam Membangun Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah, (Jurnal, UIN Sunan Kalijaga Volume 9 No.2, 2021) : 236.

bimbingan pra nikah ini bisa mewujudkan sebuah keluarga yang harmonis dan ideal.32

c. Dasar Hukum Bimbingan Pra Nikah

Dalam pelaksanaannya adapun dasar-dasar bimbingan pra nikah yang diatur sebaggai berikut :

1) Undang-Undang No. 22 Tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954, tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.

2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama.

4) Keputusan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah.

5) Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama.

6) Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota.

7) Keputusan Menteri Agama Nomor 301 Tahun 2004 tentang pelaksanaan Jabatan Fungsional Penghulu.

8) Keputusan Menteri Agama Nomor 477 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penghulu.

32 Sekretariat Negara Republik Indonesia, Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor : 373 Tahun 2017 Tentang Petunjuk Teknis Bimbingan Perkawinanan Bagi Calon Pengantin. Pasal 1

28

9) Keputusan Menteri Agama Nomor 477 Tahun 2004 tentang pencatatan Nikah (pasal 18) dalam waktu 10 (speuluh) hari sebelum penghulu atau pembantu penghulu meluluskan akad nikah. Calon suami istri diharuskan mengikuti kursus calon pengantin (kursus calon pengantin) dari badan penasehatan, pembinaan dan pelestarian perkawinan (BP-4) setempat.

10) Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama Nomor DJ. II/542 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah.

d. Penyelenggaraan Bimbingan Pra Nikah

Sebagaimana yang diatur pada keputusan direktur jenderal bimbingan masyarakat Islam Kemeneterian Agama, waktu pelaksanaan bimbingan pra nikah dilaksanakan sekurang-kurangnya 16 Jam Pelajaran (JPL). KUA sebagai pelaksana biasanya melakukan bimbingan pra nikah selama 2 hari dengan 8 JPL dalam satu harinya.

Untuk batas waktu pendaftaran dibatasi 10 hari sebelum pelaksanaan bimbingan pra nikah, tetapi batas tersebut bisa saja berubah jika kuota bimbingan pra nikah sudah terpenuhi. Kuota yang disediakan oleh KUA Kecamtan hanya terbatas, dimana dalam sekali pelaksanaan hanya diikuti oleh 15 pasangan atau 30 Peserta secara keseluruhan.33

Peserta yang dimkasud dalam Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor : DJ.II/542 Tahun 2013 Tentang

33 Setneg RI, Perdirjen Bimas No : DJ.II/542 Tahun 2013, Pasal 8

Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah pada Pasal 7 diterangkan

“perserta kursus pra nikah adalah remaja usia nikah dan calon pengantin yang sudah mendaftar di KUA dan akan melangsungkan perkawinan. Kemudian untuk materi dan narasumber juga diatur, karena tidak semua orang bisa menjadi fasiliator dan pemateri. Dalam bimbingan pra nikah juga sudah diatur mengenai materi apa saja yang wajib disampaikan.

Materi yang disampaikan dalam bimbingan pra nikah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor : DJ.II/542 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah dan untuk teknis pelaksanaan bimbingan pra nikah diatur melalui Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor 373 Tahun 2017 Tentang Petunjuk Teknis Bimbingan Perkawinan Calon Pengantin.

Materi bimbingan pra nikah terdapat kurikulum dan silabus yang mana dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu: 34

1) Kelompok dasar : materi pada kelompok dasar yang disampaikan ada 2 (dua) yaitu :

a) Peraturan Perundangan tentang perkawinan dan pembinaan keluarga. Pada materi ini fasilitator wajib menyampaikan Undang-Undang perkawinan, Kompilasi Hukum Islam tentang

34 Setneg RI, Perdirjen Bimas No : DJ.II/542 Tahun 2013, Pasal 8.

30

perkawinan dan Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

b) Hukum Munakahat. Fasilitator juga harus menjelaskan mengenai fiqhh nikah dan memberikan pemahaman terhadap kewajiban orang tua terhadap anak.

2) Kelompok Inti : pada kelompok ini terdapat 4 (empat) materi yang disampaikan, yaitu :

a) Pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga, pemateri harus menyampaikan nilai-nilai ajaran Agama Islam pada sebuah kehidupan rumah tangga, akad perkawinan yang suci, dan hak kewajiban antara suami-isteri.

b) Merawat cinta kasih dalam keluarga, pada materi ini fasilitator memberikan pemahaman kepada calon pengantin untuk membangun komunikasi yang baik, mencari solusi positif jika terjadi sebuah permasalah dalam rumah tangga.

c) Manajemen konflik dalam keluarga, fasilitator juga menjelaskan kepada calon pengantin faktor-faktor penyebab terjadi sebuah konflik, tanda-tanda perkawinan dalam bahaya, dan solusi untuk mengatasi jika terjadi permasalahan.

d) Psikologi perkawinan dan keluarga, materi ini memberikan pemahaman kepada calon pengantin untuk mencapai sebuah keluarga yang sakinah, juga membina hubungan dalam

keluarga antara orang tua kepada anak, anak dengan keluarga lain.

3) Kelompok Penunjang : pada kelompok ini juga terdapat 4 materi yang disampaikan, yaitu :

a) Pendekatan androgi.

b) Penyusunan satuan acara pembelajaran dan micro teaching.

c) Pra Test dan post test.

d) Penguasaan/Rencana Aksi.

Dalam peraturan juga diatur mengenai modul yang harus dipakai dalam bimbingan pra nikah, modul tersebut diterbikan oleh Kementerian Agama pada tahun 2017. Dalam bimbingan pra nikah yang terlaksana ditahun 2017 ke-atas calon pengantin wajib memperoleh modul tersebut untuk mengikuti bimbingan pra nikah.35

Selama pelaksanaan bimbingan pra nikah fasilitator bisa menggunakan metode yang sudah diatur pada pedoman penyelenggaraan kursus pra nikah, dimana metode yang digunakan terdiri dari metode ceramah, diskusi, dan tanya jawab serta penugasan kepada calon pengantin. Tugas yang diberikan kepada calon pengantin bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi ketika praktik dilapangan.

35 Setneg RI, Kedirjen Bimas Nomor : 373 Tahun 2017, Pasal 2.

32

e. Fasilitator dan Narasumber

Fasilitator atau narasumber di atur dalam pasal 8 yang dijelaskan bahwa fasilitator harus memiliki sertifikat pemateri bimbingan pra nikah. Sertifikat itu didapatkan melalui kursus bimbingan teknis fasilitator bimbingan perkawinan yang diadakan oleh Kementerian Agama. selama kursus tersebut fasilitator mengikuti pelatihan selama 3 (tiga) hari.36 Selain itu terdapat juga fasilitator atau narasumber dalam pelaksanaan bimbingan pra nikah yang didatangkan melalui tenaga kesehatan puskesmas, fasilitator tersebut akan mengisi tentang kesehatan reproduksi. Fasilitator atau narasumber juga harus mempunyai keahlian dalam menjelaskan peraturan pernikahan dan kehidupan rumah tangga, menguasai bimbingan pra nikah dan konseling islam, dan memahami landasan filosofi bimbingan pra nikah serta memahami landasa keilmuan bimbingan pra nikah yang relevan.37

f. Seritifikasi Bimbingan Pra Nikah

Setelah calon pengantin mengikuti bimbingan pra nikah maka akan diberikan setifikat dimana sertifikat ini diberikan kepada peserta sebagai tanda bahwasanya peserta tersebut sudah lulus dalam mengikuti bimbingan pra nikah.38 Sesuai pada peraturan penyelenggaraan bimbingan pra nikah pada pasal 6 ayat 2 dan 3.

36 Setneg RI, Kedirjen Bimas Nomor : 373 Tahun 2017, Pasal 8.

37 Tohari Munawar, Dasar Konsep Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta : UII Press, 1993), 79.

38 Aris Setiawan, Efektivitas Kursus Calon Pengantin (Studi kasus di Kantor Urusan Agama Metro Selatan dan Metro Pusat), (Tesis. IAIN Metro-2018) 36.

Untuk sertifikat yang didapat oleh peserta akan dikeluarkan dari Kementerian Agama dengan berisikan nomor sertifikat.

Sertifikat bimbingan pra nikah merupakan salah satu persyaratan dalam pencatatan perkawinan, akan tetapi calon pengantin tidak wajib memiliki sertifikat bimbingan pra nikah. Walaupun sertifikat sifatnya tidak wajib untuk dimiliki oleh calon pengantin, akan lebih baik jika calon pengantin mengikuti bimbingan pra nikah di KUA. Karena jika calon pengantin mengikuti bimbingan pra nikah yang ada di KUA, calon pengantin memiliki pengatahuan dan kematangan untuk membangun sebuah rumah tangga. Sehingga ketika calon pengantin dihadapi dengan problematika dalam rumah tangga, dengan bekal yang didapatkan dalam bimbingan pra nikah calon pengantin bisa mengantisipasinya dengan baik.39

39 Aris Setiawan, Efektivitas Kursus Calon Pengantin. 37.

34

Dokumen terkait