• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN PENGAJUAN

HIPOTESIS

A. Deskripsi Teriotik

1. Pembelajaran Kooperatif di Sekolah Dasar a. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran menurut pendapat Joyce & Weil dalam Rusman, model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain.1 Selain itu Soekmanto dalam Nurulwati yang dikutip oleh Trianto menyatakan

model pembelajaran adalah “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang

sistematis dalam dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar tertentu.”2 Dari kedua pemaparan tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa model pebelajaran adalah suatu rancangan atau konsep yang mengambarkan prosedur sistematis tentang proses pembelajaran dalam jangka panjang untuk mencapai tujuan belajar tertentu.

Pembelajaran kooperatif menurut Rusman, “Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupkan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat

heterogen.” 3

definisi lain tentang pembelajaran kooperatif oleh Parker dalam

Miftahul, “kelompok kecil kooperatif sebagai usaha pembelajaran dimana siswa

1

Rusman, Model-model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru, ( Jakarta : Rajawali Pers, 2012), Cet Ke-5, h. 133

2

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif : Konsep, Landasan, Dan

Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010),Cet Ke-4, h. 22

3

Rusman, op. cit hlm. 202

saling berinteraksi dalam kelompok-kelompok kecil unruk mengerjakan tugas akademik demi mencapai tujuan bersama.”4

Dilihat dari kedua definisi diatas, terlihat bahwa pembelajaran kooperatif seperti kegiatan belajar kelompok pada umunya, namun pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur atau pola yang berbeda dengan belajar kelompok biasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Anita Lie

dalam Sofan menyatakan bahwa “model pembelajaran cooperative learning tidak

sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.”5

Pembelajaran kooperatif memiliki lima unsur penting. Lima unsur penting menurut Jhonson dan Jhonson serta Sutton dalam Trianto adalah : .

1) Pertama, Saling ketergantungan positif antara siswa. Dalam pembelajaran kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga memiliki andil terhadap suksenya kelompok.

2) Kedua, interaksi antara siswa yang semakin meningkat. Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antara siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok.

3) Ketiga, tangung jawab individual. Tangung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal : (a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak hanya

sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman jawaban siswa dan teman

sekelompoknya.

4) Keempat, keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntu keterampilan khusus. 5) Kelima, proses kelompok. Belajar kooperatif tidak akan berlangsung

tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.6

4

Miftahul Huda, Cooperatif Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Terapan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), h.29

5

Sofan Amri, Iif Khoiru Ahmaadi, Kontruksi Pemgembangan Pembelajaran : Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Praktikum Kurikulum, (Jakarta : PT Prestasi Pustakarya, 2010), h. 91

Selain lima unsur diatas, Sanjaya berpendapat bahwa ada empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu : (1) adanya peserta dalam kelompok, (2) adanya urutan kelompok, (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, (4) adanya tujuan yang harus dicapai.7

Menurut Killen dalam trianto perbedaan antara kelompok belajar kooperatif dan kelompok belajar diskusi biasa dapat dilihat dari Tabel 2.1.8

Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa variasi diantaranya adalah

Student Teams Achievement Division (STAD), Jigsaw, Group Investigation (GI),

Make a Match, Team Games Tournaments (TGT). 1) Student Teams Achievement Division (STAD)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah metode yang dikembangkan oleh Slavin, pembelajaran ini melibatkan kompetensi antar kelompok. Siswa dikelompokan secara beragam berdasarkan kemampuan, gender, ras, dan etnis. Siswa mempelajari materi secara bersama dengan teman satu kelompoknya. Pada proses diskusi kelompok siswa yang sudah mengerti materi yang disampaikan, wajib mengajarkan materi tersebut kepada anggota kelompoknya yang belum mengerti materi yang disampaikan, kemudian mereka diuji secara individu melalui kuis. Kelebihan dari metode STAD adalah: seluruh siswa menjadi siap dalam pembelajaran; dalam proses diskusi terjadi kerjasama dan komunikasi yang saling menguntungkan antar siswa; dan dapat memotivasi siswa dalam belajar. Selain itu STAD juga memiliki kekurangan yaitu siswa terbiasa dengan pemberian hadiah dan kondisi kelas kurang kondusif pada saat pembagian kelompok sehingga mengurangi efektifitas belajar.

2) Jigsaw

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini dikembangkan oleh Eliot Aronson dari Universitas Texas USA. Menurut Ahmadi dkk, pada dasarnya dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen

7

Wina Sanjaya, Staregi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta : Prenada Media Group, 2006), Cet. Ke-7, h. 241

Tabel 2.1

Perbedaan kelompok belajar kooperatif dan kelompok belajar diskusi biasa.

Kelompok Belajar kooperatif Kelompok belajar diskusi biasa

Adanya ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberi bantuan.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok lainnya hanya

“mendompleng” keberhasilan

“pemborong”.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pimpinannya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemanatuan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antar-anggota kelompok.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

lebih kecil.9 Kelebihan dari jigsaw adalah : membuat siswa lebih bertangung jawab atas tugas yang diberikan yaitu memahami suatu sub pembahasan dan menginformasikannya kepada anggota kelompok lain, sedangkan kelemahan dari jigsaw adalah tidak semua siswa bisa bertanggung jawab penuh sebagai tim ahli.

3) Group Investigation (GI)

Group Investigation atau investigasi kelompok menurut Ahmadi dkk, Investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif.10 Karena metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalu investigasi.

4) Number Head Together (NHT)

Number Head Together menurut Ahmadi, adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok selanjutnya secara acak guru memanggil nomor dari siswa.11 Metode NHT memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah: setiap siswa menjadi siap semua; dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh; dan siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Selain itu metode ini juga memiliki kekurangan diantaranya adalah: kemungkinan nomor yang telah dipanggil, dipanggil kembali oleh guru; Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

5) Team Games Tournament (TGT)

Pembelajaran kooperatif tipe TGT menurut Ahmadi dkk, adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dalam mengandung unsur permaian dan reinforcement.12

Team Games Tournament (TGT) memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, menurut Khafi dalam Milati salah satu kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT diantaranya adalah : siswa menjadi semangat dalam proses

9

Iif Khoiru Ahmadi, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu : Pengaruhnya Terhadap Konsep Sekolah Swasta dan Negeri, (Jakarta : PT. Prestadi Pustakarya, 2011), h. 62

10

Iif, Ibid, h. 60

11

Ibid, h. 59

belajar; pengetahuan yang diperoleh siswa bukan semata dari guru tetapi juga melalui kontruksi oleh siswa itu sendiri. Beberapa kekurangan dari TGT adalah: dalam penerapan pembelajaran TGT membutuhkan waktu yang cukup lama; membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai seperti persiapan soal turnamen; siswa terbiasa belajar dengan adanya hadiah.13

b. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Student Teams Achievement Division (STAD) adalah metode yang dikembangkan oleh Slavin, menurut Slavin dalam Rusman model STAD (Student Teams Achievment Division) merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti.

Model ini mudah diadaptasi, telah digunakan dalam matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Teknik dan banyak subjek lainnya, dan pada tingkatan sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi.14 Menurut Miftahul, “Siswa dikelompokan

secara beragam berdasarkan kemampuan, gender, ras dan etnis. Pertama-tama, siswa mempelajari materi bersama dengan teman-teman atau kelompoknya, kemudian mereka diuji secara individu melaui kuis-kuis.”15

Pemaparan Slavin

dalam Rusman “Gagasan utama dibelakang STAD adalah memacu siswa agar

saling mendorong dan saling membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru.”16

Oleh karena itu pembelajaran kooperatif tipe STAD mendorong siswa untuk saling mendukung antar-siswa dengan cara yang telah memahami materi untuk mengajari anggota kelompok yang belum memahami materi, dan saling memotivasi untuk meningkatkan nilai individu. Dalam STAD keberhasilan kelompok tergantung pada keberhasilan setiap individu anggota kelompok.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Rusman memiliki langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut :

13

Nuril, Milati, 1 Januari 2014. Penerapan Pembelajaran Koopertif TGT (Teams Games Tournament) untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ar-Rahman. ( http://lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/fullchapter/07140073.pdf)

14

Rusman, op. cit., h. 213

15

Miftahul, op. cit., h. 116

1) Penyampaian Tujuan dan Motivasi

Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.

2) Pembagian Kelompok

Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas dalam prestasi akademik, gender/jenis kelamin, ras atau etnik. 3) Presentasi dari Guru

Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan dipelajari. Guru member motivasi siswa agar siswa dapat belajar dengan aktif dan kreatif. Di dalam proses pembelajaran guru dibantu oleh media, demonstrasi, pernyataan atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga tentang keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan serta cara-cara mengerjakannya.

4) Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim)

Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai. Masing-masing memberikan kontribusi. Selama tim bekerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan, dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD.

5) Kuis (Evaluasi)

Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kuis secara individual dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu bertangung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut. Guru menetapkan skor atas penguasaan untuk setiap soal, misalnya 60, 75, 84, dan seterusnya sesuai dengan tingkat kesulitan siswa.

6) Penghargaan Presentasi Tim

Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100.17

Pembelajaran kooperatif memiliki ciri khusus dalam tahapan akhir pembelajaran yang ditandai dengan pemberian penghargaan, pada tipe STAD adalah sebagi berikut :

17

1) Menghitung skor individu

Menurut Slavin dalam Trianto, untuk memberikan skor perkembangan individu dihitung seperti pada Tabel 2.2.18

Tabel 2.2

Perhitungan Skor Perkembangan

Nilai Tes Skor

Perkembangan

Lebih dari 10 poin dibawah skor awal. 0 poin 10 poin dibawah sampai 1 poin dibawah skor awal. 10 poin Skor awal sampai 10 poin diatas skor awal. 20 poin Lebih dari 10 poin diatas skor awal. 20 p0in Nilai sempurna (tanpa memperhatikan skor awal). 30 oin 2) Menghitung skor kelompok

Setalah menetapkan skor individu selanjutnya guru menghitung skor kelompok dengan cara menjumlah skor seluruh anggota kelompok dan membagi sejumlah anggota kelompok yang kemudian menjadi skor kelompok. Skor kelompok dapat dilihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.3

Tabel Perkembangan Kelompok

NO Rata-rata Skor Predikat Tim

1. 2. 3. 4. 0 ≤ N ≤ 5 6 ≤ N ≤ 15 16 ≤ N ≤ 20 21 ≤ N ≤ 30 -

Tim yang baik (Good Team) Tim yang baik sekali (Great Team) Tim yang istimewa (Super Team) 3) Pemberian hadiah

Setelah setiap kelompok memperoleh predikat tim selanjutnya guru memberikan hadiah/penghargaan kepada kelompok terbaik. Hadiah atau penghargaan dapat berupa benda atau pujian.

18 Trianto, op. cit,. h. 72

c. Pembelajaran Matematika Di SD

Matematika menurut Russefendi dalam Erna menyatakan bahwa Matematika terorganisir dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.19 Sedangkan menurut Kline dalam Erna, Metematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.20 Brounce dalam Fathani, memahami matematika sebagai konstruktivisme sosial dengan menekankannya pada knowing how, yaitu siswa dipandang sebagai makhluk hidup yang aktif dalam mengontruksikan ilmu pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya.21 Dari ketiga definisi yang dipaparkan para ahli diatas dapat disimpulan bahwa matematika adalah ilmu deduktif yang kebenarannya dibuktikan, berlaku secara umum dan matematika adalah ilmu pengetahuan yang terkait dengan ilmu pengetahuan lainnya serta dalam mempelajarinya siswa dapat berinteraksi dengan lingkungannya.

Sebelum membahas pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD), terlebih dahulu untuk mengetahui karakteristik kemampuan berfikir siswa SD. Anak usia SD adalah anak yang berada di usia 7 sampai 12 tahun. Menurut Piaget dalam Erna, Anak pada usia tersebut masih berada dalam masih berpikir pada tahap operasional konkrit, artinya siswa SD belum berpikir formal.22 Seperti yang telah dipaparkan Piaget, dapat ditarik kesimpulan bahwa anak SD masih pada ranah berfikir konkrit sedangkan konsep dalam matematika bersifat abstrak. Oleh karena itu guru dituntut memperhatikan tahapan perkembangan berfikir siswa SD dengan cara mengkonkritkan konsep matematika yang abstrak. Pembelajaran matematika di SD berbeda dengan pembelajaran matematika jenjang pendidikan

19

Erna Suwangsih, Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung : UPI Press, 2006), Cet Ke- 1, h.4

20 Ibid 21

Abdul Halim Fathani, Matematika Hakikat & Logika, (Jogjakarta : Ar-RRuzz Media, 2009), Cet Ke-1, h. 19

lebih tinggi, berikut ini adalah ciri-ciri pembelajaran matematika di SD menurut Erna:

1) Pembelajaran matematika mengunakan metode spiral

Pendekatan spiral pada pembelajaran matematika merupakan pendekatan dimana pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengaitkan atau menghubungan dengan topik sebelumnya.

2) Pebelajaran matematika bertahap

Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap dan urut mulai dari konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih sulit selain itu pembelajaran matematika dimulai dari konsep yang konkrit, ke semi konkrit dan akhirnya pada konsep abstrak. Untuk mempermudah pemahaman siswa maka dibutuhkan benda-benda konkrit.

3) Pembelajaran matematika mengunakan metode induktif

Matematika merupakan ilmu deduktif, namun sesuai dengan tahap perkembangan mental siswa maka pada pembelajaran matematika di SD digunakan pendekatan induktif.

4) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsisten

Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar jika didasarkan kepada pertanyaan-pertanyaan sebelumnya yang telah diterima kebenarannya. Meskipun di SD pembelajaran matematika dilakukan dengan cara induktif tetapi pada jenjang selanjutnya generalisai suatu konsep harus secara deduktif.

5) Pembelajaran matematika hendaknya bermakna

Pembelajaran bermakna memiliki ciri bahwa suatu aturan-aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil tidak diberikan dalam bentuk jadi, tetapi sebaliknya aturan-aturan, sifat-sifat, serta dalil-dali ditemukan oleh siswa melalui contoh-contoh secara induktif di SD, kemudian dibuktikan secara deduktif pada jenjang selanjutnya. 23

d. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam Matematika

Proses pembelajaran di sekolah dasar dalam pelaksanaannya mengunakan sistem klasikal. Sistem klasikal mengunakan kecepatan pembelajaran berdasarkan perkiraan kecepatan rata-rata siswa, dengan sistem yang demikian akan ada siswa yang akan merasa bahwa proses belajar atau guru mengajar terlalu cepat sehingga beberapa siswa yang lambat dalam belajar merasa belum mengerti dengan materi yang diajarkan. Sebaliknya pada siswa yang memiliki pemahaman belajar dengan cepat akan merasa guru terlalu lambat mengajar, dan pada akhirnya siswa yang lambat dalam belajar akan merasa bingung dan siswa yang cepat dalam belajar

23 Erna, Ibid,. h. 26

akan merasa bosan. Kedua siswa dengan tipe belajar yang demikian yaitu yang cepat dalam belajar matematika dan yang lambat dalam belajar matematika perlu mendapat perhatian. Siswa yang cepat dalam belajar matematika memerlukan kegiatan yang lebih dari kegiatan siswa umumnya, sebaliknya siswa yang lambat dalam belajar matematika membutuhkan bantuan dalam menuntaskan hasil belajarnya. Pembelajaran kooperatif-lah yang dapat mengatasi masalah tersebut. Dengan pembelajaran kooperatif siswa yang pandai diberi kesempatan untuk menghabiskan waktunya dengan cara membantu siswa yang kurang mengerti dengan materi yang diajarkan.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam sekolah dasar harus menyesuaikan dengan perkembangan siswa usia 7-12 tahun. Telah disebutkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD cocok digunakan untuk semua mata pelajaran termasuk matematika dan untuk semua jenjang pendidikan dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.

Urutan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam matematika sama dengan urutan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada umumnya yaitu persiapan, kegiatan kelompok, tes individu, perhitungan skor individu, dan penghargaan kelompok. Namun pada tahap persiapan (penyajian materi) pada matematika SD harus disesuaikan dengan tahap berfikir anak yang masih konkrit yaitu dengan menghadirkan benda-benda konkrit untuk menjelaskan materi. 2. Belajar dan Hasil Belajar Matematika

a. Belajar

Belajar menurut Suyono, adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki prilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian.24 Definisi belajar menurut Gagne dalam Ratna adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.25 Hal ini senada dengan yang diungkapkan slameto bahwa

“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

24

Suyono, dkk, Belajar dan Pembelajaran : Teori dan Konsep Dasar, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012), Cet Ke-3, h. 9

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.26

b. Teori Belajar

Pembelajaran kooperatif memiliki landasan-landaran teori yang membidani lahirnya metode ini. Jhonson & Jhonson dalam bukunya yang diterjemahkan Yusron, mengungkapkan Setidaknya ada tiga tiga perspektif teoritis umum yang berkembang dalam hal ini-Social-Interdependance Theory, Cognitive Developmental Theory, dan Behavioral Learning Theory-yang telah menjadi pedoman riset tentang pembelajaran kooperatif.27

Social-Interdependence Theory (teori saling ketergantungan sosial) merupakan teori yang paling berpengaruh dalam melandasi pembelajaran kooperatif. Tokoh dari teori ini adalah Kafka dan Lewin. Menurut Lewin dalam Jhonson & Jhonson, esensi dari sebuah kelompok adalah interdependensi diantara para anggotanya (yang diciptakan melalui tujuan bersama) yang menjadikan kelompok menjadi sebuah kesatuan yang dinamis.28 Jadi setiap anggota kelompok saling ketergantungan karena setiap anggota dalam kelompok diberi tugas masing-masing yang setiap tugas satu anggota dengan angota lain saling terkait erat.

Cognitive developmental theory (teori perkembangan kognitif) dipopulerkan oleh Piaget. Tori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Teori ini menekankan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori belajar yang berbasis Kognitivisme :

1) Teori Belajar Medan Kognitif dari Lewin

Menurut Suyono, Lewin mengembangkan teori belajar medan kognitif (cognitive field) dengan menaruh perhatian kepada kerpibadian dan psikologi sosial. 29 Lewin memandang bahwa setiap individu berada pada suatu medan kekuatan yang bersifat psikologis yang disebut ruang hidup (life space). Life

Dokumen terkait