• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (Stad) Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas 5 Sd Negeri Jatiasih X Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (Stad) Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas 5 Sd Negeri Jatiasih X Bekasi"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

Riskitri Wigih Sayekti

NIM 109018300023

JURUSAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU

MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Belajar Matematika Siswa Kelas 5 SD Jatiasih X

(7)

Model Type Student Team Achievement Division (STAD) on Students

Achievement In Mathematics At 5th Grade Of SDN Jatiasih X.

(8)

Puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu wata’ala atas berkah serta rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul,

“Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5 SDN Jatiasih X.” dengan baik.

Sholawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan besar kita nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wassalam beserta keluarga dan para sahabatnya.

Halangan serta rintangan yang dihadapi penulis pada saat pengerjaan skripsi ini tidaklah sedikit. Namun tidak sedikit pula bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Nurlena Rifa’i, Ph.D., selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan surat izin penelitian yang berkenaan dengan skripsi ini.

2. Bapak Fauzan, MA., selaku ketua program studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) dan penasihat akademik yang telah memberikan arahan, nasihat dan mempermudah penulis secara administrasi akademik sehingga skripsi ini dapat diajukan dan diujikan. 3. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberi arahan, masukan, bimbingan serta dukungan moril dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh dosen dan staf akademik FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membagi ilmunya dengan penulis selama penulis menjadi mahasiswi PGMI.

5. Kepala sekolah SDN Jatiasih X, Ibu Hj. Lilis Setya P. M, M.Pd yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di kelas 5 A dan 5 B. Wali kelas 5A dan 5B, Bapak Mochammad Achim, S.Pd., M.Kom. dan Ibu Yuli, S.Pd yang telah membantu penulis dalam mengetahui kondisi kelas yang diteliti.

(9)

6. Kedua orang tuaku, Mama Anna Fuadah, B.Sc dan Papa Ir. Tri Puguh Tekad Djati yang telah menjadi orang tua terbaik dan selalu mendo’akan, memberi kasih sayang, nasihat, semangat, motivasi serta dukungan yang luar biasa dan tak tergantikan. Tante dan om Ibu Dra. Hj. Laily Sjahiroh dan Bapak H. Sulaiman Affandi yang telah menjadi orang tua keduaku

yang selalu memberi do’a dan dukungan baik moral maupun moril.

7. Kedua kakak, Sri Yogi Ari Pinilih dan Oryza Sihpakarti yang selalu menjadi penyemangat dan penghibur penulis dengan canda tawa dan kasih sayangnya.

8. Semua pihak yang telah banyak membantu ketika penulis mengalami kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Sahabat terbaikku, Maiana Damayanti dan Arum Putri Budiastuti yang selalu memberi semangat, motivasi dan menjadi tempat penulis berkeluh kesah dan melepas kepenatan selama penulisan skripsi dengan canda tawa. 10.Teman-teman seperjuangan PGMI angakatn 2009, khususnya Endang Puji Rahayu (Endang), Ayu Wulandari (Ayu) Nuriel Khoiriyah Muharram (uie), Siti Rohma Amelya (Amel), Niswatun Hasanah (atun), Yasti Ferdiana, S.Pd. (Encek), Sifa Kumala (Paun), dan Hilda Komala Sari (Ida) yang telah bersama-sama dalam suka duka melalui perjuangan menuntut ilmu dan saling memotivasi satu sama lain.

Semoga mereka semua selalu diberi kesehatan dan rahmat dari Allah Subhanahu wata’ala. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca dan institusi pendidikan sebagai informasi dan peningkatan mutu pendidikan.

Jakarta, Desember 2013

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..……….…….………. i

DAFTAR ISI ……… iii DAFTAR TABEL ..……….….………... v

DAFTAR GAMBAR ..……….….……….. vi

DAFTAR LAMPIRAN ………..………… vii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II : Kajian Teori, Kerangka Berfikir dan Pengajuan Hipotesis A. Deskripsi Teoritik... 8

1. Pembelajaran Kooperatif di Sekolah Dasar ... 8

a. Model Pembelajaran Kooperatif ... 8

b. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 13

c. Pembelajaran Matematika di SD ... 16

d. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam Matematika ... 17

2. Belajar dan Hasil Belajar ... 18

a. Belajar ... 18

b. Teori Belajar... 19

c. Hasil Belajar ... 23

d. Bilangan ... 25

e. Aplikasi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam Materi Bilangan ... 28

B. Kerangka Berpikir ... 29

(11)

C. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 30

D. Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III : Metodelogi Penelitian A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

B. Metode Penelitian ... 33

C. Populasi dan Sampel ... 34

D. Teknik Pengumpulan Data ... 34

E. Kontrol Terhadap Validitas Internal ... 38

F. Teknik Analisis Data ... 39

G. Hipotesis Statistik ... 42

BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Deskripsi Data ... 43

B. Pengujian Persyaratan Analisis dan Pegujian Hipotesis ... 47

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 50

D. Keterbatasan Penelitian ... 53

BAB V : Kesimpulan, Implikasi, dan Saran A. Kesimpulan ... 54

B. Implikasi ... 55

C. Saran-saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA

(12)

v

diskusi biasa ………. 11

Tabel 2.2 Perhitungan Skor Perkembangan ………. 15

Tabel 2.3 Perkembangan Kelompok ……….... 15

Tabel 3.1 Rekapitulasi Siswa Kelas 5 SD Negeri Jatiasih X ………... 35

Tabel 4.1 Frekuensi Kelas Eksperimen ………... 44

Tabel 4.2 Frekuensi Kelas Kontrol ……….. 45

Tabel 4.3 Perbandingan Hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ……….... 47

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Tes Akhir/Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ………. 48

Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Tes Akhir/Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ………... 48

Tabel 4.6 Hasil Uji Hipotesis dengan Uji-T ………... 49

(13)

vi

(14)

vii Lampiran 3 Kisi-Kisi Penulisan Soal Lampiran 4 Instrumen Soal Posttest Lampiran 5 Lembar Kerja Siswa (LKS) Lampiran 6 Lembar Aktivitas Siswa Lampiran 7 Perhitungan Validitas Soal

Lampiran 8 Perhitungan Tingkat Kesukaran Butir Soal Lampiran 9 Perhitungan Daya Pembeda Soal

Lampiran 10 Tabel Perhitungan Validitas, Tingkat Kesukaran. Dan Daya Pembeda Soal

Lampiran 11 Perhitungan Reabilitas Soal

Lampiran 12 Data Nilai Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Lampiran 13 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelompok Eksperimen

Lampiran 14 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelompok Kontrol Lampiran 15 Uji Normalitas Kelompok Eksperimen

Lampiran 16 Uji Normalitas kelompok kontrol Lampiran 17 Uji Homogenitas

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah syarat penting bagi kemajuan suatu bangsa, karena pendidikan adalah dasar pembentukan karakter bangsa. Pendidikan adalah usaha sadar dan aktivitas yang dilakukan manusia agar kepribadiannya terus meningkat dengan cara membina potensi-potensi yang dimilikinya, baik rohani yang meliputi pikiran, rasa, karsa, cipta dan budi nurani maupun jasmani. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 BAB II pasal 3 tahun 2003 yang bebunyi :

Pendidikan Nasional berfungsi sebagai pengembangan kemampuan dan pembentukan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertangung jawab.

Keberhasilan pendidikan pada umumnya dinilai dari perolehan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Semua ini dapat dicapai melalui proses belajar-mangajar yang efektif, efisien dan bermakna. Salah satu upaya untuk mencapai kondisi tersebut adalah dengan pemilihan model pengajaran yang tepat dan menarik serta mampu memberikan pemahaman yang mantap dan bermakna untuk siswa. Agar model pengajaran yang sudah dipilih dapat berhasil maka guru dituntut untuk terampil dan cekatan dalam menyajiakn materi pembelajaran.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Matematika dalam pelaksanaan pendidikan diajarkan diseluruh jenjang pendidikan mulai dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Matematika dalam kehidupan sehari-hari diperlukan untuk penghitungan dan pengukuran, selain itu matematika juga diaplikasikan dalam ilmu-ilmu lain seperti ekonomi, biologi, kimia, fisika, agama dan lainnya. Karakteristik matematika salah satunya adalah memiliki kajian objek yang abstrak

(16)

hal ini yang menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam mamahami konsep-konsep matematika.

Matematika memiliki jam relatif cukup lama yang diajarkan di sekolah dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya, namun kenyataannya matematika disekolah dianggap sebagai pelajaran yang sulit, menakutkan bahkan sebagian menganggapnya sebagai momok. Hal inilah yang menyebabkan nilai matematika selalu rendah dibandingkan pelajaran lainnya.

Prestasi matematika anak Indonesia di dunia internasional sangat jauh ketinggalan bahkan data yang di publikasikan oleh TIMMS 2012 menunjukan dalam olimpiade matematika internasional Indonesia masih dibawah Palestina dan Ethopia. Pada tingkat nasional pemerintah Indonesia melalui departemen pendidikan nasional menetapkan standar kelulusan ujian nasional untuk SMP dan SMA 5,5 dan untuk SD ditetapkan oleh pihak sekolah. Data ini menunjukan bahwa pemerintah belum mempunyai kepercayaan diri untuk menetapkan standar kelulusan ujian nasional karena kurang yakin dengan kualitas peserta didik. Untuk tingkat provinsi jawa barat peneliti memperoleh data nilai rata-rata ujian nasional SD 2011, dan masih menempatkan matematika diurutan terakhir yakni dengan perolahan nilai Bahasa Indonesia 7,80; IPA 7,33; dan matematika 7,21.

(17)

Tabel 1.1

Nilai Rata-Rata Semester 1 Tahun Ajaran 2012/2013

Bahasa Indonesia 81,9

Matematika 75,5

IPA 78,38

Keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah yang datangnya dalam diri siswa sendiri, dan faktor eksternal yang memepengaruhi adalah dari luar diri siswa diantaranya, faktor orang tua, lingkungan dan sekolah. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar adalah faktor sekolah yang salah satunya adalah pengaruh guru dalam keberhasilan siswa. Guru sebagai salah satu personal yang memiliki peranan penting untuk penyampaian keberhasilan tersebut. Kemampuan guru harus benar-benar diperhatikan karena guru adalah personal dalam sekolah yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan siswa dalam belajar. Kemampuan guru dalam mengajar harus diperhatikan, guru harus memiliki kemampuan mengajar yang berkualitas, karena kualitas siswa akan ditentukan dengan baik buruknya proses pembelajaran yang dilakukan guru. Ciri proses pembelajaran yang baik adalah yang melibatkan siswa secara aktif dalam setiap pembelajaran yang berlangsung sehingga dapat membangkitkan motivasi belajar atau semangat belajar, dan pada akhrinya siswa dapat memperoleh hasil belajar yang optimal.

(18)

Berdasarkan hasil observasi di SD Jatiasih X diketahui bahwa pembelajaran masih konvensional atau berlangsung satu arah, metode yang digunakan adalah ceramah dan penugasan, hal ini membuat siswa cenderung bosan dan tidak respect terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung.

Dalam menyajikan materi matematika kelas 5 SD guru harus memperhatikan karekteristik siswa dengan menciptakan suatu proses pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa mengembangkan segala potensinya, untuk membangun pengetahuannya sendiri dengan mencari informasi, agar siswa memperoleh hasil belajar yang optimal. Selain untuk mengoptimalkan pengetahuan dan pemahaman terhadap materi, siswa juga diharapkan cerdas dalam bersosialisasi dengan dapat bekerja sama dengan baik dengan siswa lainnya.

(19)

diskusi kelompok kelas tetap kondusif dan tidak menganggu kelas lainnya. Metode STAD menurut Slavin dapat diterapkan untuk beragam materi termasuk matematika yang di dalamnya terdapat unit tugas yang hanya memiliki satu jawaban yang benar.

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas penulis ingin mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar matematika siswa SD, dengan mengadakan penelitian yang berjudul

“Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement

Division (STAD) Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas 5 SD Negeri

JatiAsih X”

B. Identifikasi Masalah

Bedasarkan latar belakang masalah peneliti menemukan beberapa masalah yaitu:

1. Rendahnya matematika dibandingkan dengan mata pelajaran lain.

2. Pembelajaran yang masih konvensional, sehingga membuat siswa merasa jenuh dalam proses pembelajaran

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah pada penelitian ini adalah:

1. model pembelajaran kooperatif yang dimaksud adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dikembangkan oleh Slavin, pada STAD siswa dibuat kelompok belajar yang terdiri dari beberapa siswa dengan anggota kelompok yang heterogen. Guru menyajikan materi pembelajran kemudian siswa bekerja sama dengan kelompok mereka dan memastikan bahwa semua anggota kelompok telah mengusai materi yang diajarkan, kemudian semua siswa diberi tes tentang materi yang telah diajarkan dan pada saat pelaksanaan tes siswa tidak boleh saling membantu. Hasil dari tes individu digabung dengan anggota lain dan dijadikan nilai kelompok.

(20)

KPK dan FPB. Dengan menilai ranah kognitif C1,C2, C3 dan C4. Pada ranah C1 adalah kemampuan siswa mengidentifikasi sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat, dan C2 adalah pada kemampuan siswa untuk menghitung operasi bilangan bulat, penaksiran serta mengitung FPB dan KPK. Selanjutnya membedakan antara sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat, KPK dan FPB. Pada ranah C3 siswa mengaplikasikan pemahaman yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari, serta pada ranah C4 siswa menganalisis soal-soal cerita memecahkan masalah mengunakan FPB dan KPK.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana hasil belajar matematika dengan mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan hasil belajar matematika dengan mengunakan pembelajaran konvensional?

2. Apakah ada perbedaan hasil belajar matematika antara mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajran konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :

1. Mengetahui dan mendeskripsikan tentang hasil belajar matematika dengan mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan hasil belajar matematika dengan mengunakan model pembelajaran konvensional.

2. Menganalisis perbedaan hasil belajar matematika antara pengunaan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran konvensional.

F. Manfaat Penelitian

(21)

1. Manfaat secara teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca yang lebih luas terutama dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan matematika, khususnya bagi metodologi pengajaran matematika terutama untuk melihat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2. Manfaat secara praktis a. Bagi guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi guru mata pelajaran matematika pada umumnya, dan guru mata pelajaran matematika kelas 5 SD Negeri Jati Asih X. Penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk mengelola kelas lebih mengaktifkan siswa sehingga pembelajaran tidak berlangsung monoton dan membosankan.

b. Bagi penulis

(22)

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN PENGAJUAN

HIPOTESIS

A. Deskripsi Teriotik

1. Pembelajaran Kooperatif di Sekolah Dasar a. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran menurut pendapat Joyce & Weil dalam Rusman, model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain.1 Selain itu Soekmanto dalam Nurulwati yang dikutip oleh Trianto menyatakan

model pembelajaran adalah “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang

sistematis dalam dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar tertentu.”2 Dari kedua pemaparan tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa model pebelajaran adalah suatu rancangan atau konsep yang mengambarkan prosedur sistematis tentang proses pembelajaran dalam jangka panjang untuk mencapai tujuan belajar tertentu.

Pembelajaran kooperatif menurut Rusman, “Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupkan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat

heterogen.” 3

definisi lain tentang pembelajaran kooperatif oleh Parker dalam

Miftahul, “kelompok kecil kooperatif sebagai usaha pembelajaran dimana siswa

1

Rusman, Model-model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru, ( Jakarta : Rajawali Pers, 2012), Cet Ke-5, h. 133

2

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif : Konsep, Landasan, Dan

Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010),Cet Ke-4, h. 22

3

Rusman, op. cit hlm. 202

(23)

saling berinteraksi dalam kelompok-kelompok kecil unruk mengerjakan tugas akademik demi mencapai tujuan bersama.”4 Dilihat dari kedua definisi diatas, terlihat bahwa pembelajaran kooperatif seperti kegiatan belajar kelompok pada umunya, namun pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur atau pola yang berbeda dengan belajar kelompok biasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Anita Lie

dalam Sofan menyatakan bahwa “model pembelajaran cooperative learning tidak

sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.”5

Pembelajaran kooperatif memiliki lima unsur penting. Lima unsur penting menurut Jhonson dan Jhonson serta Sutton dalam Trianto adalah : .

1) Pertama, Saling ketergantungan positif antara siswa. Dalam pembelajaran kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga memiliki andil terhadap suksenya kelompok.

2) Kedua, interaksi antara siswa yang semakin meningkat. Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antara siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok.

3) Ketiga, tangung jawab individual. Tangung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal : (a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak hanya

sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman jawaban siswa dan teman

sekelompoknya.

4) Keempat, keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntu keterampilan khusus. 5) Kelima, proses kelompok. Belajar kooperatif tidak akan berlangsung

tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.6

4

Miftahul Huda, Cooperatif Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Terapan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), h.29

5

Sofan Amri, Iif Khoiru Ahmaadi, Kontruksi Pemgembangan Pembelajaran : Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Praktikum Kurikulum, (Jakarta : PT Prestasi Pustakarya, 2010), h. 91

(24)

Selain lima unsur diatas, Sanjaya berpendapat bahwa ada empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu : (1) adanya peserta dalam kelompok, (2) adanya urutan kelompok, (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, (4) adanya tujuan yang harus dicapai.7

Menurut Killen dalam trianto perbedaan antara kelompok belajar kooperatif dan kelompok belajar diskusi biasa dapat dilihat dari Tabel 2.1.8

Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa variasi diantaranya adalah

Student Teams Achievement Division (STAD), Jigsaw, Group Investigation (GI),

Make a Match, Team Games Tournaments (TGT). 1) Student Teams Achievement Division (STAD)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah metode yang dikembangkan oleh Slavin, pembelajaran ini melibatkan kompetensi antar kelompok. Siswa dikelompokan secara beragam berdasarkan kemampuan, gender, ras, dan etnis. Siswa mempelajari materi secara bersama dengan teman satu kelompoknya. Pada proses diskusi kelompok siswa yang sudah mengerti materi yang disampaikan, wajib mengajarkan materi tersebut kepada anggota kelompoknya yang belum mengerti materi yang disampaikan, kemudian mereka diuji secara individu melalui kuis. Kelebihan dari metode STAD adalah: seluruh siswa menjadi siap dalam pembelajaran; dalam proses diskusi terjadi kerjasama dan komunikasi yang saling menguntungkan antar siswa; dan dapat memotivasi siswa dalam belajar. Selain itu STAD juga memiliki kekurangan yaitu siswa terbiasa dengan pemberian hadiah dan kondisi kelas kurang kondusif pada saat pembagian kelompok sehingga mengurangi efektifitas belajar.

2) Jigsaw

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini dikembangkan oleh Eliot Aronson dari Universitas Texas USA. Menurut Ahmadi dkk, pada dasarnya dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen

7

Wina Sanjaya, Staregi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta : Prenada Media Group, 2006), Cet. Ke-7, h. 241

(25)

Tabel 2.1

Perbedaan kelompok belajar kooperatif dan kelompok belajar diskusi biasa.

Kelompok Belajar kooperatif Kelompok belajar diskusi biasa

Adanya ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberi bantuan.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok lainnya hanya

“mendompleng” keberhasilan

“pemborong”.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pimpinannya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemanatuan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antar-anggota kelompok.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).

(26)

lebih kecil.9 Kelebihan dari jigsaw adalah : membuat siswa lebih bertangung jawab atas tugas yang diberikan yaitu memahami suatu sub pembahasan dan menginformasikannya kepada anggota kelompok lain, sedangkan kelemahan dari jigsaw adalah tidak semua siswa bisa bertanggung jawab penuh sebagai tim ahli.

3) Group Investigation (GI)

Group Investigation atau investigasi kelompok menurut Ahmadi dkk, Investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif.10 Karena metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalu investigasi.

4) Number Head Together (NHT)

Number Head Together menurut Ahmadi, adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok selanjutnya secara acak guru memanggil nomor dari siswa.11 Metode NHT memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah: setiap siswa menjadi siap semua; dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh; dan siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Selain itu metode ini juga memiliki kekurangan diantaranya adalah: kemungkinan nomor yang telah dipanggil, dipanggil kembali oleh guru; Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

5) Team Games Tournament (TGT)

Pembelajaran kooperatif tipe TGT menurut Ahmadi dkk, adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dalam mengandung unsur permaian dan reinforcement.12

Team Games Tournament (TGT) memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, menurut Khafi dalam Milati salah satu kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT diantaranya adalah : siswa menjadi semangat dalam proses

9

Iif Khoiru Ahmadi, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu : Pengaruhnya Terhadap Konsep Sekolah Swasta dan Negeri, (Jakarta : PT. Prestadi Pustakarya, 2011), h. 62

10

Iif, Ibid, h. 60

11

Ibid, h. 59

(27)

belajar; pengetahuan yang diperoleh siswa bukan semata dari guru tetapi juga melalui kontruksi oleh siswa itu sendiri. Beberapa kekurangan dari TGT adalah: dalam penerapan pembelajaran TGT membutuhkan waktu yang cukup lama; membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai seperti persiapan soal turnamen; siswa terbiasa belajar dengan adanya hadiah.13

b. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Student Teams Achievement Division (STAD) adalah metode yang dikembangkan oleh Slavin, menurut Slavin dalam Rusman model STAD (Student Teams Achievment Division) merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti.

Model ini mudah diadaptasi, telah digunakan dalam matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Teknik dan banyak subjek lainnya, dan pada tingkatan sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi.14 Menurut Miftahul, “Siswa dikelompokan secara beragam berdasarkan kemampuan, gender, ras dan etnis. Pertama-tama, siswa mempelajari materi bersama dengan teman-teman atau kelompoknya, kemudian mereka diuji secara individu melaui kuis-kuis.”15 Pemaparan Slavin

dalam Rusman “Gagasan utama dibelakang STAD adalah memacu siswa agar

saling mendorong dan saling membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru.”16 Oleh karena itu pembelajaran kooperatif tipe STAD mendorong siswa untuk saling mendukung antar-siswa dengan cara yang telah memahami materi untuk mengajari anggota kelompok yang belum memahami materi, dan saling memotivasi untuk meningkatkan nilai individu. Dalam STAD keberhasilan kelompok tergantung pada keberhasilan setiap individu anggota kelompok.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Rusman memiliki langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut :

13

Nuril, Milati, 1 Januari 2014. Penerapan Pembelajaran Koopertif TGT (Teams Games Tournament) untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ar-Rahman. ( http://lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/fullchapter/07140073.pdf)

14

Rusman, op. cit., h. 213

15

Miftahul, op. cit., h. 116

(28)

1) Penyampaian Tujuan dan Motivasi

Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.

2) Pembagian Kelompok

Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas dalam prestasi akademik, gender/jenis kelamin, ras atau etnik. 3) Presentasi dari Guru

Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan dipelajari. Guru member motivasi siswa agar siswa dapat belajar dengan aktif dan kreatif. Di dalam proses pembelajaran guru dibantu oleh media, demonstrasi, pernyataan atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga tentang keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan serta cara-cara mengerjakannya.

4) Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim)

Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai. Masing-masing memberikan kontribusi. Selama tim bekerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan, dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD.

5) Kuis (Evaluasi)

Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kuis secara individual dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu bertangung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut. Guru menetapkan skor atas penguasaan untuk setiap soal, misalnya 60, 75, 84, dan seterusnya sesuai dengan tingkat kesulitan siswa.

6) Penghargaan Presentasi Tim

Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100.17

Pembelajaran kooperatif memiliki ciri khusus dalam tahapan akhir pembelajaran yang ditandai dengan pemberian penghargaan, pada tipe STAD adalah sebagi berikut :

17

(29)

1) Menghitung skor individu

Menurut Slavin dalam Trianto, untuk memberikan skor perkembangan individu dihitung seperti pada Tabel 2.2.18

Tabel 2.2

Perhitungan Skor Perkembangan

Nilai Tes Skor

Perkembangan

Lebih dari 10 poin dibawah skor awal. 0 poin 10 poin dibawah sampai 1 poin dibawah skor awal. 10 poin Skor awal sampai 10 poin diatas skor awal. 20 poin Lebih dari 10 poin diatas skor awal. 20 p0in Nilai sempurna (tanpa memperhatikan skor awal). 30 oin 2) Menghitung skor kelompok

Setalah menetapkan skor individu selanjutnya guru menghitung skor kelompok dengan cara menjumlah skor seluruh anggota kelompok dan membagi sejumlah anggota kelompok yang kemudian menjadi skor kelompok. Skor kelompok dapat dilihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.3

Tabel Perkembangan Kelompok

NO Rata-rata Skor Predikat Tim

1.

Tim yang baik (Good Team) Tim yang baik sekali (Great Team) Tim yang istimewa (Super Team) 3) Pemberian hadiah

Setelah setiap kelompok memperoleh predikat tim selanjutnya guru memberikan hadiah/penghargaan kepada kelompok terbaik. Hadiah atau penghargaan dapat berupa benda atau pujian.

(30)

c. Pembelajaran Matematika Di SD

Matematika menurut Russefendi dalam Erna menyatakan bahwa Matematika terorganisir dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.19 Sedangkan menurut Kline dalam Erna, Metematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.20 Brounce dalam Fathani, memahami matematika sebagai konstruktivisme sosial dengan menekankannya pada knowing how, yaitu siswa dipandang sebagai makhluk hidup yang aktif dalam mengontruksikan ilmu pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya.21 Dari ketiga definisi yang dipaparkan para ahli diatas dapat disimpulan bahwa matematika adalah ilmu deduktif yang kebenarannya dibuktikan, berlaku secara umum dan matematika adalah ilmu pengetahuan yang terkait dengan ilmu pengetahuan lainnya serta dalam mempelajarinya siswa dapat berinteraksi dengan lingkungannya.

Sebelum membahas pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD), terlebih dahulu untuk mengetahui karakteristik kemampuan berfikir siswa SD. Anak usia SD adalah anak yang berada di usia 7 sampai 12 tahun. Menurut Piaget dalam Erna, Anak pada usia tersebut masih berada dalam masih berpikir pada tahap operasional konkrit, artinya siswa SD belum berpikir formal.22 Seperti yang telah dipaparkan Piaget, dapat ditarik kesimpulan bahwa anak SD masih pada ranah berfikir konkrit sedangkan konsep dalam matematika bersifat abstrak. Oleh karena itu guru dituntut memperhatikan tahapan perkembangan berfikir siswa SD dengan cara mengkonkritkan konsep matematika yang abstrak. Pembelajaran matematika di SD berbeda dengan pembelajaran matematika jenjang pendidikan

19

Erna Suwangsih, Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung : UPI Press, 2006), Cet Ke- 1, h.4

20 Ibid 21

Abdul Halim Fathani, Matematika Hakikat & Logika, (Jogjakarta : Ar-RRuzz Media, 2009), Cet Ke-1, h. 19

(31)

lebih tinggi, berikut ini adalah ciri-ciri pembelajaran matematika di SD menurut Erna:

1) Pembelajaran matematika mengunakan metode spiral

Pendekatan spiral pada pembelajaran matematika merupakan pendekatan dimana pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengaitkan atau menghubungan dengan topik sebelumnya.

2) Pebelajaran matematika bertahap

Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap dan urut mulai dari konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih sulit selain itu pembelajaran matematika dimulai dari konsep yang konkrit, ke semi konkrit dan akhirnya pada konsep abstrak. Untuk mempermudah pemahaman siswa maka dibutuhkan benda-benda konkrit.

3) Pembelajaran matematika mengunakan metode induktif

Matematika merupakan ilmu deduktif, namun sesuai dengan tahap perkembangan mental siswa maka pada pembelajaran matematika di SD digunakan pendekatan induktif.

4) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsisten

Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar jika didasarkan kepada pertanyaan-pertanyaan sebelumnya yang telah diterima kebenarannya. Meskipun di SD pembelajaran matematika dilakukan dengan cara induktif tetapi pada jenjang selanjutnya generalisai suatu konsep harus secara deduktif.

5) Pembelajaran matematika hendaknya bermakna

Pembelajaran bermakna memiliki ciri bahwa suatu aturan-aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil tidak diberikan dalam bentuk jadi, tetapi sebaliknya aturan-aturan, sifat-sifat, serta dalil-dali ditemukan oleh siswa melalui contoh-contoh secara induktif di SD, kemudian dibuktikan secara deduktif pada jenjang selanjutnya. 23

d. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam Matematika

Proses pembelajaran di sekolah dasar dalam pelaksanaannya mengunakan sistem klasikal. Sistem klasikal mengunakan kecepatan pembelajaran berdasarkan perkiraan kecepatan rata-rata siswa, dengan sistem yang demikian akan ada siswa yang akan merasa bahwa proses belajar atau guru mengajar terlalu cepat sehingga beberapa siswa yang lambat dalam belajar merasa belum mengerti dengan materi yang diajarkan. Sebaliknya pada siswa yang memiliki pemahaman belajar dengan cepat akan merasa guru terlalu lambat mengajar, dan pada akhirnya siswa yang lambat dalam belajar akan merasa bingung dan siswa yang cepat dalam belajar

(32)

akan merasa bosan. Kedua siswa dengan tipe belajar yang demikian yaitu yang cepat dalam belajar matematika dan yang lambat dalam belajar matematika perlu mendapat perhatian. Siswa yang cepat dalam belajar matematika memerlukan kegiatan yang lebih dari kegiatan siswa umumnya, sebaliknya siswa yang lambat dalam belajar matematika membutuhkan bantuan dalam menuntaskan hasil belajarnya. Pembelajaran kooperatif-lah yang dapat mengatasi masalah tersebut. Dengan pembelajaran kooperatif siswa yang pandai diberi kesempatan untuk menghabiskan waktunya dengan cara membantu siswa yang kurang mengerti dengan materi yang diajarkan.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam sekolah dasar harus menyesuaikan dengan perkembangan siswa usia 7-12 tahun. Telah disebutkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD cocok digunakan untuk semua mata pelajaran termasuk matematika dan untuk semua jenjang pendidikan dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.

Urutan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam matematika sama dengan urutan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada umumnya yaitu persiapan, kegiatan kelompok, tes individu, perhitungan skor individu, dan penghargaan kelompok. Namun pada tahap persiapan (penyajian materi) pada matematika SD harus disesuaikan dengan tahap berfikir anak yang masih konkrit yaitu dengan menghadirkan benda-benda konkrit untuk menjelaskan materi. 2. Belajar dan Hasil Belajar Matematika

a. Belajar

Belajar menurut Suyono, adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki prilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian.24 Definisi belajar menurut Gagne dalam Ratna adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.25 Hal ini senada dengan yang diungkapkan slameto bahwa

“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

24

Suyono, dkk, Belajar dan Pembelajaran : Teori dan Konsep Dasar, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012), Cet Ke-3, h. 9

(33)

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.26

b. Teori Belajar

Pembelajaran kooperatif memiliki landasan-landaran teori yang membidani lahirnya metode ini. Jhonson & Jhonson dalam bukunya yang diterjemahkan Yusron, mengungkapkan Setidaknya ada tiga tiga perspektif teoritis umum yang berkembang dalam hal ini-Social-Interdependance Theory, Cognitive Developmental Theory, dan Behavioral Learning Theory-yang telah menjadi pedoman riset tentang pembelajaran kooperatif.27

Social-Interdependence Theory (teori saling ketergantungan sosial) merupakan teori yang paling berpengaruh dalam melandasi pembelajaran kooperatif. Tokoh dari teori ini adalah Kafka dan Lewin. Menurut Lewin dalam Jhonson & Jhonson, esensi dari sebuah kelompok adalah interdependensi diantara para anggotanya (yang diciptakan melalui tujuan bersama) yang menjadikan kelompok menjadi sebuah kesatuan yang dinamis.28 Jadi setiap anggota kelompok saling ketergantungan karena setiap anggota dalam kelompok diberi tugas masing-masing yang setiap tugas satu anggota dengan angota lain saling terkait erat.

Cognitive developmental theory (teori perkembangan kognitif) dipopulerkan oleh Piaget. Tori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Teori ini menekankan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori belajar yang berbasis Kognitivisme :

1) Teori Belajar Medan Kognitif dari Lewin

Menurut Suyono, Lewin mengembangkan teori belajar medan kognitif (cognitive field) dengan menaruh perhatian kepada kerpibadian dan psikologi sosial. 29 Lewin memandang bahwa setiap individu berada pada suatu medan kekuatan yang bersifat psikologis yang disebut ruang hidup (life space). Life

26

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2010), Cet Ke-5, h. 2

27 David W. Johnson, Roger T. Jhonson, Edythe Jhonson H, Colaborative Learning : Strategi

Pembelajaran Untuk Sukses Bersama, (Bandung : Nusa Media, 2010), h. 22

28

Jhonson, Ibid,. h. 23

(34)

space meliputi lingkungan hidup tempat manusia berinteraksi dengan individu lainnya.

2) Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Teori Piaget disebut juga teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan mental. Teori ini berhubungan dengan kesiapan anak untuk belajar sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangan intelektual sejak lahir sampai dewasa. Menurut Piaget dalam Suyono, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang di dasarkan pada mekanisme biologis perkembangan syaraf. Dengan demikian semakin bertambahnya usia seseorang maka makin kompleks susunan sel syarafnya dan makin meningkat meningkat pula kemampuannya.30 Anak melaui tahap-tahap perkembangan dalam berfikir, diantaranya dibagi dalam empat periode utama yaitu tahap sensor motor (berlangsung sejak lahir sampai sekitar usia 2 tahun), tahap pra-operasional (sekitar usia 2-7 tahun), tahap operasional konkret (berlangsung sekitar 7-11 tahun), dan tahap operasional formal (mulai usia 11 tahun dan seterusnya). Pengaruh teori ini pada pembelajaran adalah kita tidak bisa memaksakan anak-anak untuk berfikir yang tidak sesuai dengan tahapan atau kemampuan berfikir anak. Selain itu Piaget dalam Jhonson & Jhonson, mengatakan bahwa apabila setiap individu bekerja sama dalam lingkungannya, maka akan muncul konflik-konflik sosio-kognitif yang memunculkan ketidakseimbangan kognitif, yang ada gilirannya akan memicu kemampuan pengambilan perspektif dan perkembangan kognitif mereka.31 Dari pendapat Piaget dapat disimpulkan bahwa ketika individu mulai bekerjasama dalam lingkungan maka akan muncul perbedaan-perbedaan pandangan yang kemudian didiskusikan dan disimpulkan dari beberapa pendapat.

Behavioral Learning Theory (Teori Pembelajaran Behavioral), menurut Suyono behaviorisme merupakan aliran psikologi yang memandang individu lebih kepada sisi fenomena jasmaniah dan mengabaikan aspek-aspek mental seperti kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam kegiatan belajar.32 Aliran

(35)

behaviorisme ini yang menjadi objek penelitiannya adalah hewan, oleh karena itu yang diperhatikan hanya fenomena jasmaniah dan mengabaikan aspek lainnya. Selain itu menurut Jhonson & Jhonson teori ini memfokuskan pada dampak faktor penguatan kelompok dan imbalan terhadap pembelajaran.33 Setiap tindakan yang dilakukan siswa dalam belajar didasarkan pada imbalan, karena setiap tindakan yang didasarkan pada imbalan maka akan diulang kembali. Berikut ini adalah beberapa teori-teori balajar dalam aliran behaviorisme :

1) Conectionism (S-R Bond) menurut Thorndike

Koneksionisme merupakan teori yang paling awal dari aliran behaviorisme. Menurut Suyono, dalam teori ini tingkah laku manusia tidak lain merupakan hubungan antara stimulus (perangsang) merupakan respon (jawaban, tanggapan, reaksi), diistilahkan S-R Bond.34 Belajar adalah pembentukan antara stimulus dan respon, jika individu sering diberi stimulus dan dapat merespon dengan baik maka individu tersebut dinilai berhasil. Implikasi teori ini dalam pembelajaran adalah adanya ulangan. Beberapa hukum belajar Thorndike antara lain :

a) Law of Effect (hukum efek), jika sebuah respon (R), menghasilkan efek yang memuaskan, maka ikatan antara S (stimulus) dengan R (respon) akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang tidak dicapai melalui respon, maka semakin lemah pula ikatan yang terjadi antara S-R. Artinya belajar akan lebih semangat apa bila mengetahui akan mendapat hasil yang baik.

b) Law of Readiness (hukum kesiapan), suatu kesiapan (readiness) terjadi berdasarkan asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), unit-unit inilah yang menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Pada implemetasinya, belajar akan lebih berhasil bila individu memiliki kesiapan untuk melakukannya.

(36)

2) Classical Conditioning oleh Ivan Pavlov

Teori pengkondisian klasik ini merupakan pengembangan dari teori koneksionisme, tokoh teori ini adalah Ivan Pavlov. Menurut Suyono dalam teori pengkondisian ini, Belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu prilaku atau respon terhadap sesuatu.36 Hukum belajar yang dikemukakan Pavlov :

a) Law of Respondent Conditioning, atau hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara serentak (dengan salah satunya berfungsi sebagai Reinforcer) maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.

b) Law of Respondent Extinction, atau hukum pemusnahan yang yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforce, maka kekuatan akan menurun.37

3) Operation Conditioning menurut B.F Skiner

Teori belajar ini didasari oleh penguatan, jika teori pengkondisian klasik yang diberi penghargaan adalah berupa stimulusnya, maka pada teori ini yang diberi kondisi adalah responnya. Hukum-hukum belajar yang dihasilkan dari penelitian Skiner adalah :

a) Law of Operant Conditioning, jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan prilaku tersebut akan meningkat. b) Law of Operant Extinction, jika timbul perilaku operant yang telah

diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan prilaku tersebut akan menurun bahkan akan menghilang.38

4) Teori Belajar Sosial (Social Learning)

(37)

antara lingkungan dan skema kognitif individu itu sendiri.39 Dalam belajar siswa melalui peniruan dan contoh prilaku yang disajikan lingkungan belajarnya, selain itu teori ini juga memandang pentingnya pemberian Hadiah (reward) dan hukuman (punishment), agar siswa dapat memutuskan sikap/prilaku yang dipilihnya. Berikut ini adalah sejumlah prinsip-prinsip panduan (guiding principles) yang melatarbelakangi teori pembelajaran sosial:

a) Pengamat akan mencontoh perilaku model jika model memiliki karakteristik seperti talenta, kecerdasan, kekuatan, penampilan yang baik, atau popularitas, yang diinginkan atau menarik perhatian siswa sebagai pengamat.

b) Pengamat akan bereaksi sesuai dengan cara model diperlakukan dan menirukan perilaku model.

c) Ada perbedaan dari perilaku yang didapat pengamat dengan perilaku yang dilakukan pengamat. Melalui observasi, pengamat dapat menerima perilaku tanpa harus melakukannya.

d) Atensi dan peningkatan berkaitan dengan penerimaan pembelajaran dari perilaku model, sedangkan produksi dan motivasi akan mengkontrol kinerja.

e) Perkembangan manusia merefleksikan interaksi kompleks antar pribadi, perilaku seseorang dan lingkungannya. Hubungan antar unsur-unsur ini disebut determinisme resiprokal, penentuan timbal balik (reciprocal determinisme). Kecakapan kognitif seseorang, karakteristik fisik, kepribadian, kepercayaan, dan saling berpengaruh terhadap perilaku dan lingkungannya.40

Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa teori ini memiliki dasar asumsi bahwa setiap prilaku yang diikuti dengan imbalan maka akan diulang. Maka pada pembelajaran kooperatif untuk menarik perhatian siswa dalam belajar maka pemberian imbalan atau penghargaan adalah ciri khusus dalam makanisme pembelajarannya. Imbalan atau penghargaan yang diberikan guru tidak selalu berupa benda namun dapat berupa pujian atau motivasi untuk siswa.

c. Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Syaodih adalah merupakan realisasi atau pemakaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun

39

Ibid hlm 66

(38)

keterampilan motorik.41 Secara keseluruhan, sebagian besar dari proses pembelajaran kegiatan siswa dan perilaku siswa merupakan hasil belajar. Sementara itu pada taksonomi Bloom hal-hal ada tiga ranah yang diamati ketika siswa belajar yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Hal senada juga diugkapkan Gagne dalam Ratna, ia menemukakan lima macam hasil belajar, tiga diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorik.42 Berikut ini adalah pemaparan tiga ranah yang diamati dalam pembelajaran :

1) Ranah Kognitif (Cognitive Domain)

Penilaian pada ranah kognitif, yang diamati adalah aktifitas berfikir anak. Menurut Sudaryono, ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan otak. Artinya, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak termasuk dalam ranah kognitif.43 Ranah kognitif memiliki tingkatan diantaranya adalah pengetahuan (knowledge), pemahaman (Comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), Sintesis (synthesis), evaluasi (evaluation). 2) Ranah Afektif (Affective Domain)

Hal yang dinilai pada ranah afektif ini adalah sikap dari siswa. Menurut Sudaryono ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai, dan sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya apabila ia telah memiliki penguasaan tingkat tinggi.44 Sedangkan menurut Ratna, sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda, kejadian-kejadian, atau makhluk hidup lainnya.45 Tingkatan pada ranah afektif adalah penerimaan (receiving),

partisipasi (responding), penilaian/penentuan sikap (valuing), organisasi

(organization), pembentukan pola hidup (characterization by a value or value complex)

41 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung : PT Remaja

Rosdakarya, 2007), Cet ke-4. h. 102

42

Ratna, op. cit hlm. 118

43 Sudaryono, Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012), Cet. Ke-1. h.

43

44

Ibid, h. 46

(39)

3) Ranah Psikomotorik (Psychomotoric Domain)

Ranah psikomotorik menurut Sudaryono adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.46 Hasil belajar psikomotor adalah kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan belajar afektif. Tahapan pada ranah psikomotor adalah : persepsi (perception), kesiapan (set), gerakan terbimbing

(guided response), gerakan yang terbiasa (mechanical response), gerakan kompleks (complex response), penyesuaian pola gerakan (adjustment),

kreativitas (creativity).

d. Bilangan

Bilangan merupakan suatu sebutan untuk menyatakan banyaknya sesuatu, atau menyatakan suatu urutan atau suatu ukuran.47 macam-macam bilangan terdapat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1

Bagan Macam-Macam Bilangan

Materi bilangan dalam mata pelajaran matematika kelas 5 semester 1 adalah bilangan bulat diantaranya mempelajari sifat-sifat operasi hitung,

46

Sudaryono, Ibid., h 47

47 Wahyudin, Metematika Bilangan, (Bandung : Epsilon Grup, 2007), h. 1 BILANGAN REAL

BILANGAN RASIONAL BILANGAN IRASIONAL

BILANGAN BULAT BILANGAN PECAHAN

BILANGAN CACAH BILANGAN BULAT NEGATIF

BILANGAN NOL BILANGAN ASLI / BILANGAN

(40)

penaksiran, faktor prima yang mencakup KPK dan FPB, operasi hitung campuran bilangan bulat, perpangkatan dan akar sederhana, menyelesaikan masalah dengan mengunakan operasi hitung KPK dan FPB.

Bilangan bulat merupakan perluasan dari bilangan cacah, untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang tidak terjawab pada bilangan cacah.48 Berdasarkan Gambar 2.1 dapat dijelaskan bahwa bilangan bulat terdiri dari bilangan cacah, bilangan nol,bilangan bulat negatif, dan bilangan bulat positif. Bilangan bulat positif atau disebut juga biangan asli terdiri dari bilangan prima, bilangan satu dan bilangan komposit. Bilangan prima adalah bilangan memiliki dua faktor dan habis dibagi oleh kedua faktornya yaitu bilangan satu dan bilangan itu sendiri, contoh dari bilang prima adalah 2, 3, 5, 7, 11, dan seterusnya. Bilangan komposit adalah bilangan yang memiliki faktor lebih dari 2 bilangan, contoh bilangan komposit adalah 4, 6, 8, 9, 10, dan seterusnya. Materi Bilangan bulat pada kelas 5 SD adalah sifat-sifat bilangan bulat, penaksiran, faktor prima, FPB, KPK, akar pangkat dan operasi hitung bilangan bulat. Bilangan bulat memiliki sifat-sifat operasi hitung yaitu komutatif, asosiatif, dan distributif.

1) Sifat komutatif adalah sifat pertukaran suatu letak suku pada operasi hitung49.

dan

Sifat komunitatif ini tidak berlaku pada operasi hitung pengurangan dan pembagian.

2) Sifat asosiatif adalah pengelompokan suku pada operasi hitung. dan

Sifat asosiatif ini tidak berlaku pada operasi hitung pengurangan dan pembagian.

3) Sifat distributif (penyebaran) digunakan dalam operasi hitung untuk mempermudahkan perkalian. Dengan sifat ini perkalian disebar menjadi campuran antara perkalian dan penjumlahan atau pengurangan.50

48

Sufyani Prabowanto, Puji Rahayu, Bilangan, (Bandung : UPI Press, 2006), Ed-1, h.29

49

Lock. Cit.

50 Lock. Cit.

a + b = b + a a × b = b × a

(41)

dan

Dalam menaksir hasil operasi hitung bilangan bulat kita bisa mengunakan berbagai macam taksiran diantaranya taksiran rendah, taksiran tinggi dan taksiran sedang. Taksiran rendah adalah membulatkan semua suku dalam operasi hitung kedalam pembulatan tertentu yang ada dibawahnya baik kedalam puluhan, ratusan, atau ribuan. Contoh taksiran rendah :

24 + 37 taksiran rendah menjadi 20 + 30 = 50 235 + 477 taksiran rendah menjadi 200 + 400 = 600

Taksiran tinggi adalah membulatkan semua suku dalam operasi hitung ke dalam pembulatan tertentu yang ada di atasnya baik puluhan, ribuan atau ratusan. Contoh taksiran tinggi :

24 + 37 taksiran tinggi menjadi 30 + 40 = 70 235 + 477 taksiran tinggi menjadi 300 + 500 = 800

Taksiran sedang adalah taksiran yang sering digunakan karena taksiran ini mendekati hasil yang sebenarnya dengan cara membulatkan semua suku dalam operasi hitung ke dalam pembulatan tertentu yang paling dekat ada dibawah atau diatasnya, baik ke dalam puluhan, ratusan, dan ribuan.

24 + 37 taksiran sedang menjadi 20 + 40 = 60 235 + 477 taksiran sedang menjadi 200 + 500 = 700

Faktor prima adalah sebuah faktor perkalian dari suatu biangan dimana faktor tersebut berupa bilangan prima.51 Bilangan prima adalah bilangan yang hanya memiliki tepat dua faktor yaitu 1 dan bilangan itu sendiri.52 Faktorisasi prima adalah bilangan yang dinyatakan sebagai perkalian dari faktor prima berpangkat, ada dua cara yaitu : membagi bilangan prima dan pohon faktor.53

Selanjutnya setelah mempelajari faktor prima siswa kelas 5 akan mempelajari KPK dan FPB. Ditinjau dari namanya, istilah kelipatan persekutuan

51

Aep Saepudin, Gemar Matematika 5 : Untuk Kelas V SD/MI, (Jakarta : Pusat Perbukuan Nasional Departemen Pendidikan Nasional, 2009), h. 23

52

Lusia Tri Astuti dan P. Sunardi, Matematika Untuk Sekolah Dasar Kelas V, (Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2009), h. 16

53 Ibid h. 17

(42)

terkecil (KPK) dalam operasi hitung matematika merupakan kelipatan dari dua buah bilangan atau lebih.54 Dari dua atau tiga bilangan di dapat dari perkalian faktor prima, jika ada faktor bersekutu maka dipilih pangkat terbesar.55 Sedangkan FPB adalah singkatan dari faktor persekutuan terbesar, FPB dari dua atau tiga bilangan didapat dari perkalian faktor prima yang sama dengan pangkat terkecil.56 Operasi hitung campuran bilangan bulat memiliki aturan yang sama dengan operasi hitung campuran bilangan cacah. Aturan tersebut sebagai berikut :57

a) Operasi hitung dalam tanda kurung didahulukan pengerjaannya. b) Penjumlahan dan pengurangan adalah setingkat, sehingga

pengerjaannya dilakukan secara urut dari kiri.

c) Perkalian dan pembagian adalah setingkat, sehingga pengerjaannya dilakukan secara urut dari kiri.

d) Perkalian da pembagian lebih tinggi tingkatnya dari penjumlahan dan pengurangan, sehingga perkalian atau pembagian didahulukan pengerjaannya.

Bilangan pangkat adalah suatu bilangan yang memiliki pangkat apakah pangkat dua, tiga, empat, dan seterusnya. Pangkat suatu bilangan ditulis dengan angka kecil dan diletakan lebih tinggi dari posisi angka bilangan tersebut.58 Dalam pelajaran kelas 5 perpangkatan mempelajari pangkat dua (kuadrat). Bilangan kuadrat merupakan hasil suatu bilangan itu sendiri.59 Sedangkan Akar sederhana adalah kebalikan dari bilangan kuadrat.

e. Aplikasi Pembelajaran Kooperatif STAD dalam Materi Bilangan

Aplikasi pembelajaran kooperatif STAD dalam materi bilangan, dengan sub materi sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat, urutannya adalah sebagai berikut :

Hardi, Mikan, Ngadiyono, Pandai Berhitung Matematika Untuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Kelas V, (Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional,2009), h. 30

58

Aep Seapudin, op.cit h. 57

59

(43)

1) Guru mengkondisikan siswa untuk mulai belajar

2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa.

3) Membagi siswa kedalam beberapa kelompok, kelompok bersifat heterogen yang terdiri dari siswa yang berbeda intelegensi, ras dan agama.

4) Guru menjelaskan materi tentang sifat-sifat operasi bilangan bulat,

5) Kegiatan belajar tim, guru memberikan lembar tugas kelompok untuk siswa yang harus dikerjakan bersama-sama, serta guru memastian bahwa siswa yang mengerti harus mengajarkan siswa yang belum mengerti. Selain itu guru bertugas untuk mengawasi, memberikan bimbingan, dorongan, dan bantuan bila dibutuhkan oleh siswa.

6) Guru memberika kuis individu untuk siswa. Pada kuis ini siswa sudah tidak diperkenankan untuk saling membantu.

7) Setelah siswa menyelesaikan kuis individunya yang nantinya akan menjadi nilai kelompok. Kemudian guru enilai dan memberikan penghargaan pada siswa.

B. Kerangka Berfikir

Matematika merupakan pelajaran yang dianggap siswa sebagai materi yang sulit dan rumit hal ini terlihat dari nilai ujian matematika yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil nilai ujian mata pelajaran lainnya.

Pembelajaran di dalam kelas yang masih teacher center membuat siswa merasa jenuh dan pada akhirnya setengah hati dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga berdampak pada hasil belajar yang rendah.

Guru di dalam kelas tidak hanya menjadi sorang pengajar melainkan juga sebagai pendidik yang mampu mencerdaskan pengetahuan siswa dan karakter siswa, karena dewasa ini rasa keperdulian dan mengerti kebutuhan orang lain sangat kurang tertanam pada diri siswa. Maka diperlukan suatu model pembelajaran yang mampu mengoptimalkan pengetahuan siswa dan membentuk karakter siswa.

(44)

untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru. Sehingga pembelajaran ini dinilai sebagai peneliti mampu meningkatkan hasil belajar siswa dan membentuk karakter siswa untuk mampu bekerja sama dan peduli pada kebutuhan orang lain.

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa khususnya pada pelajaran matematika bilangan. Dengan demikian diduga bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD memepengaruhi hasil belajar siswa.

C. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian dari saudari Firtiana dengan judul penelitian “Pengaruh Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Siswa tentang operasi hitung campuran bilangan bulat kelas V SDN 36 Pontianak Selatan. Metode yang digunakan adalah eksperimen semu, berdasarkan perhitungan statistik nilai rata-rata post-test kelas kontrol sebesar 62.83 dan kelas eksperimen sebesar 80.5 diperoleh sebesar 3.77 dan (α = 5 % dan dk = 39) sebesar 2.023, berarti > , maka Ha diterima . dari perhitungan effect size, diperoleh sebesar 1.13 (kriteria tinggi). Hal ini berarti pembelajaran dengan kooperatif tipe STAD berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas 5 SDN 36 Pontianak Selatan.

Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan Ni Made Sunilawati,

Nyoman Dantes, dan I Made Candiasa yang berjudul “Pengaruh Model

(45)

adalah 67,65. Serta rata-rata skor hasil belajar siswa dengan kemampuan numerik rendah yang menggunakan model pembelajaran konvensional adalah 75,59. Kesimpulan yang sisapat dari penelitian tersebut adalah :

1) Terdapat perbedaan kemandirian belajar, dengan FA = 43,12 sedangkan

Ftabel = 3,99 ini berarti tolak H0 terima H1 (rata-rata siswa yang

mengunakan pembelajaran kooperatif lebih tinggi dari siswa yang mengunakan pembelajaran konvensional)

2) Terdapat perbedaan hasil belajar, dengan FAB = 114,65 sedangkan Ftabel = 3,99. Hal ini menunjukan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang diterapkan guru mampu merangsang kemampuan numerik siswa.

3) Perbedaan hasil belajar matematika pada siswa dengan kemampuan numerik tinggi yang mengunakan pembelajaran kooperatif dengan siswa yang mengunakan pembelajaran konvensional, diperoleh Qhitung = 17,275 dan Qtabel = 4,02 berarti Qhitung > Qtabel. Menunjukan hasil belajar siswa dengan kemampuan numerik tinggi yang mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dari siswa dengan kemampuan numerik tinggi yang mengunakan pembelajaran kooperatif. 4) Perbedaan hasil belajar matematika pada siswa dengan kemampuan

numerik rendah yang mengunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa dengan kemampuan numerik rendah yang mengunakan pembelajaran konvensional. Didapati hasil perhitungan Qhitung = 4,14 sedangkan Qtabel = 4,02 sehingga Qhitung > Qtabel, jadi tolah H0 terima H1. Hal ini menunjukan bahwa siswa dengan kemampuan numerik rendah yang mengunakan pembelajaran konvensional memiliki hasil belajar yang lebih baik daripada siswa dengan kemampuan numerik rendah yang mengunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

(46)

mengunakan tiga siklus, pada pratindakan ketuntasan belajar siswa mencapai 41,67% , setelah diberi tindakan dengan mengunakan pembelajran kooperatif tipe STAD ketutasan belajar meningkat menjadi 87,5 %, namun pada siklus ke kedua ketuntasan belajar siswa menurun menjadi 83,3 % karena terdapat beberapa kendala dalam merapakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pada siklus ketiga dengan perlakuan yang sama dengan siklus belajar sebelumnya, terjadi peningkatan hasil belajar pada siklus ketiga mencapai 95,83&. Hal ini menunujkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu meninkatkan hasil belajar siswa.

D. Hipotesis Penelitian

(47)

BAB III

Metodelogi Penelitian

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat yang akan dijadikan sebagai lapangan penelitian adalah SD Negeri Jatiasih X kelas 5 Tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian dilakukan pada bulan april-september 2013.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian Quasi Experimental Design. Menurut Sugiono quasi eksperimen mempunyai kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya mengkontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.60 Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Posttest-Only Control Design, menurut Sugiono dalam desain ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random (R).61 Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen, sedangkan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol. Seperti yang dijabarkan sebelumnya bahwa desain ini mengunakan perbandingan kedua kelompok yaitu kelompok eksperimen (yang diberi treatmen) dan kelompok kontrol. Dalam true experiment, pengaruh treatmen dianalisis dengan uji beda, mengunakan statistik t-test. Jika digambarkan desain penelitian ini, seperti gambar 3.1 dibawah ini :

Gambar 3.1

Gambar Rancangan Penelitian The Posttest-Only Control Group Design

Berdasarkan gambar diatas, R1 adalah kelompok eksperimen yaitu kelas 5B, sedangkan R2 adalah kelompok kontrol yaitu kelas 5A. Pemberian perlakuan

60

Sugiono, Metodelogi Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung : Alfabeta, 2012), cet ke-17, h. 77

61 Ibid, h.76

R1 X O2

R2 O4

Gambar

Tabel 1.1 Tabel 2.1
Tabel 1.1
Tabel 2.1
Tabel 2.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SDN V Jombok Pule

Kata kunci : metode pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournamen (TGT), metode pembelajaran koopertif tipe Student Teama Achievemen Division (STAD),

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat perbedaan motivasi belajar antara kelompok yang mengimplementasikan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD efektif untuk meningkatkan prestasi

Masalah utama dalam penelitian ini adalah Bagaimanahkah Hasil Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Materi Pokok

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) terhadap hasil belajar siswa pada materi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams

Trianto (2007:52) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan