BAB II LANDASAN TEORI
A. KAJIAN TEORI
1. Tes Hasil Belajar a. Definisi Tes
Tes merupakan sebuah alat ukur yang memiliki berbagai
macam-macam arti. Sulistyorini (2009: 86) mengemukakan bahwa
tes adalah penilaian yang komprehensif terhadap seseorang individu
atau keseluruhan usaha evaluasi program. Bukhori (dalam
Sulistyorini, 2009: 86) menjelaskan bahwa tes merupakan suatu
percobaan yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hasil
pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok murid. Tes juga
mempunyai arti lain menurut Masidjo (1995: 38-39) tes adalah suatu
alat pengukuran yang berupa serangkaian pertanyaan yang harus
dijawab secara sengaja dalam suatu situasi yang distandardisasikan,
dan yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan dan hasil belajar
individu atau kelompok. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di
atas dapat disimpulkan bahwa tes merupakan suatu alat ukur yang
berisi berbagai macam pertanyaan yang dapat mengetahui ada
b. Definisi Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran.
Purwanto (2009: 45) berpendapat bahwa hasil belajar merupakan
perolehan dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan pengajaran.
Sudjana (2010: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya
adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian
yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) mengemukakan hasil belajar
merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak
mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses
evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.
Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi
yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan
menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
c. Bentuk Tes Hasil Belajar
1) Tes Obyektif
Suwarto (2013: 34) mengemukakan bahwa tes objektif
alternatif yang telah tersedia atau mengisi dengan beberapa
perkataan atau simbol. Suwandi (2010, 48) mengemukakan bahwa
tes objektif disebut juga sebagai tes jawab singkat. Tes jawab
singkat menuntut siswa hanya dengan memberikan jawaban
singkat, bahkan hanya dengan memilih kode-kode tertentu yang
mewakili alternatif-alternatif jawaban yang disediakan. Sudijono
(2011: 106) mengungkapkan bahwa tes objektif adalah salah satu
bentuk tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal yang dapat
dijawab oleh peserta tes dengan memilih salah satu jawaban
diantara beberapa kemungkinan jawaban yang telah tersedia pada
masing-masing soal. Menurut pendapat dari beberapa ahli dapat
disimpulkan bahwa tes objektif adalah tes yang berupa pertanyaan
yang menuntut siswa untuk memilih jawaban yang paling tepat dari
beberapa kemungkinan jawaban yang tersedia.
Adapun macam-macam tes obyektif menurut Arikunto
(2012: 181), antara lain:
a) Tes Benar-Salah (True-False)
Dalam tipe tes benar salah ini soal yang disajikan
berbentuk pernyataan-pernyataan (statement). Pernyataan-
pernyataan tersebut ada yang benar dan salah. Orang yang
melakukan tes benar salah diminta untuk menandai masing-
masing pernyataan tersebut dengan melingkari huruf B jika
melingkari huruf S jika pernyataan yang dituliskan itu salah
menurut pendapatnya.
b) Tes Pilihan Ganda (Multiple Choise Test)
Tes pilihan merupakan tes yang terdiri atas suatu
keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang
belum lengkap. Peserta tes diminta untuk memilih satu dari
beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan agar
memperoleh jawaban yang sesuai dengan pertanyaan yang
telah disediakan.
c) Menjodohkan (Matching Test)
Tes menjodohkan terdiri dari satu seri pertanyaan dan
satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai
jawaban yang tercantum dalam seri jawaban. Peserta tes
bertugas untuk mencari jawaban sehingga dapat sesuai
dengan pertanyaan yang telah disediakan.
d) Tes Isian (Completion Test)
Tes isian lebih dikenal dengan tes menyempurnakan
atau tes melangkapi. Tes isian terdiri atas kalimat-kalimat
yang ada bagian-bagian yang harus dihilangkan. Peserta tes
bertugas untuk mengisi jawaban yang dihilangkan atau
rumpang.
2) Tes Subjektif
Tes Subjektif atau tes yang sering disebut sebagai tes essay
essay adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan
jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Ciri-ciri
pertanyaannya didahului dengan kata-kata seperti: uraikan,
jelaskan, mengapa, bagaimana, bandingkan, simpulkan, dan
sebagainya. Soal-soal bentuk esai ini menuntut kemampuan siswa
untuk dapat mengorganisir, menginterpretasi, menghubungkan
pengertian-pengertian yang telah dimiliki. Sudjana (2010 : 35)
mengemukakan bahwa tes uraian ini adalah pertanyaan yang
menuntut siswa menjawabnya dalam menguraikan, menjelaskan,
mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk
lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan
menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Sulistyorini (2009: 93)
mengemukakan bahwa tes essay menuntut kemampuan siswa
dalam mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan.
Menurut pendapat dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa tes
essay adalah tes yang berupa pertanyaan yang menuntut para siswa
untuk memiliki kreativitas yang tinggi dalam memberikan jawaban
berupa pendapat dengan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan.
Adapun macam-macam tes subyektif menurut Sudjana
(2010: 37), antara lain:
a) Uraian bebas (free essay)
Dalam uraian bebas ini pertanyaan yang diberikan
pada pandangan yang dimiliki untuk mengemukakan suatu
pendapat yang akan ditulis.
b) Uraian terbatas
Dalam tes ini pertanyaan yang dibuat telah
diarahkan kepada hal-hal tertentu atau ada pembatasan
tertentu. Pembatasan dalam uraian terbatas ini dapat dari
segi: ruang lingkup, sudut pandang menjawab, dan
indikator- indikatornya.
c) Uraian berstruktur
Dalam tes uraian berstruktur ini dipandang sebagai
bentuk antara soal-soal obyektif dan soal-soal esai. Soal
berstruktur merupakan serangkaian soal jawaban singkat
sekalipun terbuka dan bebas dalam menjawabnya. Soal
berstruktur memiliki unsur pengantar soal, seperangkat
data, dan serangkaian sub soal.
d. Tes Pilihan Ganda
Sulistyorini (2009: 105) mengemukakan bahwa multiple choise
test terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu
pengertian yang belum lengkap. Untuk melengkapi multiple choise
test, peserta tes harus memilih satu dari beberapa kemungkinan
jawaban yang telah disediakan. Sudijono (2006: 118) mengemukakan
bahwa tes obyektif bentuk pilihan ganda yaitu salah satu bentuk tes
obyektif yang terdiri atas pertanyaan yang sifatnya belum selesai, dan
beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan pada tiap-tiap
butir soal. Sudjana (2010: 48) berpendapat bahwa soal pilihan ganda
adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau yang
paling tepat. Menurut pendapat dari beberapa ahli, dapat disimpulkan
bahwa tes pilihan ganda adalah suatu bentuk tes yang berupa suatu
pertanyaan dengan pilihan beberapa jawaban yang disediakan tetapi
terdapat satu jawaban yang tepat.
e. Pedoman dalam Pembuatan Tes Pilihan Ganda
Sudjana (2010: 50-53) berpendapat bahwa ada beberapa
pedoman dalam pembuatan atau penulisan soal pilihan ganda, yaitu:
1) Pokok soal yang menjadi pokok permasalahan harus
dirumuskan secara jelas.
2) Perumusan pokok soal dan alternatif jawaban hendaknya
merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
3) Untuk setiap soal hanya ada satu jawaban yang benar atau
yang paling benar.
4) Pada pokok soal sedapat mungkin dicegah perumusan
pernyataan yang bersifat negatif.
5) Alternatif jawaban (option) harus logis dan pengecoh harus
berfungsi.
6) Tidak ada petunjuk untuk jawaban yang benar.
7) Tidak menggunakan pilihan jawaban semua benar dan semua
8) Pilihan jawaban homogen, baik dari segi isi maupun dari segi
struktur kalimat.
9) Pilihan jawaban yang berupa angka, disusun secara berurutan
dari angka terkecil ke angka terbesar atau sebaliknya.
Sedangkan menurut Kusaeri (2014: 71-83) ada beberapa kaidah
yang harus diikuti agar soal yang tersusun baik. Berikut ini merupakan
kaidah penulisan tes tipe pilihan ganda:
1) Rumusan soal harus sesuai dengan indikator.
2) Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi
materi.
3) Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau
paling benar.
4) Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas.
5) Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus berupa
pernyataan yang diperlukan saja.
6) Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban benar.
7) Pokok soal yang menggunakan pernyataan yang bersifat
negatif ganda, seperti bukan, tidak, tanpa, kecuali, dan
sejenisnya dapat membingungkan siswa memahami pokok
permasalahan yang ditanyakan.
8) Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama.
9) Memilih jawaban jangan mengandung “Semua pilihan jawaban
10) Memilih jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus
disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka tersebut,
atau kronologis waktu.
11) Jika terdapat gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya
yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi.
12) Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya.
13) Rumusan soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan
kaidah Bahasa Indonesia.
Menurut pendapat dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa
pedoman dalam pembuatan atau penulisan soal pilihan ganda ada
kaidah-kaidah dalam pembuatan soal yaitu 1) Rumusan soal harus
sesuai dengan indikator, 2) Pilihan jawaban harus homogen dan logis
ditinjau dari segi materi, 3) Setiap soal harus mempunyai satu jawaban
yang benar atau paling benar, 4) Pokok soal yang menjadi pokok
permasalahan harus dirumuskan secara jelas, 5) Perumusan pokok
soal dan alternatif jawaban hendaknya merupakan pernyataan yang
diperlukan saja, 6) Tidak menggunakan pilihan jawaban semua benar
dan semua salah, 7) Pilihan jawaban yang berupa angka, disusun
secara berurutan dari angka terkecil ke angka terbesar atau sebaliknya,
8) Pilihan jawaban homogen, baik dari segi isi maupun dari segi
struktur kalimat, 9) Pada pokok soal sedapat mungkin dicegah
perumusan pernyataan yang bersifat negatif, 10) Alternatif jawaban
(option) harus logis dan pengecoh harus berfungsi, 11) Panjang
grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus
jelas dan berfungsi, 13) Rumusan soal harus menggunakan bahasa
yang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia.
f. Kelebihan dan Kekurangan Tes Pilihan Ganda
Tipe soal tes pilihan ganda mempunyai kelebihan dan
kelemahan. Sudjana (2010: 49) mengemukakan beberapa kelebihan
dan kelemahan tes tipe pilihan ganda.
Beberapa kelebihan bentuk tes pilihan ganda, yaitu:
1) Materi yang diujikan dapat mencakup sebagian besar dari
bahan pengajaran yang telah diberikan.
2) Jawaban siswa dapat dikoreksi (dinilai) dengan mudah dan
cepat dengan menggunakan kunci jawaban.
3) Jawaban untuk setiap pertanyaan sudah pasti benar atau salah
sehingga penilaiannya bersifat obyektif.
Beberapa kelemahan yang dimiliki bentuk tes pilihan ganda, yaitu:
1) Kemungkinan untuk melakukan tebakan jawaban masih cukup
besar.
2) Proses berpikir siswa tidak dapat dilihat dengan nyata.
Sedangkan Jihad & Haris (2012: 83) mengemukakan beberapa
kelebihan dan kelemahan tes tipe pilihan ganda.
Beberapa kelebihan bentuk tes pilihan ganda, yaitu:
1) Hasil berlajar yang sederhana sampai yang kompleks dapat di
2) Terstruktur dan petunjuknya jelas
3) Alternatif jawaban yang salah dapat memberikan informasi
diagnostik
4) Tidak dimungkinkan untuk menerka jawaban
5) Penilaian mudah, objektif, dan dapat dipercaya.
Beberapa kelemahan yang dimiliki bentuk tes pilihan ganda, yaitu:
1) Menyusunnya membutuhkan waktu yang lama
2) Sulit menemukan pengacau
3) Kurang efektif mengukur pemecahan masalah
4) Nilai dapat dipengaruhi dengan kemampuan baca yang baik.
Menurut pendapat dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa
ada beberapa kelebihan yang dimiliki tes pilihan ganda, yaitu: 1)
Materi yang diujikan dapat mencakup sebagian besar dari bahan
pengajaran yang telah diberikan, 2) Jawaban siswa dapat dikoreksi
(dinilai) dengan mudah dan cepat dengan menggunakan kunci
jawaban, 3) Jawaban untuk setiap pertanyaan sudah pasti benar atau
salah sehingga penilaiannya bersifat obyektif, 4) Hasil berlajar yang
sederhana sampai yang kompleks dapat di ukur, 5) Terstruktur dan
petunjuknya jelas, 6) Alternatif jawaban yang salah dapat memberikan
informasi diagnostik, 7) Tidak dimungkinkan untuk menerka jawaban,
sedangkan kekurangan dari tes pilihan ganda, yaitu: 1) Kemungkinan
untuk melakukan tebakan jawaban masih cukup besar, 2) Proses
berpikir siswa tidak dapat dilihat dengan nyata, 3) Menyusunnya
Kurang efektif mengukur pemecahan masalah, dan 6) Nilai dapat
dipengaruhi dengan kemampuan baca yang baik.
2. Konstruksi Tes Hasil Belajar a. Validitas
Masidjo (1995: 242) berpendapat bahwa validitas adalah taraf
sampai dimana suatu tes mampu mengukur apa yang seharusnya
diukur. Sugiyono (2011: 267) mengemukakan bahwa validasi
merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek
penelitian dengan data yang dilaporkan oleh peneliti. Surapranata
(2009: 50) berpendapat bahwa validitas adalah suatu konsep yang
berkaitan dengan sejauh mana tes telah mengukur apa yang seharusnya
diukur. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli dapat disimpulkan
bahwa validitas adalah suatu alat untuk mengukur ketepatan hasil data
yang akan dinilai untuk mengevaluasi dan mengembangkan tes.
Surapranata (2009: 51-55) mengemukakan bahwa bentuk-
bentuk validitas dibagi menjadi 4 jenis, yaitu:
1) Validitas Isi (Content Validity)
Validasi isi sering disebut dengan validitas kurikulum
yang mengandung arti bahwa suatu alat ukur dipandang valid
apabila sesuai dengan isi kurikulum yang hendak diukur. Cara
yang digunakan untuk menentukan validitas isi adalah dengan
melihat soal-soal yang membentuk tes tersebut. Jika keseluruhan
soal tampak mengukur apa yang seharusnya tes itu gunakan,
2) Validitas Konstruk (Construct Validity)
Validitas konstruk adalah sesuatu yang berkaitan dengan
fenomena dan objek yang abstrak, tetapi gejalanya dapat diamati
dan diukur. Validitas konstruk mengandung arti bahwa suatu
alat ukur dikatakan valid apabila telah cocok dengan konstruksi
teoritik dimana tes itu dibuat. Dengan kata lain sebuah tes
dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila soal-soal
mengukur setiap aspek berpikir seperti yang diuraikan kedalam
standar kompetensi, kompetensi dasar serta indikator yang
terdapat dalam kurikulum.
3) Validitas Prediksi (Predictive Validity)
Validitas prediktif menunjukkan kepada hubungan antara
tes skor yang diperoleh peserta tes dengan keadaan yang akan
terjadi diwaktu yang akan datang. Sebuah tes dikatakan
memiliki validitas prediksi apabila mempunyai kemampuan
untuk memprediksi apa yang terjadi dimasa yang akan datang.
4) Validitas Konkruen (Conccurrent Validity)
Validitas konkruen menunjukkan pada hubungan antara
tes skor dengan yang dicapai dengan keadaan sekarang.
Validitas ini dikenal juga sebagai validitas empiris. Sebuah tes
memiliki validitas konkruen apabila hasilnya sesuai dengan
b. Reliabilitas
Sudjana (2010: 16) mengemukakan bahwa reliabilitas adalah
ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilai.
Tes hasil belajar dikatakan ajeg apabila hasil pengukuran saat ini
menunjukkan kesamaan hasil pada saat yang berlainan waktunya
terhadap siswa yang sama. Suwarto (2013: 101) berpendapat bahwa tes
merupakan alat ukur dan alat ukur yang reliabel merupakan suatu alat
ukur yang tetap atau tidak berubah-ubah hasil pengukurannya serta
dapat diandalkan. Purwanto (2009: 154) mengemukakan bahwa
reliabilitas adalah konsistensi dan ketepatan alat ukur dalam melakukan
pengukuran. Menurut pendapat dari beberapa ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa reliabilitas adalah ketepatan dan keajegan suatu alat
ukur jika telah diujicobakan berulang kali.
c. Karakteristik Butir Soal
1) Daya pembeda
Sulistyorini (2009: 177) berpendapat bahwa item soal
yang baik adalah item soal yang mampu membedakan antara
kemampuan siswa yang pandai dan siswa yang rendah (kurang
pandai). Sudjana (2010: 141-142) mengemukakan bahwa analisis
daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk
mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang
tergolong mampu (prestasi tinggi) dengan siswa yang tergolong
kurang atau prestasinya rendah. Butir soal yang setelah diuji tidak
anak berprestasi tinggi, hasilnya rendah, tetapi bila diberikan
kepada anak yang kurang, hasilnya lebih tinggi. Arikunto (2012:
226) berpendapat bahwa daya pembeda soal adalah kemampuan
sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai
(berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pandai
(berkemampuan rendah). Menurut pendapat dari beberapa ahli
tersebut dapat disimpulkan bahwa daya pembeda adalah
kemampuan setiap butir soal untuk membedakan antara siswa
yang pandai dan siswa yang kurang pandai.
2) Tingkat Kesukaran
Sudjana (2010: 135) mengemukakan bahwa tingkat
kesukaran soal merupakan kesanggupan atau kemampuan siswa
dalam menjawab soal, bukan dilihat dari sudut pandang guru
sebagai pembuat soal. Arikunto (2012: 222) mengemukakan
bahwa soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau
tidak terlalu sukar. Sulistyorini (2009: 173) mengemukakan
bahwa asumsi yang digunakan untuk memperoleh kualitas soal
yang baik, di samping memenuhi validitas dan reliabilitas, adalah
adanya keseimbangan dari tingkat kesulitan soal yaitu soal
mudah, sedang, dan sukar yang terbagi secara proporsonal.
kesukaran soal merupakan kesanggupan atau kemampuan siswa
dalam menjawab soal, bukan dilihat dari sudut pandang guru
sebagai pembuat soal. Menurut pendapat dari beberapa ahli
adalah soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau
tidak terlalu sukar dan siswa sanggup atau mampu dalam
menyelesaikan soal tes yang diujikan.
3) Analisis pengecoh
Surapranata (2009: 43) berpendapat bahwa jawaban soal tes
pilihan ganda itu terbagi menjadi dua yaitu jawaban dan
pengecoh, dari sekian banyak alternatif jawaban tanya hanya
terdapat satu jawaban benar yang dinamakan kunci jawaban,
sedangkan kemungkinan jawaban yang tidak benar dinamakan
dengan pengecoh. Pengecoh berfungsi sebagai pengidentifikasian
yang berkemampuan tinggi. Pengecoh dikatakan bisa berfungsi
apabila banyak dipilih oleh peserta tes. Suatu pengecoh dikatakan
baik apabila dipilih oleh peserta paling sedikit 5% dari peserta tes.
Purwanto (2009: 108) mengemukakan bahwa pengecoh
(distractor) yang juga dikenal dengan istilah penyesat atau
penggoda adalah bukan merupakan kunci jawaban. Pengecoh
harus dibuat semirip mungkin dengan kunci jawaban agar dapat
berfungsi dengan baik. Menurut pendapat dari beberapa ahli
tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian analisis pengecoh
adalah pilihan jawaban yang bukan merupakan jawaban yang
benar.
3. Pengembangan Tes Hasil Belajar
Menurut Mardapi (2008: 88-97) ada 9 langkah yang perlu ditempuh
1) Menyusun Spesifikasi Tes
Menyusun spesifikasi tes berisi uraian yang menunjukkan
keseluruhan karakteristik yang harus dimiliki suatu tes. Dalam
menyusun spesifikasi tes mencakup 4 kegiatan, yaitu:
a) Menentukan tujuan tes
Tes ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan
yang telah dimiliki peserta didik. Seseorang perlu tambahan
pelajaran atau tidak, ditentukan dari hasil tes yang dilakukan.
b) Menyusun kisi-kisi
Kisi-kisi merupakan acuan bagi penulis untuk membuat
soal. Kisi-kisi merupakan tabel spesifikasi untuk membuat
soal. Ada empat langkah dalam mengembangkan kisi-kisi tes,
yaitu:
1. Menulis standar kompetensi dan kompetensi dasar.
2. Menentukan indikator.
3. Membuat daftar pokok bahasan subpokok bahasan
yang akan diujikan.
4. Menentukan jumlah butir soal tiap pokok bahasan.
c) Memilih bentuk tes
Pemilihan bentuk tes yang tepat ditentukan oleh tujuan
tes, jumlah peserta tes, waktu yang tersedia untuk memeriksa
lembar jawaban tes, cakupan materi, dan karakteristik mata
d) Menentukan panjang tes
Penentuan panjang tes didasarkan pada cakupan materi
ujian yang akan diujikan kepada peserta tes.
2) Menulis soal tes
Penulisan soal merupakan langkah menjabarkan indikator
menjadi pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan
perincian kisi-kisi yang telah dibuat
3) Menelaah soal tes
Pada saat menelaah soal tes perlu dilakukan untuk
memperbaiki soal jika ternyata dalam pembuatannya masih
ditemukan kekurangan atau kesalahan. Telaah soal ini sebaiknya
dilakukan oleh orang lain, bukan si pembuat sendiri. Sering kali
kelemahan dan kekurangan, baik dari tata bahasa maupun dari
substansi, tidak terlihat oleh pembuat soal.
4) Melakukan uji coba tes
Uji coba perlu dilakukan untuk memperbaiki kualitas soal.
Uji coba ini dapat digunakan sebagai sarana memperoleh data
empirik tentang tingkat kebaikan soal yang telah disusun.
5) Menganalisis butir soal
Dengan analisis butir soal dilakukan untuk mengetahui:
tingkat kesulitan butir soal, daya pembeda, dan juga efektivitas
6) Memperbaiki tes
Tahap ini dilakukan setiap butir soal, yaitu memperbaiki
masing- masing butir soal yang ternyata masih belum baik.
7) Merakit tes
Keseluruhan butir perlu disusun secara hati-hati menjadi
kesatuan soal tes yang terpadu. Dalam merakit soal, hal-hal yang
dapat mempengaruhi validitas soal seperti nomor urut soal,
pengelompokan bentuk soal, lay out dan sebagainya
8) Melaksanakan tes
Pelaksanaan tes dilakukan sesuai dengan waktu yang
ditentukan. Dalam pelaksanaan tes ini memerlukan pengawas agar
tes tersebut benar-benar dikerjakan oleh peserta tes dengan jujur dan
sesuai dengan ketentuan yang digariskan.
9) Menafsirkan tes
Pada tahap penafsiran tes ini diperoleh data kuantitatif yang
berupa skor, kemudian dapat ditafsirkan menjadi nilai, yaitu rendah,
menengah, atau tinggi. Tinggi rendahnya nilai ini selalu dikaitkan
dengan acuan penilaian.
Dapat disimpulkan bahwa mengembangkan tes hasil belajar
memerlukan sembilan langkah yang perlu ditempuh agar pengembangan
menjadi baik dan benar. Kesembilan langkah tersebut adalah: (1)
menyusun spesifikasi tes, (2) menulis soal tes, (3) menelaah soal tes, (4)
melakukan ujicoba tes, (5) menganalisis butir soal tes, (6) memperbaiki
4. Matematika
Suhendri (2011: 32) berpendapat bahwa matematika adalah ilmu
tentang bilangan, bangun dan hubungan-hubungan konsep dan logika
dengan menggunakan bahasa lambang atau simbol dalam menyelesaikan
masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.