• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORITIS

2.2 Kajian Teori

2.2.1 Gangguan Makan

2.2.1.1 Pengertian gangguan makan

Menurut American Psychologist Association (dalam Davidson et al, 2004), gangguan makan merupakan karakter dengan gangguan berat pada perilaku makan. Dumas&Nielsen (2003) mengatakan bahwa gangguan makan merupakan gangguan fungsional pada beberapa perilaku yang berkaitan dengan makan.

Berdasarkan definisi diatas, peneliti menggunakan pengertian gangguan makan secara konseptual dari Dumas&Nielsen yang menyebutkan bahwa gangguan makan merupakan gangguan fungsional pada perilaku yang berkaitan dengan makan. Sedangkan untuk jenis gangguan makan yang diteliti dalam penelitian ini adalah Anoreksia nervosa dan Bulimia nervosa. Hal ini berdasarkan pendapat yang

11   

muncul pada remaja adalah anoreksia dan bulimia nervosa".   2.2.1.2 Macam-macam gangguan makan

1. Anoreksia nervosa

Istilah Anoreksia diperkenalkan pertama kali pada pertengahan abad ke-17 oleh Charles Lasegue di Prancis yaitu pada tahun 1873. Lasegue menamakan gangguan ini awalnya dengan istilah “L’anorexie hysterique” (Ogden, 2010). Selain itu, pada tahun 1874 di London, Sir William Gull yang merupakan doktor pribadi Ratu Victoria, menerbitkan sebuah makalah berjudul “Appetite Loss”. Gull kemudian menjadi terkenal dengan studi kasus tersebut, yaitu mengenai bagaimana seorang remaja yang berusaha dengan bebas untuk melaparkan diri hingga berakhir dengan kematian (Dumas&Nielsen, 2003).

Menurut Davidson, et.al. (2004), istilah anoreksia berarti hilangnya selera makan, dan nervosa mengindikasikan bahwa hilangnya selera makan tersebut memiliki sebab emosional. Santrock (2006) menambahkan bahwa, "Anoreksia merupakan gangguan makan dengan adanya keinginan yang keras untuk mendapatkan tubuh yang kurus dengan cara melaparkan diri”. Selain itu, Janet (2000) mendefinisikan anoreksia nervosa sebagai sebuah gangguan makan dengan ciri adanya obsesi pada makanan dan menjadi kurus.

Davidson, et.al. (dalam Santrock, 2006) menjelaskan pengertian gangguan makan melalui tiga karakteristik anoreksia nervosa sebagai berikut, yaitu: berkurangnya berat badan hingga 85% dari apa yang menjadi berat badan normal

12   

berdasar usia dan tinggi badan, memiliki ketakutan yang intens terkait penambahan berat badan, dan memiliki gangguan citra tubuh terutama mengenai bentuk tubuh.

Berdasarkan pengertian anoreksia nervosa diatas, dalam penelitian ini peneliti menggunakan pengertian menurut Santrock (2006) bahwa Anoreksia merupakan gangguan makan dengan adanya keinginan yang keras untuk mendapatkan tubuh yang kurus dengan cara melaparkan diri.

a. Kriteria DSM-IV-TR untuk Anoreksia nervosa

Menurut Davidson et.al. (2004) menjelaskan bahwa dalam DSM-IV-TR, kriteria diagnosis gangguan makan anoreksia nervosa yaitu: penderita menolak untuk mempertahankan berat badan normal, meskipun berat badannya sangat kurang, namun penderita masih memiliki ketakutan yang amat sangat menjadi gemuk, dan mengalami gangguan citra tubuh, serta pada perempuan yang telah mengalami menstruasi, terjadi amenorea.

b. Subtipe Anoreksia nervosa

Berdasarkan pendapat Davidson et.al. (2004), “DSM-IV-TR membedakan dua tipe anoreksia nervosa. Dalam tipe terbatas, penurunan berat badan dicapai penderita dengan sangat membatasi asupan makanan; dalam tipe makan berlebihan-pengurasan, penderita secara rutin juga makan secara berlebihan dan kemudian memuntahkannya.”

c. Simptom pada umumnya dari Anoreksia

Menurut Kevin (2002) dalam bukunya “Body Image, Eating Disorder, and

Obesity“ Simptom umum dari gangguan makan anoreksia nervosa yaitu: penderita

13   

badan, kelelahan penurunan energi, cemas berlebihan, gangguan tidur. Penderita gampang marah, depresi, dan perubahan kepribadian, mengalami sakit kepala, sakit perut/konstipasi, dan tidak toleran akan suhu dingin, serta Amenorhea.

d. Akibat Anoreksia dalam masalah kesehatan

Masalah kesehatan terkait anoreksia nervosa dapat dipahami dalam istilah komplikasi fisik dan psikis (Ogden, 2010), sebagaimana gambaran berikut ini:

Gambar 2.1

Akibat Anoreksia dalam Masalah Kesehatan Kematian: - Bunuh diri - Serangan jantung - Infeksi - Komplikasi GI Masalah Reproduksi: -Tidak subur - Bayi kecil

- Anak yang tidak sehat

Kardiovaskular: - Detak jantung tidak teratur - Gagal jantung Serangan jantung Tulang/Gigi: -Pertumbuhan kerdil - Osteoporosis (tulang keropos) - Gigi berlubang Anoreksia nervosa Psikologis: -Depresi - Kecemasan Sistem saraf:

-Defisit dalam belajar - Memori, dan analisa - Gambar&ruang

e. Prognosis pada Anoreksia nervosa

14   

Menurut Stober, et.al. (dalam Davidson et.al , 2004) sekitar 70% pasien anoreksia akhirnya dapat sembuh. Meskipun demikian, penyembuhan dapat berlangsung selama enam atau tujuh tahun, dan kekambuhan umum terjadi sebelum tercapainya pola makan yang stabil dan dipertahankannya berat badan.

2. Bulimia nervosa

Bulimia secara formal diperkenalkan pertama kalinya oleh Russell (dalam Ogden, 2010) pada tahun 1979. Rusell mengatakan bahwa bulimia terdiri atas tiga faktor: episode makan dalam jumlah besar, menghindari efek kegemukan dari makanan dengan memuntahkannya atau menggunakan pencahar, serta ketakutan menjadi gemuk.

Davidson, et.al (2004) mengemukakan bahwa kata Bulimia berasal dari bahasa yunani yaitu bous, yang berarti menolak. dan limos (yaitu rasa lapar), bulimia secara bahasa berarti rasa lapar pada seseorang yang makan sebanyak-banyaknya dan menolak apa yang dimakannya.

Menurut Santrock (2006), "Bulimia nervosa merupakan gangguan makan pada individu yang secara konsisten mengikuti pola; makan berlebihan dan memuntahkannya kembali". Selain itu, Janet (2000) menyebutkan bahwa, “Bulimia nervosa, merupakan gangguan makan dengan ciri episode makan berlebihan atau dalam jumlah besar dan memuntahkannya.

15   

ini peneliti menggunakan pengertian menurut Santrock (2006) yang menyebutkan bahwa Bulimia nervosa merupakan gangguan makan pada individu yang secara konsisten mengikuti pola; makan berlebihan dan memuntahkannya kembali.

a. Kriteria DSM-IV-TR untuk Bulimia nervosa

Berdasarkan teori oleh Davidson, et.al (2004) dijelaskan sebagai berikut:

“Dalam DSM-IV-TR, kriteria diagnosis gangguan makan anoreksia nervosa yaitu: makan berlebihan secara berulang, melakukan pengurasan berulang untuk mencegah bertambahnya berat badan, simptom-simptom tersebut terjadi sekurangnya dua kali seminggu selama sekurangnya tiga bulan, serta penilaian diri penderita yang sangat tergantung pada bentuk tubuh dan berat badan”.

b. Subtipe Bulimia nervosa

Davidson, et.al (2004) membedakan dua tipe bulimia nervosa. Dalam Tipe

Pengurasan, penderita bulimia melakukan perilaku kompensatori dengan melakukan

pengurasan atau memuntahkan dan menggunakan obat-obat pencahar dan diuretik; dalam tipe non-pengurasan, penderita melakukan perilaku kompensatori melalui olahraga dan puasa secara berlebihan.

c. Simptom pada umumnya dari Bulimia (dalam Kevin, 2002) : Kevin (2002) menjelaskan bahwa :

“Simptom umum dari gangguan makan bulimia nervosa yaitu: pasien merahasiakan tentang gangguan makan, makan berlebihan, dan memuntahkannya kembali, kelelahan karena penurunan energi, depresi, menderita sakit kepala, sakit perut, dan kembung, muntah yang kambuh, mengalami nyeri hati, konstipasi, menstruasi yang tidak teratur, dan tangan dan kaki bengkak”.

16   

d. Akibat Bulimia dalam masalah kesehatan:

Menurut Ogden (2010), pada dasarnya masalah kesehatan terkait bulimia nervosa tidak terkait dengan kematian, melainkan memiliki komplikasi luas pada fisik penderita, sebagaimana gambaran berikut ini:

Gambar 2.2

Akibat Bulimia dalam Masalah Kesehatan

Kardiovaskular: Detak jantung tidak teratur Darah tinggi Gagal jantung Sistem pencernaan: Gangguan pencernaan Konstipasi Diare Pankreas Sakit tenggorokan Gigi:

Karies/ gigi busuk bernanah

Kulit:

Kulit bersisik Flek pada kulit

Psikologis:

Gejala neurotik (gangguan kecemasan): merasa bersalah, khawatir, sulit konsentrasi Depresi

Usaha bunuh diri Kecemasan

Penyalahgunaan alkohol dan narkoba Gangguan tingkah laku

Impulsif Bulimia

17   

e. Prognosis pada Bulimia nervosa

Stober, et.al. (dalam Davidson et.al , 2004) mengemukakan bahwa:

“Pemantauan jangka panjang pada pasien bulimia nervosa mengungkap bahwa tujuh puluh persen memperoleh kesembuhan, meskipun sekitar sepuluh persen mengalami simtomatik. Para pasien bulimia nervosa yang lebih sering makan berlebihan dan muntah, kormobid dengan penyalahgunaan zat atau memiliki riwayat depresi memiliki prognosis lebih buruk dibanding pasien tanpa faktor-faktor tersebut“.

2.2.1.3 Komponen gangguan makan

Garner & Garnfikel (1982) telah mengemukakan tiga komponen gangguan makan sebagai berikut:

1. Perilaku diet (Dieting)

Komponen ini terdiri dari menghindari makanan berlemak dan keinginan kuat untuk memiliki tubuh kurus.

2. Bulimia dan kesenangan terhadap makanan (Bulimia and Food

Preoccupation)

Komponen ini memberikan gambaran tentang pemikiran mengenai makanan terkait indikasi bulimia.

3. Kontrol Makan (Oral control)

Komponen ini terkait kontrol diri dalam perilaku makan, dan tekanan yang diterima dari orang lain atas kelebihan berat badan.

2.2.1.4. Faktor-faktor penyebab timbulnya gangguan makan

18   

Berdasarkan pendapat Ogden (2010), adapun model teori penyebab gangguan makan adalah model sosial-budaya, model genetik, model psikoanalisa, model

kognitif-behavioral, dan pendekatan sistem keluarga, serta kejadian terkait makan,

sebagaimana dijelaskan pada gambar dibawah ini: Gambar 2.3

Penyebab gangguan makan Model Genetik (Genetic Model) Model kognitif-perilaku ( Cognitive-Behavioral Model) Gangguan makan Pendekatan melalui

Sistem Keluarga (Family

System Approach)

Kejadian terkait makanan

(Significant Event) Model Psikoanalisa (Psychoanalytic) M d l Model Sosial-Budaya (Sosiocultural Model)

Selain itu, Ogden (2010) menjelaskan pendekatan penyebab gangguan makan model sosial-budaya ini sebagai berikut:

Model ini menempatkan penderita anoreksia atau bulimia dengan konteks sosial dan menganalisa gangguan makan sebagai sebuah ekspresi dan nilai-nilai sosial. Beberapa penulis dibidang ini menggambarkan hasil pemikiran Yap dan Deverux, dan gangguan makan ini digambarkan sebagai sindrom ikatan budaya

(culture-bound syndrome) atau gangguan etnis (ethnic disorder). Berdasarkan

perspektif ini, gangguan makan dipertimbangkan sebagai ekspresi dari ketakutan dan masalah yang tidak terpecahkan pada pengadopsian budaya, sebagaimana yang dijelaskan Gordon, “Yang tidak dapat dipahami dari perkembagan manusia adalah kondisi di era kontemporer ini tanpa adanya analisis kerangka berpikir sosial budaya dari luar yang terjadi”.

19   

menyebabkan munculnya gangguan makan mencakup tiga faktor, yaitu: konflik dari kepedulian atas gender, identitas, dan ruang sosial.

1. Faktor Gender

Konflik utama yang memberi konstribusi pada perkembangan gangguan makan adalah konflik antara gender perempuan dengan peran alami, sebagai ibu, wanita karir, dan harapan yang menempatkan perempuan pada masyarakat moderen.

Brown, et.al (dalam Ogden, 2010) menyimpulkan bahwa perilaku bulimia diasosiasikan dengan feminim/kewanitaan. Selain itu, hasil penelitian oleh Thornton, et.al (dalam Ogden, 2010) menyimpulkan bahwa penelitian tentang “superwoman

syndrome pada mahasiswa di Amerika merupakan bentuk usaha untuk menyesuaikan

diri antara stereotip tradisionil dan yang moderen, hal tersebut dapat memprediksi gangguan makan.

2. Faktor identitas

Berhubungan erat dengan gender, faktor ini mengenai konflik kepedulian atas “menjadi dewasa” atau “masih anak-anak”, dan “mandiri” dengan “ketidak-mandirian”. Senada dengan hal tersebut, Gordon (dalam Ogden, 2010) mengemukakan bahwa, “Proses pencarian identitas gampang terkena gangguan akan perubahan radikal pada peran sosial atau harapan budaya”. Konflik terkait identitas tersebut dianggap sebagai, “Konflik pada identitas merupakan hasil krisis identitas

20   

dan perasaan diluar kendali, yang mana diekspresikan melalui dorongan untuk kurus dan penolakan terhadap makanan”.

3. Faktor ruang sosial

Berdasarkan pendapat ahli psikologi yang bernama Orbach (dalam Ogden, 2010) menjelaskan pengaruh ruang sosial pada gangguan makan bahwa ukuran tubuh yang kecil bagi wanita menjadi tujuan hanya pada saat dimana wanita tersebut menuntut akan ruang lebih. Ia juga berpendapat bahwa memiliki ukuran kecil dapat membentuk perasaan kuat dan gangguan makan ini merupakan ekspresi konflik antara mengambil ruang dan menjadi tidak terlihat yang menjadi hasil dari kontrol berlebihan atas dunia baik dari dalam maupun luar.

2.2.2 Sikap Terhadap Thin-ideal

2.2.2.1 Pengertian sikap

G.W. Allport (dalam Sarwono, 2009) juga mendefinisikan sikap sebagai kesiapan mental yaitu suatu proses yang berlangsung dalam diri seseorang berkaitan dengan pengalaman individual masing-masing yang mengarahkan dan menentukan respons terhadap berbagai objek dan situasi terkait.

Selain itu,Zanna & Rempel (dalam Sarlito, 2009) mendefinisikan sikap sebagai reaksi evaluatif yang disukai dan tidak disukai terhadap sesuatu atau seseorang, menunjukkan kepercayaan, perasaan, atau kecenderungan perilaku seseorang.

Eagley & Chaiken (dalam Penington et.al, 1999) mengatakan sikap merupakan kecenderungan psikologis yang mengekspresikan penilaian dengan tingkatan suka

21   

merupakan konstruk psikologis yang mengacu pada proses mental tertentu pada diri seseorang.

Berdasarkan ragam pengertian sikap yang dikemukakan diatas, dalam penelitian ini peneliti menggunakan pengertian menurut Eagley & Chaiken (dalam Penington et.al, 1999) mengatakan sikap merupakan kecenderungan psikologis yang mengekspresikan penilaian dengan tingkatan suka atau tidak suka.

2.2.2.2. Ciri-ciri sikap

Luthfi et.al (2009) merumuskan ciri-ciri sikap sebagai berikut :

1. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap obyek.

2. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu. Sikap membantu menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan. Sikap juga mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari.

3. Sikap relatif mudah berubah, karena sikap adalah hal dapat dipelajari dan sebaliknya. Walaupun secara umum sikap relatif mudah berubah, untuk obyek tertentu (spesifik) ternyata sikap relative cenderung menetap dan jarang berubah.

4. Sikap mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka.

22   

5. Sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar sepanjang perkembangan dan berinteraksi dengan obyeknya.

2.2.2.3 Komponen sikap

Katz (dalam Pennington & Hill, 1999) mengemukakan bahwa pendekatan struktural sikap adalah berupa penilaian, positif atau negatif dari suatu objek sikap baik orang atau gambaran. Menurut Eagly & Chaiken (dalam Pennington & Hill, 1999), ada tiga model komponen yang terkait dengan sikap, diantaranya sebagai berikut:

Gambar 2.4 Komponen Sikap

Aspek kognitif

Objek sikap Aspek afektif

Aspek perilaku/konatif Sikap

 

1. Komponen kognitif (pengetahuan)

Komponen kognitif mengacu pada kepercayaan, opini, dan ide mengenai objek sikap.

2. Komponen afektif (emosi)

23   

tidak suka) dari objek sikap dan juga merupakan prinsip seseorang. 3. Komponen konatif (tendensi perilaku)

Komponen konatif mengacu pada niat menunjukkan perilaku atau berperilaku nyata terkait dengan objek sikap.

2.2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap

Menurut Luthfi et.al (2009), sikap pada diri seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, yaitu faktor pengalaman, situasi, norma-norma, hambatan dan faktor pendorong.

Reaksi yang dapat diberikan individu terhadap objek sikap dapat bersifat positif, tetapi juga dapat bersifat negatif. Diagram terbentuknya sikap dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2.5

Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap Faktor Internal -Fisiologis -Psikologis Objek Sikap : Thin-ideal Reaksi SIKAP Faktor Eksternal -Pengalaman -Situasi -Norma-norma -Hambatan

Menurut Pennington & Hill (1999), terdapat beberapa fungsi sikap sebagai berikut:

24   

1. Fungsi pengetahuan, fungsi ini peduli mengenai bagaimana seseorang mengatur, menyusun, dan proses informatif mengenai dunia sosial.

2. Fungsi adaptif, fungsi ini peduli bagaimana sikap memungkinkan seseorang untuk mencapai tujuan yang diingini dan menghindari hal yang tidak diinginkan.

3. Fungsi pertahanan ego, fungsi ini menyatakan bahwa sikap umumnya untuk melindungi orang-orang dari diri mereka sendiri dan orang lain.

4. Fungsi ekspresi diri, fungsi ini memberitahukan kebutuhan untuk menceritakan sesuatu mengenai diri seseorang dan untuk mengetahui isi pikiran orang tersebut.

2.2.1.4. Pengertian thin-ideal

Bordo (dalam Ogden, 2010) pada salah satu bukunya yang berjudul “Reading the

Slender Body”, berpendapat bahwa gambaran yang ada mengenai kurus atau

thin-ideal merupakan hasil kontemporer dan ketakutan dalam masyarakat, yang dapat

dijelaskan dalam gambaran pengertian ukuran tubuh sebagai berikut Gambar 2.6

Pengertian Ukuran Tubuh

Makan berlebihan kontrol

menarik

Malas

Menderita Gemuk Tidak populer

Tidak sukses Tidak menarik kebebasan sukses Kurus 25   

slender body atau ultra-slender ideal. Istilah tersebut memiliki makna sama yaitu pengidealan citra tubuh kurus atau yang dikenal dengan slogan “cantik itu langsing”

Dumas&Nielsen (2003) terkait thin-ideal bahwa:

“Rata-rata berat badan dari model –yang mana merupakan standar kecantikan amerika-adalah memiliki berat badan 95% dibawah berat badan perempuan amerika pada umumnya. Banyak remaja putri dan pemudi menjaga berat badan yang sehat, yang mana lebih rendah dari rerata berat badan populasi pada umumnya, dan kebanyakan dari mereka tidak menemukan ideal berat badan yang disampaikan secara sukses dalam kesehariannya melalui hiburan, iklan-iklan, dan model. Banyak peneliti percaya bahwa hal ini merupakan faktor penting pada peningkatan gangguan makan, senada peningkatan remaja putri dan wanita muda yang berusaha untuk mencapai ketidakmungkinan tersebut”.

Selain itu, Dumas&Nielsen mengemukakan bahwa patokan atau ukuran

thin-ideal kian meningkat secara berlanjut pada dekade sebelumnya. Senadan dengan hal

tersebut Wilson (2007) menjelaskan melalui gambaran sebagai berikut berdasarkan penelitian mengenai ukuran tubuh yang dilakukan oleh pengamat model Playboy dan kontestan Miss Amerika dengan periode masing-masing 10 tahun, yaitu:

Berdasarkan gambaran diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ukuran thin-ideal bervariasi sepanjang waktu, tidak ada patokan yang jelas. Namun, hasil penelitian diatas menemukan bahwa berat badan rata-rata mereka pada tahun 2000 semakin dratis penurunan BMT dengan taraf 13%-19% dibawah dari usia yang diharapkan.

Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan 4 kategori atas BMT (Berat Massa Tubuh) oleh Gucciardi et.al (2004), terdiri atas berat badan terlalu rendah (BMT <

26   

20), berat badan yang sesuai (BMT 20-250, berat badan berlebih (BMT 25-27), dan Obesitas (BMT > 27). Pada tahun 2000, Tren thin-ideal dengan BMT tersebut sudah berada ditaraf berat badan terlalu rendah.

2.3 Hubungan Sikap terhadap Thin-ideal dan Gangguan Makan

Gangguan makan merupakan gangguan disfungsional pada perilaku yang berhubungan dengan makan. Gangguan makan ditinjau dari tiga aspek (Gardner & Garnfikel, 1982), yaitu: perilaku diet, aspek bulimia dan pengertian mengenai makanan, dan aspek kontrol oral.

Benveniste (dalam Grogan, 2000) mengatakan bahwa budaya memegang peranan penting pada perkembangan gangguan makan. Menurut Ogden (2010), model sosial budaya dalam pengaruhnya pada gangguan makan mencakup tiga hal yaitu: faktor gender, faktor identitas, dan ruang sosial.

Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa gangguan makan ditinjau dari aspek diet, Grogan (2000) menyampaikan penelitian di Inggris, menunjukkan bahwa responden penelitian menyatakan alasan melakukan diet adalah untuk kurus, dan meningkatkan kepercayaan diri. Senada dengan hal tersebut, beberapa penelitian mengemukakan tekanan sosial untuk berpenampilan menarik bagi perempuan salah satunya memiliki tubuh ideal. Sayangnya tubuh ideal ini bukan berdasarkan ukuran BMI atau Body

mass Index, melainkan dikenal dengan paradoks “cantik itu langsing”.

Idealisasi bentuk tubuh cenderung mendukung remaja putri menginginkan untuk menjadi kurus dikarenakan tubuh kurus atau langsing umumnya diidentifikasikan

27   

pada model atau artis di berbagai media merupakan promosi idealisasi tersebut. Paparan informasi idealisasi baik melalui pesan media secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi sikap individu terhadap objek sikap, dan memiliki kecenderungan untuk berperilaku.

Sikap terhadap thin-ideal yang peneliti maksud merupakan kecenderungan psikologis yang mengekspresikan penilaian dengan tingkatan suka atau tidak suka individu terhadap thin-ideal. Tingkatan tersebut ditinjau melalui aspek kognitif, afektif, dan konatif yang mendasari sikap individu.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin meneliti apakah sikap terhadap

thin-ideal memiliki hubungan dengan tingginya perilaku gangguan makan pada

mahasiswi.

Gambar 2.9

Skema Hubungan Sikap terhadap Thin-ideal dan Gangguan Makan

Sikap terhadap Thin-ideal

Aspek Kognitif Aspek Afektif Aspek Konatif

-/ +

28   

    Tinggi / Rendah Gangguan Makan        

Dokumen terkait